"Kalian ternyata sudah datang, yasudah jika begitu masuklah ke ruangan yang akan ditunjukkan, pemilik perusahaan ini sudah menunggu untuk mewawancarai kalian sebentar." ucap Vandes menatap dua wanita didepannya, Flora dan Areta.
"Wawancara?" tanya Areta kaget. Vandes membuang muka karena suara Areta yang cukup mengganggu telinganya. "Ma..maaf tuan, saya hanya kaget saja." ucap Areta ragu. "Iya, kalian akan diwawancarai. Sekarang pergilah, seseorang akan menunjukkan ruangannya." Setelahnya, Flora dan Areta langsung berjalan dengan seorang wanita cantik yang memandu jalan mereka. Ditengah tengah perjalanan, Areta berdecak kesal berbisik kepada flora. "Loe kok gak bilang sih kalau harus diwawancarai, loe tau gue paling gak bisa kayak gitu. Loe sengaja ya!" bisik Areta kesal. Flora memutar bola mata malas. "Gue juga gak tau Areta, ribet banget sih loe!" tekan Flora berbisik juga. Areta hanya bisa diam menahan kekesalannya. "Ini ruangan tuan muda, kalian masuklah. Tapi saya beri saran, jangan membuat kesalahan di hadapannya dan berlaku dengan sangat sopan." ucap wanita itu tegas. "Baik kak, terimakasih." ucap Flora tersenyum ramah. Wanita itu mengangguk lalu langsung pergi meninggalkan mereka di depan ruangan yang cukup berbeda dengan ruangan lainnya. Ruangan ini berbeda sendiri dari ruangan lainnya. Intinya, sangat megah. "Ayo masuk!" "Loe harus bantu gue, flora!" Ceklek... "Permisi tuan." ucap Flora menatap pria yang duduk di kursi putar membelakangi mereka. Mendengar suara, pria itu langsung berbalik menggunakan kursi putarnya. Flora menelan ludahnya kasar melihat pria yang menjadi bossnya adalah pria yang disukai pada malam hari semalam. Areta juga tidak kalah kaget. Bahkan, ketampanan pacarnya tidak ada apa apanya dengan ketampanan pria yang ada di hadapannya ini. Pria itu berdehem melihat tatapan dari dua wanita yang ada di hadapannya. Dia cukup risih. Dia menatap Flora dan Areta dengan datar. "Kalian penari itu?" tanyanya dingin. Saat Flora ingin menjawab, Areta lebih dulu menjawab dengan semangat. "Benar sekali tuan!" ucap Areta semangat. "Silahkan duduk." ucapnya melirik kursi dua yang berada di hadapannya. Areta langsung saja mendekat dan duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan pria itu. Sementara flora hanya menggeleng dengan tingkah rekan penarinya ini. Dia sudah bisa menebak kalau Areta pasti menyukai pria yang bisa dikatakan dia sukai juga. Flora hanya tidak habis pikir bagaimana Areta bisa menyukai pria yang bukan pacarnya. Flora langsung ikut duduk disampingnya Areta. Areta melebarkan mata kagum setelah melihat lebih dekat wajah pria yang menjadi bosnya ini. "Saya tidak menyukai tatapanmu!" ucap Pria itu tegas dan dingin. Areta langsung menelan ludahnya pahit merasakan aura bosnya yang sangat menyeramkan. "Saya tidak memanggil kalian ke sini untuk menatapi saya." ucapnya lagi dingin. Flora dan Areta langsung menunduk takut. "Kalian sudah tau penawaran yang dibuat oleh tuan Vandes?" tanya Pria itu. Areta diam menunduk dengan kebingungannya. Dia memang belum mengetahui siapa Vandes karena dia tidak ikut perkenalan semalam. Flora yang paham langsung mengangkat kepalanya dan menatap mata tuannya. "Sudah tuan." jawabnya pelan. Mata mereka bertemu. Tangan Flora rasanya berkeringat dingin. "Apa dia mengingatku?" batin Flora bertanya tanya. "Bagus." ucap singkat pria itu. "Apa kalian sudah mengetahui siapa saya?" tanyanya lagi. "Sudah, bos pemilik perusahaan ini kan?" tanya Areta semangat. "Kamu?" tanya pria itu menatap Flora dan mengabaikan pertanyaan Areta. "Saya mengenal tuan sebagai pemilik perusahaan ini, tapi saya belum mengetahui nama tuan." jawab Flora. Pria itu mengangguk pelan. Dia tersenyum tipis dan tidak terlihat. "Saya pemilik perusahaan ini. Nama saya Veekit. Dan tuan Vandes adalah tangan kanan saya sekaligus sepupu kandung saya." ucapnya tegas. Flora mengangguk mengerti. "Saya Areta tuan." ucap Areta memberikan tangan kanannya semangat. "Sekali lagi kamu bertindak lancang, saya akan mengusir mu." tegas Veekit dingin menatap Areta. Areta terdiam menarik kembali tangannya dan menunduk. Nyalinya benar benar menciut. Jam istirahat telah tiba. Flora dan Areta berpencar untuk beristirahat. Areta entah kemana perginya, sedangkan flora memilih mencari kantin. Sehabis diwawancarai sebentar, mereka dipinta untuk membaca banyak lembaran peraturan dan lembaran penting mengenai pekerjaan mereka. Mereka harus mengerti semua isinya. "Dimana kantinnya?" gumam flora sembari terus berjalan mengelilingi gedung kantor. "Mau bertanya, tapi aku malu." gumamnya lagi merutuki dirinya sendiri yang terlalu pemalu. "Hei." sapa seseorang dari arah belakang. Flora berbalik ke arah suara. "Tuan Vandes." gumam Flora heran. Vandes tersenyum tipis sembari mulai berjalan mendekati Flora. "Kamu ngapain ke arah sini?" tanya Vandes mengerutkan keningnya heran. Sebab arah yang dijalani flora adalah jalan menuju belakang gedung. Tentu saja Vandes bertanya tanya. Flora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari cengesan. "Saya ingin ke kantin tuan, tetapi saya tidak tau tempatnya berada." ucapnya ragu. Vandes mengangguk memahami dan memaklumi. "Ternyata kamu mau ke kantin. Yasudah biar ku antar kan, tapi dimana rekanmu itu?" tanya Vandes menatap ke sekeliling. "Kami tidak sama tuan." "Kenapa begitu?" tanyanya lagi. "Hehe, kami memang tidak terlalu dekat." jawab Flora pelan. "Saya mengerti, yasudah ayo biar ku antarkan." "Terimakasih tuan." "Emm." Di kantin, semua orang berbisik heboh. Pasalnya, seseorang yang baru saja bergabung di perusahaan ternama ini bisa bisanya dekat dengan salah satu orang terpenting di perusahaan ini. "Lihatlah dia, hebat sekali bisa dekat dengan tuan Vandes." bisik satu. "Ganjen sekali wanita itu, dia kan orang baru disini." bisik dua. "Flora!" gumam Areta yang juga berada di kantin dengan melebarkan matanya kaget. Flora yang peka akan situasi menjadi berbalik menjauhi kantin. Dia tau sekarang dia menjadi pusat perhatian. "Tuan, saya lebih baik kembali saja." ucap Flora pelan. "Ada apa? Bukankah kau mengatakan kau ingin ke kantin?" tanya Vandes kaget melihat perubahan Flora yang secara tiba tiba.Flora menatap sekeliling bingung. Karena tidak menjawab, Vandes ikut menatap sekeliling, dan ternyata dia sudah tau alasannya."Ahh saya tau." ucap Vandes tersenyum tipis."Hehe.""Yasudah ayo pergi, aku akan memberimu makanan nanti." ucap Vandes dan langsung melangkah pergi, Flora langsung ikut cepat cepat pergi.Jam kerja kembali berlangsung. Sekarang, flora dan Areta sedang berdua untuk membahas kontraknya."Flora!" ucap Areta dengan nada kesal."Hm." sahut Flora cuek sembari terus membaca lembaran di tangannya."Loe kok bisa bersama tuan Vandes?" tanya Areta tidak suka."Oh itu, dia tadi ingin menunjukkan tempat kantin, aku kan tidak tau dimana tempatnya, dan kau meninggalkanku bukan?" jawab Flora tersenyum tidak merasa bersalah.Areta berdecak kesal karena flora yang sangat santai. Dia tidak menyukai flora bersama tuan Vandes. Sekarang, keinginan Areta sudah berubah."JIKA TIDAK BISA MENDAPATKAN TUAN VEEKIT, HARUS MENDAPATKAN TUAN VANDES. MEREKA JUGA SEPUPU." batin Areta.*"Ada
Tiba tiba, satu mobil mewah menghampirinya. Flora menyipitkan mata karena merasa silau dengan lampu mobil itu. "Flora." ucap salah satu pria yang keluar dari mobil itu.Flora mulai membuka matanya seperti biasanya karena lampu mobil yang sudah mati. Dia bisa menatap dengan jelas siapa orang yang menghampirinya."Tuan" gumam flora menundukkan badannya hormat."Kamu ngapain malam malam berdiri di sini?" tanya Vandes."Saya baru saja selesai bekerja tuan." ucap Flora ragu. Dia takut dia akan dimarahi karena Bekerja di luar jam kerja. Dia memejamkan matanya menunduk."Astaga flora, kamu kerja apa sampai jam segini pulangnya? Trus dimana rekanmu yang satu lagi?" tanya Vandes menggeleng tidak percaya. Sumentara Veekit hanya diam di samping Vandes dengan menyimak apa yang dibicarakan sepupunya dengan satu penari yang baru dipekerjakan ini.Ya, Veekit dan Vandes memang kebetulan baru saja pulang karena menyelesaikan beberapa pekerjaan mereka."Saya hanya berpikir untuk menyelesaikan lembaran
"Wanita itu?" gumamnya heran melihat rekan penari Flora yang tidak lain adalah Areta sedang bersantai sembari memainkan ponselnya dengan kaki yang terangkat di meja.Veekit menggeleng tidak percaya lalu langsung berjalan kembali ke arah ruangan Vandes.Sesampainya di depan ruangan Vandes, tanpa menunggu lama Veekit langsung memasukinya setelah lebih dulu membuka pintu ruangan yang tidak terkunci.Veekit terdiam mematung saat melihat Vandes sedang bersama Flora berduaan dengan jarak yang cukup dekat. Dua insan itu pun cukup kaget akan kedatangan Veekit yang secara tiba tiba."Veekit?" gumam Vandes langsung berdiri.Sadar akan situasi, flora memilih izin keluar takut menganggu dua orang penting di dekatnya ini."Saya permisi tuan, saya harus kembali bekerja." ucap Flora menunduk lalu langsung segera menjauh pergi.Setelah kepergian flora, Veekit langsung menduduki kursi sofa yang berada di dekat jendela besar yang juga transparan."Ada apa Veekit?" tanya Vandes mendekati Veekit."Tidak
"Dimana ruangannya?" tanya Sani merasa gugup saat Flora akan menghantarkannya menghadap bossnya yang tidak lain adalah Vandes sendiri."Sebentar." sahut flora mengulum senyum sambil terus berjalan membawa Sani ke arah ruangan Vandes."Nah, ini dia." ucap Flora berhenti tepat di depan ruangan besar yang masih tertutup."Ini ruangannya?" tanya Sani memastikan. Flora mengangguk tersenyum lebar."Yasudah ayo temani gue." ujar Sani sembari meraih tangan Flora.Flora terdiam."Gue ikut masuk?" tanya Flora menatap Sani ragu."Ya iyala, gue mana berani. Didalam gue mau bilang apa?" sahut Sani memutar bola mata malas."Ya tapi..."Ucapan mereka terhenti saat seorang wanita berpakaian rapi dan cantik menghampiri mereka."Permisi, saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya nona flora dipanggil oleh tuan Veekit keruangannya." ucap wanita itu tersenyum ramah. Flora membalas senyuman ramah wanita itu namun Sani hanya diam dengan linglung."Sekarang ya?" tanya Flora lembut."Iya, saat ini juga nona, t
Diperjalanan, hanya ada keheningan selain suara mesin mobil yang terdengar. Tidak ada pembicaraan antara Flora dan Veekit."Apakah masih jauh tuan?" tanya Flora memecah keheningan. Dia juga mengumpulkan banyak keberanian hanya untuk mengatakan itu. Flora bertanya seperti itu karena mereka sudah menempuh perjalanan hampir setengah jam."Tidak." jawab Veekit dengan datar tanpa menatap Flora.Flora yang mendengarnya hanya terdiam tanpa menyahut kembali. Dia hanya melirik sesekali Veekit."Kau menyukaiku sehingga terus melirikku?" tanya Veekit tiba tiba. Flora yang mendengarnya menjadi gugup dan langsung membuang muka kearah jalanan. Dia seperti pencuri yang tertangkap basah.Akhirnya, menempuh perjalanan sekitar 10 menit setelah pertanyaan flora, akhirnya mereka sampai juga. Mereka sampai di sebuah gedung megah tempat perkumpulan orang orang penting.Flora turun dari mobil dengan cepat dan langsung mengikuti langkah lebar Veekit yang langsung berjalan cepat memasuki gedung itu. Flora ham
Mereka memasuki dan mengelilingi toko perhiasan yang megah itu. Flora berjalan di depan untuk memimpin guna melihat lihat perhiasan yang cocok."Bolehkah saya tau kriteria wanita yang akan tuan berikan perhiasan ini?" tanya Flora tanpa menatap kebelakang Veekit."Wanitanya seorang model." jawab singkat Veekit. Flora mendengus kesal karena jawaban singkat Veekit. Dia meminta kriteria namun jawabannya seperti tidak kriteria."Dia seorang model ya?" tanya Flora sangat pelan sembari matanya menatap luas ke arah lemari kaca besar berisi banyak perhiasan.Hingga akhirnya tatapan flora terhenti pada satu set perhiasan yang terlihat sangat mewah dan menarik di matanya. Dia benar benar menyukai perhiasan seperti itu. Perhiasan berwarna putih dengan manik yang sangat cantik."Perhiasan itu cocok sekali bagi seorang model." gumam flora masih terdengar."Yang mana perhiasan maksudmu?" tanya Veekit menatap kearah ekor mata Flora."Itu tuan, bukankah itu cocok untuk wanita model anggun seperti yan
"Bisa enggak perlu teriak teriak Sani?" ucap Flora mendengus kesal karena merasa terganggu dengan suara Sani yang menggangu telinganya."Tapi bagaimana bisa loe suka sama tuan es kaya dia? Loe masih waras enggak sih Flo?!" tanya Sani tidak habis pikir.Flora menatap santai Sani dan mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali menyusun pakaiannya."Loe harus buang jauh jauh perasaan loe itu sebelum bertambah besar Flo, ingat kita siapa dan dia siapa." jelas Sani serius. Flora memberhentikan lagi kerja tangannya karena mencerna ucapan Sani.Lebih tepatnya sadar diri kan?"Udah udah, enggak perlu terlalu serius banget kali." sahut flora memecah ketegangan. Sani hanya memutar bola mata malas."Pokoknya loe disana harus baik baik. Gue enggak mau dengar yang aneh aneh ataupun yang buruk selama loe disana. Jangan sampai kebawa perasaan banget loe sama tuan Veekit, bisa jadi dia udah punya pasangan kan?""Iya tau, dan gue ngerasa tuan Veekit emang udah memiliki kekasih.""Maksud loe?""Saat kam
"Aku bersama flora saat kami selesai bertemu dengan om Andes dan Tante Amilia." jawab Veekit jujur. Buat apa di berbohong? Vandes saudaranya bukan?"Benarkah?" tanya Vandes berbinar."Dia sendiri yang memilih perhiasan itu?" tanya lagi Vandes dan Veekit mengangguk pelan."Lalu apa yang kau berikan padanya?" tanya Vandes penasaran."Tidak ada." jawab Veekit singkat."Apa! Apa kau tidak memiliki perasaan? Membelikannya juga perhiasan tidak mengurangi hartamu." kesal Vandes."Kenapa? Kau menyukainya? Lagian aku menyuruhnya memilih perhiasan untuk dirinya sendiri, namun dia menolak karena harus dipotong gaji.""Ya pantas saja. Kau ini!""Diamlah, sekarang keluar atau aku yang akan menyeretmu untuk keluar." ujar Veekit dengan nada serius, namun Vandes sudah lebih dulu berlari keluar karena dia tau Veekit sedari tadi sudah berusaha menahan emosi karena dirinya.Keesokan harinya, kantor Veekit sudah dipenuhi oleh orang orang penting untuk melihat kepergian orang orang yang akan pergi ke Bali