"Kirimkan rekaman video kamera pengawasan kepadaku."Setelah panggilan telepon berakhir, pelayan segera mengirimkan pesan padanya.Setelah melihat Rhea melompat turun dari lantai dua dan naik ke dalam mobil Arieson dalam kondisi pakaian robek, lalu saat mobilnya melewati mobil tersebut, Arieson juga tidak memanggilnya, ekspresi Jerico berubah menjadi sangat masam.Arieson yang biasanya tidak suka mencampuri urusan orang lain itu, mengapa bisa membantu Rhea?Terlebih lagi, melihat penampilan Rhea yang seperti itu dilihat oleh pria lain, api amarah langsung berkecamuk dalam hati Jerico.Tanpa perlu dia pikirkan lagi, dia tahu Rhea pasti sudah kembali ke tempat tinggal sewanya.Siska juga melihat rekaman video kamera pengawasan itu, dia menggertakkan giginya dan berkata dengan kesal, "Sudah kubilang, dia nggak layak untukmu. Lihat saja penampilannya itu, malu-maluin Keluarga Thamnin saja!"Jerico mengerutkan keningnya, menatap Siska dengan ekspresi tidak puas."Ibu, aku yang salah dalam m
"Oke, oke, aku sudah mengerti. Tapi, aku butuh waktu untuk menerimanya. Kamu pulang saja dulu."Menyadari Rhea berbicara seperti itu hanya karena ingin mengusirnya, Jerico mengerutkan keningnya dan berkata, "Rhea, sudah kubilang aku bersedia memberimu waktu. Tapi, bisakah kamu jangan menolakku seperti ini?"Rhea yang sudah kesal diganggu oleh pria itu, mengalihkan pandangannya ke arah pria itu."Kamu bilang kamu bersedia memberiku waktu? Tapi, sesungguhnya apakah kamu sudah memberiku waktu? Hari kedua aku mendapatimu berselingkuh, kamu sudah ingin memaksaku melakukan hal itu. Hari ini kamu juga melakukannya lagi.""Dari awal, aku sama sekali nggak bisa melihat seberapa besar rasa bersalah yang kamu rasakan, kamu hanya ingin masalah ini segera berlalu, 'kan? Tapi, aku nggak bisa melakukannya. Paling nggak, sekarang aku masih nggak bisa melakukannya. Apa kamu mengerti?"Melihat mata Rhea memerah, rasa bersalah dan penyesalan langsung menyelimuti hati Jerico. Dia mengulurkan lengannya, in
Dalam sekejap, pandangan semua orang di Departemen Penelitian langsung tertuju pada Janice.Ruisa tidak pernah menggunakan nada bicara setegas itu untuk berbicara padanya. Untuk sesaat, perasaan terkejut yang menyelimuti hati Janice jauh lebih besar dibandingkan rasa malunya."Kak Ruisa ... ada apa?"Ruisa tidak memedulikannya, melainkan langsung berbalik dan berjalan menuju ruangannya.Merasakan samar-samar sorot mata penasaran semua orang tertuju padanya, wajah Janice langsung memerah. Dia merasa sangat malu.Terutama saat tatapannya bertemu dengan tatapan Rhea, dia menjadi tambah kesal. Saat ini, seharusnya Rhea sedang menunggu untuk menertawakannya.Setelah menahan kekesalan dan amarah yang berkecamuk dalam dirinya, dia menggigit bibirnya, lalu berbalik mengikuti Ruisa.Setelah memasuki ruangan dan baru saja menutup pintu ruangan, Ruisa sudah melemparkan sebuah dokumen ke hadapannya."Kamu lihat sendiri!"Nada bicara Ruisa dipenuhi kekecewaan, dia bahkan menatap Janice dengan tatap
Sepertinya Ruisa tidak akan melepaskannya lagi.Janice menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan perlahan, "Aku mengerti. Nggak peduli apa pun keputusan yang diambil oleh perusahaan, aku akan menerimanya."Selesai berbicara, dia langsung berbalik dan pergi.Setelah keluar dari ruangan Ruisa, Janice sudah tidak bisa menahan amarah yang bergejolak dalam hatinya lagi. Dia bergegas pergi ke Departemen Penelitian dengan amarah menggebu-gebu.Rhea sedang mencari data-data, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa dari arah belakangnya.Begitu dia menoleh, dia langsung disambut oleh satu tamparan. Dia sama sekali tidak sempat menghindar."Plak!"Begitu terdengar suara tamparan nyaring itu, semua orang di sekeliling tempat itu langsung menghentikan aktivitas mereka dan mengalihkan pandangan mereka ke arah dua wanita itu.Janice melayangkan satu tamparan itu hampir dengan seluruh kekuatannya. Kepala Rhea langsung miring ke samping. Saat itu juga, bekas lima jari muncul di wajah
Arieson meliriknya sekilas dan berkata, "Kulihat belakangan ini kamu benar-benar kurang kerjaan.""Nggak, nggak, nggak ... aku sama sekali nggak kurang kerjaan. Sore ini, masih ada setumpuk dokumen yang perlu kubereskan ...."Tio buru-buru menundukkan kepalanya. 'Lain kali aku benar-benar harus bisa menahan rasa penasaranku,' katanya dalam hati.Setelah mengompres wajahnya dengan es selama belasan menit dan tidak terasa panas sekaligus sakit seperti tadi lagi, Rhea langsung kembali ke tempat duduknya.Begitu dia duduk, rekan kerja wanita sebelumnya yang bernama Lulu Tantra itu menggerakkan kursinya ke samping Rhea dan berkata dengan volume suara kecil, "Rhea, rekan-rekan kerja pada sedang membicarakanmu dengan Janice. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa dia tiba-tiba memukulmu?"Rhea tidak berencana membesar-besarkan masalah ini. Bagaimanapun juga, kalau masalah ini menjadi besar, Janice pasti akan kehilangan pekerjaannya.Dia tidak ingin Janice dipecat tak lama setelah dia berg
"Nggak mungkin! Mereka nggak mungkin mengkhianatiku!""Kalau kamu merasa orangnya adalah Rhea, keluarkan buktimu. Tanpa adanya bukti, sebaiknya kamu tutup mulutmu rapat-rapat. Perusahaan sudah cukup berbaik hati dalam penanganan masalah kali ini. Jangan nggak tahu berpuas hati."Menatap sorot mata menyelidik Ruisa, Janice merasa semua pemikirannya sudah dibaca oleh wanita itu. Dia pun mulai merasa bersalah.Dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan tidak terlalu percaya diri, "Kak Ruisa, aku sudah mengerti. Aku kembali bekerja dulu."Ruisa tidak menanggapi ucapan Janice, dia langsung mengambil sebuah dokumen dan mulai melihatnya.Merasakan wanita itu sedang marah, Janice juga tidak berbicara lagi. Dia segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu dengan kecewa.Setelah kembali ke Departemen Penelitian, hal yang pertama yang dilakukannya adalah menghampiri meja kerja Rhea."Rhea, menjebak orang di belakang bukanlah suatu kemampuan. Aku sarankan kelak sebaiknya kamu fokus pada pekerjaa
Melihat api amarah yang hampir terpancar keluar dari mata pria itu, Rhea mengalihkan pandangannya dengan ekspresi datar."Nggak ada siapa-siapa. Aku sendiri yang terjatuh tanpa sengaja.""Bagaimana terjatuh tanpa sengaja bisa sampai ada bekas tamparan di wajahmu?"Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata dengan suara rendah, "Ini adalah urusanku, bisakah kamu nggak ikut campur?"Jerico langsung menggenggam tangannya dan berkata dengan suara dalam, "Kamu adalah istriku. Istriku telah dipukul oleh orang lain, apa kamu pikir aku bisa diam saja?""Sudah kubilang, ini adalah urusanku. Lagi pula, aku sudah menyelesaikan masalah ini. Serahkan saja bajuku padaku."Suasana antara keduanya menegang sejenak. Melihat Rhea tetap enggan mengatakan apa pun padanya, Jerico terpaksa berkompromi."Aku akan mengantarmu pulang.""Nggak perlu, aku naik bus umum saja."Melihat sorot mata dingin wanita di hadapannya seolah ingin menjauh sejauh mungkin darinya, Jerico mengerutkan keningnya."Rhea, a
Kata-kata santai yang keluar dari mulut pria itu, membuat hati Janice diliputi aura dingin.Dia mengetahui dengan sangat jelas, Jerico memiliki kemampuan itu. Keluarga Tiyur tidak memiliki kekuatan untuk melawannya.Dia mengangkat lengannya, melayangkan satu tamparan keras di wajahnya sendiri."Plak!""Lanjutkan."Awalnya, Janice masih merasakan rasa sakit yang menjalar dari wajahnya. Namun, lama-kelamaan, kedua sisi wajahnya sudah mati rasa. Dia tetap berada di sana, mengulangi pergerakan yang sama lagi dan lagi.Tidak tahu berapa lama sudah berlalu, juga tidak tahu berapa banyak tamparan yang sudah dia layangkan ke wajahnya sendiri, tepat pada saat Janice merasa dirinya akan kehilangan kesadaran kapan saja, akhirnya Jerico beranjak dari sofa dan berjalan ke hadapannya.Pria itu menatapnya dengan tatapan arogan, seolah-olah dia hanyalah seekor semut yang lemah."Nona Janice, aku harap kamu bisa mengingat pembelajaran hari ini dengan baik. Kelak, sebaiknya kamu jangan mencari masalah l