"Flo, bagaimana pekerjaanmu?" tanya Sani yang tidak lain rekan penari Flora sekaligus sahabat dekatnya.
"Hm begitulah, lancar saja." jawab Flora santai sembari menghitung beberapa uang lembar yang menjadi upahnya menari. "Loe yakin mau sumbangin uang itu ke panti sedangkan loe butuh uang juga kan untuk bayar kontrakan?" tanya Sani heran melihat Flora yang selalu rutin memberi sumbangan ke salah satu panti yang sering dikunjunginya. Dia saja yang lebih berkecukupan dari Flora tidak ada niat seperti Flora yang malah keadaannya serba kekurangan. "Seperti biasa San." sahut Flora acuh. Dia lalu berdiri mengambil tasnya dan hendak ingin pulang ke kontrakannya. "Lalu gimana uang kontrakan loe?" tanya Sani mempertanyakan bagaimana Flora akan membayar cicilan kontrakannya. Flora berbalik menatap sahabatnya dengan senyuman tipis karena lelah, bahkan pakaiannya saja masih berpakaian kebaya. "Loe lupa kalau gue juga bekerja sebagai pelayan?" tanya Flora mengingatkan sahabatnya kembali jika dia punya kerja sampingan juga. "Gue hampir lupa." cengir Sani. "Loe mau pulang ya?" tanya Sani sembari mengejar langkah Flora yang mulai menjauh dari ruangan penari mereka. "Ini udah malem banget, ya gue pulanglah." jawab Flora ketus karena sahabatnya ini sangat banyak bertanya. "Loe dianterin putra aja, lumayan naik mobil loh." ucap Sani tersenyum menggoda. Putra adalah pemilik dari usaha penari ini. Semua orang sudah tau jika dia menyukai Flora, hanya saja Flora tidak membalas cinta dari putra. Padahal, putra adalah seorang pria dewasa yang mapan dan belum pernah menikah. Bagi orang orang, Flora adalah wanita bodoh yang menolak cinta dari putra. "Mending loe aja deh!" jawab Flora malas dan langsung berjalan kembali meninggalkan Sani. Sani lalu langsung mengejar kembali langkah Flora dan berhasil menghentikannya kembali. "Loe itu kenapa sih? Kenapa loe terus nolak dia? Loe bodoh tau gak! Loe cape cape kerja kaya gini padahal yang mau sama loe itu banyak, terutama putra yang kaya raya. Kalau gue jadi loe, gue pasti terima cinta dia." jelas Sani mulai meninggikan suaranya. Bukan maksud apapun sebenarnya, dia hanya merasa kasihan kepada sahabatnya ini yang setiap hari harus banting tulang demi hidupnya. Dia hanya kasihan! "Loe mau sama dia? Ambil aja, gue gak butuh Sani! Gue udah berulang kali bilang, gue gak mau sama dia! Dia emang kaya raya dan tampan, tapi dia pemain wanita Sani. Dia bukan pria yang baik sebenernya." sahut Flora tak kalah dari Sani. Dia juga meninggikan suaranya untuk membuat sahabatnya ini sadar. Baginya, Putra memang tampan dan kaya, namun dia seorang pemain wanita di luar sana. Dan, memang begitulah kenyataannya! Sani terdiam tidak bisa berkutik. Dia juga sebenarnya tau itu, tapi entah kenapa dia masih mendukung Flora dengan Putra. "Maksud gue i..." "Udah ya Sani, gue cape! Gue pulang dulu!" sela Flora dan langsung meninggalkan Sani yang terdiam mematung. * Flora pulang menaiki bus yang masih berlewatan. Hari memang sudah gelap, namun belum terlalu larut. Dari simpan jalan raya, Flora masih harus berjalan sedikit untuk memasuki sebuah lorong kecil. Kontrakannya memang sangat terpencil. Bahkan, mobil saja tidak bisa lewat. Asal murah saja, pikirnya! "Eh ibu murni, kok di luar malam malam begini Bu?" tanya Flora kepada ibu pemilik kontrakannya yang tidak sengaja bertemu dengan flora dengan menggandeng sebuah plastik putih berisi makanan ringan. "Ibu habis beli ini." jawab murni sembari menunjukkan plastik yang ada di tangannya. "Oh begitu, yasudah Flora masuk dulu ya Bu." ucap Flora sopan. "Tunggu dulu!" tahan murni. "Ada apa Bu?" tanya Flora. "Uang kontrakan sudah ada kan? Besok ibu ambil ya." ujar murni mengingatkan Flora. Flora tersenyum kecut sembari menghela nafas. "Sudah ada bu, besok saya akan kasih." jawab Flora tersenyum ramah sekarang. "Bagus deh, yaudah ibu pergi dulu ya, jangan lupa besok!" ujar murni sebelum akhirnya pergi meninggalkan Flora yang masih terdiam mematung. "Setiap gajian, uangnya pasti langsung habis. Gue gak sempet sempet beli kebaya baru untuk menari." gumam Flora dengan helaan nafas beratnya. Memang, dari dulu Flora bermimpi ingin membeli kebaya impiannya. Hanya saja, setiap dia memiliki uang, uangnya pasti langsung habis untuk kebutuhannya sehari hari terutama untuk bayar kontrakan. Flora berbalik menatap kontrakan kecil yang menjadi tempatnya berteduh. Kontrakan kecil yang berwarna putih pudar, bahkan catnya saja sudah terkelupas. Namun, Flora sudah menempati kontrakan ini selama 5 tahun. Dia sudah terbiasa dengan suasananya. Flora sekarang tinggal sebatang kara. Dia sebenarnya sedari kecil sudah hidup bersama neneknya namun beberapa tahun yang lalu, neneknya sudah meninggal sehingga dia harus hidup sendiri. Orang tua? Dia tidak tau seperti apa dan dimana orang tuanya. Apa dia masih punya orang tua? Entahlah, dia tidak tau. Dia sedari kecil tidak tau apapun tentang orang tuanya. Flora memasuki kontrakan itu dengan tenang. Membersihkan dirinya seperti biasa dan merapikan kembali kontrakan serta membersihkannya agar tidak banyak debu karena dia sering meninggali kontrakannya untuk bekerja. Setelah selesai melakukan itu semua, Flora lalu langsung merebahkan dirinya di kasur tipis dengan selimut yang tipis pula. Dia menatap kembali langit langit kamar yang lusuh. "Sampai kapan seperti ini terus?" tanyanya tanpa sadar. Pertanyaan yang hampir setiap hari dia pertanyakan. Flora sebenarnya adalah wanita yang rapuh. Dia sebenarnya sudah sangat lelah menjalani hidupnya yang tidak menentu, namun mau harus bagaimana? Dia hidup saja baginya sudah bersyukur. Dia hanya perlu belajar untuk bisa bertahan dalam setiap situasi. "Semoga ada hari hari baik kedepannya." gumamnya sebelum akhirnya matanya terpejam dengan nafas yang teratur. Dia sudah tertidur! * "Ada apa put?" tanya Flora menatap Putra yang berada di hadapannya. Dia menatap pria itu dengan tatapan malas. "Ada yang ingin gue bicarakan." ujar Putra santai. "Apa itu put?" tanya Sani antusias yang berada di samping Flora. "Kita ada job lagi. Dan kali ini, job nya bener bener wah!" ujar Putra semangat. Dia memainkan tangannya senang."Benarkah?" tanya Sani antusias.Flora juga sedikit kaget mendengarnya karena putra biasanya tidak pernah terlalu semangat seperti ini."Job apa sampe loe semangat kaya gini?" tanya Flora langsung. Dari gaya bicaranya, kita bisa tau kalau dia tidak menyukai putra. Dan, memang begitulah kenyataannya."Club penari kita udah terkenal banget, apalagi loe. Banyak yang suka sama gaya menari loe. Dan job yang gue maksud adalah perusahaan Paradise yang terkenal itu akan pakai club penari kita untuk mengisi acara penting mereka. Jadi gue mau loe yang akan menjadi ketuanya." ujar Putra semangat antusias."Loe serius!" kaget Sani menganga tidak percaya."Ngapain gue bohong. Gimana Flo?" tanya putra menatap Flora yang diam saja."Yaudah terima aja, tapi gimana dengan Reta?" tanya Flora mengingat Reta atau lebih tepatnya adalah Areta. Dia mempunyai kedudukan yang sama seperti Flora di club penari mereka."Gue udah bilang sama dia, tapi katanya dia mau tolak untuk job ini. Dia kebetulan ada di luar
Acara berjalan dengan lancar. Sekarang, semua anggota club' penari Flora sedang berada di dalam ruangan yang disediakan untuk mereka."Acaranya tadi sangat meriah. Sepertinya, banyak yang menyukainya tarian dari club' kita." ujar putra mengingat bagaimana tarian dari club' mereka mendapat banyak sorakan kagum. Flora dan Sani hanya tersenyum mengangguk sembari meneguk botol air minum milik mereka."Permisi." ucap seseorang yang memasuki ruangan mereka. Seorang pria tampan dan terlihat gagah dengan jas putih yang dia pakai.Putra dan rekannya sontak berdiri karena sadar siapa seseorang yang datang ini. Ya, dia adalah tangan kanan pemilik perusahaan. Dia juga yang mengundang club' penari mereka."Ada apa tuan?" tanya putra sopan."Ah tidak ada, saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya mewakili perusahaan sangat menyukai tampilan penari kalian." jawab pria itu tersenyum ramah."Tentu saja tuan, penari penari kami tidak pernah gagal." sahut Putra bangga dan percaya diri. Pria itu hanya men
"Kalian ternyata sudah datang, yasudah jika begitu masuklah ke ruangan yang akan ditunjukkan, pemilik perusahaan ini sudah menunggu untuk mewawancarai kalian sebentar." ucap Vandes menatap dua wanita didepannya, Flora dan Areta."Wawancara?" tanya Areta kaget.Vandes membuang muka karena suara Areta yang cukup mengganggu telinganya."Ma..maaf tuan, saya hanya kaget saja." ucap Areta ragu."Iya, kalian akan diwawancarai. Sekarang pergilah, seseorang akan menunjukkan ruangannya."Setelahnya, Flora dan Areta langsung berjalan dengan seorang wanita cantik yang memandu jalan mereka. Ditengah tengah perjalanan, Areta berdecak kesal berbisik kepada flora."Loe kok gak bilang sih kalau harus diwawancarai, loe tau gue paling gak bisa kayak gitu. Loe sengaja ya!" bisik Areta kesal.Flora memutar bola mata malas."Gue juga gak tau Areta, ribet banget sih loe!" tekan Flora berbisik juga. Areta hanya bisa diam menahan kekesalannya."Ini ruangan tuan muda, kalian masuklah. Tapi saya beri saran, jan
Flora menatap sekeliling bingung. Karena tidak menjawab, Vandes ikut menatap sekeliling, dan ternyata dia sudah tau alasannya."Ahh saya tau." ucap Vandes tersenyum tipis."Hehe.""Yasudah ayo pergi, aku akan memberimu makanan nanti." ucap Vandes dan langsung melangkah pergi, Flora langsung ikut cepat cepat pergi.Jam kerja kembali berlangsung. Sekarang, flora dan Areta sedang berdua untuk membahas kontraknya."Flora!" ucap Areta dengan nada kesal."Hm." sahut Flora cuek sembari terus membaca lembaran di tangannya."Loe kok bisa bersama tuan Vandes?" tanya Areta tidak suka."Oh itu, dia tadi ingin menunjukkan tempat kantin, aku kan tidak tau dimana tempatnya, dan kau meninggalkanku bukan?" jawab Flora tersenyum tidak merasa bersalah.Areta berdecak kesal karena flora yang sangat santai. Dia tidak menyukai flora bersama tuan Vandes. Sekarang, keinginan Areta sudah berubah."JIKA TIDAK BISA MENDAPATKAN TUAN VEEKIT, HARUS MENDAPATKAN TUAN VANDES. MEREKA JUGA SEPUPU." batin Areta.*"Ada
Tiba tiba, satu mobil mewah menghampirinya. Flora menyipitkan mata karena merasa silau dengan lampu mobil itu. "Flora." ucap salah satu pria yang keluar dari mobil itu.Flora mulai membuka matanya seperti biasanya karena lampu mobil yang sudah mati. Dia bisa menatap dengan jelas siapa orang yang menghampirinya."Tuan" gumam flora menundukkan badannya hormat."Kamu ngapain malam malam berdiri di sini?" tanya Vandes."Saya baru saja selesai bekerja tuan." ucap Flora ragu. Dia takut dia akan dimarahi karena Bekerja di luar jam kerja. Dia memejamkan matanya menunduk."Astaga flora, kamu kerja apa sampai jam segini pulangnya? Trus dimana rekanmu yang satu lagi?" tanya Vandes menggeleng tidak percaya. Sumentara Veekit hanya diam di samping Vandes dengan menyimak apa yang dibicarakan sepupunya dengan satu penari yang baru dipekerjakan ini.Ya, Veekit dan Vandes memang kebetulan baru saja pulang karena menyelesaikan beberapa pekerjaan mereka."Saya hanya berpikir untuk menyelesaikan lembaran
"Wanita itu?" gumamnya heran melihat rekan penari Flora yang tidak lain adalah Areta sedang bersantai sembari memainkan ponselnya dengan kaki yang terangkat di meja.Veekit menggeleng tidak percaya lalu langsung berjalan kembali ke arah ruangan Vandes.Sesampainya di depan ruangan Vandes, tanpa menunggu lama Veekit langsung memasukinya setelah lebih dulu membuka pintu ruangan yang tidak terkunci.Veekit terdiam mematung saat melihat Vandes sedang bersama Flora berduaan dengan jarak yang cukup dekat. Dua insan itu pun cukup kaget akan kedatangan Veekit yang secara tiba tiba."Veekit?" gumam Vandes langsung berdiri.Sadar akan situasi, flora memilih izin keluar takut menganggu dua orang penting di dekatnya ini."Saya permisi tuan, saya harus kembali bekerja." ucap Flora menunduk lalu langsung segera menjauh pergi.Setelah kepergian flora, Veekit langsung menduduki kursi sofa yang berada di dekat jendela besar yang juga transparan."Ada apa Veekit?" tanya Vandes mendekati Veekit."Tidak
"Dimana ruangannya?" tanya Sani merasa gugup saat Flora akan menghantarkannya menghadap bossnya yang tidak lain adalah Vandes sendiri."Sebentar." sahut flora mengulum senyum sambil terus berjalan membawa Sani ke arah ruangan Vandes."Nah, ini dia." ucap Flora berhenti tepat di depan ruangan besar yang masih tertutup."Ini ruangannya?" tanya Sani memastikan. Flora mengangguk tersenyum lebar."Yasudah ayo temani gue." ujar Sani sembari meraih tangan Flora.Flora terdiam."Gue ikut masuk?" tanya Flora menatap Sani ragu."Ya iyala, gue mana berani. Didalam gue mau bilang apa?" sahut Sani memutar bola mata malas."Ya tapi..."Ucapan mereka terhenti saat seorang wanita berpakaian rapi dan cantik menghampiri mereka."Permisi, saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya nona flora dipanggil oleh tuan Veekit keruangannya." ucap wanita itu tersenyum ramah. Flora membalas senyuman ramah wanita itu namun Sani hanya diam dengan linglung."Sekarang ya?" tanya Flora lembut."Iya, saat ini juga nona, t
Diperjalanan, hanya ada keheningan selain suara mesin mobil yang terdengar. Tidak ada pembicaraan antara Flora dan Veekit."Apakah masih jauh tuan?" tanya Flora memecah keheningan. Dia juga mengumpulkan banyak keberanian hanya untuk mengatakan itu. Flora bertanya seperti itu karena mereka sudah menempuh perjalanan hampir setengah jam."Tidak." jawab Veekit dengan datar tanpa menatap Flora.Flora yang mendengarnya hanya terdiam tanpa menyahut kembali. Dia hanya melirik sesekali Veekit."Kau menyukaiku sehingga terus melirikku?" tanya Veekit tiba tiba. Flora yang mendengarnya menjadi gugup dan langsung membuang muka kearah jalanan. Dia seperti pencuri yang tertangkap basah.Akhirnya, menempuh perjalanan sekitar 10 menit setelah pertanyaan flora, akhirnya mereka sampai juga. Mereka sampai di sebuah gedung megah tempat perkumpulan orang orang penting.Flora turun dari mobil dengan cepat dan langsung mengikuti langkah lebar Veekit yang langsung berjalan cepat memasuki gedung itu. Flora ham