Tubuh Jerico langsung membeku. Dalam sekejap, raut wajahnya berubah menjadi sangat masam.Cengkeramannya pada dagu Rhea juga kian kuat. Setelah beberapa detik berlalu, dia baru melepaskan wanita di hadapannya, lalu berbalik menghadap Arieson.Melihat seulas senyum tipis di wajah Arieson, mau tak mau Jerico juga memaksakan seulas senyum."Nggak, nggak. Paman, ada urusan apa Paman datang mencariku?"Sudut bibir Arieson terangkat ke atas. "Nenekmu memintaku untuk kemari memanggil kalian makan.""Oke, terima kasih, Paman. Maaf sudah merepotkan.""Nggak masalah. Tapi, bagaimanapun juga, tempat ini adalah kediaman Keluarga Thamnin. Jerico, sebaiknya kamu memperhatikan sikapmu."Saat berbicara, dia melirik dagu Rhea yang memerah karena dicengkeram tadi, sorot mata mempermainkan tampak jelas di wajahnya.Menyadari sorot mata Arieson tertuju pada Rhea, Jerico mengerutkan keningnya, lalu melangkah satu langkah untuk menghalangi pandangan pamannya."Paman, aku sudah mengerti."Boleh dibilang, bai
Jerico mencengkeram ponselnya dengan erat. Dia menatap beberapa patah kata itu dengan lekat, sorot matanya tampak muram.Setiap kali dia berhubungan intim dengan Stella, dia sudah mengambil langkah pengamanan. Jadi, hanya ada dua kemungkinan, yaitu wanita itu sedang membohonginya, atau wanita itu telah melakukan sesuatu pada kondom yang mereka gunakan.Kedua kemungkinan itu sudah melampaui batas toleransi Jerico.Dia langsung menghubungi Stella dan berkata, "Di mana kamu sekarang?"Mendengar nada bicara dingin dan amarah dalam ucapan pria itu, kesedihan menyelimuti hati Stella."Pak Jerico, aku sudah hamil. Apa kamu sama sekali nggak merasa senang?"Jerico tertawa dingin dan berkata, "Apa kamu yakin kamu sudah hamil dan hamil anakku?""Pak Jerico, aku hanya berhubungan intim denganmu seorang. Anak dalam kandunganku adalah anakmu atau bukan, bukankah kamu sudah mengetahuinya dengan jelas?"Nada bicara mempertanyakan sekaligus sedih terdengar dalam ucapannya, tetapi ucapannya hanya membu
Tangisan Stella langsung terhenti. Dia berkata dengan sorot mata sedih, "Pak Jerico, perasaanku padamu sangat tulus."Mengingat dirinya telah jatuh ke dalam perangkap wanita itu, perasaan jijik dan benci langsung menyelimuti hati Jerico."Memangnya berapa nilai ketulusanmu itu?"Dia mengeluarkan selembar kartu bank, melemparkannya ke atas meja, lalu menatap wanita itu tanpa ekspresi dan berkata, "Di dalam kartu bank itu ada empat miliar. Bawa uang itu ke rumah sakit, lalu gugurkan anak itu sendiri. Kalau nggak, aku akan meminta pengawalku untuk membawamu ke rumah sakit secara paksa. Seharusnya kamu sudah tahu pilihan seperti apa yang harus kamu ambil, bukan?"Setelah ragu sejenak, Stella mengambil kartu bank itu, lalu berlari keluar dari restoran sambil menutupi wajahnya.Setelah menghubungi pengawalnya untuk mengawasi Stella ke rumah sakit, Jerico memutuskan panggilan telepon dengan kesal.Melihat foto Rhea di layar ponselnya, ekspresinya sedikit melembut.Hampir tidak ragu sama sekal
Jerico tertegun sejenak, lalu berkata secara naluriah, "Tapi, setiap kali kamu mengunjungi toko bunga, kamu selalu membeli bunga ini."Rhea mengalihkan pandangannya. Mungkin pria itu sudah lama lupa bahwa bunga yang diberikan oleh pria itu saat mengungkapkan perasaan padanya adalah bunga mawar juliet itu.Namun, sekarang hal itu sudah tidak penting lagi baginya. Pria itu bahkan tidak ragu mengkhianati cinta mereka. Wajar saja pria itu tidak mengingat hal sepele seperti ini."Oh, itu dulu."Rhea berjalan melewati Jerico, langsung kembali ke kamar. Dia bisa merasakan sorot mata pria itu terpaku padanya. Namun, dia sudah tidak peduli lagi apakah pria itu akan merasa kecewa dan sedih atau tidak.Setelah berganti pakaian dan menuruni tangga, pelayan sudah menyajikan makan malam di atas meja makan."Tuan, Nyonya, makan malam sudah selesai."Rhea menganggukkan kepalanya. Dia langsung berjalan ke arah meja makan, lalu duduk dan makan tanpa melirik Jerico sama sekali.Jerico mengerutkan keningn
Nada bicara memerintah pria itu membuat Rhea mengerutkan keningnya."Terlepas dari kamu setuju atau nggak, aku tetap akan pindah keluar."Nada bicara acuh tak acuh Rhea membuat amarah Jerico makin menggebu-gebu, volume suaranya juga mulai meninggi. "Jangan lupa, biaya pengobatan ayahmu ...."Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Rhea menyelanya dengan dingin, "Jerico, kalau aku nggak salah ingat, seharusnya putra paman keduamu yang bersekolah di luar negeri nggak lama lagi akan pulang, 'kan? Kamu juga nggak ingin perselingkuhanmu diketahui oleh orang-orang kediaman Keluarga Thamnin di saat seperti ini, bukan?"Karena paman keduanya tidak berguna, jadi Tuan Besar Thamnin "berinvestasi" besar pada diri adik sepupunya itu.Bagaimanapun juga, Grup Thamnin sangat besar, tidak mungkin semuanya diserahkan pada Jerico.Selama beberapa tahun ini, penampilan Jerico di hadapan Tuan Besar Thamnin sangat bagus. Sekarang adalah saat-saat krisis. Dia tidak bisa membiarkan Rhea mengatakan tentang pers
Pada Hari Senin, Rhea tiba di gedung Perusahaan Farmasi Yagin tepat pada pukul delapan pagi.Setelah membantu mengurus prosedur masuk kerjanya, HRD membawanya mengelilingi gedung perusahaan, agar dia bisa mengetahui lokasi-lokasi dari setiap departemen. Kemudian, HRD membawanya ke ruangan manajer Departemen Penelitian sebelum pergi.Manajer Departemen Penelitian bernama Ruisa Janopo, seorang wanita berusia empat puluhan tahun, berambut pendek, irit senyum dan kelihatan tegas sekaligus serius."Duduklah."Setelah Rhea duduk, Ruisa berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Sebelumnya aku sudah melihat CV-mu. Saat kamu masih kuliah, kamu sudah meraih banyak pencapaian. Tapi, selama beberapa tahun ini, kamu sudah nggak pernah menginjakkan kakimu ke laboratorium lagi. Jadi, kamu mulai bekerja sebagai asisten.""Baik."Melihat ekspresi senang tanpa ada tanda-tanda tidak puas, kilatan puas melintas di mata Ruisa.Dia menyukai bawahan yang patuh dan giat bekerja. Kalau dilihat sejauh ini, boleh
Ruisa mengalihkan pandangannya ke arah Rhea dan berkata, "Apa hasil yang kamu peroleh setelah berada di laboratorium beberapa hari ini?""Aku sudah melakukan pengamatan. Saat ini, penelitian yang sedang dilakukan oleh laboratorium adalah mengembangkan obat-obatan untuk mengobati penyakit kardiovaskular. Hingga saat ini, penelitian dan pengembangan obat-obatan ini sekitar lima puluh persen. Persiapan sedang dilakukan untuk melakukan pengujian terhadap tikus putih."Setelah mendengar ucapan Rhea, raut wajah Ruisa tampak sedikit membaik. Dia juga menatap Rhea dengan sorot mata pengakuan."Bagus. Bagaimana dengan penggunaan peralatan laboratorium? Kamu sudah mempelajarinya sejauh mana?""Aku sudah lumayan memahaminya."Sambil mengerutkan keningnya, Janice mengalihkan pandangannya ke arah Rhea dan berkata, "Rhea, aku tahu kamu ingin segera melakukan penelitian sendiri. Tapi, perlu kamu ketahui, penelitian adalah suatu hal yang sangat serius. Belakangan ini, masih ada banyak peralatan yang b
Ekspresi Rhea langsung berubah drastis, dia segera merampas ponselnya kembali dari genggaman Jerico."Aku akan segera ke sana!"Jerico segera menarik pergelangan tangannya dan berkata, "Aku ikut denganmu."Tanpa memberi kesempatan bagi Rhea untuk menolak, dia langsung menarik Rhea keluar dari apartemen.Rhea ingin menepis tangan pria itu, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil. Dia pun mengerutkan keningnya."Lepaskan aku. Aku bisa jalan sendiri."Jerico menoleh, menatapnya dengan ekspresi sedikit tidak berdaya. "Rhea, sekarang kondisi kesehatan Ayah yang paling penting. Nanti kita baru menangani masalah pertengkaran kita, ya?"Awalnya Rhea ingin mengatakan bahwa masalah antara mereka saat ini bukan hanya sekadar pertengkaran biasa. Namun, sekarang Bagas yang paling penting. Dia juga malas berdebat dengan Jerico lagi.Tak lama kemudian, mereka berdua sudah tiba di depan pintu ruang gawat darurat. Melihat Vani Winata yang sedang duduk di bangku panjang koridor sambil menunggunya dengan