Sepanjang perjalanan pulang dari pengadilan, Aku hanya terdiam sambil menerawang ke arah jendela taksi, hiruk pikuk kota dan bagaimana para penjual ornamen dan kue idul Fitri terlihat semarak di sisi kanan dan kiri jalan. Geliat penghujung Ramadhan terlihat begitu meriah, disambut dengan penuh sukacita dan semua keluarga berharap untuk berkumpul dan berbagi kasih sayang di hari yang penuh kemuliaan. Semuanya terlihat begitu indah tapi tidak seirama dengan perasaanku sekarang.Aku baru saja kehilangan suami, perceraian merampas separuh hati dan kesadaranku sehingga aku sama sekali tidak bergairah untuk menyambut idul fitri. Biasanya tahun-tahun sebelumnya kami akan bersemangat beli baju seragam, memikirkan rencana liburan, akan menginap di rumah Mertua atau rumah keluargaku, memikirkan menu dan kue serta acara open house yang selalu berlangsung meriah dengan warga-warga sekitar komplek rumah kami.Sekarang apa yang mau kupikirkan, tentang bagaimana menata hati dan bagaimana pura-pura
Mulai dari jam 06.00 pagi aku telah bersiap-siap menuju ke tanah lapang di mana salat ied akan dilaksanakan. Aku dan putriku berjalan beriringan, ternyata, sudah banyak jemaah yang menghamparkan sajadah dan duduk menunggu imam. Di antara para tetangga, aku mendapatkan tempat di sana, seakan sedang bersimpati padaku, mereka berebut untuk untuk memberi kami tempat di sela-sela mereka. "Mbak duduk sini." Seorang wanita memberi isyarat agar aku duduk di dekatnya. "Sini aja Mbak, lebih luas," ujar yang lain."Elina, sini sama anak Tante," timpal yang lainnya. Menanggapi sikap baik mereka aku hanya tersenyum dan mengangguk hormat, duduk di garis belakang bersama anakku, yang mungkin tak lama lagi jemaah akan mengisinya dan semakin bertambah banyak.Lantunan takbir tak berhenti sedetikpun, bergema bersahutan membawa suasana tersendiri di dalam hati. Orang-orang berdatangan dengan sanak family memakai pakaian dan alat salat terbaik. Idul Fitri adalah hari yang dirindukan semua orang, penu
"Jangan bilang begitu, kamu bukan anak yatim, Nak." Aku mencoba merangkul anakku di dibalik pintu gerbang rumah ayahnya. Sungguh ironis, di saat ia mencoba membahagiakan anak orang, tapi anaknya sendiri menderita karena perbuatannya."Ayah sama sekali tidak melihatku, dia menyalami dan memberi amplop tanpa perasaan.""Astaghfirullah, Nak.""Ayo pergi saja, percuma di sini, Kita seharusnya tidak di sini ujar putriku yang air matanya menetes deras membuatku semakin murka tiada terkira. Aku yang sudah tidak tahan langsung menarik tangan anakku masuk ke pekarangan rumah ayahnya yang luas, dengan amplop di tanganku aku menghampirinya."Hisyam!" Teriakanku yang keras menghentikan semua keriuhan itu. anak-anak yang sedang berebut amplop kaget dan langsung menghentikan kegiatan merekaalu bersurut memberiku ruang agar aku bisa maju ke depan lelaki itu, mereka berbaris dan memberiku jalan di tengah-tengah mereka. Melihatku menggandeng putrinya lelaki itu terbelalak, dia ternganga dan salah
Pernikahanku dengan orang yang kucintai menciptakan prahara. Ya, aku benar-benar tidak menyadari bahwa niat untuk menemukan jodoh yang tepat malah berujung pada kesalahan yang akan kusesali. Aku aku mengenalnya dengan baik, kami satu kantor dan dia adalah manajer kami. Dia Lelaki yang sangat santun dan lembut hati, mengayomi karyawan di bawahnya dan selalu membimbing kami dengan penuh perhatian. Mungkin aku telah menyenanginya dari awal perjumpaanku, saat aku bergabung di kantor tersebut. Dia Lelaki yang sangat agamis dan pandai menjaga jarak, dia juga menundukkan matanya begitu melihat wanita yang terlampau terbuka, aku jadi mengaguminya. Hari demi hari berganti, kami semakin dekat dengan pertemuan yang intens dan perjalanan ke luar kota yang selalu memasangkan diriku dengan Mas Hisyam, kami kompak sebagai satu tim, sukses dengan semua proyek dan presentasi kami. Aku dan diateman bicara yang seru di mana Mas Hisyam selalu menyambung atau semua topik obrolan. Perasaan di hatiku se
Entah memulai kisah dari mana tapi akan kupaparkan yang sebenarnya, Aku terhenyak saat seorang wanita dengan segala kejujuran Dan keberanian yang mengutarakan bahwa ia jatuh cinta padaku. Kaget dan tidak menyangka bahwa staf yang selama ini ku anggap sebagai adik sendiri ternyata menyimpan kekaguman, dan dia bilang dia tidak bisa membendung perasaannya dan tak mampu menyimpannya lagi.Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, terlampau jahat jika menolak seorang wanita secara mentah-mentah terlebih jika itu langsung dikatakan di depan wajahnya. Maka, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan adalah menghindari pertemuan dengannya."Eh, besok perjalanan bisnis ke Palembang, Eva mau dikutkan tidak?" Tanya Bosku."Tidak, aku bisa menghandle sendiri.""Tapi bukankah dia asisten yang bisa kau andalkan?""Dia punya pekerjaan di sini jadi aku bisa mengatasinya.""Tapi kau tetap perlu orang lain untuk mendampingi dan menemani presentasi bisnis kita.""Kalau begitu akan kuajak yoga bersamaku.""A
Entah memulai kisah dari mana tapi akan kupaparkan yang sebenarnya, Aku terhenyak saat seorang wanita dengan segala kejujuran Dan keberanian yang mengutarakan bahwa ia jatuh cinta padaku. Kaget dan tidak menyangka bahwa staf yang selama ini ku anggap sebagai adik sendiri ternyata menyimpan kekaguman, dan dia bilang dia tidak bisa membendung perasaannya dan tak mampu menyimpannya lagi.Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, terlampau jahat jika menolak seorang wanita secara mentah-mentah terlebih jika itu langsung dikatakan di depan wajahnya. Maka, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan adalah menghindari pertemuan dengannya."Eh, besok perjalanan bisnis ke Palembang, Eva mau dikutkan tidak?" Tanya Bosku."Tidak, aku bisa menghandle sendiri.""Tapi bukankah dia asisten yang bisa kau andalkan?""Dia punya pekerjaan di sini jadi aku bisa mengatasinya.""Tapi kau tetap perlu orang lain untuk mendampingi dan menemani presentasi bisnis kita.""Kalau begitu akan kuajak yoga bersamaku.""A
Mata berapa kali aku harus membujuk zubaidah, aku berlutut di kakinya dan memohon agar dia memaafkanku, kendati terus menolak aku terus berusaha. Entah berapa hari kami berdebat sementara aku tetap konsisten pada keinginan agar kami mempertahankan rumah tangga, dan dia mau menerima dan mengampuni kesalahanku. Kadang perselisihan itu terdengar oleh anak kami. Elina yang sejak awal tumbuh dalam pengasuhan yang tenang tanpa huru-hara merasa terganggu fokus dan kenyamanannya, entah kenapa putriku jadi lebih pendiam dan ketika kata-kata itu terlontar dari bibirnya, kedengarannya sangat menusuk seperti duri bahkan lebih menyakitkan dari ucapan ibunya. Padahal dia masih kelas 5 SD tapi putriku benar-benar memukul mentalku, dia bilang, aku harus memposisikan luka hati dan perasaanku di posisi ibunya, agar aku paham mengapa Zubaidah terus menangis dan marah. "Berpisah saja jika itu lebih baik untuk semua orang. Kasihan Bunda yang tersakiti."Itu lebih menyakitkan lagi, Anakku minta orang tu
LebaranTak banyak yang bisa kulakukan setelah keputusan itu jatuh, Aku berusaha melanjutkan hidupku meski hatiku hancur remuk redam luar biasa. Dalam kepedihan yang kusimpan sendirian, aku mulai menyadari betapa hancur dan remuknya hati Zubaidah. Seperti perasaan yang sama saat aku menipunya dan punya istri lain, kini aku merasakan luka itu menusuk hatiku, begitu Zubaidah memilih untuk meninggalkanku. Berjam-jam aku menepi ke atap kantor untuk menangis dan melampiaskan penyesalan terdalam. Mungkin orang melihatku tenang dan tegar tapi sebenarnya aku tenggelam dengan rasa bersalah dan hancur karena separuh jiwaku sudah dibawa pergi oleh Zubaidah.Aku seperti kehilangan semangat, tapi aku sadar hidupku terus berlanjut karena Eva dan bayi kami membutuhkanku. Aku harus tetap terlihat baik-baik saja dan tersenyum di hadapan mereka berdua sebelum Eva merasa sedih dan terkena sindrom baby blues, itu sangat berbahaya dan bisa mengancam jiwanya terlebih membahayakan anak kami. *"Apa Hari l