Share

Chapter 5

Penulis: APStory
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 16:15:14

Mireya dan Bella menoleh ke sumber suara—yang mana seorang wanita tampak melangkah semakin dekat ke arah mereka.

“Mama!”

Ternyata itu adalah Irene, ibunya Bella yang baru saja pulang dari urusan bisnis di luar kota.

Bella menyambut kedatangan ibunya dengan pelukan hangat.

“Wah, ada siapa di sini?” Irene menatap Mireya dengan sorot mata yang memancarkan kehangatan.

Mereka sudah saling kenal, tentu saja. Apalagi Mireya adalah sahabat terbaik Bella.

Walaupun tidak sering, tetapi Mireya pernah beberapa kali bertemu Irene saat ada kesempatan main ke sini.

Mireya mencium punggung tangan Irene dengan sopan, lalu basa-basi menanyakan kabar satu sama lain. Namun, saat hidungnya menyentuh kulit tangan Irene, Mireya mencium aroma wewangian yang membuat dirinya pusing dan mual.

“Maaf, aku harus ke belakang.” Mireya pamit ke wastafel untuk menyudahi dorongan kuat dari dalam lambungnya.

Pada akhirnya, Mireya hanya muntah angin karena tidak ada sisa makanan yang keluar dari mulutnya—meskipun sebenarnya dia baru saja selesai makan.

Kembali ke ruang makan, dia tidak sengaja mendengar obrolan Bella dengan Irene yang menyebutkan namanya.

Suara mereka sangat pelan dan hati-hati, seolah tak ingin didengar oleh orang lain. Untuk itu, Mireya memilih mundur dan bersembunyi di balik tembok tikungan.

“Mireya sedang hamil, Ma,” kata Bella, “Aku tidak bisa membiarkan dia hidup sendirian di luar sana.”

Irene memutar bola mata, terlihat kesal. “Justru karena sedang hamil, makanya dia diusir dari rumah, ‘kan? Kalau orangtuanya saja tidak peduli, kenapa kamu harus memungut sampah yang sudah dibuang?”

Bella memegang lengan Irene. “Hati-hati kalau bicara, nanti Mireya bisa dengar,” ujarnya mewanti-wanti.

Wanita paruh baya itu menghela napas gusar. “Biar saja dia dengar, supaya sadar diri dan bisa pindah secepatnya dari sini.”

“Mama ...!” Bella mulai frustrasi. Kehilangan cara untuk membuat ibunya mengerti.

“Mau sampai kapan dia menyusahkan kamu, Bella? Walau bagaimanapun, dia harus mencari ayah biologis dari bayi itu agar tidak selalu membebani orang lain!” Irene melengos sambil terus mendumal, “Belum lagi setelah dia melahirkan nanti! Memangnya kamu bekerja hanya untuk menghidupi dia dan bayi haramnya itu, huh?”

Bella sudah tidak tahan lagi mendengarnya. Dia hanya bisa menangis dan memilih masuk ke kamar tanpa memperpanjang perdebatan dengan sang ibu.

Mungkin Bella butuh waktu untuk mengambil keputusan dan akan membahas masalah ini lain kali.

Setelah Bella dan Irene pergi, barulah Mireya berani keluar dari tempat persembunyiannya.

Mireya masuk ke kamar dan mengurung diri di atas kasur. Dia merenungi percakapan Bella dan Irene dengan rasa sedih. Namun, sisi lainnya juga merasa bersalah karena sudah menjadi penyebab kenapa ibu dan anak itu sampai berselisih paham.

Sekarang isi kepala wanita malang itu terasa penuh dan sesak. Perkataan Irene terus berjejalan memenuhi ruang memori, membuatnya sangat tidak nyaman. Bahkan sekujur tubuhnya terasa dingin dan bergetar hampir sepanjang malam.

Dalam keheningan, tiba-tiba Mireya memikirkan peluang diterima kerja di perusahaan Mervyn.

Jika dia bisa menjadi sekretaris, maka Bella tidak perlu bekerja terlalu keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab, dia akan memiliki banyak uang yang juga bisa dipakai untuk membantu meringankan beban Bella.

Dengan begitu, Irene mungkin tidak akan berkomentar banyak dan mau memberi kesempatan untuk dirinya tinggal sementara di rumah ini.

“Ah, tapi mana mungkin diterima?”

Mireya menghela napas panjang. Rasanya mustahil bisa diterima di posisi itu setelah dia menjalani tes wawancara dengan setengah hati. Apalagi jawaban yang dia berikan tidak memuaskan sama sekali.

Usai berpikir matang-matang, tiga hari setelahnya Mireya memutuskan angkat kaki dari rumah Bella.

Sebelum itu, dia melihat saldo di rekeningnya masih tersisa sekitar dua juta rupiah, lalu pergi ke ATM untuk melakukan tarik tunai.

Bella selalu mengingatkan agar Mireya menyimpan uang itu untuk biaya persalinan, tapi kini dia tidak bisa menyimpannya lebih lama lagi.

Mireya menyisihkan uang sebanyak satu juta rupiah di dompetnya untuk mencari rumah kost yang harganya di bawah satu juta, lalu sisanya akan dia gunakan untuk makan sehari-hari.

Sementara itu, uang satu juta rupiah yang masih tersisa dia masukkan ke dalam amplop, lalu ditaruh di meja sebagai bentuk terima kasih atas kebaikan Bella selama ini.

Meskipun itu bukanlah jumlah yang sepadan untuk membalas kebaikan seseorang, tapi Mireya tidak punya apa-apa lagi selain hanya uang itu.

Mireya meninggalkan rumah pada saat Bella sedang bekerja dan Irene sudah kembali sibuk dengan urusan bisnisnya.

Sore harinya, setelah Bella pulang bekerja, dia mendapati rumahnya dalam keadaan sepi dan melihat secarik kertas beserta amplop di atas meja kamar.

[Bella, aku sudah menemukan tempat tinggal baru dan harus segera pergi dari sini. Maaf jika tidak sopan karena tidak bicara langsung.

Bella, terima kasih banyak sudah membantu dan bersedia menjadi sahabatku. Kamu adalah yang terbaik dan tidak akan pernah tergantikan meski ditukar dengan seribu teman sekalipun!

O, iya, karena tidak bisa mentraktir makan sepuasnya, aku menyisihkan sedikit uang di dalam amplop. Jaga kesehatan dan makan yang banyak, yaaa.]

Bella menangis membaca isi catatan yang ditulis oleh Mireya. Tangannya meraih ponsel di atas meja, berusaha menelepon wanita itu, tetapi nomornya tidak aktif.

“Mireya, kamu ke mana ...?” Bella duduk di tepi kasur sambil terisak sedih membayangkan bagaimana sahabatnya akan menjalani hidup setelah ini.

Bab terkait

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 6

    Mireya baru saja membeli sebungkus roti dan air mineral di minimarket. Usia kehamilan pada trimester pertama membuatnya lebih sering merasa lapar. Di sisi lain, dia juga harus memikirkan bagaimana agar sisa uangnya bisa mencukupi hingga setidaknya satu bulan ke depan. Mau tak mau, dia harus hidup hemat dan memangkas segala pengeluaran yang tidak perlu. “Terima kasih,” ucapnya kepada kasir usai melakukan pembayaran. Saat ingin meninggalkan minimarket, tiba-tiba hujan turun dengan lumayan deras. Terpaksa Mireya harus berteduh karena tidak membawa mantel ataupun payung. Mireya duduk di atas kursi yang tersedia di teras minimarket. Dia membuka bungkus roti dan mulai memakannya sebagian, sementara setengah sisanya akan dia simpan untuk dimakan saat nanti lapar lagi. Detik selanjutnya, seorang wanita tua baru saja keluar dari minimarket dan ikut berteduh di sebelah Mireya. Di samping wanita itu, ada sosok pemuda bertubuh tinggi kurus yang terlihat mencurigakan. Akan tetapi, wa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 7

    Suara itu menyadarkan Mireya dari lamunan. Di sampingnya sudah ada Sania sedang berdiri dengan tangan menyentuh lembut bahunya. Sontak Mireya tersenyum seolah tidak ada masalah apa pun. “Aku baik-baik saja, Nek,” dustanya. Meski senyuman itu terlukis di bibirnya, tetapi Sania melihat titik kegetiran yang berpendar di balik tatapan nanar wanita malang itu. Sania berpikir bahwa Mireya mungkin tidak nyaman jika orang lain mencampuri urusannya terlalu dalam—apalagi mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Jadi, dia memutuskan untuk tidak bertanya lebih banyak. “Masalah yang dihadapi setiap orang memang berbeda-beda, tapi apa pun itu, jangan pernah berhenti berjuang!” ujar Sania dengan tulus. “Kamu boleh istirahat sejenak saat lelah, tapi jangan sampai menyerah. Kamu tahu apa? Gadis Kecil, dunia sangat kekurangan orang-orang sebaik kamu,” pungkasnya. Kalimat itu terdengar seperti sumber kekuatan yang merangkak masuk ke telinga, lalu merayap dan mengendap di dalam tubuh Mireya. M

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 8

    Mervyn memandangi wajah Mireya lekat-lekat. Merasa tidak asing, dia mengernyit ketika menyadari bahwa Mireya merupakan orang yang telah mengikuti seleksi di perusahaannya. Tatap mata mereka saling bertemu selama beberapa detik. Entah kenapa dada Mervyn berdesir cepat, seakan ada energi kuat di balik mata cantik Mireya yang tak dapat dijabarkan. Sampai akhirnya, wanita itu mulai hilang kesadaran dan menghentikan momen canggung di antara mereka berdua. Refleks, Mervyn segera menangkap tubuh Mireya yang hampir terjatuh, hingga wanita itu berakhir pingsan dalam pelukan hangatnya. “Apa lagi yang kamu tunggu? Gadis itu butuh pertolongan. Cepat bawa dia ke rumah sakit!” perintah Sania, menyadarkan cucunya yang sejak tadi terus memandangi wajah Mireya tanpa henti, seperti sedang terhipnotis. Setelah itu, Mervyn segera membawa Mireya masuk ke mobil dengan cara menggendongnya ala bridal. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, hujan mulai reda, tetapi Mervyn masih menyalakan wiper untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 9

    Mireya tertegun mendengar pertanyaan Sania. Setelah terdiam beberapa detik, wanita itu menjawab, “Dia sedang pergi ke luar kota.” Terpaksa Mireya berbohong. Sebab, tidak mungkin juga dia mengatakan bahwa kehamilannya ini adalah hasil hubungan di luar nikah dan pelakunya ada di depan mata mereka, nanti yang ada malah menambah masalah. “Lalu kamu mau mencari rumah kost sendirian?” tanya Sania lagi. “Iya, Nek.” Melihat kondisi Mireya yang sepertinya belum cukup pulih, Sania khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk pada Mireya di luar sana. Dia pun menyarankan, “Bagaimana kalau kamu istirahat dulu di rumahku? Setelah membaik, barulah kamu bisa lanjut mencari rumah kost.” Mervyn membulatkan mata. Sungguh tidak habis pikir atas kebaikan sang nenek yang menurutnya terlalu berlebihan. “Ah, tidak perlu, Nek. Lagipula aku sudah lebih baik sekarang.” Mireya menggeleng cepat, merasa sungkan atas tawaran yang Sania berikan. “Kamu yakin tidak apa-apa?” tanya Sania memastikan. “Yakin, N

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 10

    Tepukan kecil yang Mervyn lakukan berhasil menyadarkan Mireya dari mimpi buruk. Dengan cepat kelopak matanya terbuka lebar, tetapi yang membuatnya lebih kaget lagi adalah ketika dirinya mendapati kehadiran Mervyn pada jarak yang cukup dekat. Posisi Mervyn dengan tubuh sedikit dicondongkan ke depan jelas kembali mengingatkan Mireya pada momen di malam itu, ketika pertama kalinya dia melihat pria itu berkuasa di atasnya. Sulit bagi Mireya untuk bisa mengendalikan perasaan sekarang. Tubuhnya menjadi bergetar hebat seiring peluh yang mulai membasahi kening dan telapak tangan. Lalu, dia tanpa sadar meloloskan setitik air mata yang tak lagi dapat dibendung. “Apa mimpi kamu sangat buruk?” Mervyn bertanya dengan hati-hati. Karena melihat Mireya sudah sangat ketakutan, jadi dia bicara lebih lembut agar tidak membuatnya semakin takut. Mireya tidak menjawab, melainkan hanya terus menangis seraya menutup rapat kedua telinga seperti menyimpan trauma yang begitu dalam. Sejujurnya dia baru sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 11

    Tuduhan Mervyn membuat Mireya tersinggung, tetapi dia masih dapat mengendalikan diri untuk tidak marah. “Pak, bahkan seandainya di dunia ini tidak ada lagi yang aku miliki, jangan pernah berpikir aku akan melakukan hal curang demi mendapatkan uang,” ucap Mireya. “Sedikit pun aku tidak pernah bermain-main dengan kebaikan hati seseorang.” Jawaban Mireya cukup mengesankan, seperti orang yang memiliki hati tulus. Namun, masih ada kejanggalan di benak Mervyn yang membuatnya tidak langsung percaya begitu saja. Bisa jadi Mireya memang tipikal manusia yang pandai bersilat lidah, ‘kan? “Baguslah.” Mervyn kembali menguji Mireya. Kali ini dengan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet. “Aku dengar kamu sudah menolong Nenek yang barangnya hampir dicuri. Jadi, ambil saja ini sebagai tanda terima kasih.” Mata Mireya tertuju pada uang yang Mervyn sodorkan. Dia tidak tahu berapa jumlah pastinya, yang jelas itu terlihat lebih banyak dibanding sisa uang yang dia punya sekarang. Namun, teta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 12

    Mervyn bersama beberapa pengawalnya langsung mendatangi alamat rumah yang mereka dapatkan dari Alvin. Berdasarkan informasi yang pria itu berikan, ini adalah tempat kediaman keluarga Henry Darmawan, dan wanita yang dijual ke Mervyn pada malam itu merupakan putri kandung Henry. Berdiri di depan pintu, salah satu pengawal menekan bel beberapa kali, sedangkan Mervyn hanya menunggu dengan wajah tenang. Ya, Mervyn memang selalu pandai menyembunyikan perasaan walaupun sebenarnya dia mungkin juga cukup penasaran pada wanita itu. Tak berapa lama, pintu terbuka. Menampilkan sosok wanita paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu dengan dahi mengernyit. “Kalian siapa?” Itu adalah Karin. Dia merasa tidak memiliki janji temu dengan siapa pun hari ini. Jadi, kedatangan orang-orang berpakaian formal di hadapannya saat ini sungguh membuatnya bingung. Tanpa perlu disuruh, satu dari lima anak buah Mervyn segera maju untuk menjawab pertanyaan Karin. “Selamat siang, Nyonya! Apa benar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 13

    Felly dan Karin kembali menghampiri Mervyn dan anak buahnya yang masih diam menunggu di depan pintu. “Tuan, mohon maaf jika ada ucapan ibuku yang membuatmu tersinggung. Aku sudah memberinya pengertian,” ujar Felly sambil menunduk sopan. Raut wajah Karin berubah seketika. Tidak ada keangkuhan yang tergambar di sana, selain hanya kerendahan hati yang seakan menunjukkan bahwa dia sangat bahagia melihat kedatangan Mervyn. “Tuan, Felly sudah menjelaskan semuanya padaku. Aku sangat menyesal sudah mengatakan beberapa hal buruk sebelumnya,” kata Karin. “Aku hanya terkejut mengetahui putriku pernah berhubungan dengan seorang laki-laki, padahal yang selama ini aku tahu, dia adalah anak yang sangat baik.” “Aku sudah bilang, Bu, aku dijebak.” Felly berpura-pura menangis. “Apa Ibu masih belum percaya?” sambungnya. “Ya, Ibu percaya sekarang. Kamu tidak mungkin semurahan itu.” Karin segera menarik Felly ke dalam pelukan. “Sayang, maafkan Ibu sudah salah paham padamu. Pasti kamu sangat traum

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 58

    Mireya terdiam sesaat, merasa pipinya memanas ketika Mervyn menatapnya dengan penuh perhatian, sambil mengajukan satu kalimat tanya yang cukup mengejutkan.Cemburu, katanya?Mervyn tampak tenang saat mengatakan itu, tapi bagi Mireya, pertanyaan itu berhasil menyentuh ruang tersembunyi dalam hatinya.“Bukan begitu,” jawab Mireya buru-buru, berusaha menenangkan diri. “Aku hanya khawatir dia salah paham.” Meskipun nadanya terkesan biasa, tetapi jauh di lubuk hatinya, ada keraguan yang sulit diungkapkan.“Aku pikir, kamu sepertinya sudah punya hubungan khusus dengan dia,” lanjut wanita itu dengan suara serak yang mencerminkan kebingungan.Mervyn mengernyit, lalu mencoba menjelaskan, “Mireya, jangan berpikir terlalu jauh. Itu tidak seperti yang kamu pikirkan.”Ucapan Mervyn masih belum cukup untuk menenangkan hati Mireya yang mulai terombang-ambing.Bagaimana kalau Mervyn sedang berbohong dan sebenarnya memang sudah memiliki pasangan?Mungkin wanita itu adalah bagian dari hidup Mervyn yang

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 57

    Mervyn terbungkam beberapa detik ketika Mireya menawarkannya kopi. Itu mungkin hanya tawaran biasa dan tak berarti apa-apa bagi orang lain, tetapi ... entah kenapa, sesuatu di balik rongga dada Mervyn seketika menjadi hangat saat mendengarnya.Ada getaran samar yang menggelitik perut seperti kupu-kupu, lalu perlahan naik dan menjalar hingga ke ulu hati.Padahal, sebagai nyonya rumah, wajar jika Mireya menawarkan kopi, ‘kan?Mencoba bersikap tenang, kali ini Mervyn memandang Mireya seraya mengangguk kecil. “Boleh,” ujarnya.Mireya berjalan menuju pantry, mengambil panci kecil, disi dengan sedikit air dan merebusnya di atas kompor yang telah dinyalakan.Sambil menunggu air matang, Mireya menyibukkan diri dengan menyiapkan bubuk kopi, gula dan cangkir.“Kamu suka kopi yang manis atau dengan sedikit gula?” tanya Mireya.“Sedikit gula, tapi dicampur dengan satu sendok krimer,” kata Mervyn.Mireya mengangguk paham. Setelah mencampurkan semua bahan ke dalam cangkir sesuai permintaan Mervyn,

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 56

    “Maaf ...” ucap Mervyn seraya mengalihkan tatapan dari tubuh indah Mireya yang berlekuk sempurna.“Aku sudah tidak melihatnya lagi,” sambung pria itu dengan nada gugup yang berusaha dia sembunyikan.Usai memastikan kalau Mervyn benar-benar sudah menjaga pandangan, tanpa banyak basa-basi, Mireya pun bergegas meninggalkan lokasi menuju ke kamar pribadinya.“Kenapa dia bisa ada di sana? Seharusnya dia tidak boleh masuk ke rumah orang sembarangan!” gumam Mireya sambil mengetuk-ngetuk keningnya sendiri.Dia merasa sangat malu, bodoh sekaligus marah sekarang.“Walaupun dia adalah ayah dari kedua anakku, tapi bukan berarti dia bisa bertindak semaunya di sini. Apa dia pikir rumah ini adalah miliknya?!”Mireya mengunci diri di dalam kamar dan bersandar di belakang pintu. Satu tangannya menyentuh dada, merasakan debar kencang yang tidak terkendali dari dasar jantungnya.Di sisi lain, Mervyn merasa tenggorokannya semakin kering setelah dia tak sengaja melihat Mireya dengan penampilan yang menuru

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 55

    Sarah tercengang mendengar informasi yang diberikan oleh Lisa. “Maksud kamu apa? Bagaimana bisa Mervyn memiliki anak dengan wanita yang ... bahkan, Tante saja baru tahu kalau mereka pernah saling terikat di masa lalu,” ujarnya. “Kalau kamu tidak bercerita, sampai sekarang mungkin Tante tidak akan pernah tahu siapa itu Mireya.”Lisa menepis sejenak air mata yang bergumul di pelupuk mata. Tangannya mengeluarkan amplop putih dari dalam tas dan menunjukkannya pada Sarah. “Tante bisa lihat sendiri buktinya,” ucapnya dengan suara bergetar. “Pada awalnya, aku juga tidak menyangka, tetapi begitulah kenyataannya.”Sarah mengambil amplop tersebut dengan tangan gemetar. Dia langsung membukanya bersama emosi yang bercampur aduk di rongga dada.Wanita itu mengeluarkan isi di dalam amplop yang menampilkan foto ketika Mervyn sedang berada di rumah sakit bersama kedua anak kembarnya.Mervyn berjalan di lorong sambil menggendong Marcell yang tertidur di bahunya, sementara Michelle berjalan bergandenga

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 54

    Kehadiran Lisa dan Sarah di dalam ruang tamu apartemennya, membuat Mervyn cukup terkejut dan bingung.Kenapa mereka tiba-tiba ada di ruang tamu apartemennya tanpa memberi kabar terlebih dahulu?“Ada beberapa hal yang ingin Ibu tanyakan padamu, Mervyn,” ucap Sarah seraya mengelus punggung Lisa—seolah sedang berusaha menenangkannya.Saat dia menatap Lisa dan memperhatikannya lebih serius, Mervyn baru menyadari kalau gadis itu terlihat seperti sedang menangis.Mervyn kembali melirik ke arah ibunya, lalu bertanya dengan suara dingin, “Apa?”“Ibu sudah mendengar semua cerita dari Lisa, tentang wanita yang tidak sengaja bertemu dengan kamu di mall,” ujar Sarah, terlihat menahan amarah. “Sekarang katakan dengan jujur, siapa wanita itu?!” desaknya, tidak ingin mendengar penyangkalan apa pun.Mervyn hanya sedikit mengerutkan kening saat mendengar itu. Namun, tak ada sedikit pun ekspresi takut di wajahnya. Dia hanya memandang Sarah dan Lisa dengan wajah dingin.“Apa urusannya dengan kalian kala

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 53

    Julian berdiri di depan pintu, matanya terfokus pada Mireya yang baru saja membukakan pintu.Senyum tipis di wajah Julian langsung memudar saat dia melihat pria yang berdiri di samping Mireya.“Mervyn ...?”Julian mengerutkan dahi. Tiba-tiba, kenangan beberapa waktu lalu langsung berputar memenuhi kepala.Saat itu, di sudut lorong perusahaan, setelah menjalani rapat bisnis dengan perusahaan Mervyn, Julian tak sengaja melihat Mervyn berusaha membangun interaksi yang cukup serius dengan Mireya—seolah ada sesuatu yang lebih dari sebatas profesional kerja.Ada ketegangan di antara mereka, yang sempat membuat Julian curiga bahwa sebenarnya Mervyn adalah ayah kandung dari Marcell dan Michelle. Akan tetapi, saat itu Mireya sama sekali tidak menjawab keraguannya.Kini, dengan berdirinya Mervyn di sini, Julian semakin yakin dengan kecurigaan yang dia pendam.Di sisi lain, Mervyn juga merasakan sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan.Masih segar dalam ingatan Mervyn, ketika Rayyan menginformasika

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 52

    Pertanyaan itu membuat Mervyn terkejut. Dia mengernyitkan dahi, merasakan kekakuan yang mencekam.Meskipun secara biologis Mervyn memang ayah kandung Marcell dan Michelle, tetapi hubungan antara dia dan Mireya tidak cukup kuat untuk menjustifikasi hal seperti itu.Tidak ada status pernikahan antara Mervyn dan Mireya. Jadi, jika mereka berada dalam satu rumah meskipun hanya semalam saja, itu pasti akan menimbulkan tanda tanya besar bagi warga sekitar.Mervyn tidak ingin hal seperti itu terjadi dan mengganggu kenyamanan yang selama ini telah Mireya bangun bertahun-tahun di rumahnya.Mervyn merasa sedikit canggung, tidak tahu bagaimana seharusnya menjawab pertanyaan yang sekilas tampak sederhana bagi anak-anak, tetapi sebenarnya penuh dengan lapisan perasaan dan situasi yang rumit.“Uhm ... anak-anak?” Mervyn bicara dengan suara lembut dan berpikir, “Meskipun Papi adalah ayah kandung kalian, tapi ... Papi dan Mami tidak memiliki hubungan yang sah. Jadi, ada batasan antara Papi dan Mami y

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 51

    “Baiklah, aku duluan.” Karena tidak ingin berdebat terlalu lama, Marcell akhirnya mengalah dan mulai angkat suara untuk menjawab pertanyaan Mervyn. “Paman, sebenarnya kamu baru saja mengajukan pertanyaan retoris. Dari pertanyaan Paman, jawabannya tentu saja; pernah.”Marcell lalu menambahkan, “Memangnya siapa anak yang tidak merasa sedih jika hidup tanpa figur seorang ayah? Tapi, beruntungnya, aku dan Michelle mempunyai ibu yang luar biasa hebat dan kuat seperti Mami, sehingga dengan ada ataupun tanpa adanya sosok ayah, itu bukan lagi menjadi masalah bagi kami.”Mervyn hanya diam sambil mendengarkan dengan serius.“Paman lihat sendiri, ‘kan? Kami tumbuh besar, sehat dan kuat. Kami juga selalu bahagia bersama Mami,” pungkas Marcell, seolah menegaskan bahwa kehilangan seorang ayah sejak masih di dalam kandungan, bukanlah hal yang perlu disesali dalam hidup.Mervyn mengangguk paham. “Itu bagus!” ucapnya seraya tersenyum getir, membayangkan sebesar apa perjuangan Mireya hingga mampu mendi

  • Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin   Chapter 50

    Mireya terbelalak mendengar permintaan Mervyn terkait keputusan untuk membeberkan semuanya kepada Marcell dan Michelle. “T–tapi ... apa menurutmu itu tidak akan membuat mereka marah? Bagaimana kalau aku dibenci karena menutupi fakta kalau kamu adalah ayahnya?”Mervyn menjawab dengan tenang, “Mereka tidak akan membenci kamu, Mireya. Aku lihat, mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik dan pengertian. Tapi kalaupun mereka marah atau benci padamu, bukankah itu hal yang wajar? Mereka memang belum cukup mampu mengendalikan emosi, tapi percayalah, perlahan waktu pasti akan mendewasakan pikiran anak-anak kita.”Pipi Mireya sedikit memerah saat mendengar tiga kata terakhir yang terucap dari bibir Mervyn.‘Anak-anak kita’?Entah kenapa, meskipun kenyataannya memang benar, tetapi Mireya merasa bahwa ucapan itu sedikit berlebihan. Bukankah itu terkesan seolah mereka adalah keluarga?“Mireya ...?” panggil Mervyn sembari menelengkan kepala, mencoba menatap wajah Mireya lebih detail. “Kenapa diam s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status