Share

Bab 5

Melihat sorot mata sedingin es pria di hadapannya itu, Rhea merasa dulu dirinya benar-benar sudah buta. Bisa-bisanya dia jatuh cinta pada seorang pria seperti Jerico.

Sorot mata kesedihan tampak jelas di matanya, tetapi dia tidak ingin menunjukkan sisi rentannya di hadapan pria sialan itu.

Rhea menepis tangan Jerico dengan keras, menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan naik ke lantai atas.

Saat ini, hanya ada satu pemikiran dalam benaknya, yaitu segera mencari sebuah pekerjaan. Dengan begitu, dia baru bisa pindah keluar dan memikirkan cara untuk bercerai dengan Jerico.

Rhea memilih pakaian dengan asal dan berganti pakaian. Kemudian, dia menjepit rambutnya dengan asal, lalu segera turun ke lantai bawah.

Dia adalah tipe orang yang santai, tidak terlalu memedulikan penampilannya.

Dulu, demi memberikan kesan yang baik pada anggota Keluarga Thamnin, saat pergi menghadiri perjamuan Keluarga Thamnin, dia selalu merias dirinya secara khusus.

Sekarang, dia sudah malas memedulikan orang-orang itu.

Saat mendengar langkah kaki, secara naluriah Jerico mengangkat kepalanya.

Rhea mengenakan gaun berwarna putih, pinggang rampingnya seolah-olah bisa digenggam hanya dengan satu tangan. Rambut hitam panjangnya dijepit dengan sebuah penjepit yang indah, memperlihatkan lehernya yang putih dan mulus. Saking cantiknya wanita itu, benar-benar membuat orang yang melihatnya terpesona.

Aura lembut dan elegan yang terpancar dari tubuh Rhea, tetap sama seperti saat mereka pertama kali bertemu.

Hanya saja, sorot mata wanita itu padanya sedingin es, tidak ada lagi sedikit pun kehangatan kala itu.

"Ayo kita berangkat."

Sepanjang perjalanan menuju kediaman Keluarga Thamnin, dua orang itu hanya diam saja.

Hingga saat mereka tiba di depan pintu kediaman Keluarga Thamnin dan hendak turun dari mobil, sebuah mobil berwarna hitam melaju dan kencang, lalu rem secara mendadak dan langsung berhenti di depan mobil Jerico.

Mengenali mobil itu adalah mobil Arieson, ekspresi Jerico tampak sedikit masam.

Jerico merasa takut sekaligus tidak menyukai pamannya itu. Dia tidak ingin berinteraksi dengan pria itu.

Bagaimanapun juga, Arieson adalah tipe orang yang selalu semena-mena dalam bertindak. Jerico sangat tidak menyukainya.

Kala itu, Tuan Besar Thamnin bersiap untuk menyerahkan Grup Thamnin kepada Arieson. Alhasil, dia langsung menolak penawaran itu begitu saja dan membangun kariernya sendiri.

Awalnya, semua orang mengira pria itu akan mengalami kegagalan, lalu kembali dengan putus asa dan mengambil alih Grup Thamnin. Namun, siapa sangka, pria itu berhasil merintis karier sendiri. Tidak hanya itu, hanya dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, cakupan perusahaannya sudah cukup besar dan luas. Sekarang diperkirakan sudah bisa menandingi sekitar lima atau enam Grup Thamnin.

Harus diakui bahwa alasan Jerico tidak menyukai Arieson, juga ada sedikit unsur iri dan keengganan.

Terlebih lagi, Arieson adalah tipe orang pendendam. Sebelumnya, Jerico pernah mengatakan satu kalimat yang menjelek-jelekkan pria itu. Tidak tahu siapa yang menyampaikan hal itu pada pria itu, sampai-sampai pria itu langsung menolak untuk bekerja sama dengan Grup Thamnin dan menyebabkan Grup Thamnin mengalami kerugian sebesar ratusan miliar.

Arieson sangat jarang menghadiri perjamuan makan keluarga. Jerico mengira kali ini dia tidak akan bertemu dengan pamannya itu. Namun, siapa sangka dia begitu sial. Baru saja sampai di depan pintu dan belum sempat masuk ke dalam, dia sudah bertemu dengan pria itu.

Karena suasana hatinya sedang buruk, dia tidak menyadari ekspresi Rhea langsung membeku begitu melihat Arieson turun dari mobil.

Dia membuka pintu mobil dan memanggil Arieson, "Paman."

Arieson menoleh, meliriknya sekilas. Kemudian, dia melirik kursi penumpang samping pengemudi dengan santai, lalu menganggukkan kepalanya dengan dingin. Setelah itu, dia langsung berjalan masuk ke dalam.

Melihat pria itu pergi, Rhea baru mengembuskan napasnya dengan kuat.

Saat Arieson melihat ke arah mereka, dia sampai-sampai lupa bernapas saking gugupnya. Dia takut pria itu tiba-tiba mengucapkan kata-kata yang menggemparkan.

Bagaimanapun juga, Arieson adalah tipe orang yang bertindak sesuai suasana hatinya saja. Saat suasana hatinya sedang buruk, anjing yang hanya kebetulan lewat di jalanan pun akan ditendangnya.

Untung saja, pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah berpikir sejenak, Rhea memutuskan untuk mencari kesempatan berbicara empat mata dengan pria itu.

Saat mereka berdua memasuki ruang tamu, sudah ada banyak orang di dalamnya. Tuan Besar Thamnin dan Nyonya Besar Thamnin tampak sedang mengobrol dengan Arieson.

Ada orang-orang tertentu yang sudah ditakdirkan untuk menjadi "pemeran utama" sejak mereka hadir di dunia ini. Tipe orang seperti ini selalu menjadi sorotan di tengah orang banyak. Arieson adalah orang seperti itu.

Menyadari sorot mata Rhea tertuju pada Arieson, raut wajah Jerico berubah menjadi sedikit masam.

"Untuk apa kamu melihat pamanku seperti itu?"

Rhea mengalihkan pandangannya, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Apa hubungannya denganmu?"

Menyadari sikap dingin wanita itu terhadap dirinya, Jerico berkata dengan suara dalam, "Rhea, jelas-jelas kamu tahu aku nggak suka kamu memperhatikan pria lain!"

Sejak mereka bersama, Jerico sangat posesif pada Rhea, dia tidak mengizinkan wanitanya berinteraksi dengan lawan jenis.

Dulu, Rhea merasa itu adalah wujud cinta Jerico terhadap dirinya. Jadi, dia bukan hanya tidak merasa risih, dia juga merasa senang.

Sekarang kalau dipikir-pikir kembali, dia hanya merasa dirinya sangat konyol.

Dia tertawa dingin dan berkata, "Bukankah kamu suka menemani wanita lain tidur? Bukankah kamu sendiri juga sangat puas?"

Jerico berkata dengan gigi terkatup, "Hari ini adalah perjamuan makan keluarga, nanti kita baru bicarakan lagi masalah ini sepulang ke rumah."

Rhea melirik pria itu dengan ekspresi meremehkan dan berkata, "Kalau kamu nggak ingin aku mengungkit hal itu, jangan ikut campur urusanku."

Dia tidak ingin ribut di depan umum, karena tidak ingin posisinya di Grup Thamnin terpengaruh, tidak ingin membuat Tuan Besar Thamnin merasa tidak puas padanya.

Bagaimanapun juga, walaupun sekarang dia yang mengelola Grup Thamnin, tetapi sebenarnya saham Keluarga Thamnin tetap dipegang oleh Tuan Besar Thamnin, sama sekali tidak membagikan padanya satu persen pun.

Saat mereka sedang berdebat diam-diam, Nyonya Besar Thamnin menyadari keberadaan mereka. Sambil tersenyum, dia berkata, "Rhea, Jerico, kalian sudah pulang, ya. Ayo kemarilah, duduk bersama!"

Rhea menarik napas dalam-dalam. Saat dia berbalik, seulas senyum sudah mengembang di wajahnya.

Walaupun dia tidak terlalu suka berinteraksi dengan anggota Keluarga Thamnin, tetapi dia tetap harus menjaga sopan santun di hadapan tetua.

Dia segera menghampiri Nyonya Besar Thamnin, lalu tersenyum dan berkata, "Halo, Kakek! Halo, Nenek!"

Nyonya Besar Thamnin sedang membujuk Arieson untuk segera mencari seorang wanita pujaan hati dan menikah. Begitu melihat pasangan Jerico dan Rhea, seulas senyum mengembang di wajahnya.

"Ayo duduk."

Saat dia menoleh menghadap Arieson, sorot mata tidak puas tampak jelas di matanya.

"Coba kamu lihat Jerico. Dia nggak hanya mengelola perusahaan dengan baik, dia juga memiliki seorang istri yang cantik. Mungkin setahun atau dua tahun lagi, mereka sudah punya anak. Bagaimana denganmu? Kamu sudah hampir berusia tiga puluh tahun, tapi masih saja melajang. Lain kali, kalau kamu nggak membawa pacar, kamu nggak perlu pulang lagi!"

Mendengar ucapan ibunya, Arieson melirik dua orang itu sejenak, lalu berkata sambil tersenyum tipis, "Hmm, memang sangat cantik."

Hanya saja, tubuh "semungil" itu, bukankah akan sangat kesakitan saat melahirkan anak?

Rhea mengerutkan keningnya. Dia merasa saat Arieson mengucapkan kata-kata itu, sorot mata yang ditujukan padanya cukup aneh.

Jerico yang duduk di samping Rhea juga menyadari bahwa sorot mata Arieson terhadap wanitanya sedikit aneh.

Bagaimanapun juga, sebagai sesama pria, dia mengetahui dengan jelas bahwa sorot mata yang ditujukan oleh Arieson terhadap Rhea bukan sorot mata seorang tetua terhadap seorang generasi muda. Sebaliknya, malah terkesan seperti ... sorot mata seorang pria terhadap seorang wanita ....

Saat itu juga, tangannya terkepal dengan erat, tubuhnya juga menegang.

Nyonya Besar Thamnin mengerutkan keningnya dan berkata, "Kamu juga tahu bukan itu maksudku! Hari ini, kamu harus mengatakan dengan jelas! Sebenarnya kapan kamu akan membawa seorang menantu untuk menemuiku?!"

"Hmm, tergantung situasi dan kondisi. Kalau aku bertemu dengan seorang wanita yang ingin kunikahi, mungkin besok aku akan membawakan menantu untuk Ibu."

"Ckckck, memangnya aku nggak tahu fokus matamu itu di mana? Malah aneh kalau kamu bisa menemukan menantu untukku. Aku akan mengatur kencan buta untukmu. Besok, berpenampilan yang bagus, jangan tunjukkan sikap nggak jelasmu itu ...."

"Oh? Kalau begitu, besok Ibu akan berakhir dengan menyinggung seorang teman lama lagi."

Saking kesalnya, Nyonya Besar Thamnin merasa kepalanya berdenyut sakit. "Apa kamu ingin membuatku kesal sampai mati, kamu baru puas?!"

Arieson melirik Jerico dan berkata, "Jerico sudah menikah selama bertahun-tahun. Daripada Ibu mendesakku untuk segera menikah, sebaiknya Ibu mendesaknya untuk segera punya anak."

Nyonya Besar Thamnin merasa ucapan putranya masuk akal juga. Lagi pula, tidak peduli apa pun yang dikatakannya, Arieson tidak akan mendengarnya. Sejak kecil, putranya ini memang sudah memiliki pemikiran sendiri.

Dia mengalihkan pandangannya ke arah Jerico dan Rhea, ekspresi penuh kasih sayang terlukis jelas di wajahnya.

"Rhea, kalian juga sudah menikah selama beberapa tahun. Kapan kalian berniat punya anak?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hapijah Binti Marwi Moe
semakin menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status