Mendengar nama Gisel, Wina baru tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya pada Gisel.Melihat wujud Gisel yang awalnya gemuk dan berisi tiba-tiba berubah kurus itu, membuat Wina merasa sedih.Dia buru-buru melepaskan Jihan dan membungkuk menangkupkan wajah Gisel."Gisel, kenapa kamu jadi sekurus ini?"Melihat sang bibi berada di hadapannya, Gisel seketika membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya dia hanya terdiam.Melihat Gisel menundukkan kepalanya, bermain-main dengan bonekanya, diam tanpa berkata apa-apa, Wina merasa sangat sedih.Ini pasti gara-gara Robert yang memaksanya bermain permainan menembak dan menyaksikan ayah kandungnya mati dengan mata kepalanya sendiri, oleh karena itu Gisel berubah menjadi pendiam, benar bukan?Jihan menahan tubuh Wina yang bergetar dan menjelaskan, "Dia mengalami trauma dan stres, dia harus dibawa ke psikiater."Setelah Robert membunuh Alvin, pria itu berubah kejam terhadap anak ini. Beberapa hari ini Robert mengurung Gisel
Jihan membukakan pintu, membantu Wina masuk ke dalam mobil sembari menahan sakit dan membungkuk untuk duduk di sebelahnya.Saat Jihan menyandarkan tubuhnya di kursi, rambutnya ikut bergetar menahan rasa sakit pada tubuhnya ....Daris yang terduduk di depan menyadari Jihan sedang menahan sakit, membuatnya tak sadar sudah mengeratkan genggamannya pada Gisel.Saat Jihan berhadapan dengan Wina dan secara kebetulan membelakangi Daris, Daris dapat melihatnya dengan jelas.Cairan darah itu sudah mulai menyebar ke seluruh permukaan kemeja putih Jihan.Daris amat terkejut hingga hampir berteriak, tetapi punggung tangan Jihan dengan cepat menyentuhnya seolah memberikannya isyarat ....Tampaknya saat berada di hadapan Nona Wina, Pak Jihan tidak ingin membuatnya khawatir, sekalipun nyawa pria itu sedang berada di ambang kematian.Daris tak bisa berkata banyak, melihat seberapa besar cinta Jihan kepada Wina, Daris hanya bisa meminta supir untuk terus melaju dan melaju ....Meskipun Jihan itu merasa
"Perbuatan Tuan Jovan", kalimat itu memang terdengar mengerikan, bahkan sampai membuat Daris bergetar. Namun ...."Bukannya Tuan Jovan sangat menyukai Pak Jihan? Kenapa tiba-tiba melukainya?"Tuan Jovan memang menakutkan, tetapi perlakukannya berbeda terhadap Pak Jihan.Tuan Jovan belum pernah sekalipun menghukum Pak Jihan, melainkan begitu menaruh kepercayaan padanya, bahkan setelah Pak Jihan beranjak dewasa, dia menyerahkan Organisasi Shallon kepada Pak Jihan.Perlakuan istimewa ini bahkan tidak didapatkan oleh anak Tuan Jovan itu sendiri.Zeno juga kebingungan menjelaskan situasi rumit Organisasi Shallon saat ini, sehingga dia hanya menjelaskannya secara singkat saja."Tuan Jovan melarang Pak Jihan ikut campur urusan Keluarga Chris dan keluarga kerajaan. Tapi, Pak Jihan nggak mau dengar dan bersikeras pergi, makanya dia jadi berkonflik dengan Tuan Jovan ...."Daris mengerutkan keningnya. "Bukannya mereka memang sering bertengkar? Lagi pula, kali ini 'kan Pak Jihan nggak mengatasnama
Meskipun pintu hanya terbuka sekilas, tetapi aroma darah yang kental sudah langsung perlahan mencuat dan menyebar ke seisi ruangan.Mencium aroma itu, Wina menjadi ketakutan sampai kakinya lemas, tetapi dia tetap memaksakan diri, mendorong dokter itu dan menerobos masuk.Daris dan Zeno sedang membersihkan noda darah di lantai, dan begitu melihat Wina masuk dengan tergesa-gesa, keduanya langsung menghentikan pergerakan mereka."Nona ... Nona Wina?"'Ternyata dia belum pergi?'Dengan mata berair, Wina melewati genangan darah di lantai dan beralih menatap pria yang tertidur di atas ranjang.Punggungnya tampak tegap dan kokoh, sudah dibersihkan dan diberi obat, tetapi tidak dibalut, luka-luka yang menganga dan terpampang jelas.Seprai yang dijadikan alas masih belum sempat diganti, wujudnya penuh akan darah segar, bahkan sampai merembes meneteskan cairan yang bergulir ke atas lantai.Pria yang biasanya terlihat dingin dan angkuh, seketika terlihat begitu lemah, membuat Wina merasa sangat p
Wina yang awalnya merasa sangat sedih pun sontak kebingungan."Kenapa kamu masih mikirin soal itu di saat lagi terluka begini?"Begitu melihat ekspresi Wina yang menangis dengan bingung, Jihan yang awalnya tidak begitu memikirkannya pun langsung dikuasai hawa nafsu.Hmm .... Jihan jadi teringat waktu itu. Saat dia menindih Wina di atas karpet dan membuat wanita itu menangis memohon belas kasihan ....Jihan menelan ludahnya, tubuhnya mulai memberikan reaksi fisiologis. Meskipun begitu, dia hanya bisa berangan-angan. "Kalau bukan karena aku terluka, kamu pasti nggak akan bisa keluar rumah selama beberapa hari."Jihan tidak memiliki alasan khusus, dia hanya ingin menikmati Wina siang dan malam. Dia ingin memuaskan jiwa dan raga Wina.Wina tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa, jadi dia hanya diam menatap Jihan selama beberapa detik sebelum akhirnya mengubah topik pembicaraan, "Kamu haus? Mau minum?"Jihan pun menenangkan dirinya dan menggeleng kecil. "Wina, nanti biar Daris saja
Wina berjaga semalaman, dia terus memantau kondisi Jihan.Rasa lelahnya baru muncul saat sinar matahari pagi menembus jendela kamar.Jihan juga perlahan terbangun. Dia membuka matanya yang masih setengah mengantuk, lalu menatap Wina yang sedang bersandar di kepala tempat tidur. Kepala Wina terangguk-angguk menahan kantuk.Sinar matahari yang hangat pun mengenai tubuh Jihan dengan suasana yang terasa begitu tenteram.Hanya dengan melihat Wina seperti ini saja sudah bisa mengurangi rasa sakit di tubuh Jihan setelah efek obat pereda nyerinya habis.Seulas senyuman kecil pun tersungging di bibir Jihan yang pucat, membuat sudut matanya tampak menyipit.Tiba-tiba, Wina yang sedang tertidur dengan lelap itu membuka matanya dan refleks menyentuh dahi Jihan. Sepertinya Wina terlalu mengkhawatirkan kondisi Jihan.Namun, begitu menatap mata Jihan, Wina mendadak tidak bisa memalingkan wajahnya. Rasanya seperti ada magnet dalam mata Jihan yang menarik Wina.Ketampanan Jihan benar-benar tidak bisa d
"Gimana kondisi Pak Jihan?"Lilia awalnya ingin memeriksa kondisi Jihan, tetapi pria itu menolak diperiksa oleh dokter wanita dan hanya memperbolehkan dokter pria.Jihan melarang siapa pun menyentuhnya karena fobia terhadap kuman yang dia miliki. Satu-satunya orang yang bisa menyentuhnya adalah Wina. Yah, tidak masalah juga hati Jihan tertambat pada satu orang seperti ini."Lukanya cukup parah, tapi untungnya nggak sampai merusak organ dalamnya. Dokter bilang dia cukup minum obat supaya bisa pulih.""Terus, acara nikah kalian gimana?"Sara pun bertanya sambil mengernyit. Senin minggu depan sudah Hari Kasih Sayang, tetapi mana mungkin Jihan bisa menikah dengan Wina dalam kondisi yang terluka parah?"Yah, terpaksa diundur. Nanti akan kudiskusikan tanggal lain dengannya. Sekarang dia cuma bisa istirahat di tempat tidur."Walaupun Wina ingin sekali tetap mengadakan acara pernikahannya sesuai jadwal, dia tidak mungkin memaksakan kehendak dan mengabaikan kondisi kesehatan Jihan, 'kan?Sara p
"Kebetulan Reo mengambil jurusan psikologi anak dan pintar banget dalam bidang itu. Pas banget nih waktunya, nanti akan kuminta dia ke sini," kata Lilia."Reo memang hebat banget. Kalian itu pasangan yang serasi tahu. Kapan akta pernikahan kalian akan diambil?" sahut Sara."Setelah acara pernikahan Pak Jihan dan Wina selesai," jawab Lilia. "Aku nggak mungkin melangkahi bosku dalam masalah kayak gini, 'kan?"Sara pun tertawa dengan geli. Setelah itu, dia bertanya dengan kaget seolah baru menyadari bahwa Wina masih berdiri di sampingnya, "Loh, Wina? Kok masih di sini?"Wina terdiam lagi.Pada akhirnya, Wina memerintahkan para pengawal untuk menjaga Sara dan yang lainnya, lalu pulang ke rumah Keluarga Lionel bersama Daris.Jihan sudah bangun. Sekelompok orang yang bertopeng berdiri di dalam kamar Jihan, Zeno berdiri paling depan.Sebelum Wina membuka pintu dan masuk, suara dingin Jihan yang khas itu terdengar dari dalam,"Zeno, serahkan bukti bahwa Robert-lah yang menabrak Alan mati denga
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je