"Ji ... Jihan ...."Jihan? Mustahil!Jadi ... selama tiga tahun ini, Jihan-lah yang terus menyiksanya?Jihan yang sudah Winata taksir sejak kecil sampai-sampai Winata kehilangan akal sehatnya, sampai-sampai Winata rela merayu kakaknya Jihan hanya supaya bisa menjadi lebih dekat dengan Jihan!Bisa-bisanya Jihan memperlakukan wanita yang sedemikian mencintainya dengan begitu kejam?Winata benar-benar tidak memercayai semua hal ini. Dia hanya bisa menangis sambil menggelengkan kepalanya dengan putus asa, "Ini semua bukan ulahmu, 'kan?"Tatapan Jihan perlahan beralih ke topeng yang dia pegang seolah-olah menatap Winata saja sudah membuatnya mual.Winata pun menengadah menatap Jihan di hadapannya, si pria yang terkenal dingin, berwibawa dan sangat bermartabat itu. Winata yang semula masih tidak percaya akhirnya pasrah menerima kenyataan."Kenapa kamu melakukan ini padaku ...."Jihan mengelus topeng itu sambil balas menatap Winata dengan dingin."Kamu nggak ngerti?"Winata ingin menggelengka
Jihan tetap diam seolah-olah memang tidak berniat meladeni Winata dan hanya datang ke sini untuk menyaksikan akhir nasib Winata.Winata menatapnya yang dingin dan kejam, kebencian di matanya memudar berganti dengan air mata yang kembali jatuh tak terkendali."Jihan, tolong jawab aku .... Kita ini sudah kenal lama, aku juga selalu mencintaimu selama ini ...."Barulah setelah itu Jihan sedikit memiringkan kepalanya, kemudian menatap Winata dengan tidak peduli."Aku nggak pernah menganggap kamu dan Wina itu mirip. Kalau kamu sampai berpikiran begitu, itu berarti kamu mencela semua wajah yang sebenarnya mirip dengan Wina."Air mata Winata sontak berhenti mengalir, dia kembali menatap Jihan dengan mata yang terbelalak tidak percaya."Kamu ...."Akan tetapi, ucapan Winata langsung disela oleh dua orang pria bertopeng yang mendorongnya lagi.Setelah itu, mereka menggunakan sebilah belati untuk membuat tanda salib di wajah Winata.Winata pun sontak menjerit dengan kesakitan."Aaahhh! Wajahku!"
Sorot tatapan Winata terkesan percaya diri, arogan dan provokatif.Akan tetapi, ekspresi tertegun Jihan hanya bertahan sesaat sebelum kembali berubah menjadi dingin dan kejam."Bereskan dia."Mata Winata sontak terbelalak lebar.Mulanya Winata berpikir jika dia memberi tahu Jihan alasan kematian kakaknya Jihan, Jihan akan menghampirinya dan bertanya apa yang terjadi.Siapa sangka Jihan hanya terkejut sesaat sebelum menyuruh bawahannya untuk membereskan Winata? Apa jangan-jangan Winata sama sekali tidak peduli dengan kakaknya sendiri?Winata benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Dia hanya terbelalak menatap Jihan yang sedari dulu dia cintai, tetapi selalu menatapnya dengan dingin itu."Kamu ... kamu nggak ingin mengetahui kebenaran tentang kematian kakakmu?"Jihan melepaskan sarung tangannya dengan perlahan sambil menatap Winata yang sedang berlutut di atas lantai dengan dingin."Nggak perlu kamu kasih tahu pun aku bisa cari tahu sendiri."Inti ucapan Jihan adalah kebenaran atau a
Saat ini, di vila milik Sara. Setelah memeriksa denyut nadi Wina, akhirnya Lilia mengerti kenapa Jihan tidak senang hati.Lilia melirik Wina yang terlihat tenang, lalu kembali memeriksa denyut nadinya. Setelah itu dia tersenyum terpaksa."Minum obat dalam jangka panjang memang lebih sulit hamil. Tapi, dengan kemampuan pengobatan tradisional yang kupunya, percayalah aku pasti bisa menyembuhkanmu."Lilia adalah seorang dokter umum yang mahir dalam pengobatan modern dan pengobatan tradisional, dia juga sudah banyak menyembuhkan pasien yang mengalami kesulitan dalam kehamilan.Meski untuk kasus Wina memang agak sulit karena kondisi kesehatan Wina terbilang buruk, pernah menjalani operasi besar dan kini harus minum obat terus-menerus.Namun, Lilia percaya bahwa dengan keterampilan pengobatan tradisional yang dimilikinya, pasti ada cara untuk menyembuhkan Wina.Setelah Wina mendengar perkataan Lilia, dia menarik kembali tangannya sembari tersenyum pada Lilia."Terima kasih banyak ya, Lilia.
Wina pun mengangkat telepon itu. Suara Sam yang sedih langsung terdengar dari ujung telepon sana. "Muridku, ternyata kamu masih hidup ...."Setelah Wina meninggalkan kamar Jihan di The Night Bar, dia memang tidak melihat Sam. Sam juga sama sekali tidak mengangkat teleponnya.Wina mengira Sam pasti akan baik-baik saja karena ditemani oleh para preman itu, jadi Wina hanya mengirimkan pesan kepada Sam dan langsung pulang.Begitu mendengar suara Sam, jantung Wina sontak berdebar dengan panik. Wina langsung bertanya, "Pak Sam? Pak Sam kenapa?"Sam hanya tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja, kok. Aku cuma mau kasih tahu kalau kamu nggak cuma berutang sandal emas kepadaku, tapi juga tangan kanan emasku."Wina pun menghela napas lega dengan jawaban Sam, tetapi kemudian mengernyit dan bertanya, "Eh, tapi ... tadi kamu bilang tangan kanan emas? Apa maksudmu? Aku nggak paham ....""Sudahlah, kamu nggak usah mengerti. Cukup aku saja yang ngerti ..." sahut Sam dengan nad
Jihan akan datang sendiri ke sini untuk menandatangani kontrak?Sam sontak merasa kaget sekaligus bingung.Bukannya Jihan meninggalkan Wina di Walston? Kenapa Jihan ke sini untuk menemui Wina lagi?Apa jangan-jangan selama ini Jihan mencintai Wina? Itu sebabnya Jihan menggunakan proyek ini untuk mendekati Wina?Sam pun menunduk menatap tangan kanannya ....Rasanya ada alasan lain di balik tangan kanannya yang dibuat terkilir, tetapi Sam juga tidak tahu apa.Wina menatap layar ponselnya yang sudah mati itu sambil mengernyit kebingungan.Kenapa juga Jihan meminta Wina mengerjakan proyek sebesar itu?Setelah berpikir sejenak, Wina menelepon Sam lagi."Pak Sam, lebih baik tolak saja, lah. Aku punya banyak proyek yang harus diselesaikan dan aku nggak punya waktu ...."Senyuman kaku Sam yang baru saja mengantar Wira turun langsung lenyap."Kamu nggak perlu melakukan survei lapangan untuk proyek lain. Serahkan semuanya padaku. Kamu hanya perlu berkonsentrasi pada pembuatan gambar desainnya."
Wina menatap gedung perusahaan yang besar, jantungnya tiba-tiba berdebar kencang.Seolah-olah jiwa kakaknya sedang terbakar api semangat. Wina pun mengangguk kepada Sam."Ya, oke ...."Tiba-tiba, terdengar bunyi belasan mobil di bawah. Mobil yang berada di paling depan adalah mobil mewah milik Jihan, sementara belasan mobil lainnya mengikuti di belakang. Semua mobil itu pun berhenti di depan pintu.Satu per satu pengawal berjas hitam dan berdasi pun turun dari mobil, mereka semua berdiri di sisi kiri dan kanan seperti barisan tentara ....Daris juga bergegas turun dari mobil, lalu membukakan pintu kursi belakang dan mempersilakan pria bermartabat itu keluar.Sinar matahari membuat ketampanan Jihan makin terpancar.Alis Jihan yang lebat dan indah, sorot tatapannya yang dingin, serta giginya yang putih. Rupa Jihan benar-benar memesona.Jihan mengenakan kacamata berbingkai emas, lensanya yang berukuran besar menutupi bulu matanya yang tebal.Jihan berdiri di depan pintu mobil, lalu mengga
Jihan berjalan menghampiri Wina dengan tubuhnya yang tinggi tegap dan auranya yang terasa dingin mencekam.Wina merasa sedikit gugup saat melihatnya makin dekat, jadi dia mundur sedikit untuk memberi jarak di antara mereka.Pria itu mengukur jarak di antara mereka melalui lensa kacamatanya, lalu maju selangkah lagi.Wina refleks mundur lagi. Setiap kali Jihan melangkah maju, Wina melangkah mundur.Sampai-sampai pinggang Wina membentur meja kerjanya dan dia nyaris jatuh terduduk ke atas kursi.Wina tampak sedikit malu. Dia sedikit menengadah menatap Jihan. "Kamu ...."Jihan membungkuk dan menindih Wina ke atas meja, lalu berujar dengan suara seraknya yang khas, "Wina, aku ke sini untuk menandatangani kontrak."Wina kembali memundurkan tubuhnya untuk menjauh sambil tetap menatap Jihan. "Ya sudah tanda tangan saja, nggak usah dekat-dekat ...."Jihan tersenyum kecil dan membungkuk lagi, lalu berbisik di telinga Wina."Kita sudah mencoba berbagai posisi yang lebih dekat, jangan khawatir ten