Rhea tertegun sejenak, lalu meronta dengan sekuat tenaganya.Selama mengingat pria itu baru saja mencium wanita lain semalam, dia hanya merasa jijik sekaligus marah."Hmmphhhh ... lepaskan ...."Upaya yang dilakukan oleh Rhea sama sekali tidak berarti apa-apa dihadapkan dengan kekuatan luar biasa Jerico. Tangannya yang sedang melingkari pinggang wanita itu bukan hanya tidak mengendur, tetapi malah makin erat.Karena meronta dengan sekuat tenaga, tak lama kemudian handuk yang menutupi tubuh Rhea pun terlepas. Dari sudut pandang Jerico, dada wanita itu terekspos dengan sangat jelas.Begitu melihat pemandangan menggoda itu, sorot matanya langsung berubah menjadi gelap. Dia hanya merasakan gairah menjalar di sekujur tubuhnya.Jarak antara tubuh mereka sangat dekat, bahkan hampir menempel satu sama lain. Karena itulah, Rhea segera menyadari perubahan dalam tubuh Jerico.Dia merasa kesal sekaligus marah. Dia langsung mengambil tindakan dengan menggigit pria itu dengan keras. Saat itu juga, a
Melihat sorot mata sedingin es pria di hadapannya itu, Rhea merasa dulu dirinya benar-benar sudah buta. Bisa-bisanya dia jatuh cinta pada seorang pria seperti Jerico.Sorot mata kesedihan tampak jelas di matanya, tetapi dia tidak ingin menunjukkan sisi rentannya di hadapan pria sialan itu.Rhea menepis tangan Jerico dengan keras, menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan naik ke lantai atas.Saat ini, hanya ada satu pemikiran dalam benaknya, yaitu segera mencari sebuah pekerjaan. Dengan begitu, dia baru bisa pindah keluar dan memikirkan cara untuk bercerai dengan Jerico.Rhea memilih pakaian dengan asal dan berganti pakaian. Kemudian, dia menjepit rambutnya dengan asal, lalu segera turun ke lantai bawah.Dia adalah tipe orang yang santai, tidak terlalu memedulikan penampilannya.Dulu, demi memberikan kesan yang baik pada anggota Keluarga Thamnin, saat pergi menghadiri perjamuan Keluarga Thamnin, dia selalu merias dirinya secara khusus.Sekarang, dia sudah malas memedulikan orang-ora
Rhea mengangkat kepalanya, hendak berbicara. Namun, Jerico sudah terlebih dahulu menggenggam tangannya dan berkata sambil tersenyum, "Nenek, kami sedang bersiap-siap punya anak!"Dia ingin segera menepis tangan Jerico, tetapi pria itu menggenggam tangannya dengan sangat erat, sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk terlepas dari genggaman itu.Karena pria itu membuatnya kesal, maka jangan salahkan dia juga membuat pria itu merasakan hal yang sama.Dia mengalihkan pandangannya ke arah Nyonya Besar Thamnin dan berkata, "Nenek, belakangan ini aku sedang mencari pekerjaan. Jadi, mungkin masalah punya anak harus ditunda terlebih dahulu."Begitu Rhea selesai berbicara, suasana di ruang tamu langsung berubah menjadi hening seketika.Jerico menggenggam tangannya dengan sangat erat, ekspresi pria itu juga berubah menjadi sangat muram.Merasakan rasa sakit yang menjalar dari pergelangan tangannya, Rhea mengerutkan keningnya.Sorot mata Arieson tertuju pada tangan Jerico yang menggenggam ta
Tubuh Jerico langsung membeku. Dalam sekejap, raut wajahnya berubah menjadi sangat masam.Cengkeramannya pada dagu Rhea juga kian kuat. Setelah beberapa detik berlalu, dia baru melepaskan wanita di hadapannya, lalu berbalik menghadap Arieson.Melihat seulas senyum tipis di wajah Arieson, mau tak mau Jerico juga memaksakan seulas senyum."Nggak, nggak. Paman, ada urusan apa Paman datang mencariku?"Sudut bibir Arieson terangkat ke atas. "Nenekmu memintaku untuk kemari memanggil kalian makan.""Oke, terima kasih, Paman. Maaf sudah merepotkan.""Nggak masalah. Tapi, bagaimanapun juga, tempat ini adalah kediaman Keluarga Thamnin. Jerico, sebaiknya kamu memperhatikan sikapmu."Saat berbicara, dia melirik dagu Rhea yang memerah karena dicengkeram tadi, sorot mata mempermainkan tampak jelas di wajahnya.Menyadari sorot mata Arieson tertuju pada Rhea, Jerico mengerutkan keningnya, lalu melangkah satu langkah untuk menghalangi pandangan pamannya."Paman, aku sudah mengerti."Boleh dibilang, bai
Jerico mencengkeram ponselnya dengan erat. Dia menatap beberapa patah kata itu dengan lekat, sorot matanya tampak muram.Setiap kali dia berhubungan intim dengan Stella, dia sudah mengambil langkah pengamanan. Jadi, hanya ada dua kemungkinan, yaitu wanita itu sedang membohonginya, atau wanita itu telah melakukan sesuatu pada kondom yang mereka gunakan.Kedua kemungkinan itu sudah melampaui batas toleransi Jerico.Dia langsung menghubungi Stella dan berkata, "Di mana kamu sekarang?"Mendengar nada bicara dingin dan amarah dalam ucapan pria itu, kesedihan menyelimuti hati Stella."Pak Jerico, aku sudah hamil. Apa kamu sama sekali nggak merasa senang?"Jerico tertawa dingin dan berkata, "Apa kamu yakin kamu sudah hamil dan hamil anakku?""Pak Jerico, aku hanya berhubungan intim denganmu seorang. Anak dalam kandunganku adalah anakmu atau bukan, bukankah kamu sudah mengetahuinya dengan jelas?"Nada bicara mempertanyakan sekaligus sedih terdengar dalam ucapannya, tetapi ucapannya hanya membu
Tangisan Stella langsung terhenti. Dia berkata dengan sorot mata sedih, "Pak Jerico, perasaanku padamu sangat tulus."Mengingat dirinya telah jatuh ke dalam perangkap wanita itu, perasaan jijik dan benci langsung menyelimuti hati Jerico."Memangnya berapa nilai ketulusanmu itu?"Dia mengeluarkan selembar kartu bank, melemparkannya ke atas meja, lalu menatap wanita itu tanpa ekspresi dan berkata, "Di dalam kartu bank itu ada empat miliar. Bawa uang itu ke rumah sakit, lalu gugurkan anak itu sendiri. Kalau nggak, aku akan meminta pengawalku untuk membawamu ke rumah sakit secara paksa. Seharusnya kamu sudah tahu pilihan seperti apa yang harus kamu ambil, bukan?"Setelah ragu sejenak, Stella mengambil kartu bank itu, lalu berlari keluar dari restoran sambil menutupi wajahnya.Setelah menghubungi pengawalnya untuk mengawasi Stella ke rumah sakit, Jerico memutuskan panggilan telepon dengan kesal.Melihat foto Rhea di layar ponselnya, ekspresinya sedikit melembut.Hampir tidak ragu sama sekal
Jerico tertegun sejenak, lalu berkata secara naluriah, "Tapi, setiap kali kamu mengunjungi toko bunga, kamu selalu membeli bunga ini."Rhea mengalihkan pandangannya. Mungkin pria itu sudah lama lupa bahwa bunga yang diberikan oleh pria itu saat mengungkapkan perasaan padanya adalah bunga mawar juliet itu.Namun, sekarang hal itu sudah tidak penting lagi baginya. Pria itu bahkan tidak ragu mengkhianati cinta mereka. Wajar saja pria itu tidak mengingat hal sepele seperti ini."Oh, itu dulu."Rhea berjalan melewati Jerico, langsung kembali ke kamar. Dia bisa merasakan sorot mata pria itu terpaku padanya. Namun, dia sudah tidak peduli lagi apakah pria itu akan merasa kecewa dan sedih atau tidak.Setelah berganti pakaian dan menuruni tangga, pelayan sudah menyajikan makan malam di atas meja makan."Tuan, Nyonya, makan malam sudah selesai."Rhea menganggukkan kepalanya. Dia langsung berjalan ke arah meja makan, lalu duduk dan makan tanpa melirik Jerico sama sekali.Jerico mengerutkan keningn
Nada bicara memerintah pria itu membuat Rhea mengerutkan keningnya."Terlepas dari kamu setuju atau nggak, aku tetap akan pindah keluar."Nada bicara acuh tak acuh Rhea membuat amarah Jerico makin menggebu-gebu, volume suaranya juga mulai meninggi. "Jangan lupa, biaya pengobatan ayahmu ...."Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Rhea menyelanya dengan dingin, "Jerico, kalau aku nggak salah ingat, seharusnya putra paman keduamu yang bersekolah di luar negeri nggak lama lagi akan pulang, 'kan? Kamu juga nggak ingin perselingkuhanmu diketahui oleh orang-orang kediaman Keluarga Thamnin di saat seperti ini, bukan?"Karena paman keduanya tidak berguna, jadi Tuan Besar Thamnin "berinvestasi" besar pada diri adik sepupunya itu.Bagaimanapun juga, Grup Thamnin sangat besar, tidak mungkin semuanya diserahkan pada Jerico.Selama beberapa tahun ini, penampilan Jerico di hadapan Tuan Besar Thamnin sangat bagus. Sekarang adalah saat-saat krisis. Dia tidak bisa membiarkan Rhea mengatakan tentang pers
Kilatan kasihan melintasi mata Tuan Besar Thamnin. "Apa kamu pikir kamu masih bisa menjadi menantu Keluarga Thamnin?"Sekarang Arieson bisa membangkang padanya demi wanita itu, hanya karena ketertarikan sesaat.Namun, tanpa butuh waktu lama, dia yakin putranya ini akan mengerti kesenjangan antara menikahi seorang istri yang tidak bisa memberinya bantuan apa pun dengan menikahi seorang istri yang bisa memberinya bantuan.Saat itu tiba, apa mungkin Arieson akan memilih Rhea?Kalau Rhea cukup cerdas, seharusnya dia berinisiatif untuk meninggalkan Arieson pada saat ini."Tuan Besar, mungkin ada banyak orang yang ingin menjadi menantu Keluarga Thamnin, tapi aku nggak berminat. Saat aku menikah dengan Jerico dulu, juga karena dia sendiri, bukan karena Keluarga Thamnin. Sekarang aku bersama Arieson, juga hanya karena dia adalah Arieson."Tuan Besar Thamnin mendengus dingin dan berkata, "Apa kamu berani bersumpah kamu bersamanya tanpa adanya niat lain sama sekali? Kamu bersamanya hanya karena
...Setelah mendengar kata-kata mereka, Ivory kesal setengah mati. Dia langsung berjalan menghampiri beberapa orang wanita itu, lalu mencibir dan berkata, "Oh, pantas saja tempat ini baunya kecut sekali, ternyata ada yang cemburu di sini!"Salah seorang wanita di antaranya memelototi Ivory dengan marah dan berkata, "Kami hanya berbicara jujur. Lagi pula, orang yang bersangkutan saja masih belum buka suara, untuk apa kamu heboh? Jangan sampai diri sendiri dijadikan sebagai tameng, kamu malah nggak sadar. Bagaimanapun juga, orang yang bisa menjalin hubungan dengan Pak Arieson, pasti sudah ahli dalam memainkan trik!""Kalau kamu juga punya kemampuan itu, coba saja sendiri! Kalau nggak punya kemampuan, tutup mulutmu! Bisa-bisanya kalian bilang penampilan Kak Rhea biasa-biasa saja! Bagaimana kalau aku membelikan cermin untuk kalian agar kalian bisa melihat wajah kalian dengan jelas?""Kamu!"Ivory mengangkat dagunya, lalu berkata, "Apa, hah? Kalau kalian memang berkemampuan, coba katakan ap
Setelah terdiam selama beberapa detik, Arieson berkata dengan ekspresi dingin, "Selesai rapat aku akan ke sana."Siang harinya, begitu Rhea sampai di lantai paling atas, Tio langsung menghentikannya."Nona Rhea, Pak Arieson sedang nggak berada di dalam ruangannya sekarang.""Dia masih sedang rapat?"Tio menggelengkan kepalanya, lalu menatap Rhea dan berkata, "Nggak. Pagi ini Tuan Besar Thamnin meneleponnya, memintanya untuk pulang. Hingga sekarang dia masih belum kembali."Hati Rhea langsung mencelus. Tanpa perlu ditebak, dia juga sudah tahu alasan Arieson dipanggil pulang pasti karena masalah pagi ini."Aku mengerti. Terima kasih sudah memberitahuku hal ini, Pak Tio."Melihat hampir tidak ada perubahan apa pun yang terlihat di wajah Rhea, Tio mengerutkan keningnya dan berkata, "Nona Rhea, apa kamu nggak berencana untuk ke sana?""Biarpun aku ke sana, juga nggak ada gunanya. Selain itu, kalau orang-orang Keluarga Thamnin melihatku sekarang, mereka hanya akan makin emosi."Tio menatap l
"Pantas saja kamu begitu terburu-buru ingin bercerai denganku, ternyata kamu sudah menjalin hubungan dengan pamanku. Rhea, kamu nggak ada bedanya dengan wanita-wanita jalang di luar sana.""Plak!"Rhea langsung melayangkan satu tamparan ke wajah pria itu. Sontak saja hal ini menarik perhatian banyak orang di sekeliling mereka.Jerico tidak pernah merasa sebegitu malunya. Api amarah di matanya seakan-akan sudah hampir menyembur keluar. Dia langsung mengulurkan lengannya, ingin mencekik Rhea.Namun, sebelum dia bisa menyentuh wanita itu, dia sudah ditendang hingga terjatuh ke lantai.Sambil merangkul Rhea, Arieson mengalihkan pandangannya ke arah Jerico dan berkata, "Dia adalah calon bibimu. Kelak, jaga sopan santunmu saat berbicara dengannya. Kalau nggak, yang akan kamu terima bukan hanya sekadar satu tendangan saja."Mendengar dua kata "calon bibi" keluar dari mulut Arieson, ekspresi Jerico langsung berubah menjadi muram."Paman, Kakek dan Nenek nggak akan mengizinkanmu untuk menikahi
Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata, "Oke."Saat hampir tiba di perusahaan, Rhea tetap meminta Arieson untuk menurunkannya di pinggir jalan.Arieson mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan ekspresi tidak senang, "Apa aku begitu memalukan bagimu?""Bukan begitu, tapi aku baru bercerai dengan Jerico. Kalau sekarang kita membiarkan orang-orang di perusahaan melihat kita bersama, akan berdampak negatif bagimu.""Aku nggak peduli.""Tapi aku peduli. Selain itu, aku juga butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan hubungan kita. Jadi, mengenai hubungan yang terjalin antara kita ini, kita rahasiakan untuk sementara waktu, ya?"Rhea menatap pria di hadapannya itu dengan sorot mata penuh penantian dan hati-hati.Arieson mengulurkan tangannya untuk menutupi kedua mata wanita itu, lalu berkata dengan suara yang rendah dan serak, "Boleh saja, tapi aku akan meminta sedikit bunga darimu."Rhea tertegun sejenak, matanya membelalak. "Bunga apa?"Bulu matanya menyapu telapak tangan Ari
Sekembalinya ke vila, Arieson meminta pelayan untuk membawa Rhea pergi beristirahat, sedangkan dia sendiri pergi ke ruang baca. Dia menghubungi Tio untuk menyelidiki pria yang menabrak Rhea malam ini."Pak Arieson, aku sudah menyelidikinya. Pria itu adalah Rafa Bonta, selebritas pria yang sedang naik daun. Malam ini, dia berkencan dengan pacarnya yang bukan berasal dari dunia hiburan di restoran itu. Lalu, karena mendapati ada wartawan, dia buru-buru pergi, itulah sebabnya dia menabrak Nona Rhea."Dengan ekspresi sedingin es, Arieson memberi instruksi dengan suara dingin. "Beri dia sedikit pelajaran."Tio terkejut bukan main, dia merasa dirinya sudah menganggap remeh betapa pentingnya Rhea bagi Arieson.Setelah terdiam sejenak, dia menyarankan, "Kalau begitu, aku suruh orang untuk menyebarkan tentang dia memang punya seorang pacar yang bukan berasal dari dunia hiburan?"Belakangan ini, ada sebuah drama TV romantis Rafa yang sedang tayang, jadi akhir-akhir ini dia sedang membangun citra
Selesai berbicara, tanpa memberikan Jerico kesempatan untuk berbicara, Rhea langsung memblokir nomor pria itu.Tak lama kemudian, Rhea kembali menerima panggilan telepon dari sebuah nomor asing. Dia hanya berpura-pura tidak mendengarnya. Setelah mencoba untuk meneleponnya beberapa kali, akhirnya si penelepon pun menyerah.Rhea menyajikan makanan yang telah disiapkannya di atas meja. Baru saja selesai membereskan dapur, belnya sudah berbunyi.Setelah memastikan orang yang berada di balik pintu adalah Arieson, Rhea baru membuka pintu.Menghirup aroma makanan, kilatan terkejut melintasi mata Arieson."Kamu masak?"Rhea mengangguk, lalu melangkah ke samping, agar Arieson bisa masuk. "Hmm, kita makan malam dulu baru ke sana."Begitu memasuki ruang tamu, dia melihat sayuran, lauk pauk, ditambah dengan sup telur tomat sudah dihidangkan di atas meja makan. Baik tatanan piring maupun aroma makanan itu, sangat menggugah selera. Bahkan piring dan alat makan juga sudah ditata dengan rapi.Setelah
Saat Arieson tiba, Rhea sedang duduk di sofa sambil melamun.Begitu mendengar suara langkah kaki, dia mendongak, mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Kedua matanya memerah, sorot matanya diliputi dengan ketidakberdayaan dan ketakutan, seperti seekor kelinci kecil yang ketakutan."Paman, kamu sudah datang."Arieson berjalan menghampirinya, lalu berkata dengan suara dalam, "Apa kamu terluka?"Rhea menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku baik-baik saja ... saat itu, aku sedang minum-minum bersama Weni di bar, nggak di rumah ... begitu aku pulang, situasinya sudah seperti ini ...."Arieson mengerutkan keningnya dan berkata, "Sudah lapor polisi?""Sudah, seharusnya sebentar lagi polisi akan tiba.""Hmm, tempat ini nggak bisa ditinggali lagi, aku akan meminta Tio untuk mencarikan tempat tinggal baru untukmu.""Kalau begitu, selama beberapa hari ini ... bisakah aku tinggal di tempatmu?"Begitu dia selesai berbicara, suasana di ruang tamu langsung berubah menjadi hening. Saking heningnya,
Begitu panggilan telepon terhubung, langsung terdengar suara panik Vani dari ujung telepon. "Di mana kamu sekarang? Ayahmu pergi menemui orang-orang Keluarga Thamnin demi kamu, alhasil dia malah dipersulit, saking banyaknya minuman alkohol yang diminumnya untuk meminta maaf pada mereka, dia sampai masuk ke ruang UGD!"Rhea hanya merasakan seperti mendengar suara ledakan di kepalanya. Dia mematung di tempat. Setelah beberapa detik, dia baru tersadar kembali."Aku akan segera ke sana!"Saat berbicara, sekujur tubuh Rhea gemetaran.Tepat pada saat ini pula, Weni juga sudah bangun. Melihat gejolak emosi Rhea, dia buru-buru bangkit dan berkata, "Rhea, ada apa? Apa yang terjadi?"Rhea mengalihkan pandangannya ke arah Weni, kedua matanya memerah, bulir-bulir air mata terus berjatuhan membasahi pipinya."Terjadi sesuatu pada ayahku, aku nggak bisa berkendara sekarang ...."Ekspresi Weni langsung berubah menjadi muram. Dia meraih tangan Rhea, lalu berkata dengan suara dalam, "Kemarin kita sudah