Setibanya di Apartemen Artika muntah dan merasa mual. Yudika baru pulang ketika malam menjelang.
"Artika, " ketukan di pintu, ketukan lagi, tapi lebih kuat.
Artika malas sekali untuk bangun namun kemudian menemukan kekuatan untuk membuka pintu.Artika pergi keluar dan tanpa bicara sepatah kata pun menatap Yudika.
"Kamu kenapa?" Yudika masuk kedalam. Ia memeluk gadis itu.Artika meletakkan kepalanya dibahu Yudika dan mulai menangis.
"Aku merasa mual, sakit kepala dan kelelahan," sahut Artika."Artika, ada apa denganmu? Katakan padaku," kata Yudika dengan perhatian.
"Aku tidak mengerti, tapi aku merasa sangat buruk, " ujar Artika.
Artika mencoba menenangkan Yudika
"Tapi sekarang sudah lebih baik," sambungnya lagi.
Tetapi saat Artika berlari ke toilet, lagi lagi dia merasa tidak enak badan. Yudika mengejar Artika dan menunggu di luar pintu toilet.
"Ada apa denganmu?" Tanya Yudika.
Artika mendengar suara Yudika melalui pintu.
Artika keluar dari bak mandi dan menuju ke kamar.
"Sebentar," ujar Artika.Ia mengambil sesuatu dan kembali ke kamar mandi, Artika mengunci diri lagi.
Yudika tidak tenang, mengetuk pintu bilik mandi dan mencoba memahami apa yang salah dengan Artika.
Dan saat di kamar mandi, Artika smelihat dua strip pada tanda itu.
Pikirannya menjadi berkecamuk dan ketakutan. “Apa yang harus kulakukan? Aku masih ingin kuliah, dan kini..? " Artika berteriak untuk dirinya sendiri.Yudika terus mengetuk pintu.
Untuk beberapa detik, Artika mengangkat wajah yang berlinang air mata ke arah Yudika.Yudika melihat wajah Artika ketakutan, Artika menangis lebih keras lagi, menundukkan kepalanya.
Yudika mendatangi Artika memeluk dan mencium dan berbisik kepada gadis itu.
Ia melihat sesuatu ditangan Artika. Tentu saja ia tahu benda apa itu.
"'Kita akan punya bayi, bukan?" Yudika terus menenangkan Artika menarik dan memeluknya lebih erat.
"Tidak Yudika," Artika mulai histeris dan terisak,"Kita masih sekolah, bagaimana dengan sekolahku?"
Tapi Yudika tidak membiarkan Artika menyelesaikan bicaranya.
" Artika lihat aku."Yudika mengangkat wajah Artika yang berlinang air mata.
Yudika tidak memiliki rasa takut atau terkejut. Diwajahnya hanya kegembiraan dan cinta.
"Kita bisa mengatasinya, karena aku sangat mencintaimu,"
Yudika mulai mencium pipi Artika dimana air mata mengalir, hidung dan mata yang merah.
" Yudika, aku juga mencintaimu!"
Artika mulai menangis, hanya kali ini dengan kebahagiaan.
Seminggu lagi berlalu. Artika bertahan dengan penyakitnya. Artika duduk di sofa dan menonton serial tv, Lalu tertidur.
Seseorang menggendongnya, dia membuka mata dan melihat bahwa orang itu adalah Yudika.
"Kamu tertidur disofa," Yudika mulai tertawa. Yudika mencium di matanya yang setengah terbuka.
"Yudika aku benar-benar tertidur. Kamu membangunkan aku ketika bermimpi enak.'"
"Ceritakan mimpimu."
Artika mencibirkan bibirnya seperti anak kecil.'"Jadi Artika kita bisa saja pergi menemui ibumu, aku akan secara resmi melamarmu, " kata Yudika memberitahunya dengan tegas.
"Ibuku pasti belum bisa," ujar Artika."Artika, tapi aku ingin menikahimu," katanya dan berbaring di tempat tidur, berbaring di samping Artika dan mencium pelipisnya.
"Kau tahu ibuku?" Artika menahan napas.
" Dia terlalu sibuk dengan suami bulenya dan dua anak yang lahir dari mereka," Artika melepaskan sesak didadanya.
"Jadi bagaimana memberi kabar ibumu, atau bagaimana dia menghubungimu dari Amerika?"
"Dia cuma sekali sekali menelponku, bisa jadi jarang sekali."
"Tapi hidupmu senang," ujar Yudika pula.
"Kau tidak perlu bekerja mencari uang dan semuanya tersedia," kata Yudika pula.
"Ayahku sebelum meninggal mewariskan uang dan aku harus belajar investasi, deposito dan obligasi," ujar Artika pula.
"Itu juga bekerja," Artika tersenyum dengan kening berkerut.
"Lalu kenapa kamu masuk ke Akademi Perawat, seharusnya fakultas yang bergengsi begitu, " tanya Yudika lagi.
"Tadinya begitu, kedokteran seperti cita-cita ayahku. Tapi aku tidak bisa, karena aku tidak pintar matematika."
"Jadi?""Ayah sebelum meninggal ingin aku di kesehatan, membuka rumah sakit dan belajar manajemen rumah sakit. "Artika diam sebelum melanjutkan. "Aku juga suka menjadi Perawat," ujarnya."Tapi jurusannya berbeda," ujar Yudika pula.
"Nantinya kesana, aku akan belajar program studi manajemen rumah sakit," berkata lagi Artika.Yudika belum puas dengan kehidupan Artika yang sedikit rumit.
"Sebenarnya kamu tak perlu susah, ikut saja ibumu dan ayah bulemu ke Amerika."
Jadinya Artika tersenyum pahit.
"Mereka tidak suka memelihara anak tiri," ujar Artika pula lirih. Ia seperti mengenang sesuatu."Nah, sekarang kamu yang bercerita," Artika mengalihkan pembicaraan.
Yudika menelan ludah.
"Aku? Ayahku seorang mantri kesehatan. Dia menjadi Perawat setelah tamat SMP."
"Waktu dulu masih mudah untuk menjadi Perawat," kata Artika.
"Iya, bekerja di rumah sakit, namanya sekolah pengatur rawat."Kata Yudika pula. "Aku sering melihat ayah mengobat pasien, mereka belum merasa berobat kalau belum disuntik, jadi ayah sering menyuntik vitamin."Setelah itu Yudika berkata lagi.
"Aku masih saja dibiayai orang tua, mereka mengeluarkan biaya cukup besar," ujar Yudika.
"Kita bisa hidup berdua dengan uangku," kata Artika pula.
"Tidak, sama sekali tidak, aku tidak mau hidup dengan uang perempuan."
"Kalau kita sudah menikah?"
"Tetap saja tidak," kata Yudika dengan tegas.***
Setelah berbaring diam sekitar lima menit, Yudika bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.Dia pergi ke Apartemen Artika dan melihatnya di dapur.
Yudika memeluk dan mencium pipinya.
"Apa yang kamu masak,""Biasa, sebentar lagi kita makan."Sedang makan, Artika terus dengan kekhawatirannya.
"Kita masih sekolah, kita adalah anak sekolah Yudika, apakah anak ini bisa bertahan?" Artika masih saja kawatir dengan kehamilannya.
"Jangan dipikirkan, kita akan mengatasinya," kata Yudika dengan percaya diri, memeluk pinggang Artika yang masih kawatir dengan kehamilannya.
Dan bagaimana dengan ibunya? Artika bahkan tidak memberi tahu sesuatu apapun kepada ibunya.
Ibunya dengan suami bulenya dan tidak begitu peduli padanya.
Jadi dia mungkin masih tetap berahasia. kepada ibu yang disayanginya.
Dia tahu ibunya pasti setuju, tapi dia tidak akan punya waktu untuk pulang ke Indonesia .
"Artika saya ingin menikah denganmu secepatnya!" Desak Yudika.
Artika diam dan melihat ke lantai sementara Yudika tidak sabar.
"Baiklah dan terima kasih," ujar Artika.
Yudika menciumnya dengan lembut di bibir.
Jadi, mereka harus pergi segera ke kantor Agama yang akan meresmikan pernikahan mereka.
"Saya akan menata rambut dan riasannya," kata Artika.
Dia berkata dengan nada sambil tersenyum.
"Jangan menangis," ujar Yudika“Aku tidak pernah menangis sebanyak ini ?!" Kata Artika.
"Boleh saja, menangis sedih dan bahagia, itu yang kuinginkan."Artika mengenakan pakaian islami, menata rambut dan merias wajah.
Artika meninggalkan kamar, tanpa khawatir lagi.
Yudika berdiri dengan setelan biru dan kemeja putih.
Mereka meninggalkan apartemen dan dalam waktu sekitar tiga puluh menit.
Pejabat Agama itu menikahkan mereka dengan Artika setelah melafaskan kata kata pernikahan.
Dari pejabat Agama mewakili orang tua Artika sebagai wali gaib karena ayahnya sudah meninggal.Mereka resmi menjadi suami istri dan mendapatkan buku pernikahan.
Segala galanya begitu cepat, karena Yudika telah mengurusnya dengan berbagai cara.
Setelah itu mereka pulang dan resmi menjadi suami istri dan tinggal bersama.
Hari itu Artika kuliah dari seorang profesor. Disebuah ruangan kuliah umum dengan judul "War and Nursing" Perawat spesialis daerah konflik dan bencana alam berkarya, khususnya terkait dengan daerah konflik. Pada bagian awal kuliah Prof. Satami menjelaskan secara singkat mengenai konsep-konsep umum terkait kondisi perang, bencana alam, dan serangan teroris. Semua peristiwa tersebut menimbulkan jatuhnya korban, baik yang meninggal dunia maupun yang masih bisa diselamatkan. Korban yang masih hidup itulah yang menjadi fokusdalam memberikan pertolongan. Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, Prof. Satami mengingatkan, bila suatu saat memiliki kesempatan menjadi bagian tim penolong bagi korban perang maupun bencana, pastikan untuk selalu memegang teguh prinsip etik; menjadi penolong yang adil bagi semua orang; dan tidak ada diskriminasi. Keterampilan yang perlu dimiliki seorang perawat dalam kondis
Yudika memeluk, mencium dengan sungguh-sungguh, menekan lebih dekat pada tubuh Artika.Kemudian dia dengan lembut merebahkan istrinya ke tempat tidur.Yudika melepas sisa pakaian Artika. Dia mulai mencium kaki Artika, naik lebih tinggi.Yudika menatap mata Artika saat dirinya tenggelam di samping Artika di tempat tidur.Yudika mencium lagi, pertama bibir, leher, lalu turun dan terus turun. Saat Yudika mencapai perut Artika, dia dengan lembut membelai .Artika mengusap pundaknya dengan telapak tangan.Yudika bangkit lagi dan mencium bibir Artika saat dia mulai memasuki tubuh Artika dengan lembut. Artika memutar mata pada gerakannya lambat, sensual.Artika ingin lebih cepat."Lebih cepat, Yudika," teriak Artika dengan mata sayu.Tidak perlu bertanya berkali-kali, Yudika mulai bergerak lebih cepat, lebih kuat. Dengan setiap dorongan baru dalam diri Artika, erangannya menjadi semakin keras.&n
Setelah agak jauh sebelum sampai di mobil, Artika kelelahan."Yudika mari kita duduk, aku merasa pusing." Ujar Artika.Artika duduk dan melihat bayangan hitam dikepalanya. Ia merasa lemas, kemudian semuanya gelap.Artika pingsan tidak sadar diri. Ketika terbangun, dia sudah berada dirumah sakit.Ia mendengar suara Yudika."Artika, bisakah kau mendengarku?"Artika mencoba untuk membuka matanya. Semuanya menjadi jelas sekarang. Terbaring ditempat tidur.Yudika duduk di sebelahnya dan memegang tangan Artika.Gadis itu mencoba menggerakkan tangannya."Yudika, apa yang terjadi? Di mana aku? " Artika sadar dari pingsannya."Kamu sudah bangun, kamu tidak pingsan ketika berjalan." Yudika mengatakan sambil memegang wajah Artika merasakan suhu tubuhnya."Sudah semuanya baik-baik saja, aku akan menjaganya di sini," lanjut Yudika.Dokter m
Apa kabar Sarah,'?" sapa Artika kepadanya."Aku baik saja, tapi engkau lebih beruntung dariku. Kita akan lihat seberapa baik keberuntungan kamu," ujar Sarah sambil tersenyum yang sulit diartikan Artika. "Apa maksud kamu?" Tanya Artika."Apa kakek dan neneknya sudah datang?" Tanya Sarah yang membuat Artika terdiam. "Kami akan segera pulang, menemui kakek dan nenek anakku," jawab Artika. "Apakah mereka akan menerima kamu?" Lagi lagi Sarah menghunjamkan sesuatu di jantung Artika."Tentu saja, tidak akan ada kesulitan," jawab Artika pula. " Pada waktu wisuda Yudika dia pasti datang. Itu hanya beberapa bulan lagi." ujarnya lagi. "'Apakah mereka setuju?" Seru Sarah. Artika terdiam dengan berbagai perasaan yang menggumpal dalam dirinya. "Maksud kamu apa iya? Kamu merasa kami tidak diterima iya?" Artika mulai marah. "Bukan urusan kamu mencampuri hidupku," Artika mulai menunjukan perlawanan
Ciuman Andris membuatnya terkejut dalam kegembiraan yang memabukkan.Tiba tiba, pertanyaan keluar dari bibir Andris."Mengapa kamu mau kucium, pada hal kamu sudah punya suami?""Jangan tanya itu," sahut Artika.Bibir tebal Artika melengkung membentuk senyuman menggoda."Kamu menarik, " ujar Andreas pula.Dan Artika senang pria yang sangat tampan ini menganggapnya menarik."Apa pekerjaanmu? " Artika bertanya dengan nada santai." Keuangan, menghabiskan sepanjang hari di meja dan angka. Pekerjaan yang cukup membosankan."Andris masih ingat rasa bibir dan keinginan merasakan kembali kelembutan lembut tubuh wanita itu. Namun hatinya juga menolaknya .Aku tidak akan mengganggu wanita yang bersuami , jadi pulanglah," ucapan terakhir itu agak melukai Artika dalam dingin dan sejuk kamar hotel."Apa pedulimu, kalau bersuami dan sekarang dia kusebut mantan suami?""Apa?""Aku mencera
Michigan merupakan sebuah negara bagian Amerika Serikat yang terletak di bagian tengahnya. Michigan paling indah di sepanjang garis pinggir Danau Michigan dan Danau Huron. Citra perkotaan menjadi hidup dengan cakrawala kota Detroit dan denyut industri transportasi Amerika Serikat. Pemandangan dan warna Michigan pohon sakura yang mekar dan ladang lavender di musim panas menjadi pesona. Ada begitu banyak tempat indah untuk dilihat di Michigan . Tidak jauh dari tempat belajarsebuah Universitas yang memiliki rumah sakit tempat study Artika bekerja dengan para mahasiswa internasional dari seluruh dunia.Program keperawatan, dan peneliti internasional untuk menjadi bagian dari komunitas belajar study keperawatan.Dari mahasiswa doktoral pengalaman klinis di Universitas dikota itu dengan peluang pendidikan berkualitas. University Hospital adalah rumah sak
Musim dingin bukan hal yang menyenangkan bagi Artika. Ia tidak biasa dengan suhu yang sangat rendah. Wajahnya terasa kering dan kasar . Ibu Artika sudah mmengingatkan untuk memakai moisturizer dan foundation setiap malam. Walau sudah pakai krim, tetap saja di beberapa bagian terutama pipi dan sekitar dagu terasa kering. Ia membungkus dirinya dengan pakaian tebal. Itu masih ditambah lagi dengan piyama, sweater, atau baju luar lainnya. Sementara itu untuk bawahannya Artika sudah pakai legging yang nyaman. Dia memakai lagi kaos kaki. Makin tebal kaus kakinya makin bagus dirasakan oleh Artika. Ibu Artika menyuruhnya memakai bahan kulit sintetis yang lumayan tebal disertai topi wol dan ear muffs.Alat anti kebisingan Atau ear muffs itu berguna untuk meredam dinginnya telinga.Kalau pergi, ia memakai sepatu boot yang dibuat khusus untuk kondisi winter. Long boot yang bahannya dari kulit dan tera
Libur kuliah, Artika pulang dengan cepat untuk ketemu dengan anaknya Arri yang mendekat padanya. Artika memeluk si kecil itu dengan mata bercahaya. "Artika," ujar ibunya."Kamu belum bercerita banyak tentang kamu," ibu Artika menatap mata Artika ingin tahu. "Aku tidak akan kembali kepada suamiku bu," ujar Artika pendek. "Kamu meninggalkannya? Itu harus secara baik-baik," kata ibu Artika pula. Tapi Artika sangat malas membahas hal itu dengan ibunya. "Biarkan waktu yang mengaturnya bu, semuanya akan selesai dengan sendirinya," sahut Artika. "Saya disini selama 3 tahun dan ketika pulang semuanya pasti sudah selesai" "Tapi kamu belum bercerai, baiknya sebelum kesini sudah selesai" ibunya masih tidak puas. "Aku sangat benci sampai tidak terpikirkan. Memikirkannya saja membuat aku sesak." "Bagaimana dengan segala milikmu yang ada di Jakarta? Apakah kamu yakin sudah aman