Arieson meliriknya sekilas dan berkata, "Kulihat belakangan ini kamu benar-benar kurang kerjaan.""Nggak, nggak, nggak ... aku sama sekali nggak kurang kerjaan. Sore ini, masih ada setumpuk dokumen yang perlu kubereskan ...."Tio buru-buru menundukkan kepalanya. 'Lain kali aku benar-benar harus bisa menahan rasa penasaranku,' katanya dalam hati.Setelah mengompres wajahnya dengan es selama belasan menit dan tidak terasa panas sekaligus sakit seperti tadi lagi, Rhea langsung kembali ke tempat duduknya.Begitu dia duduk, rekan kerja wanita sebelumnya yang bernama Lulu Tantra itu menggerakkan kursinya ke samping Rhea dan berkata dengan volume suara kecil, "Rhea, rekan-rekan kerja pada sedang membicarakanmu dengan Janice. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa dia tiba-tiba memukulmu?"Rhea tidak berencana membesar-besarkan masalah ini. Bagaimanapun juga, kalau masalah ini menjadi besar, Janice pasti akan kehilangan pekerjaannya.Dia tidak ingin Janice dipecat tak lama setelah dia berg
"Nggak mungkin! Mereka nggak mungkin mengkhianatiku!""Kalau kamu merasa orangnya adalah Rhea, keluarkan buktimu. Tanpa adanya bukti, sebaiknya kamu tutup mulutmu rapat-rapat. Perusahaan sudah cukup berbaik hati dalam penanganan masalah kali ini. Jangan nggak tahu berpuas hati."Menatap sorot mata menyelidik Ruisa, Janice merasa semua pemikirannya sudah dibaca oleh wanita itu. Dia pun mulai merasa bersalah.Dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan tidak terlalu percaya diri, "Kak Ruisa, aku sudah mengerti. Aku kembali bekerja dulu."Ruisa tidak menanggapi ucapan Janice, dia langsung mengambil sebuah dokumen dan mulai melihatnya.Merasakan wanita itu sedang marah, Janice juga tidak berbicara lagi. Dia segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu dengan kecewa.Setelah kembali ke Departemen Penelitian, hal yang pertama yang dilakukannya adalah menghampiri meja kerja Rhea."Rhea, menjebak orang di belakang bukanlah suatu kemampuan. Aku sarankan kelak sebaiknya kamu fokus pada pekerjaa
Melihat api amarah yang hampir terpancar keluar dari mata pria itu, Rhea mengalihkan pandangannya dengan ekspresi datar."Nggak ada siapa-siapa. Aku sendiri yang terjatuh tanpa sengaja.""Bagaimana terjatuh tanpa sengaja bisa sampai ada bekas tamparan di wajahmu?"Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata dengan suara rendah, "Ini adalah urusanku, bisakah kamu nggak ikut campur?"Jerico langsung menggenggam tangannya dan berkata dengan suara dalam, "Kamu adalah istriku. Istriku telah dipukul oleh orang lain, apa kamu pikir aku bisa diam saja?""Sudah kubilang, ini adalah urusanku. Lagi pula, aku sudah menyelesaikan masalah ini. Serahkan saja bajuku padaku."Suasana antara keduanya menegang sejenak. Melihat Rhea tetap enggan mengatakan apa pun padanya, Jerico terpaksa berkompromi."Aku akan mengantarmu pulang.""Nggak perlu, aku naik bus umum saja."Melihat sorot mata dingin wanita di hadapannya seolah ingin menjauh sejauh mungkin darinya, Jerico mengerutkan keningnya."Rhea, a
Kata-kata santai yang keluar dari mulut pria itu, membuat hati Janice diliputi aura dingin.Dia mengetahui dengan sangat jelas, Jerico memiliki kemampuan itu. Keluarga Tiyur tidak memiliki kekuatan untuk melawannya.Dia mengangkat lengannya, melayangkan satu tamparan keras di wajahnya sendiri."Plak!""Lanjutkan."Awalnya, Janice masih merasakan rasa sakit yang menjalar dari wajahnya. Namun, lama-kelamaan, kedua sisi wajahnya sudah mati rasa. Dia tetap berada di sana, mengulangi pergerakan yang sama lagi dan lagi.Tidak tahu berapa lama sudah berlalu, juga tidak tahu berapa banyak tamparan yang sudah dia layangkan ke wajahnya sendiri, tepat pada saat Janice merasa dirinya akan kehilangan kesadaran kapan saja, akhirnya Jerico beranjak dari sofa dan berjalan ke hadapannya.Pria itu menatapnya dengan tatapan arogan, seolah-olah dia hanyalah seekor semut yang lemah."Nona Janice, aku harap kamu bisa mengingat pembelajaran hari ini dengan baik. Kelak, sebaiknya kamu jangan mencari masalah l
Jerico merasa ada makna tersirat di balik ucapan ibunya. Saat dia ingin menanyakan dengan lebih jauh lagi, pelayan memapah Sizur Thamnin memasuki ruang tamu.Begitu melihat Sizur, dia mengerutkan keningnya dan berkata dengan suara dalam, "Ibu, aku pulang dulu."Selesai berbicara, dia langsung berbalik, berjalan melewati Sizur dan pergi begitu saja.Sizur mengerutkan keningnya, tetapi dia hanya memasang ekspresi muram tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah kembali ke vilanya, dia menghubungi sekretarisnya, Yurik Trisjoyo, memintanya untuk membeli sebuah vila atas nama Stella.Yurik merasa sedikit terkejut. "Pak Jerico, kalau Nyonya sampai mengetahui hal ini ....""Lakukan secara diam-diam, jangan sampai ketahuan siapa pun, terutama Rhea."Kalau sampai Rhea tahu anak dalam kandungan Stella dipertahankan, wanita itu akan makin yakin lagi untuk bercerai dengannya.Memikirkan hal itu, Jerico menjadi makin frustrasi."Baik, aku mengerti."Setelah memutuskan panggilan telepon, Yurik meng
"Yah, kalau dilihat sekarang, sepertinya Kak Siska adalah orang yang 'sangat baik'. Bagaimanapun juga, putramu sendiri yang berselingkuh duluan, tapi kamu masih berani dan begitu percaya diri mengguyur menantumu dengan air. Ibu mertua aneh sepertimu memang jarang ditemukan."Setiap satu kata yang keluar dari mulut Arieson, membuat raut wajah Siska menjadi makin muram. Pada akhirnya, ekspresinya langsung berubah menjadi dingin."Arieson, ini adalah masalah keluarga kami. Sebaiknya orang luar sepertimu nggak ikut campur."Arieson mengangkat alisnya dan berkata, "Yah, awalnya aku juga nggak berencana ikut campur. Tapi, Kak Siska, bisa-bisanya kamu menindas seorang gadis seperti itu. Apa kamu nggak merasa tindakanmu sudah keterlaluan?"Wanita itu jelas-jelas melihat Keluarga Santana sudah bangkrut, jadi biarpun dia melakukan tindakan yang keterlaluan terhadap Rhea, Keluarga Santana juga tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya. Karena itu pula, dia berani bersikap semena-mena seperti ini.
Jerico tertegun sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berkata, "Apa maksudmu?""Kamu tanyakan saja sendiri, nanti kamu juga akan mendapatkan jawabannya."Selesai berbicara, Rhea langsung berjalan melewati pria itu.Ekspresi Jerico langsung berubah menjadi muram, dia segera menghubungi Siska."Ibu, apa hari ini Ibu menemui Rhea?"Siska baru saja ditegur oleh Arieson saat berada di restoran. Saat ini, hatinya masih diliputi api amarah yang menggebu-gebu. Begitu mendengar ucapan putranya, dia langsung tertawa dingin."Dia mengadu padamu? Dasar wanita nggak tahu diri!"Begitu mendengar ucapan ibunya, kilatan amarah melintas di mata Jerico. "Ibu, sudah kubilang jangan ikut campur dalam urusanku dengan Rhea. Mengapa Ibu nggak mendengar ucapanku?""Kalau bukan demi kamu, apa kamu pikir aku bersedia pergi menemuinya? Jelas-jelas kamu hanya punya seorang wanita di luar, tapi dia malah membuat keributan dengan pindah keluar. Kalau sampai mengatur seorang wanita saja kamu nggak becus dan hal in
Sekarang dia baru tahu ternyata ibunya memperlakukan Rhea seburuk itu.Apa mungkin selama tiga tahun mereka menikah, saat dia tidak berada di tempat, ibunya selalu berbicara seperti itu pada Rhea?Tiba-tiba, saat melihat Arieson muncul di video rekaman kamera pengawasan itu, cengkeraman Jerico pada ponselnya makin kuat.Melihat Arieson begitu membela Rhea, amarah dan ketidakberdayaan langsung menyelimuti hatinya.Dia adalah suami Rhea. Jelas-jelas saat itu orang yang seharusnya berdiri di sisi Rhea adalah dirinya. Namun, dia malah tidak muncul sama sekali. Bahkan, kalau bukan karena Rhea memintanya untuk bertanya sendiri pada Siska, dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi hari ini.Makin memikirkan hal itu, Jerico makin merasa bersalah.Dia sudah bersalah pada Rhea, dia juga yang telah mengkhianati cinta mereka selama delapan tahun.Setelah mematikan video itu, dia mengirimkan pesan pada sekretarisnya."Kelak kalau ibuku memintamu untuk menangani urusan ayahku lagi, biarkan s
Yah, sesungguhnya, perasaan wanita itu terhadap dirinya masih tidak terlalu dalam.Namun, mereka masih punya banyak waktu, dia juga cukup sabar. Dia akan menunggu hari di mana Rhea bergantung padanya seperti saat bergantung pada Jerico dulu."Hmm, tapi aku tetap berharap, kalau kelak ada orang yang mencari masalah denganmu lagi, kamu bisa meminta bantuanku, bukannya menanggungnya sendirian."Ekspresi sungguh-sungguh pria di hadapannya, membuat hati Rhea melunak."Oke."Sekembalinya ke kamar tidur, Rhea hendak menghapus riasan wajahnya ketika ponselnya berdering. Itu adalah panggilan telepon dari Weni."Rhea, mantan ibu mertuamu menyebarkan rumor kamu main tangan padanya. Hal ini sudah tersebar luas di kalangan kelas atas Kota Batur."Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata, "Nggak perlu dipedulikan, nggak lama lagi dia akan kena batunya sendiri."Weni berkata dengan nada bicara diliputi emosi, "Kamu nggak tahu seberapa nggak enak didengar kata-katanya itu. Aku benar-benar ke
Hingga mereka berdua menyelesaikan penelitian hari ini dan bersiap untuk pulang, sudah lewat jam delapan malam.Mengetahui tempat tinggal Ivory lumayan jauh, saat membereskan peralatan penelitian, Rhea menyarankan untuk mengantar rekannya itu pulang malam ini.Sorot mata Ivory langsung berbinar. "Benarkah? Kak Rhea, terima kasih!""Nggak apa-apa. Nggak aman kalau kamu pulang malam sendirian."Sambil mengobrol, mereka berdua meletakkan peralatan-peralatan penelitian ke tempat semula. Setelah memastikan tidak ada masalah, mereka baru turun bersama.Rhea mengirimkan pesan untuk Arieson. Mengetahui Rhea akan mengantar Ivory pulang, Arieson juga tidak banyak berkomentar.Namun, saat melihat Arieson, Ivory malah agak canggung.Setelah duduk di kursi belakang mobil dan melihat Arieson duduk di kursi pengemudi, dia makin terkejut.Seorang presdir perusahaan berperan sebagai sopir untuk mengantarnya pulang? Dia bahkan tidak berani memimpikan hal seperti ini."Pak Arieson, maaf merepotkan."Arie
Dengan diselimuti perasaan penuh harap, Jeni berjalan memasuki ruangan Arieson. Dia menatap Arieson sambil tersenyum.Pria itu tengah sibuk menangani dokumennya. Cahaya matahari yang terpancar dari jendela, membuat tubuh pria itu seakan-akan bersinar. Wajah tampannya itu makin terlihat memesona."Pak Arieson, aku sudah menyiapkan kontraknya. Menurutmu, sebaiknya kapan kita tanda tangani?"Arieson meletakkan dokumen dalam genggamannya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu. Sama sekali tidak ada kehangatan yang terlihat di matanya."Nona Jeni, mungkin kamu sudah salah paham. Hari ini aku bertemu denganmu karena ingin memberitahumu, Perusahaan Teknologi Hongdam sudah menentukan mitra lain. Ke depannya Nona Jeni nggak perlu datang lagi."Senyuman di wajah Jeni membeku seketika. Dia menatap Arieson dengan tatapan tidak percaya."Apa katamu?"Mereka sudah membicarakan kerja sama ini berkali-kali. Hanya satu langkah lagi, kontak sudah akan ditandatangani, tetapi pria itu malah ber
"Kelak aku akan berusaha mengendalikan diriku, tapi kalau sampai lepas kendali, kamu juga nggak bisa menyalahkanku."Rhea tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar ucapan pria itu.'Eh? Apa bedanya dia mengucapkan kalimat ini dengan nggak?'Melihat ekspresi Rhea sudah agak muram, Arieson tahu kalau dia berlama-lama di sini lagi, emosi wanita itu pasti akan meledak. Dia buru-buru berkata, "Nanti aku masih ada rapat. Malam hari selesai bekerja, kirimkan aku pesan, kita pulang bersama."Setelah Arieson pergi, Rhea langsung pergi ke laboratorium.Begitu melihat Rhea, kilatan nakal melintasi mata Ivory. "Kak Rhea, tadi saat aku pergi ke kantor untuk mencarimu, coba kamu tebak apa yang aku lihat?""Apa?"Rhea merasakan firasat buruk. 'Jangan-jangan dia melihat Arieson menciumku?'Benar saja, ucapan Ivory detik berikutnya sudah membuktikan dugaannya benar.Dia benar-benar ingin menghilang ditelan bumi saja.Dia berdeham pelan untuk menyembunyikan kecanggungannya. "Sudah, sudah, ayo kita
Merasakan sikap wanita itu terhadap dirinya agak acuh tak acuh, Arieson mengerutkan keningnya. Suaranya terdengar lebih rendah dan dalam. "Apa terjadi sesuatu?"Rhea mendongak dengan kebingungan. "Nggak, ada apa?""Aku merasa sepertinya hari ini suasana hatimu kurang baik."Rhea menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak. Kamu duduk dulu, aku bantu kamu ganti obat."Sorot mata yang Arieson tujukan pada Rhea makin dalam. Namun, dia tidak bertanya lebih jauh lagi."Oke."Saat membantu Arieson ganti obat, Rhea hanya diam saja. Setelah membereskan kain kasa yang kotor, dia mengalihkan pandangannya ke arah pria itu dan berkata, "Kamu kembali saja, aku juga sudah mau bekerja."Arieson menatap wanita di hadapannya itu dengan lekat. Beberapa detik kemudian, dia baru berkata, "Kamu marah karena tadi malam aku nggak pulang?"Rhea tertegun sejenak, lalu berkata, "Nggak, mengapa kamu berpikir seperti itu?""Karena sikapmu padaku sangat acuh tak acuh, seharusnya aku sudah melakukan kesalahan, maka
Mendengar ucapan ini, saking kesalnya raut wajah Siska sampai berubah menjadi pucat. Dia mendongak, ingin melayangkan tamparan ke wajah Rhea.Namun, sebelum tangannya bisa menyentuh wajah Rhea, pergelangan tangannya sudah digenggam dengan erat."Lepaskan!"Rhea menyunggingkan seulas senyum dan berkata, "Nyonya Siska, sebaiknya lain kali sebelum kamu memohon pada orang lain, atur dulu sikapmu dengan baik sebelum datang, kalau nggak, hanya akan menjadi bahan tertawaan."Selesai berbicara, dia langsung melepaskan tangan wanita itu.Siska masih sedang meronta, tidak menyangka Rhea akan tiba-tiba melepaskannya. Tubuhnya langsung terhuyung ke belakang, terjatuh ke lantai dengan menyedihkan.Kebetulan, saat ini pintu lift sudah terbuka. Rhea langsung berjalan masuk ke dalam lift tanpa menoleh ke belakang.Siska ingin menghentikan Rhea. Namun, tadi saat dia terjatuh, kakinya keseleo. Sekarang, rasa sakit yang luar biasa menjalar di kakinya. Dia sama sekali tidak bisa bangkit untuk mengejar Rhe
Melihat Tuan Besar Thamnin tidak menyerahkan tugas itu padanya lagi, pengacara tersebut segera bangkit dan berkata, "Tuan Besar, aku masih harus pergi mencari referensi untuk lihat apakah ada cara untuk mengeluarkan Tuan Sizur dengan jaminan. Aku pergi dulu."Tuan Besar Thamnin mengangguk dan berkata, "Pergilah."Setelah pengacara itu pergi, Tuan Besar Thamnin mengalihkan pandangannya ke arah Siska dan berkata, "Kamu juga pergilah, Sizur bisa keluar atau nggak, tergantung pada apakah kamu bisa membujuk Rhea atau nggak."Selesai berbicara, Tuan Besar Thamnin langsung bangkit dan pergi.Melihat pria itu berjalan kian menjauh, Siska tidak bisa menahan diri dan menggertakkan giginya. Amarah dan kebencian memenuhi wajahnya.Sepertinya Tuan Besar Thamnin juga tidak bisa diandalkan lagi, hanya dia yang memedulikan hidup dan mati Sizur.Setelah meninggalkan Kediaman Keluarga Thamnin, dengan api amarah menyelimuti hatinya, Siska menghubungi Jerico, memberi tahu putranya apa yang terjadi malam i
Vani menghela napas, lalu berkata, "Jangan diungkit lagi. Dia sudah bercerai dengan Jerico, bahkan ...."Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Gerald sudah menyelanya, "Dia sudah bercerai?"Vani tidak memperhatikan gejolak emosi dalam suara putranya. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, "Ya, benar. Hal ini cukup rumit. Setelah aku sampai di Negara Modanta, aku akan menceritakannya padamu perlahan-lahan.""Oke."Kedua orang ini mengobrol beberapa patah kata lagi sebelum Vani mengakhiri panggilan telepon.Mengingat tidak lama lagi dia akan pergi ke Negara Modanta dan berkumpul kembali dengan putra kandungnya, sudut bibir Vani terangkat ke atas.Setelah dia dan Bagas pergi ke Negara Modanta, apa yang Rhea lakukan di sini tidak akan memengaruhi mereka lagi. Dia hanya ingin menjalani hari-hari yang tenang bersama Bagas dan Gerald.Adapun mengenai Rhea, dia tidak pernah menganggap wanita itu sebagai keluarganya.Dulu dia bersikap sopan pada Rhea hanya karena mempertimbangkan Bagas.Se
"Nggak perlu, aku bisa masak sendiri."Begitu dia berdiri, dia sudah merasakan sepasang tangan menekan bahunya."Jangan bergerak, tunggu saja di sini."Melihat sorot mata tegas pria itu, Rhea mengatupkan bibirnya, mengangguk dengan refleks.Arieson mengusap-usap kepalanya, lalu berkata sambil tersenyum, "Anak baik."Rhea terdiam mendapatkan perlakuan seperti itu.Pergerakan Arieson sangat cepat. Tak lama kemudian, sudah ada aroma harum makanan dari arah dapur. Rhea tidak bisa menahan diri dan menelan air liurnya. Dia beranjak dari sofa, berjalan menuju ke dapur.Dia belum makan malam, sekarang perutnya sudah keroncongan.Begitu dia berjalan ke arah pintu dapur, Arieson sudah berjalan keluar dengan membawa mi."Kenapa kamu datang kemari?"Pandangan Rhea tertuju pada mi dalam genggaman Arieson. Arieson membuat semangkuk mi telur sayur sederhana, dilengkapi dengan daun bawang di atasnya. Di bawah pencahayaan, mi yang dilengkapi dengan sayuran hijau yang segar dan telur yang digoreng hingg