Share

Bab 13 B

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-30 19:57:43

“Lho, Dik kok kamu sudah pulang?” tanyaku saat usai memandikan Dafi. Bocah itu aku bungkus dengan handuk dan membawanya ke kamar saat Namira masuk rumah.

Dua bocah ini meski ada neneknya, tak ada satu pun yang mau dimandikan oleh sang nenek. Terpaksa aku juga yang seharian sudah berjibaku dengan kedua bocah ini mesti turun tangan.

“Lha katanya disuruh pulang cepat?” Namira mengingatkan.

Aku memang mengirim WA padanya agar cepat pulang karena ada ibunya. Tapi, bukan berarti dia harus pulang sebelum jam kerja berakhir. Apalagi harus mengatakan di depan ibunya kalau aku yang memintanya. Huff.

“Kamu ini gimana sih, Ren. Istri kerja bukannya didukung, malah disuruh cepat pulang,” omel ibu mertuaku dari dapur.

Aku diam saja sembari memakaikan baju Dafi. Nanti saja ditanggapi kalau urusanku sudah beres dengan bocil-bocil ini. Lagi pula, aku juga pasti kalah kalau harus berdebat dengan ibu mertua.

“Kamu kerja yang bener. Jangan semaunya sendiri.” Aku masih mendengar ibu mertuaku masih
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 13 C

    “Ya Alloh, Mas. Masak aku doain kamu dipecat. Ya, ngga lah. Aku cuma doain agar kamu cepet sadar. Mungkin sama Alloh, jalannya kamu sadar itu ya mesti dipecat dulu. Ngga punya kerjaan. Baru kamu sadar,” sahut Namira datar. Mataku melotot mendengar penjelasan Namira. Jadi, benar ini semua kontribusi dari doa istriku? Jadi mereka benar-benar menganggapku selingkuh dan aku harus merasakan akibat perbuatanku? Aku mengacak rambutku kasar. Aku semakin tak mengerti jalan pikiran ibu dan anak di depanku ini. Keduanya seolah kompromi memojokkanku. Harusnya mereka memberiku semangat agar aku tak patah semangat dan terus mencari kerja. Bukan menguliti kesalahanku seperti ini. Dasar perempuan-perempuan aneh! Hari menjelang malam, ibu mertuaku dijemput oleh kakak iparku, Mas Bram. Lagi-lagi, kakak iparku juga memasang wajah jutek padaku, seolah aku ini seorang pecundang yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Padahal kesalahanku hanya satu. Salah posting status. Namanya manusia, tempatnya sal

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 14 A

    Usai menerima pesan singkat itu, aku pun berencana untuk keluar rumah. Aku harus segera membereskan urusanku. “Buk, nitip anak-anak sebentar,” ujarku sambil mengangsurkan Dafi ke ibu mertuaku. Aku sudah berdiri di depan pintu rumah mertuaku beserta anak-anak. Seperti halnya mertuaku ke rumahku, aku pun sama. Sudah menganggap rumah mertuaku seperti rumah sendiri. Ibu mertuaku sedikit terkejut mendapatiku sudah di depan pintu sambil membawa anak-anak. Mskipun ibu mertuaku cemberut padaku, tapi dengan anak-anak dia sama sekali tak pernah cemberut. Bahkan, Dafi dan Dafa terlihat kegirangan saat aku tadi mengatakan pada mereka kalau akan ke rumah neneknya. Aku tahu, anak-anak juga bosan kalau hanya di rumah terus. Beruntung juga punya mertua yang rumahnya tak terlalu jauh dari rumah kami. Anak-anak bisa dititipkan kapan saja, dan tentu saja, jadi dekat dengan neneknya. “Mana diapers sama susunya Dafi?” tanya Ibu mertua sambil menggendong bocah yang tertawa kegirangan karena ikut n

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 14 B

    Tak sengaja, aku mengikuti langkah mereka berdua. Termasuk saat mereka berdua masuk ke dalam sebuah cafe, aku tetap mengikutinya dalam jarak yang cukup jauh. Aku tak ingin kehilangan jejak. Aku harus tahu apa yang mereka lalukan. Mereka berdua disambut oleh salah seroang pelayan cafe dan dibawa ke salah satu meja. Sepertinya sebelumnya mereka sudah melakukan reservasi. Kurang ajar, Namira. Tanganku meremas tas jinjing berisi ponsel itu. Aku bahkan tak sadar merapakan gerahamku. Kepalaku dipenuhi dengan rasa tak rela. Bisa-bisanya dia memanfaatkan suasana kerja untuk berduaan dengan bosnya. Tak bisa dibiarkan! Namun, lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku harus menahan diri untuk tidak meluapkan emosi. Begini amat rasanya jadi pengangguran dan harus bersaing dengan seseorang yang sedang dekat dengan istri sendiri, gerutuku. Aku meletakkan tas jinjing di atas meja setelah memilih tempat duduk di dalam cafe yang cukup stratgeis untuk mengawasi mereka. Aku harus tahu apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 14 C

    Ibu mertuaku sibuk memberiku catatan dan skrinsut gambar dari internet tentang susu dan diapers untuk Dafi. Beliau tak mau aku membeli barang yang salah lagi. Ya Tuhan. Aku mirip orang bego kalau kayak gini. Hanya membeli dua benda saja, tak satu pun ada yang benar. Namira! Sampai kapan kamu menyiksaku? gerutuku. Usai balik dari supermarket, aku berencana santai sejenak di rumah mertua, mumpung anak-anak lengket dengan neneknya. Ternyata mengasuh anak-anak, meski anak sendiri cukup melelahkan. Selama ini, aku hanya sekali-sekali saja memegang mereka. Tak pernah sampai lebih dari delapan jam seperti sekarang. Kalau sudah begini, aku harus berterimakasih pada ibu-ibu yang mendedikasikan diri pada keluarga. Sungguh, mengurus rumah tangga itu luar biasa. "Ini jam berapa, Ren. Anak-anak belum mandi. Buruan pulang sana," usir ibu mertuaku. Padahal aku berniat sampai makan malam di sini. Paling tidak, aku pulang anak-anak sudah bersih dan wangi. Salahku juga, aku nggak membawakan anak

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 15 A

    Hari masih pagi. Anak-anak semua sudah wangi dan rapi. Namira pun sudah bersiap hendak pergi ke kantor. Sebelumnya, ia masih menyempatkan diri untuk sarapan denganku dan anak-anak. “Jadi, buat apa kemaren kamu bawa-bawa ponsel itu?” tanya Namira saat Dafi dan Dafa sudah dipindah ke ruang tengah, tinggal hanya aku dan Namira yang duduk di meja makan. Kupikir, dia tak akan membahas lagi, karena hari sudah siang. Mestinya dia buru-buru berangkat karena jalanan akan semakin macet. Ini malah masih sempat bertanya-tanya hal kemarin.“Mau aku jual kembali ke tokonya dik. Uangnya buat pegangan aku, Dik. Aku ngga punya uang sama sekali,” ujarku memelas. Mestinya dia berterimakasih karena aku sudah menstransfer semua gaji terakhirku. Apa Namira berubah sepertiku saat aku masih bekerja, tidak peka? Aku menunggu reaksinya. Berharap dia akan mengambil ponsel dan mentransfer sejumlah uang untuk pegangan. Tapi, rasanya harapanku sia-sia.Setelah berfikir semalaman, aku tak lagi berniat menutup mu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 15 B

    Akhirnya aku terpaksa membawa anak-anak ke café yang dijanjikan oleh Firman. Dalam hati berharap, anak-anak anteng dan tidak rewel karena tentu saja ini pertama kalinya aku tanpa Namira membawa anak-anak di tempat umum. Seepanjang jalan aku menasehati mereka agar nanti tidak rewel, menurut dan tidak minta macem-macem. Entah mereka paham atau tidak, yang jelas saat aku bicara, Dafi selalu tertawa-tawa. Mungkin, bagi bayi berumur setahun ini, dia pikir mau diajak jalan-jalan.Mau bagaimana lagi, tidak mungkin aku meninggalkan anak-anak di rumah tanpa mengawasan siapapun. Mau nitip ke mertua, malah nggak ada di tempat. Mau bikin janji lagi lain waktu, Firman susahnya minta ampun diajak ketemuan.Seperti saat di rumah mertua, aku menggendong Dafi dan menggandeng Dafa, tak lupa tas selempang ada di pundak, berjalan memasuki area mall setelah memarkir mobil. Benar juga kata kurir tadi, tak heran kalau dia menganggapku mengirimkan istri ke LN, sementara di jam kerja begini aku sibuk dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 16 A

    Hari sudah siang saat aku tiba di rumah. Anak-anak aku turunkan dari mobil setelah memarkirnya di carport depan rumah. Untung karpet dari laundry sudah diambil. Aku segera meletakkan Dafi di atas karpet dan Dafa juga ikut duduk di sana. Sementara aku, ingin beristirahat sejenak setelah menyetir dari mall ke rumah ditemani celoteh anak-anak yang tak ada habisnya, semua apa yang dilihatnya di jalan ditanyakan. Ada rasa syukur aku masih memiliki mobil, meski cicilannya belum lunas, yang dapat mengantarku membawa anak-anak. Tidak terbayang bagaimana Namira yang selama ini membawa anak-anak bersamanya dengan motor matiknya. Aku jadi merasa bersalah dengan istriku itu. Pengorbanan untukku begitu banyak. Namun aku tak pernah berterimakasih padanya. Yang ada, justru keluhan ini itu sepulang bekerja dan enggan membantunya. “Yah, lapar!” ucapan Dafa membuyarkan lamunanku. Lagi-lagi, aku lupa kalau ini sudah lewat jam makan siang. Gara-gara aku mengamuk pada Firman di cafe, aku benar-be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • PETAKA SALAH POSTING   BAB 16 B

    Karena belum ngobrol, Mama hanya membawa Dafi ke ruang tengah. Bocah itu dipangku sembari diberikan susu botol yang baru saja aku berikan tadi. Tak lama, mata Dafi sudah terpejam. Dina, adikku menidurkan Dafa di kamar. “Dafi kok jadi kurus begitu. Tiga minggu lalu pipinya masih gembul,” komentar mama., setelah meletakkan Dafi di kamar. Dina sepertinya ikut ketiduran di sebelah Dafa. “Dia ngga mau makan, Ma,” ucapku lesu. Nggak hanya takut tentang inetrogerasi nasibku, bahkan kini aku harus diinterogerasi akibat kelalaianku mengurus anak-anak selama Namira tidak di rumah. Coba kalau tadi aku tidak pergi, pasti aku lebih dimarahi karena rumah lebih mirip kapal pecah. Mungkin juga tadi selama aku di dapur, Dina sudah berinisiatif membereskan mainan Dafa yang biasanya aku biarkan hingga Namira pulang. “Ngga mau gimana. Wong lahap begini,” sahut mama ketus. Sama sekali tak mempercayai alasanku. Apalagi tadi memang terbukti aku memberinya makanan dingin, meski bukan aku sengaja.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31

Bab terbaru

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 30B (TAMAT)

    "Jadi, nggak masalah ya, nanti kami lahiran di bidan?" tanya Reno pada dokter kandungan saat periksa terakhir. "Insyaalloh, nggak papa. Ibunya sehat, bayinya sehat," ucap dokter berhijab yang masih terlihat cantik di usia kepala empat. "Malah, banyak bidan yang lebih pengalaman dari dokter spasialis." Sang dokter memberikan beberapa rekomendasi bidan, tempat rencana bersalin. "Nggak papa, kan, Dik, kamu lahiran di Bidan?" tanya Reno saat survey beberapa bidan yang direkomendasikan dokter, mertua dan juga beberapa teman yang domisili tak jauh dari mereka. "Dari dulu, aku kan nggak nuntut kamu apa-apa, Mas. Yang penting kamu tahu kewajibanmu dan sayang sama keluarga," ucap wanita yang perutnya sudah membuncit. Sebenarnya Namira tahu, yang berat dia lahiran di Bidan adalah Reno sendiri. Suaminya itu punya gengsi selangit. Meskipun sudah sering dijelaskan, namun, kalau masukan bukan dari orang yang dipercayanya, akan hanya menjadi angin lalu. Bahkan, meski dokter kandungan pun s

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 30A.

    Meski kesal, Meira akhirnya setuju melakukan transaksi dengan bantuan Irma. Namun, tidak seperti sebelumnya yang menggebu-gebu ingin membeli semua unit. Setelah Hamdani membaliknamakan kepemilikan aset ke atas nama mantan isterinya, pria itu juga menyarankan untuk membeli satu per satu saja. Rumah yang ditinggali Meira pun disarankan untuk dilepas. Karena biaya perawatannya juga lebih mahal, dibanding uang yang dimilikinya. Nanti. hasilnya Meira bisa membeli rumah yang lebih kecil dan membeli property lain untuk disewakan. Ternyata, menjadi janda dengan banyak aset, tak sebahagia yang Meira bayangkan. Bahkan, yang mendekatinya justru rata-rata pria hidung belang, atau brondong yang hanya peduli pada hartanya. Sementara, pria seperti Reno yang diincarnya, bahkan lebih memilih menghindar. Bahkan, nominal uang yang pernah ditransfernya sebagai bonus, dengan maksud mengambil hati Reni, sudah ditransfer balik.Saat Meira berusaha menemui di kantor, ada saja alasan Reno untuk melimpahkan

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 29 B

    Namira sebenarnya mempercayai ucapan suaminya. Hanya saja, dia ingin ketegasan. Agar suaminya itu benar-benar menghindar dari hal-hal yang memang remang-remang. Bukan karena tawaran yang menggiurkan, membuatnya terjerembab. "Gimana, suamimu?" Belum juga Namira duduk, Haris sudah menghampirinya. Seperti biasa, Namira datang lebih pagi. Karena naik kereta, dia tak mau berjubel jika berangkat bersamaan dengan para pekerja lainnya. "Biasa aja," sahut Namira sekedarnya. Dia sebenarnya malas dengan perhatian Haris yang sering berlebihan. "Sudahlah, kamu terima saja tawaranku. Mumpung belum ada yang isi lho." Haris menatap Namira, menunjukkan keseriusannya. Dia sudah menduga, masalah suami Namira, pasti tak jauh dari wanita. Padahal istrinya tak kurang cantik dan baik, batin Haris. "Bukan belum ada. Tapi, kamu sengaja nggak nawari ke siapa-siapa," sahut Namira. "Nah, itu tahu." Haris tersenyum puas. Dalam hati, dia masih berharap Reno akan menerima tawarannya, bagaimanapun caranya. **

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 29 A

    "Ingat ya, aku akan mencabut hak pembagian harta gono-gini." Hamdani berucap dengan geram. Hamdani tak main-main. Sebagai pengusaha, dia kenal banyak pengacara hebat. Berbisnis tak sedikit yang harus menyelesaikan masalah kadang hingga ke meja hijau jika tak menemui titik temu. Meira mendapat pembagian harta karena memang di perjanjian pra-nikah, Hamdani berjanji tidak menambah istri lagi. Ternyata, di tengah pernikahannya, pria itu terpikat dengan wanita lain dan ingin mengambil pendamping.Meira tidak setuju. Sementara sebagai istri kedua saja, Hamdani jarang bermalam di rumahnya. Pria itu lebih mementingkan istri tua. Apa kabarnya kalau pria itu punya istri baru. "Kalau Mas sampai berani, lihat saja. Aku akan kasih tahu Mbak Rumi kalau Mas Hamdani nikah lagi." Meira tahu, kalau Hamdani sangat takut dengan istri pertamanya itu. Istri yang mendampingi dari nol itu, kalau kata Hamdani, meski cinta sudah pudar, tapi sayang tetap ada. Dia bak nyawa baginya. Tanpa Rumi, hidupnya akan

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 28 B

    Hari sudah menjelang jam pulang kerja. Kesibukannya membuatnya lupa tentang Namira yang terlihat di depan rumah Meira tadi siang. Mendadak Reno merasa tak tenang. Kira-kira apa yang ada dipikiran istrinya itu tentang kejadian yang dilihatnya tadi? Ragu Reno hendak menghubungi istrinya, sekedar bertanya, apakah perlu dijemput di tempat biasa? Tapi, bukannya siang tadi istrinya ada di dekat rumah Meira. Artinya, dia sedang tidak ke kantor, bukan? Reno semakin bimbang. Kalau dia tidak bertanya, atau pura-pura tidak tahu, ya kalau Namira akan ada di stasiun, kalau tidak? "Jemput, tidak?" Saat masih bimbang, sebuah pesan masuk. Meskipun tanpa emotikon, kenapa perasaan Reno nggak enak. "Iya, jemput tempat biasa." Reno mencoba menenangkan diri, berharap tadi siang bukan Namira. Hanya halusinasinya saja. Reno tak menunggu jawaban dari istrinya. Dia langsung pamit pada Dimas dan Sisy yang masih sibuk beres-beres kantor, sebelum mereka pulang. Benar juga, Namira menunggunya di te

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 28 A

    Wajah Reno ditekuk saat dia masuk ke kantor. Sisy yang sedang fokus menghitung anggaran tak berani menyapa. Tak lama, Galih dan Andre datang. "Gimana, Bos? Jadi, nggak?" Pria itu sudah menyiapkan data-data yang diperlukan untuk urusan akta jual beli. Hanya perlu data si pembeli saja yang belum. Sementara Andre hendak menagih berkas pengajuan kredit pembelian rumah. "Kayaknya, gue mau lepas klien ini," ucap Reno sambil meneguk air mineral yang baru saja di ambil dari pantry. "Gila, kamu, Bos. Kenapa dilepas?" Galih yang sudah membayangkan dapat komisi, jadi senewen. Mata Reno menatap tajam pada dua pria seumuran yang ada di depannya. Meski baru kenal karena pekerjaan, mereka cepat akrab. Ketiganya masih satu frekuensi. "Rumit!" "Iya, rumit. Semua pekerjaan juga rumit, Bos. Kita bikin mudah aja." Andre menimpali. Dia sudah biasa menghadapi klien dengan beragam problem. "Mendingan gue dapat klien yang lain. Gue kapok sama yang ini." "Yaelah, Bro. Emang namanya bisnis, se

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 27 B.

    Reno menghentikan mobilnya di salah satu pusat digital printing yang ada di kawasan ruko tak jauh dari tempat tinggal Meira. Tas milik Meira yang berisi dokumen, dijinjing oleh Reno masuk ke ruangan berpendingin itu. "Minta dikopi masing-masing satu saja, Mas," titah Reno pada petugas fotokopi setelah mengeluarkan tas. Dengan cekatan petugas fotokopi itu menyelesaikan tugasnya. "Di depan ada restoran enak. Kita makan dulu, ya Pak Reno."Mata Reno hampir saja melotot menahan kesal. Dia masih banyak pekerjaan. Bukan seorang pengangguran yang kapan saja bisa diajak santai. Kenapa Meira memperlakukannya seperti ini. Andai Reno tak ingat pesan Firman, dalam bisnis harus luwes, ingin rasanya dia memaki. "Sabar, Bro. Kalau kelas kakap memang harus begitu." Demikian Firman menasehati. "Bro, sebaiknya kita mempekerjakan tenaga Marketing lepas aja, atau subcontract dengan marketing property," usul Reno suatu saat. "Bisa saja kita subs-kan. Tapi, marginnya besar. Kalau kamu masih bisa han

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 27A

    Meski fisiknya di kantor, tapi pikiran Namira masih tertuju pada slip transfer sejumlah uang dari seorang wanita pada suaminya. Sebenarnya, itu akan wajar jika Reno langsung berterus terang kepadanya. Yang menjadi masalah, suaminya seolah menyembunyikan sesuatu. "Kenapa, Mir? Melamun saja aku perhatiin?" tanya Meysa, rekan kerja sekaligus sekretaris Haris yang meja kerjanya tak jauh dari Namira. "Hari ini, bapak banyak kerjaan penting nggak, Mbak? Aku kayaknya mau izin," ucap Namira seraya menghampiri Meysa. Namira sudah biasa mengintip jadwal Haris dari komputer Meysa. "Sepertinya hanya pekerjaan rutin saja. Nggak ada meeting." Meyra menunjukkan jadwal Haris pada Namira. Buru-buru Namira minta izin pada Haris. "Ada apa lagi?" tanya Haris. Wajah itu terlihat cemas saat melihat Namira yang tak biasa. Meski di perjanjian awal Namira minta sewaktu-waktu bisa izin, nyatanya selama ini, Namira tak pernah menggunakan dispensasi itu. Kenapa mendadak ia izin?"Ada urusan penting." "Apa

  • PETAKA SALAH POSTING   Bab 26 B

    "Pak Reno, tolong bapak ambil dokumen ke rumah saya." Mata Reno membulat membuka pesan dari Meira. Wanita itu berani memerintahnya? Padahal dia bukan siapa-siapanya. Apa karena uang komisi dua digit, membuatnya bak laksana pesuruh, batin Reno. Hari masih pagi. Reno masih hendak sarapan dengan Namira. Sekilas Reno melihat sarapan yang cukup istimewa. Roti panggang isi sosis dan sepiring omelet serta kopi. Sebelumnya, Namira hanya menyediakan roti dengan olesan misis. "Sebaiknya ibu kirim orang saya. Pak Ali kan bisa untuk antar dokumen." Reno mulai merasa harus bersikap tegas. "Tapi, saya belum percaya sepenuhnya sama Ali. Dokumen itu terlalu berharga kalau dibawa oleh seorang supir." "Anda sendiri yang harusnya datang. Pertemuan hari ini cukup penting." Reno sudah menjadwalkan pertemuan dengan tim notaris dan juga bagian pembiayaan untuk memastikan semua pihak sepakat. "Cukup Pak Reno saja yang mewakili. Toh, saya yakin, pertemuan pertama masih pengecekan ini dan itu. Belum

DMCA.com Protection Status