Setibanya di Apartemen Artika muntah dan merasa mual. Yudika baru pulang ketika malam menjelang.
"Artika, " ketukan di pintu, ketukan lagi, tapi lebih kuat.
Artika malas sekali untuk bangun namun kemudian menemukan kekuatan untuk membuka pintu.Artika pergi keluar dan tanpa bicara sepatah kata pun menatap Yudika.
"Kamu kenapa?" Yudika masuk kedalam. Ia memeluk gadis itu.Artika meletakkan kepalanya dibahu Yudika dan mulai menangis.
"Aku merasa mual, sakit kepala dan kelelahan," sahut Artika."Artika, ada apa denganmu? Katakan padaku," kata Yudika dengan perhatian.
"Aku tidak mengerti, tapi aku merasa sangat buruk, " ujar Artika.
Artika mencoba menenangkan Yudika
"Tapi sekarang sudah lebih baik," sambungnya lagi.
Tetapi saat Artika berlari ke toilet, lagi lagi dia merasa tidak enak badan. Yudika mengejar Artika dan menunggu di luar pintu toilet.
"Ada apa denganmu?" Tanya Yudika.
Artika mendengar suara Yudika melalui pintu.
Artika keluar dari bak mandi dan menuju ke kamar.
"Sebentar," ujar Artika.Ia mengambil sesuatu dan kembali ke kamar mandi, Artika mengunci diri lagi.
Yudika tidak tenang, mengetuk pintu bilik mandi dan mencoba memahami apa yang salah dengan Artika.
Dan saat di kamar mandi, Artika smelihat dua strip pada tanda itu.
Pikirannya menjadi berkecamuk dan ketakutan. “Apa yang harus kulakukan? Aku masih ingin kuliah, dan kini..? " Artika berteriak untuk dirinya sendiri.Yudika terus mengetuk pintu.
Untuk beberapa detik, Artika mengangkat wajah yang berlinang air mata ke arah Yudika.Yudika melihat wajah Artika ketakutan, Artika menangis lebih keras lagi, menundukkan kepalanya.
Yudika mendatangi Artika memeluk dan mencium dan berbisik kepada gadis itu.
Ia melihat sesuatu ditangan Artika. Tentu saja ia tahu benda apa itu.
"'Kita akan punya bayi, bukan?" Yudika terus menenangkan Artika menarik dan memeluknya lebih erat.
"Tidak Yudika," Artika mulai histeris dan terisak,"Kita masih sekolah, bagaimana dengan sekolahku?"
Tapi Yudika tidak membiarkan Artika menyelesaikan bicaranya.
" Artika lihat aku."Yudika mengangkat wajah Artika yang berlinang air mata.
Yudika tidak memiliki rasa takut atau terkejut. Diwajahnya hanya kegembiraan dan cinta.
"Kita bisa mengatasinya, karena aku sangat mencintaimu,"
Yudika mulai mencium pipi Artika dimana air mata mengalir, hidung dan mata yang merah.
" Yudika, aku juga mencintaimu!"
Artika mulai menangis, hanya kali ini dengan kebahagiaan.
Seminggu lagi berlalu. Artika bertahan dengan penyakitnya. Artika duduk di sofa dan menonton serial tv, Lalu tertidur.
Seseorang menggendongnya, dia membuka mata dan melihat bahwa orang itu adalah Yudika.
"Kamu tertidur disofa," Yudika mulai tertawa. Yudika mencium di matanya yang setengah terbuka.
"Yudika aku benar-benar tertidur. Kamu membangunkan aku ketika bermimpi enak.'"
"Ceritakan mimpimu."
Artika mencibirkan bibirnya seperti anak kecil.'"Jadi Artika kita bisa saja pergi menemui ibumu, aku akan secara resmi melamarmu, " kata Yudika memberitahunya dengan tegas.
"Ibuku pasti belum bisa," ujar Artika."Artika, tapi aku ingin menikahimu," katanya dan berbaring di tempat tidur, berbaring di samping Artika dan mencium pelipisnya.
"Kau tahu ibuku?" Artika menahan napas.
" Dia terlalu sibuk dengan suami bulenya dan dua anak yang lahir dari mereka," Artika melepaskan sesak didadanya.
"Jadi bagaimana memberi kabar ibumu, atau bagaimana dia menghubungimu dari Amerika?"
"Dia cuma sekali sekali menelponku, bisa jadi jarang sekali."
"Tapi hidupmu senang," ujar Yudika pula.
"Kau tidak perlu bekerja mencari uang dan semuanya tersedia," kata Yudika pula.
"Ayahku sebelum meninggal mewariskan uang dan aku harus belajar investasi, deposito dan obligasi," ujar Artika pula.
"Itu juga bekerja," Artika tersenyum dengan kening berkerut.
"Lalu kenapa kamu masuk ke Akademi Perawat, seharusnya fakultas yang bergengsi begitu, " tanya Yudika lagi.
"Tadinya begitu, kedokteran seperti cita-cita ayahku. Tapi aku tidak bisa, karena aku tidak pintar matematika."
"Jadi?""Ayah sebelum meninggal ingin aku di kesehatan, membuka rumah sakit dan belajar manajemen rumah sakit. "Artika diam sebelum melanjutkan. "Aku juga suka menjadi Perawat," ujarnya."Tapi jurusannya berbeda," ujar Yudika pula.
"Nantinya kesana, aku akan belajar program studi manajemen rumah sakit," berkata lagi Artika.Yudika belum puas dengan kehidupan Artika yang sedikit rumit.
"Sebenarnya kamu tak perlu susah, ikut saja ibumu dan ayah bulemu ke Amerika."
Jadinya Artika tersenyum pahit.
"Mereka tidak suka memelihara anak tiri," ujar Artika pula lirih. Ia seperti mengenang sesuatu."Nah, sekarang kamu yang bercerita," Artika mengalihkan pembicaraan.
Yudika menelan ludah.
"Aku? Ayahku seorang mantri kesehatan. Dia menjadi Perawat setelah tamat SMP."
"Waktu dulu masih mudah untuk menjadi Perawat," kata Artika.
"Iya, bekerja di rumah sakit, namanya sekolah pengatur rawat."Kata Yudika pula. "Aku sering melihat ayah mengobat pasien, mereka belum merasa berobat kalau belum disuntik, jadi ayah sering menyuntik vitamin."Setelah itu Yudika berkata lagi.
"Aku masih saja dibiayai orang tua, mereka mengeluarkan biaya cukup besar," ujar Yudika.
"Kita bisa hidup berdua dengan uangku," kata Artika pula.
"Tidak, sama sekali tidak, aku tidak mau hidup dengan uang perempuan."
"Kalau kita sudah menikah?"
"Tetap saja tidak," kata Yudika dengan tegas.***
Setelah berbaring diam sekitar lima menit, Yudika bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.Dia pergi ke Apartemen Artika dan melihatnya di dapur.
Yudika memeluk dan mencium pipinya.
"Apa yang kamu masak,""Biasa, sebentar lagi kita makan."Sedang makan, Artika terus dengan kekhawatirannya.
"Kita masih sekolah, kita adalah anak sekolah Yudika, apakah anak ini bisa bertahan?" Artika masih saja kawatir dengan kehamilannya.
"Jangan dipikirkan, kita akan mengatasinya," kata Yudika dengan percaya diri, memeluk pinggang Artika yang masih kawatir dengan kehamilannya.
Dan bagaimana dengan ibunya? Artika bahkan tidak memberi tahu sesuatu apapun kepada ibunya.
Ibunya dengan suami bulenya dan tidak begitu peduli padanya.
Jadi dia mungkin masih tetap berahasia. kepada ibu yang disayanginya.
Dia tahu ibunya pasti setuju, tapi dia tidak akan punya waktu untuk pulang ke Indonesia .
"Artika saya ingin menikah denganmu secepatnya!" Desak Yudika.
Artika diam dan melihat ke lantai sementara Yudika tidak sabar.
"Baiklah dan terima kasih," ujar Artika.
Yudika menciumnya dengan lembut di bibir.
Jadi, mereka harus pergi segera ke kantor Agama yang akan meresmikan pernikahan mereka.
"Saya akan menata rambut dan riasannya," kata Artika.
Dia berkata dengan nada sambil tersenyum.
"Jangan menangis," ujar Yudika“Aku tidak pernah menangis sebanyak ini ?!" Kata Artika.
"Boleh saja, menangis sedih dan bahagia, itu yang kuinginkan."Artika mengenakan pakaian islami, menata rambut dan merias wajah.
Artika meninggalkan kamar, tanpa khawatir lagi.
Yudika berdiri dengan setelan biru dan kemeja putih.
Mereka meninggalkan apartemen dan dalam waktu sekitar tiga puluh menit.
Pejabat Agama itu menikahkan mereka dengan Artika setelah melafaskan kata kata pernikahan.
Dari pejabat Agama mewakili orang tua Artika sebagai wali gaib karena ayahnya sudah meninggal.Mereka resmi menjadi suami istri dan mendapatkan buku pernikahan.
Segala galanya begitu cepat, karena Yudika telah mengurusnya dengan berbagai cara.
Setelah itu mereka pulang dan resmi menjadi suami istri dan tinggal bersama.
Hari itu Artika kuliah dari seorang profesor. Disebuah ruangan kuliah umum dengan judul "War and Nursing" Perawat spesialis daerah konflik dan bencana alam berkarya, khususnya terkait dengan daerah konflik. Pada bagian awal kuliah Prof. Satami menjelaskan secara singkat mengenai konsep-konsep umum terkait kondisi perang, bencana alam, dan serangan teroris. Semua peristiwa tersebut menimbulkan jatuhnya korban, baik yang meninggal dunia maupun yang masih bisa diselamatkan. Korban yang masih hidup itulah yang menjadi fokusdalam memberikan pertolongan. Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, Prof. Satami mengingatkan, bila suatu saat memiliki kesempatan menjadi bagian tim penolong bagi korban perang maupun bencana, pastikan untuk selalu memegang teguh prinsip etik; menjadi penolong yang adil bagi semua orang; dan tidak ada diskriminasi. Keterampilan yang perlu dimiliki seorang perawat dalam kondis
Yudika memeluk, mencium dengan sungguh-sungguh, menekan lebih dekat pada tubuh Artika.Kemudian dia dengan lembut merebahkan istrinya ke tempat tidur.Yudika melepas sisa pakaian Artika. Dia mulai mencium kaki Artika, naik lebih tinggi.Yudika menatap mata Artika saat dirinya tenggelam di samping Artika di tempat tidur.Yudika mencium lagi, pertama bibir, leher, lalu turun dan terus turun. Saat Yudika mencapai perut Artika, dia dengan lembut membelai .Artika mengusap pundaknya dengan telapak tangan.Yudika bangkit lagi dan mencium bibir Artika saat dia mulai memasuki tubuh Artika dengan lembut. Artika memutar mata pada gerakannya lambat, sensual.Artika ingin lebih cepat."Lebih cepat, Yudika," teriak Artika dengan mata sayu.Tidak perlu bertanya berkali-kali, Yudika mulai bergerak lebih cepat, lebih kuat. Dengan setiap dorongan baru dalam diri Artika, erangannya menjadi semakin keras.&n
Setelah agak jauh sebelum sampai di mobil, Artika kelelahan."Yudika mari kita duduk, aku merasa pusing." Ujar Artika.Artika duduk dan melihat bayangan hitam dikepalanya. Ia merasa lemas, kemudian semuanya gelap.Artika pingsan tidak sadar diri. Ketika terbangun, dia sudah berada dirumah sakit.Ia mendengar suara Yudika."Artika, bisakah kau mendengarku?"Artika mencoba untuk membuka matanya. Semuanya menjadi jelas sekarang. Terbaring ditempat tidur.Yudika duduk di sebelahnya dan memegang tangan Artika.Gadis itu mencoba menggerakkan tangannya."Yudika, apa yang terjadi? Di mana aku? " Artika sadar dari pingsannya."Kamu sudah bangun, kamu tidak pingsan ketika berjalan." Yudika mengatakan sambil memegang wajah Artika merasakan suhu tubuhnya."Sudah semuanya baik-baik saja, aku akan menjaganya di sini," lanjut Yudika.Dokter m
Apa kabar Sarah,'?" sapa Artika kepadanya."Aku baik saja, tapi engkau lebih beruntung dariku. Kita akan lihat seberapa baik keberuntungan kamu," ujar Sarah sambil tersenyum yang sulit diartikan Artika. "Apa maksud kamu?" Tanya Artika."Apa kakek dan neneknya sudah datang?" Tanya Sarah yang membuat Artika terdiam. "Kami akan segera pulang, menemui kakek dan nenek anakku," jawab Artika. "Apakah mereka akan menerima kamu?" Lagi lagi Sarah menghunjamkan sesuatu di jantung Artika."Tentu saja, tidak akan ada kesulitan," jawab Artika pula. " Pada waktu wisuda Yudika dia pasti datang. Itu hanya beberapa bulan lagi." ujarnya lagi. "'Apakah mereka setuju?" Seru Sarah. Artika terdiam dengan berbagai perasaan yang menggumpal dalam dirinya. "Maksud kamu apa iya? Kamu merasa kami tidak diterima iya?" Artika mulai marah. "Bukan urusan kamu mencampuri hidupku," Artika mulai menunjukan perlawanan
Ciuman Andris membuatnya terkejut dalam kegembiraan yang memabukkan.Tiba tiba, pertanyaan keluar dari bibir Andris."Mengapa kamu mau kucium, pada hal kamu sudah punya suami?""Jangan tanya itu," sahut Artika.Bibir tebal Artika melengkung membentuk senyuman menggoda."Kamu menarik, " ujar Andreas pula.Dan Artika senang pria yang sangat tampan ini menganggapnya menarik."Apa pekerjaanmu? " Artika bertanya dengan nada santai." Keuangan, menghabiskan sepanjang hari di meja dan angka. Pekerjaan yang cukup membosankan."Andris masih ingat rasa bibir dan keinginan merasakan kembali kelembutan lembut tubuh wanita itu. Namun hatinya juga menolaknya .Aku tidak akan mengganggu wanita yang bersuami , jadi pulanglah," ucapan terakhir itu agak melukai Artika dalam dingin dan sejuk kamar hotel."Apa pedulimu, kalau bersuami dan sekarang dia kusebut mantan suami?""Apa?""Aku mencera
Michigan merupakan sebuah negara bagian Amerika Serikat yang terletak di bagian tengahnya. Michigan paling indah di sepanjang garis pinggir Danau Michigan dan Danau Huron. Citra perkotaan menjadi hidup dengan cakrawala kota Detroit dan denyut industri transportasi Amerika Serikat. Pemandangan dan warna Michigan pohon sakura yang mekar dan ladang lavender di musim panas menjadi pesona. Ada begitu banyak tempat indah untuk dilihat di Michigan . Tidak jauh dari tempat belajarsebuah Universitas yang memiliki rumah sakit tempat study Artika bekerja dengan para mahasiswa internasional dari seluruh dunia.Program keperawatan, dan peneliti internasional untuk menjadi bagian dari komunitas belajar study keperawatan.Dari mahasiswa doktoral pengalaman klinis di Universitas dikota itu dengan peluang pendidikan berkualitas. University Hospital adalah rumah sak
Musim dingin bukan hal yang menyenangkan bagi Artika. Ia tidak biasa dengan suhu yang sangat rendah. Wajahnya terasa kering dan kasar . Ibu Artika sudah mmengingatkan untuk memakai moisturizer dan foundation setiap malam. Walau sudah pakai krim, tetap saja di beberapa bagian terutama pipi dan sekitar dagu terasa kering. Ia membungkus dirinya dengan pakaian tebal. Itu masih ditambah lagi dengan piyama, sweater, atau baju luar lainnya. Sementara itu untuk bawahannya Artika sudah pakai legging yang nyaman. Dia memakai lagi kaos kaki. Makin tebal kaus kakinya makin bagus dirasakan oleh Artika. Ibu Artika menyuruhnya memakai bahan kulit sintetis yang lumayan tebal disertai topi wol dan ear muffs.Alat anti kebisingan Atau ear muffs itu berguna untuk meredam dinginnya telinga.Kalau pergi, ia memakai sepatu boot yang dibuat khusus untuk kondisi winter. Long boot yang bahannya dari kulit dan tera
Libur kuliah, Artika pulang dengan cepat untuk ketemu dengan anaknya Arri yang mendekat padanya. Artika memeluk si kecil itu dengan mata bercahaya. "Artika," ujar ibunya."Kamu belum bercerita banyak tentang kamu," ibu Artika menatap mata Artika ingin tahu. "Aku tidak akan kembali kepada suamiku bu," ujar Artika pendek. "Kamu meninggalkannya? Itu harus secara baik-baik," kata ibu Artika pula. Tapi Artika sangat malas membahas hal itu dengan ibunya. "Biarkan waktu yang mengaturnya bu, semuanya akan selesai dengan sendirinya," sahut Artika. "Saya disini selama 3 tahun dan ketika pulang semuanya pasti sudah selesai" "Tapi kamu belum bercerai, baiknya sebelum kesini sudah selesai" ibunya masih tidak puas. "Aku sangat benci sampai tidak terpikirkan. Memikirkannya saja membuat aku sesak." "Bagaimana dengan segala milikmu yang ada di Jakarta? Apakah kamu yakin sudah aman
Artika mengalami malam terburuk hari itu. Freddy meletakkan jarinya di bawah dagu Artika dan dengan lembut mengangkat kepala Artika sampai menatapnya.“Kamu selalu bisa memanggilku, Artika, saya tidak marah. Sebenarnya, saya senang kamu menghubungi saya. .” Freddy mengatupkan gigi."Seseorang bisa saja menyakitimu dan aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri jika itu terjadi."Artika menatapnya, dan mencoba untuk melihat jauh ke dalam diri Freddy.Kaget keluar dari bibir Artika ketika dia menyadari bahwa bibirnya ada di bibir Freddy.Artika dengan pengaruh obat, sudah sangat ingin dicium oleh Freddy.Artika meleleh dengan desahan gemetar didalam pelukan yang kuat Freddy.," Saya ingin ini. Sentuh aku, cium aku, buka bajuku, tolonglah,” suara Artika penuh permohonan.Ia menginginkan lebih jauh, menginginkan pria ini sejak lama, dan kini ia tidak tahan lagi. Menyuruh Freddy men
Tanpa menunggu untuk mendengar ajakan Alice, Freddy berbalik dan menuju mobilnya.Lokasi yang dia kirim jauh dari kota Michigan dan akan memakan waktu tiga puluh menit atau satu jam untuk sampai ke sana, bahkan tanpa lalu lintas sibuk. Tapi Artika terdengar bingung dan sedikit takut ketika dia menelepon, Jantung Freddy berdebar dengan kencang.Dia mulai meluncur di jalan-jalan Michigan. Tak lama kemudian, GPS membuat dia tiba ditempat yang yang sepi.Di mana tempat ini? Sulit dipercaya bahwa ini adalah Michigan yang biasanya terang benderang. Kini dia banyak menempuh jalan yang gelap. Freddy berhenti di tempat parkir yang penuh dengan mobil dengan cahaya berkelap-kelip. *** Tiba-tiba, napas Fredry tercekat karena ada sosok mungil berdiri di luar gudang, dan dia sendirian sedang menunggu . Itu Artika yang sedang menunggunya. Cahaya dari gudang menerangi siluetnya dan Artika t
Hari itu Laura mengajaknya ke pesta di pinggir kota di sudut sudut kota Michigan. Laura telah mencoba setiap gaun seksi dan menawarkan agar Artika juga mencobanya Artika tergoda untuk pergi. Dia melakukan hal yang sama dengan Laura. Karena tidak ada lagi, ia tidak keberatan memakai gaunnya.Laura yang seksi dan berdua memutuskan akan berpesta malam itu. Artika memakai gaun hitam yahg nyaris tidak menutupi lekuk tubuhnya. Serba terbuka. "Pakaian kamu seksi semua," kata Artika. "Pakai saja, ini pesta," kata Laura santai. Gaunnya nyaris tidak menyembunyikan buah dada Artika. Ia mau pergi karena dia tidak mau sendirian dikamar asrama. “Kenapa pesta ini harus jauh jauh?" keluh Artika ketika Laura menyebutkan suatu tempat diluar kota. “Pesta-pesta terbaik ada di sana?" jawab Laura santai. “ Saya tahu kamu ingin pergi ke
BersamaMereka makan di restoran Mc Donald dengan santai dan menghabiskan waktu melihat Adelia bermain di arena bermain. Tidak banyak permintaannya dan hanya makan di restoran cepat saji biasa pada hal ayahnya cukup kaya.Beberapa "Toy " Mc Donald dimiliki Adelia dan dia sangat senang. Satu diantaranya adalah Toy untuk anak laki-laki."Untuk siapa itu?" Tanya Artika."Untuk adik, nantinya Adelia yang akan memberikan. Siapakah nama adik?" Tanya Adelia"Arri, panggil saja Arri Yudika,"jawab Artika."Sulit juga mengeja namanya, tapi Arri aku bisa," kata Adelia tersenyum.Artika ingat dengan Arri Yudika anaknya dan hatinya merasa perih karena mengabaikannya. Ia selalu sibuk bekerja dan bepergian dan sangat jarang membawa si kecil itu ke restoran seperti ini.Jalan jalan di Michigan tidak begitu ramai dan Freddy serta sopirnya membawa mobil dengan santai.Mobil berhenti di luar rumah saat senja mulai menyelimu
Lima hari setelah itu Freddy menelpon Artika ke tempat kerja."Hai, bagaimana kamu?" Tanya Freddy Hamilton."Baik, terima kasih telah menelpon,"jawab Artika pendek."Apa kamu lupa? Kamu harus cek darah saya dan melakukan pengobatan.""Aku tidak lupa,'" jawab Artika."Aku akan datang," tambahnya."Saya akan pergi ketempat kamu kerja di bagian onkologie sambil pengecekan darah," ujar Freddy.Lalu dia berkata lagi."Ada yang ingin bertemu"Artika merasa suprise lelaki itu datang dan ada sesuatu yang berbeda saat itu.Seseorang gadis kecil datang menyertai Freddy."Anakku, sekarang aku mendapatkan hak asuhnya karena mantan istriku melepasnya.!""Apa yang terjadi?" Tanya Artika."Mantan istriku akan menikah lagi," Freddy tersenyum.Artika menatap anak itu. Seorang anak perempuan berusia 7 atau 8 tahun.Di ruang tunggu, anak perempuan itu melompat dari k
Setelah berjalan disekitar taman dengan Artika, Freddy mencoba bersikap mesra. Begitulah Freddy, dihadapan kerabat Freddy seolah-olah begitu akrab berpacaran dengan Artika Ia memegang pinggang Artika dan dia tidak siap untuk itu. Dengan sedikit kekuatan Artika menggeliat keluar dari pelukan Freddy. "Kita adalah pasangan yang sedang jatuh cinta, biar mereka melihatnya." Ujar Freddy. Freddy ingin terus memeluk Artika. Wajah Artika gemetar dengan kikuk seperti demam. Tapi Freddy menatap Artika dengan tatapannya yang gelap. Ia kini menuju rumah neneknya. Sebuah rumah yang cukup indah, dan ada keluarga lain tinggal disana. Itu adalah kerabat Freddy dari ayahnya. Nenek Freddy dilihat Artika sebagai wanita yang luar biasa! Nenek itu, berusia delapan puluhan namun lebih muda dari penampilannya. Pipinya yang sedikit kemerahan merahan. Rambut rapi dengan sentuhan yang terawat me
Makan dan minum terus berlangsung dengan banyak tamu. Layaknya seperti pesta pernikahan. Sang nyonya rumah tidak memperhatikan lagi. Para wanita dengan kegiatannya sendiri. Para pria juga. Semua orang minum sampanye. Lelaki dan wanita. Anne Hamilton suka mabuk dan memaksa Artika menemaninya minum."Sampanye bagus untuk kesehatan," kata Anne Hamilton. "Tidak memabukkan seperti wine,wisky atau vodka," bujuk Anne Artika tidak tahu itu. Dia merasa tidak apa apa minum. Artika menurut seperti para wanita itu. Teman teman Anne juga. Buih sampanye menggoda dan Artika ingin akrab dengan para wanita. Meski tidak biasa dengan gaya hidup Amerika membuat Artika mabuk. Kepalanya sakit dan mual. Ia segera kembali kekamar sebelum jatuh. Ingin tidur dan berbaring. Artika merasa malu mengakui bahwa dia mabuk. Apalagi melihat para wanita itu kelihatan biasa biasa saja. Sampanye membuat pikiran Artika berat.
"Aku akan minum air atau jus saja," kata Artika."Baiklah, minuman kamu segera datang," kata Mama Freddy yang bernama Jenie Oei.Setelah beberapa saat, sebuah gelas besar berwarna kuning, dengan sedotan, buah-buahan, berada di tangan Artika.Artika minum dengan hati-hati. Terasa sejuk di kerongkongan.Ibunya memperkenalkan dia kepada kerabat dan teman-temannya."Apakah Freddy akan menikah?" Tanya kerabatnya."Tentu saja," jawab mama Freddy cepat.Mereka menyalami Artika dengan hangat."Kamu cantik sekali, wajahmu putih bersih," puji mereka.Artika tersenyum malu, ia juga menyalami mereka dan mereka para wanita mencium pipi Artika.Artika mencoba mengingat nama dan wajah para tamu kerabat Freddy dan ibunya.Nyonya Lana Ong adalah sahabat ibunya. Anne adik perempuan Freddy. Sementara Peter adalah sepupu dari ayahnya.Banyak lag
Artika sudah berjanji membantu Freddy merawat luka. Artika yakin lelaki kaya seperti Freddy bisa mendapatkan apa saja .Ia bisa mendatangkan dokter kerumahnya.Tapi Freddy Hamilton mendesaknya."Kamu harus menyelesaikan pekerjaan kamu, bukankah itu pekerjaan sebagai perawat?""Kondisi kamu sudah membaik dan kita sudah melakukan plhebotomy.""HB saya masih tinggi iya?""Kita melakukan seminggu lagi, sesuai saran dokter kamu," ujar Artika pula."Saya akan datang membantu kamu," janji Artika."Gaji awal kamu dapat diambil," berkata lagi Fredy."Itu tidak bisa, aku belum bekerja," Artika menolaknya. "Satu lagi, kamu membantuku menghadiri ulang tahun ibuku," Fredy mengatakan dengan mata bersinar. "Maksud kamu apa Freddy?""Aku belum bercerita iya ? Ibuku orang Malaysia, China Malaysia. Ayahku telah meninggal dan ibuku selalu setia dengan ayah dengan tidak menikah lagi."A