Wina memegang kotak abu itu dan mengusapnya beberapa kali. "Kakak, aku akan sering mengunjungimu di Britton."Setelah mengatakan itu, Wina menutup kotak abu itu dan menutupnya dengan kain hitam.Sara membawa payung untuknya, dan mereka berdua membawa abu Vera kembali ke vila Wina.Setelah semuanya selesai, dua hari pun berlalu. Selama dua hari itu, Jihan tidak pernah absen mengabarinya selama setiap jam sekali bahwa pria itu baik-baik saja.Hal itu membuat Wina merasa tenang, Sembari berbaring di atas ranjang, Wina mengulurkan tangan mencari ponselnya.Kemarin malam, Jihan mengabarkannya bahwa dia sudah membawa Gisel kembali.Jihan juga mengatakan bahwa penerbangan mereka berjadwal di keesokan harinya pukul tiga sore lewat lima belas menit menuju Kota Aster.Wina melirik ke arah jam dan menduga waktu mendarat hampir tiba, sehingga dia segera menyambungkan panggilan kepada Jihan. Namun, ponsel Jihan dimatikan.Wina mengira pria itu masih berada di dalam pesawat, sehingga dia pergi mandi
Mendengar nama Gisel, Wina baru tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya pada Gisel.Melihat wujud Gisel yang awalnya gemuk dan berisi tiba-tiba berubah kurus itu, membuat Wina merasa sedih.Dia buru-buru melepaskan Jihan dan membungkuk menangkupkan wajah Gisel."Gisel, kenapa kamu jadi sekurus ini?"Melihat sang bibi berada di hadapannya, Gisel seketika membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya dia hanya terdiam.Melihat Gisel menundukkan kepalanya, bermain-main dengan bonekanya, diam tanpa berkata apa-apa, Wina merasa sangat sedih.Ini pasti gara-gara Robert yang memaksanya bermain permainan menembak dan menyaksikan ayah kandungnya mati dengan mata kepalanya sendiri, oleh karena itu Gisel berubah menjadi pendiam, benar bukan?Jihan menahan tubuh Wina yang bergetar dan menjelaskan, "Dia mengalami trauma dan stres, dia harus dibawa ke psikiater."Setelah Robert membunuh Alvin, pria itu berubah kejam terhadap anak ini. Beberapa hari ini Robert mengurung Gisel
Jihan membukakan pintu, membantu Wina masuk ke dalam mobil sembari menahan sakit dan membungkuk untuk duduk di sebelahnya.Saat Jihan menyandarkan tubuhnya di kursi, rambutnya ikut bergetar menahan rasa sakit pada tubuhnya ....Daris yang terduduk di depan menyadari Jihan sedang menahan sakit, membuatnya tak sadar sudah mengeratkan genggamannya pada Gisel.Saat Jihan berhadapan dengan Wina dan secara kebetulan membelakangi Daris, Daris dapat melihatnya dengan jelas.Cairan darah itu sudah mulai menyebar ke seluruh permukaan kemeja putih Jihan.Daris amat terkejut hingga hampir berteriak, tetapi punggung tangan Jihan dengan cepat menyentuhnya seolah memberikannya isyarat ....Tampaknya saat berada di hadapan Nona Wina, Pak Jihan tidak ingin membuatnya khawatir, sekalipun nyawa pria itu sedang berada di ambang kematian.Daris tak bisa berkata banyak, melihat seberapa besar cinta Jihan kepada Wina, Daris hanya bisa meminta supir untuk terus melaju dan melaju ....Meskipun Jihan itu merasa
"Perbuatan Tuan Jovan", kalimat itu memang terdengar mengerikan, bahkan sampai membuat Daris bergetar. Namun ...."Bukannya Tuan Jovan sangat menyukai Pak Jihan? Kenapa tiba-tiba melukainya?"Tuan Jovan memang menakutkan, tetapi perlakukannya berbeda terhadap Pak Jihan.Tuan Jovan belum pernah sekalipun menghukum Pak Jihan, melainkan begitu menaruh kepercayaan padanya, bahkan setelah Pak Jihan beranjak dewasa, dia menyerahkan Organisasi Shallon kepada Pak Jihan.Perlakuan istimewa ini bahkan tidak didapatkan oleh anak Tuan Jovan itu sendiri.Zeno juga kebingungan menjelaskan situasi rumit Organisasi Shallon saat ini, sehingga dia hanya menjelaskannya secara singkat saja."Tuan Jovan melarang Pak Jihan ikut campur urusan Keluarga Chris dan keluarga kerajaan. Tapi, Pak Jihan nggak mau dengar dan bersikeras pergi, makanya dia jadi berkonflik dengan Tuan Jovan ...."Daris mengerutkan keningnya. "Bukannya mereka memang sering bertengkar? Lagi pula, kali ini 'kan Pak Jihan nggak mengatasnama
Meskipun pintu hanya terbuka sekilas, tetapi aroma darah yang kental sudah langsung perlahan mencuat dan menyebar ke seisi ruangan.Mencium aroma itu, Wina menjadi ketakutan sampai kakinya lemas, tetapi dia tetap memaksakan diri, mendorong dokter itu dan menerobos masuk.Daris dan Zeno sedang membersihkan noda darah di lantai, dan begitu melihat Wina masuk dengan tergesa-gesa, keduanya langsung menghentikan pergerakan mereka."Nona ... Nona Wina?"'Ternyata dia belum pergi?'Dengan mata berair, Wina melewati genangan darah di lantai dan beralih menatap pria yang tertidur di atas ranjang.Punggungnya tampak tegap dan kokoh, sudah dibersihkan dan diberi obat, tetapi tidak dibalut, luka-luka yang menganga dan terpampang jelas.Seprai yang dijadikan alas masih belum sempat diganti, wujudnya penuh akan darah segar, bahkan sampai merembes meneteskan cairan yang bergulir ke atas lantai.Pria yang biasanya terlihat dingin dan angkuh, seketika terlihat begitu lemah, membuat Wina merasa sangat p
Wina yang awalnya merasa sangat sedih pun sontak kebingungan."Kenapa kamu masih mikirin soal itu di saat lagi terluka begini?"Begitu melihat ekspresi Wina yang menangis dengan bingung, Jihan yang awalnya tidak begitu memikirkannya pun langsung dikuasai hawa nafsu.Hmm .... Jihan jadi teringat waktu itu. Saat dia menindih Wina di atas karpet dan membuat wanita itu menangis memohon belas kasihan ....Jihan menelan ludahnya, tubuhnya mulai memberikan reaksi fisiologis. Meskipun begitu, dia hanya bisa berangan-angan. "Kalau bukan karena aku terluka, kamu pasti nggak akan bisa keluar rumah selama beberapa hari."Jihan tidak memiliki alasan khusus, dia hanya ingin menikmati Wina siang dan malam. Dia ingin memuaskan jiwa dan raga Wina.Wina tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa, jadi dia hanya diam menatap Jihan selama beberapa detik sebelum akhirnya mengubah topik pembicaraan, "Kamu haus? Mau minum?"Jihan pun menenangkan dirinya dan menggeleng kecil. "Wina, nanti biar Daris saja
Wina berjaga semalaman, dia terus memantau kondisi Jihan.Rasa lelahnya baru muncul saat sinar matahari pagi menembus jendela kamar.Jihan juga perlahan terbangun. Dia membuka matanya yang masih setengah mengantuk, lalu menatap Wina yang sedang bersandar di kepala tempat tidur. Kepala Wina terangguk-angguk menahan kantuk.Sinar matahari yang hangat pun mengenai tubuh Jihan dengan suasana yang terasa begitu tenteram.Hanya dengan melihat Wina seperti ini saja sudah bisa mengurangi rasa sakit di tubuh Jihan setelah efek obat pereda nyerinya habis.Seulas senyuman kecil pun tersungging di bibir Jihan yang pucat, membuat sudut matanya tampak menyipit.Tiba-tiba, Wina yang sedang tertidur dengan lelap itu membuka matanya dan refleks menyentuh dahi Jihan. Sepertinya Wina terlalu mengkhawatirkan kondisi Jihan.Namun, begitu menatap mata Jihan, Wina mendadak tidak bisa memalingkan wajahnya. Rasanya seperti ada magnet dalam mata Jihan yang menarik Wina.Ketampanan Jihan benar-benar tidak bisa d
"Gimana kondisi Pak Jihan?"Lilia awalnya ingin memeriksa kondisi Jihan, tetapi pria itu menolak diperiksa oleh dokter wanita dan hanya memperbolehkan dokter pria.Jihan melarang siapa pun menyentuhnya karena fobia terhadap kuman yang dia miliki. Satu-satunya orang yang bisa menyentuhnya adalah Wina. Yah, tidak masalah juga hati Jihan tertambat pada satu orang seperti ini."Lukanya cukup parah, tapi untungnya nggak sampai merusak organ dalamnya. Dokter bilang dia cukup minum obat supaya bisa pulih.""Terus, acara nikah kalian gimana?"Sara pun bertanya sambil mengernyit. Senin minggu depan sudah Hari Kasih Sayang, tetapi mana mungkin Jihan bisa menikah dengan Wina dalam kondisi yang terluka parah?"Yah, terpaksa diundur. Nanti akan kudiskusikan tanggal lain dengannya. Sekarang dia cuma bisa istirahat di tempat tidur."Walaupun Wina ingin sekali tetap mengadakan acara pernikahannya sesuai jadwal, dia tidak mungkin memaksakan kehendak dan mengabaikan kondisi kesehatan Jihan, 'kan?Sara p