Jihan akhirnya keluar dari kamar mandi. Dia melihat Wina yang sedang duduk di depan meja rias untuk melakukan perawatan kulit tanpa mengeringkan rambutnya terlebih dahulu.Jihan pun mengernyit. Dia mengambil pengering rambut yang terletak di sebelah, lalu berjalan menghampiri Wina dan membantu Wina mengeringkan rambutnya.Wina menatap Jihan yang sedang merawatnya dengan penuh perhatian itu dari pantulan cermin, kegelisahannya perlahan-lahan memudar.Setelah Jihan mengeringkan rambut Wina, Jihan pun mengambil obat tetes mata. Dia meneteskan obat itu pada mata Wina, lalu menggendong Wina dari atas kursi."Wina, besok aku akan mengajakmu lihat aurora di Finola."Sewaktu bersama dengan Wina dulu, Jihan pernah melihat Wina yang mencari-cari gambar aurora. Jihan berpikir Wina ingin pergi ke sana.Sayangnya, saat itu mereka sedang saling menguji. Hubungan mereka juga berada di ujung tanduk sehingga tidak bisa melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan.Jihan bertekad akan menghabiskan s
Wina pun mengklik foto itu. Dia melihat Jihan dan Valeria yang sedang duduk berhadap-hadapan di restoran.Walaupun mereka berada di restoran khusus pasangan, terlihat jelas ada jarak di antara mereka.Mungkin mereka cuma sekadar berdiskusi antar sesama rekan kerja tanpa ada maksud romantis.Wina tidak mau percaya, jadi dia melempar ponselnya ke sembarang arah. Dia tidak mau termakan fitnah dan rumor jahat Olivia.Akan tetapi, Oliva terus mengirimi Wina pesan. Karena layar ponsel Wina masih menyala, jadi Wina bisa melihat foto-foto ranjang yang Olivia kirim.Begitu melihat foto-foto itu, Wina sontak mengangkat ponselnya lagi."Nona Wina, kamu pikir Jihan kerja di NASA selama tiga hari ini?""Jangan polos-polos amat, justru selama tiga hari ini dia terus bersama Valeria. Foto-foto ranjang ini adalah bukti paling kuatnya ...."Wina pun mengklik satu per satu foto yang Olivia kirim dengan tangan gemetar. Wajahnya perlahan-lahan menjadi pucat pasi ....Wina meremas ponselnya dengan erat unt
Setelah meninggalkan area vila, Wina langsung naik taksi menuju restoran itu.Saat turun dari mobil, hari sudah gelap. Hujan rintik-rintik juga mulai turun. Namun, suasana hangat di dalam restoran itu tidak terpengaruh.Wina berdiri di pinggir jalan sambil menatap ke arah restoran di hadapannya. Dia bisa melihat dua orang yang sama-sama tampan dan cantik sedang duduk berhadapan di atas kursi yang elegan.Yang pria sedang bersandar di atas sofa dengan setelan jas berwarna hitam, kepalanya sedikit dimiringkan menatap wanita di hadapannya ....Sementara itu, si wanita tampak sedang berbicara sambil menatap pria di hadapannya. Wanita itu juga bersandar di sofa, tubuhnya dibalut dengan gaun berpotongan seksi berwarna merah.Wina tidak bisa melihat ekspresi mereka dengan jelas, tetapi suasana di antara Jihan dan Valeria mirip dengan saat Jihan mengajak Wina makan di restoran Privon.Wina tidak ingin percaya mereka berdua adalah sepasang kekasih, tetapi jantungnya terus berdebar dengan gila.
Namun, belum sempat tangan Wina menyentuh kaca, Olivia sudah mencengkeram pergelangan tangannya."Nona Wina, kenapa kamu masih nggak mau menyerah? Kamu 'kan sudah lihat bagaimana dia memperlakukanmu."Olivia yang memegang payung itu menatap Wina yang tampak begitu menyedihkan di bawah guyuran hujan."Benar-benar menyedihkan. Seandainya saja kamu menurut padaku, kamu nggak mungkin jadi sengsara begini."Wina menyentakkan tangannya dari cengkeraman Olivia, lalu balas menatap Olivia dengan dingin. Dia masih belum mau menyerah begitu saja dan kembali mengetuk-ngetuk jendela besar itu.Olivia yang berpenglihatan tajam pun dengan gesit menggunakan payungnya untuk mengadang Wina, sorot matanya yang tertuju pada Wina terlihat makin menghina."Nona Wina, barusan Jihan melihatmu memohon kepada satpam untuk diperbolehkan masuk, tapi dia malah nggak keluar menyusulmu. Menurutmu, apa arti tindakan Jihan itu?""Itu artinya dia nggak mau berurusan dengan mantan pacarnya di hadapan pacar barunya. Kena
Suara Wina terdengar begitu lirih seolah-olah dia sudah menghabiskan segenap tenaga dan keberaniannya untuk memanggil nama Jihan.Hujan yang deras terus mengguyur tubuh Wina yang kotor.Pada akhirnya, Wina berbaring di atas genangan air sambil menatap langit malam.Wina memperhatikan air hujan yang turun sambil disinari lampu jalanan, lalu mendadak tertawa.Ya ampun, langit saja mentertawakan kebodohannya ....Kenapa dia tidak kapok juga dan tetap memutuskan untuk memberi kesempatan sekali lagi kepada Jihan hanya karena dia masih belum bisa melepaskan Jihan ....Apa pernah mati sekali masih belum bisa menyadarkan Wina?Dia begitu mencintai Jihan sampai-sampai dia tidak pernah ragu untuk kembali ke pelukan pria yang berulang kali menyakitinya.Begitu teringat akan betapa menyakitkannya masa lalu, Wina pun tiba-tiba tertawa terbahak-bahak ....Tawa Wina yang begitu getir, ditambah dengan wajahnya yang sangat pucat, membuat Wina terlihat jauh lebih menyedihkan dibandingkan saat sebelum d
Setelah duduk lama di atas bangku itu, Wina akhirnya mengusap air matanya.Setelah membalas pesan Sam, Wina kembali ke tampilan layar utama dan menyadari bahwa ada beberapa panggilan tidak terjawab dari nomor yang tidak dikenal kemarin malam. Nomor itu terdaftar sebagai nomor dari Walston.Wina baru sempat melihat sekilas karena layar ponselnya mendadak mati. Wina menekan tombol daya, tetapi ponselnya tidak mau menyala. Baterai ponselnya kehabisan daya.Wina pun tidak ambil pusing dengan nomor asing yang meneleponnya itu, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku. Wina bangkit berdiri, menyetop taksi, kemudian pulang ke vila.Wina menyelinap masuk melalui taman belakang dan diam-diam menuju kamar tidur di lantai dua.Pelayan yang sedang mengangkat telepon dari Jihan pun menjawab dengan hormat, "Tuan, Nona Wina masih tidur."Jihan yang tidak berhasil menelepon Wina pun mengernyit. "Biasanya jam segini dia sudah bangun, kenapa sekarang masih tidur?"Pelayan itu pun sontak menjadi p
Setelah keluar dari kawasan kumuh itu, mereka semua pun kembali ke pintu belakang hotel dan memarkir mobil di tempat yang tidak diawasi.Jihan dan Valeria melepas topeng mereka dengan kompak, lalu melemparkannya pada Zeno untuk dihancurkan. Setelah itu, mereka turun dari mobil dan bergegas memasuki hotel.Mereka berdua memasuki lift dengan sistem pengawasan yang sudah dimodifikasi, lalu segera kembali ke kamar masing-masing dengan rute khusus.Saat hendak menutup pintu, Valeria pun berjalan ke hadapan Jihan."Terima kasih sudah mewakili kakakku menyelamatkan markas besar dari orang-orang itu. Aku pasti nggak bisa melakukannya sendiri.""Lalu, terima kasih juga kemarin malam sudah bersedia jadi pacar bohonganku untuk memperkuat alibiku. Aku memang mudah jadi sasaran karena status khususku."Jihan tidak punya waktu untuk meladeni Valeria, jadi dia segera berbalik badan hendak pergi dari pintu masuk utama."Tunggu sebentar, Tuan Malam."Valeria berjalan menghampiri Jihan dengan sepatu hak
Wina menatap telapak tangannya yang terluka selama beberapa detik sebelum akhirnya balas mengangguk kecil kepada Jihan."Ya, nggak apa-apa."Ya, memang tidak jadi masalah. Wina yang sudah merasa sangat lelah dengan hubungan ini sudah tidak peduli lagi apa yang Jihan lakukan kemarin malam.Setelah semalaman duduk di bangku jalanan Walston, sekarang akal sehat Wina sudah kembali ....Memang Wina dan Jihan terlahir dari dunia yang berbeda. Ibarat dalam rantai makanan, yang satu berada di atas dan yang satu lagi berada di bawah.Wina tidak akan bisa memahami puncak rantai makanan itu seperti apa, dia cuma tahu sisi sempitnya.Yaitu bahwa orang-orang kelas atas bisa menghancurkan rasa percayanya kepada Jihan yang baru saja dipupuk.Selama ini, Wina tidak pernah menganggap kesenjangan status itu masalah yang berarti. Dia selalu beranggapan bahwa selama berani mencintai, akhir bahagia akan menantinya.Namun ....Kenyataannya, sewaktu berkencan di restoran Privon, Wina tidak bisa membaca menu