Jerico buru-buru melangkah maju dan berjongkok di samping Bagas. "Ayah, jangan khawatir, aku akan memperlakukan Rhea dengan baik seumur hidupku.""Hmm, selama kamu memperlakukannya dengan baik, aku sudah cukup puas."Melihat mata Bagas terpejam perlahan-lahan, Rhea buru-buru memanggilnya, "Ayah, sekarang pengaruh obat bius masih belum hilang sepenuhnya, Ayah nggak boleh tidur."Sepanjang malam, Rhea dan Jerico bergiliran memanggil Bagas. Hingga fajar sudah mulai menyingsing dan obat bius sudah memudar, mereka baru membiarkan Bagas tidur.Tak lama setelah fajar menyingsing, Vani datang dengan membawa sop masakannya."Rhea, Jerico, terima kasih sudah jaga malam semalam. Kalian pulanglah, aku yang akan berjaga di sini."Setelah bergadang semalaman, kedua mata Rhea sudah nyaris tidak bisa dibuka lagi. Dia menganggukkan kepalanya dan berkata, "Oke, Bibi Vani. Kalau ada apa-apa, telepon aku saja. Akhir pekan, aku hanya beristirahat di rumah."Mungkin orang yang berbicara hanya berbicara seca
Aura dingin seolah mulai menjalar di sekujur tubuh Rhea, membuat tubuhnya bergetar tanpa henti.Melihat gundukan indah yang samar-samar tampak di hadapannya, sorot mata Jerico langsung berubah menjadi gelap. Dia menundukkan kepalanya dan mencium tulang selangka Rhea."Jangan menyentuhku!"Rhea meronta dengan sekuat tenaganya, tetapi tubuhnya sudah ditimpa oleh Jerico. Kesenjangan kekuatan antara pria dan wanita, membuatnya sama sekali tidak punya peluang untuk melepaskan diri dari pria itu.Ekspresi jijik dan marah tampak jelas di wajahnya. Biarpun hanya disentuh sedikit saja oleh pria itu, dia sudah merasa sangat jijik."Rhea, kali ini nggak ada gunanya lagi kamu menolak."Selama wanita itu hamil anaknya, wanita itu baru akan tetap berada di sisinya.Berusaha menahan diri untuk mengabaikan sorot mata penuh kebencian Rhea, Jerico menundukkan kepalanya dan mencium bibir Rhea.Detik berikutnya, bibirnya digigit oleh Rhea dengan keras, sampai-sampai aroma amis darah menguar di udara.Jeri
Kalau dari awal dia tahu Stella akan membawa begitu banyak masalah untuknya, saat itu dia juga tidak akan meniduri wanita itu hanya karena nafsu sesaat.Setelah memutuskan panggilan telepon, dia menoleh, melirik lantas atas sejenak. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia berjalan menuju ke garasi dengan langkah tergesa-gesa.Di pintu masuk vila.Begitu Arieson berjalan ke arah mobil, dia melihat Tio sedang berdiri di samping mobil dengan memasang ekspresi agak aneh."Ada apa?"Tio memasang ekspresi ragu. "Pak Arieson, Bapak lihat saja sendiri ...."Arieson mengerutkan keningnya, lalu langsung membuka pintu mobil.Saat itu juga, dia melihat Rhea yang pakaiannya tampak robek itu sedang menatapnya dengan ekspresi ketakutan, bahkan tubuh wanita itu masih sedikit gemetaran.Bagi orang yang tidak tahu, setelah menyaksikan pemandangan seperti itu, mungkin akan mengira dia telah melakukan sesuatu kejahatan yang tak bisa diampuni terhadap wanita itu."Bam!"Arieson langsung menutup pintu mobil
Cengkeraman Rhea pada pintu mobil makin kuat, bahkan samar-samar jari-jarinya sudah memutih.Dia menggigit bibirnya, lalu mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata dengan suara rendah, "Oke, maaf sudah merepotkan Paman."Begitu pintu mobil tertutup, mobil Maybach berwarna hitam itu langsung melaju pergi.Kalau dilihat dari sikap Arieson tadi, seharusnya dia sudah dibenci.Arieson memang berkepribadian dingin. Terlebih lagi, beberapa pertemuan mereka juga tidak terlalu menyenangkan. Jadi, wajar saja pria itu membencinya.Rhea berbalik, berjalan dengan perlahan-lahan menuju ke apartemennya. Tak lama kemudian, sosok bayangannya sudah menghilang di balik bangunan.Di dalam mobil Maybacah berwarna hitam.Merasakan aura dingin yang terpancar dari Arieson yang duduk di kursi belakang, Tio hanya menundukkan kepalanya tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun.Awalnya dia mengira dengan mempertimbangkan Rhea adalah istri keponakannya, Arieson tidak akan memperlakukan wanita itu dengan sanga
"Bawa dia ke rumah sakit."Ekspresi Jerico sangat dingin, sama sekali tidak ada kehangatan dalam sorot matanya saat menatap Stella.Ditatap dengan sorot mata seperti itu, Stella merasa sangat kecewa dan sedih. Bulir-bulir air mata mulai bercucuran membasahi wajahnya."Pak Jerico, aku benar-benar mencintaimu. Apa Nyonya Rhea begitu nggak bisa menerima keberadaanku dan anak dalam kandunganku?"Jerico menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dan berkata, "Kamu hanya seorang wanita simpanan, kamu nggak berhak membandingkan dirimu dengannya!"Stella benar-benar sangat sedih, dia berkata dengan terisak, "Selama kamu bersamaku, apakah kamu pernah mencintaiku walau hanya sedikit saja?"Jerico berkata dengan ekspresi mengejek, "Siapa yang pernah jatuh cinta dengan 'PSK'?"Dia bersedia menjalin hubungan dengan Stella hanya karena wanita itu berinisiatif menggodanya dan mampu memuaskannya di atas ranjang.Cinta dan nafsu, pria selalu bisa membedakannya dengan sangat jelas.Raut wajah Stella maki
"Kirimkan rekaman video kamera pengawasan kepadaku."Setelah panggilan telepon berakhir, pelayan segera mengirimkan pesan padanya.Setelah melihat Rhea melompat turun dari lantai dua dan naik ke dalam mobil Arieson dalam kondisi pakaian robek, lalu saat mobilnya melewati mobil tersebut, Arieson juga tidak memanggilnya, ekspresi Jerico berubah menjadi sangat masam.Arieson yang biasanya tidak suka mencampuri urusan orang lain itu, mengapa bisa membantu Rhea?Terlebih lagi, melihat penampilan Rhea yang seperti itu dilihat oleh pria lain, api amarah langsung berkecamuk dalam hati Jerico.Tanpa perlu dia pikirkan lagi, dia tahu Rhea pasti sudah kembali ke tempat tinggal sewanya.Siska juga melihat rekaman video kamera pengawasan itu, dia menggertakkan giginya dan berkata dengan kesal, "Sudah kubilang, dia nggak layak untukmu. Lihat saja penampilannya itu, malu-maluin Keluarga Thamnin saja!"Jerico mengerutkan keningnya, menatap Siska dengan ekspresi tidak puas."Ibu, aku yang salah dalam m
"Oke, oke, aku sudah mengerti. Tapi, aku butuh waktu untuk menerimanya. Kamu pulang saja dulu."Menyadari Rhea berbicara seperti itu hanya karena ingin mengusirnya, Jerico mengerutkan keningnya dan berkata, "Rhea, sudah kubilang aku bersedia memberimu waktu. Tapi, bisakah kamu jangan menolakku seperti ini?"Rhea yang sudah kesal diganggu oleh pria itu, mengalihkan pandangannya ke arah pria itu."Kamu bilang kamu bersedia memberiku waktu? Tapi, sesungguhnya apakah kamu sudah memberiku waktu? Hari kedua aku mendapatimu berselingkuh, kamu sudah ingin memaksaku melakukan hal itu. Hari ini kamu juga melakukannya lagi.""Dari awal, aku sama sekali nggak bisa melihat seberapa besar rasa bersalah yang kamu rasakan, kamu hanya ingin masalah ini segera berlalu, 'kan? Tapi, aku nggak bisa melakukannya. Paling nggak, sekarang aku masih nggak bisa melakukannya. Apa kamu mengerti?"Melihat mata Rhea memerah, rasa bersalah dan penyesalan langsung menyelimuti hati Jerico. Dia mengulurkan lengannya, in
Dalam sekejap, pandangan semua orang di Departemen Penelitian langsung tertuju pada Janice.Ruisa tidak pernah menggunakan nada bicara setegas itu untuk berbicara padanya. Untuk sesaat, perasaan terkejut yang menyelimuti hati Janice jauh lebih besar dibandingkan rasa malunya."Kak Ruisa ... ada apa?"Ruisa tidak memedulikannya, melainkan langsung berbalik dan berjalan menuju ruangannya.Merasakan samar-samar sorot mata penasaran semua orang tertuju padanya, wajah Janice langsung memerah. Dia merasa sangat malu.Terutama saat tatapannya bertemu dengan tatapan Rhea, dia menjadi tambah kesal. Saat ini, seharusnya Rhea sedang menunggu untuk menertawakannya.Setelah menahan kekesalan dan amarah yang berkecamuk dalam dirinya, dia menggigit bibirnya, lalu berbalik mengikuti Ruisa.Setelah memasuki ruangan dan baru saja menutup pintu ruangan, Ruisa sudah melemparkan sebuah dokumen ke hadapannya."Kamu lihat sendiri!"Nada bicara Ruisa dipenuhi kekecewaan, dia bahkan menatap Janice dengan tatap