Mireya Jasmeen dijebak oleh adik dan kekasihnya hingga berakhir tidur dengan pria tak dikenal. Hal itu membuatnya hamil dan diusir dari rumah. Dua bulan kemudian, Mireya bertemu kembali dengan pria yang telah merenggut kesuciannya, Mervyn Jordan, seorang CEO di perusahaan tempatnya melamar kerja. Namun, yang membuatnya terkejut, pria itu justru datang bersama Felly, saudara perempuannya yang telah menjualnya kepada Mervyn di malam itu. Mireya bimbang, antara harus mengungkap kebenaran atau menghindar selamanya dari kehidupan Mervyn? Tapi, apakah dia mampu lari semudah itu dan membawa pergi benih di rahimnya yang merupakan anak biologis Mervyn Jordan?
Lihat lebih banyak“Diamlah” Mervyn mengerling gusar, menyembunyikan garis wajahnya yang memerah setelah mendengar ucapan Rayyan. “Belikan mainan dan hadiah untuk Mireya dan anak-anak! Nanti sore aku akan datang ke rumahnya.”Rayyan mengangguk. “Baik, Pak. Bagaimana kalau sebuket bunga untuk Nona Mireya?” tawarnya.“Boleh juga.”“Lalu, mainan seperti apa yang ingin Anda berikan untuk si kembar?”Mendengar pertanyaan itu, Mervyn segera menatap tajam mata Rayyan.“Apa kamu pikir aku cukup berpengalaman tentang ini?” sindir Mervyn sambil terkekeh sinis. “Kamu tanyakan saja pada orang lain! Aku belum pernah membelikan mainan untuk anak-anak!” omelnya.“M–maaf, Pak.” Rayyan langsung menundukkan kepala. “Baiklah, tidak masalah. Saya akan bertanya pada yang lain,” ucapnya sambil tertawa renyah untuk menyembunyikan rasa takut.***Sambil menunggu Mireya pulang, Marcell dan Michelle memutuskan membuat bolu cokelat panggang.Walaupun tidak cukup pandai di bagian dapur, tetapi mereka masih bisa mengandalkan buku r
Pertanyaan Julian yang sebetulnya begitu sederhana membuat Mireya terdiam sejenak. Wajahnya memerah dan tenggorokannya terasa kering. Pikiran Mireya kini bercabang, mencoba menemukan jawaban yang tepat untuk menjelaskan hubungannya dengan Mervyn tanpa membuka terlalu banyak luka lama. Julian menatapnya penuh tanda tanya, masih menunggu satu jawaban pasti. “Iya.” Akhirnya, dengan suara rendah, Mireya mengangguk pelan, memberi jawaban yang terkesan setengah hati. Julian mengamati setiap gerakan kecil Mireya, bagaimana wanita itu terlihat salah tingkah dan bingung. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tersembunyi di balik sorot mata itu. Perlahan, Julian mencoba untuk menyusun sendiri potongan teka-teki yang belum lengkap. Kemudian, sebilah dugaan mulai muncul dalam benaknya. “Mungkinkah pria itu adalah dia...?” tanya Julian sedikit mengambang. Mireya hampir tercengang. Kenapa tebakan Julian bisa setepat itu? Julian telah mendengar cukup banyak cerita dari masa lalu Mireya.
Mireya berjuang keras melepaskan cengkeraman Mervyn yang menahan tangannya dengan begitu rapat.Namun, setiap kali dia berusaha menarik diri, hanya rasa sakit di sekitar pergelangan tangan yang Mireya rasakan. Membuatnya tak berdaya dan terpaksa menyerah.“Apa mau kamu?” Kalimat itu baru saja keluar dari pita suara Mireya. Dia benar-benar hampir frustrasi.Mervyn, dengan bola mata gelapnya yang tajam, menatap Mireya seperti singa lapar yang sekian lama tidak pernah melihat seonggok daging.“Katakan, kedua bocah kembar itu memang anak-anakku, ‘kan?” Mervyn bicara dengan nada suara yang justru terkesan seperti menegaskan, bukan sedang mempertanyakan sesuatu.“Bukan!” elak Mireya secepat kilat, seolah tak ingin membiarkan Mervyn mencurigai anak-anaknya lebih lama.“Jangan bohong, Mireya!” Urat-urat tangan Mervyn sampai keluar saat dia mencengkeram lengan Mireya lebih erat lagi. “Sudah jelas wajah mereka sangat mirip denganku. Masih mau menyangkal?”Mireya meringis kesakitan. Dia yakin, p
Siang itu, Mireya sedang berada di perusahaan tempatnya bekerja. Dia masih ingat akan pertemuan yang tak disengaja dengan seorang laki-laki asing di dalam pesawat, yang telah membawanya masuk ke dunia baru yang—seharusnya—lebih baik. Dalam kenangan, Mireya menemukan bayangan dirinya sedang merenung dan menangis sambil menatap jendela pesawat. Di tengah momen sedih tersebut, Julian, seseorang yang kebetulan menempati kursi penumpang di sebelah Mireya, tiba-tiba bertanya alasan kenapa wanita itu menangis. ‘Apakah rasanya begitu mengerikan duduk di sampingku?’ tanya Julian pada saat itu. Karena tidak saling kenal, Mireya tidak berniat menjelaskan apa pun padanya. Namun, tanpa diduga, Julian menyodorkan selembar tisu dengan senyuman lembut di wajahnya. Mereka tak banyak bicara selama penerbangan. Julian lebih memilih diam, seolah sengaja memberi ruang untuk Mireya menikmati lukanya. Lalu, saat hampir mendarat di bandara, Mireya mengalami kram perut yang membuatnya kesulitan turu
“Mami, kenapa orang lain bisa punya ayah yang baik dan bertanggung jawab, sedangkan aku dan Kakak tidak?” Michelle menunduk, menarik tubuhnya dari pelukan Mireya. Tangan mungil itu saling tertaut diiringi wajah sedih yang sulit diungkapkan. Mireya terbungkam. Seperti ada sekat tebal yang menutup saluran pernapasan saat mendengar pertanyaan Michelle. Melalui pertanyaan itu, Mireya bisa menebak sebesar apa keingintahuan yang selama ini terpendam di hati Michelle. Namun, mungkin anak itu selalu menahan diri untuk menggali informasi lebih detail dan sekarang sudah tidak bisa menahannya lagi. Tanpa sadar, mata Mireya mulai berkaca-kaca. Dia tahu, ada banyak hal yang belum bisa dijelaskan kepada anak-anaknya. Setiap kali Michelle ataupun Marcell bertanya mengenai ayah kandung mereka, Mireya merasa seolah dunia mengimpit rongga dadanya dengan sangat kuat. Sejenak Mireya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, tetapi sulit untuk mengelak dari perasaan sedih yang mulai
Mervyn berdiri di hadapan Mireya, menahan langkahnya. Ada satu hal yang sangat ingin dia tanyakan. “Mireya ...” panggilnya dengan hati-hati, “aku ingin bicara denganmu.” Mireya segera menepis tangan Mervyn. Wajahnya terlihat buru-buru, seperti ada hal mendesak yang memaksanya menghindar secepat mungkin. “Maaf, aku tidak bisa. Aku sedang buru-buru,” jawabnya singkat, sambil menarik Marcell dan Michelle menjauh dari hadapan pria jangkung itu. Mervyn bingung. Pertanyaannya masih menggantung di udara, tetapi Mireya sudah terlalu cepat menghilang dari pandangannya. Sebelum dia sempat mengejar, Lisa sudah kembali menggandeng lengannya. “Sayang, ayo kita pergi!” ajak Lisa dengan suara tegas, tapi ada sedikit nada khawatir di baliknya. Meskipun tidak tahu pasti apa yang terjadi, tapi setelah menyimpulkan dari cara Mervyn menatap dan bicara dengan wanita itu, Lisa menyadari bahwa Mervyn memiliki kenangan lama yang mungkin masih belum usai dengan Mireya. Dia takut kenangan itu kemb
Michelle tertegun. “Kita tidak pernah bertemu dengannya. Apa kamu yakin itu memang dia?” Marcell mengangguk cepat. Rasa penasaran dan emosi seketika bercampur di dalam dadanya. Mereka melihat pria yang diduga adalah Mervyn itu berjalan santai di sekitar mall. Namun, yang membuat hati terasa hancur adalah kenyataan bahwa pria itu sedang menggandeng seorang wanita di sisinya. Wanita itu tampak elegan dengan mengenakan pakaian bermerk, berpenampilan menarik, rapi, cantik dan terlihat sangat akrab dengan Mervyn—seperti pasangan yang sedang menikmati waktu kencan bersama. Perasaan marah mulai bergemuruh di dalam hati Marcell. “Kenapa dia tidak pernah mencari kita? Kenapa malah pergi bersama wanita lain?” Tanpa sadar, air matanya hampir jatuh, tetapi dia segera menahan diri. Michelle menghela napas dan mencoba menenangkan Marcell. "Mungkin kita hanya salah lihat, Kak. Itu mungkin bukan dia,” ujarnya, mencoba berpikir positif walaupun agak berat. Namun, Marcell tidak bisa menghent
Marcell mengambil tas laptop dan membawanya naik ke atas kasur. Di sampingnya ada Michelle yang sedang duduk dengan kedua kaki diluruskan.Tangan mungil anak laki-laki itu bergerak cepat memainkan mouse, menekan satu ikon yang tertera pada layar monitor, mencari sesuatu yang ingin dia tunjukkan kepada adiknya.Selang beberapa detik, Marcell menghadapkan laptop ke arah Michelle. “Bagaimana menurutmu?”Michelle hampir tidak berkedip saat melihat foto seorang laki-laki dewasa yang tampak tidak asing di matanya. “Kakak, apa kamu menggunakan teknologi AI untuk menciptakan foto di masa depan?”Marcell mengangkat telunjuk, menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri sambil menggeleng kecil. “No!” sangkalnya. “Itu foto orang lain.”“Tapi dia terlihat seperti kamu dengan versi lebih besar,” komentar Michelle. Beberapa kali dia memandangi foto yang ditampilkan pada layar, lalu bergantian menatap Marcell demi memastikan seberapa mirip wajah mereka. “Hampir tidak ada bedanya.”Marcell kembali membawa l
Beberapa tahun kemudian .... Keputusan Mireya untuk meninggalkan kota A tak pernah membuatnya menyesal sedikit pun. Meski harus berjuang keras demi kelangsungan hidup, tapi akhirnya dia mampu melewati masa-masa sulit itu dengan penuh rasa syukur. “Mami, apa aku boleh membuat susu hangat?” Gadis mungil berusia tujuh tahun baru saja menghampiri Mireya yang sedang memasak di dapur. “Kamu bisa melakukannya sendiri, Michelle?” Mireya melirik sejenak ke arah bocah menggemaskan dengan gaya rambut yang diikat tinggi tersebut. “Tentu, Mami! Aku selalu memperhatikan saat Mami membuat susu dan mempelajarinya diam-diam.” Saat Michelle mengangguk, poni tebal sebatas alisnya ikut bergoyang. “Itu bukan hal yang sulit,” katanya. “Benarkah?” Mireya tersenyum bangga mendengarnya. “Kalau begitu, buatlah! Mami ingin mencicipi sedikit susu hangat buatan putri tercinta Mami.” “Aku ingin mencicipinya juga!” Dari arah lain, anak laki-laki dengan tubuh lebih tinggi baru saja bergabung dengan Michel
“Kamu ... siapa?” Kelopak mata Mireya mengerjap lambat seirama dengan rasa sakit di kepala yang luar biasa. Sekujur tubuhnya begitu remuk bagaikan tergilas mobil bermuatan besar. Dalam kondisi setengah sadar, Mireya dikejutkan oleh keberadaan seseorang di atas tubuhnya. Dia ingin menolak kecupan lembut yang berjejak di leher dan bibir, tapi segalanya terjadi begitu cepat, hingga dia kehilangan peluang untuk mengumpulkan tenaga dan melawan. Mireya terjebak di antara kedua lengan kekar yang berotot. Tak ada yang bisa dia lakukan saat pria asing itu mulai menarik gaunnya dengan kasar dan meninggalkan robekan di beberapa bagian. Pria itu beraksi tanpa suara. Meski begitu, Mireya bisa mencium aroma alkohol yang cukup menyengat, menyatu dengan wangi parfum mahal yang menguar dari tubuhnya. Di bawah cahaya remang lampu hias, Mireya melihat dengan jelas sepasang mata elang yang menatapnya liar dan penuh hasrat. Saat menjelang pagi, wanita itu masih meringkuk di atas kasur dengan se...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen