"Aku bersama flora saat kami selesai bertemu dengan om Andes dan Tante Amilia." jawab Veekit jujur. Buat apa di berbohong? Vandes saudaranya bukan?"Benarkah?" tanya Vandes berbinar."Dia sendiri yang memilih perhiasan itu?" tanya lagi Vandes dan Veekit mengangguk pelan."Lalu apa yang kau berikan padanya?" tanya Vandes penasaran."Tidak ada." jawab Veekit singkat."Apa! Apa kau tidak memiliki perasaan? Membelikannya juga perhiasan tidak mengurangi hartamu." kesal Vandes."Kenapa? Kau menyukainya? Lagian aku menyuruhnya memilih perhiasan untuk dirinya sendiri, namun dia menolak karena harus dipotong gaji.""Ya pantas saja. Kau ini!""Diamlah, sekarang keluar atau aku yang akan menyeretmu untuk keluar." ujar Veekit dengan nada serius, namun Vandes sudah lebih dulu berlari keluar karena dia tau Veekit sedari tadi sudah berusaha menahan emosi karena dirinya.Keesokan harinya, kantor Veekit sudah dipenuhi oleh orang orang penting untuk melihat kepergian orang orang yang akan pergi ke Bali
"Ahh." Flora menarik nafas dalam ketika dia sudah berhasil keluar dari ruangan kamar. Dia tidak sampai keluar dari apartemen, dia hanya berada di koridor terbuka saja untuk sekedar menikmati udara segar yang tidak banyak orang hirup.Flora menatap luas ke langit yang masih terlihat gelap dan ke bawah apartemen yang terlihat sepi. Apartemen yang mereka tinggali ini dekat dengan pantai sehingga pemandangannya sangat indah, apalagi saat hari terang ataupun di sore hari.Flora melipat tangannya ke dada sembari mengusap tangannya sendiri karena merasa kedinginan. Tapi, tunggu..."Itu bukannya?" gumam flora menyipitkan mata untuk melihat lebih jauh. Ya, itu Tante Amilia."Ngapain Tante Amilia berdiri sendiri disitu?" gumamnya heran. Lalu tak menunggu lama, flora berjalan mendekati Amilia."Tante." panggilnya pelan. Amilia berbalik dengan sontak."Loh, flora?" kaget Amilia sembari dengan cepat mengusap matanya yang bersisa air mata."Tante ngapain disini? Emm, Tante habis menangis ya?" tany
Angin berhembus dengan cukup kencang. Pantai ini sangatlah indah ditambah pemandangan matahari terbenam yang begitu memukau. Siapapun yang melihatnya pasti sangat terkagum kagum dan pastinya memuji sang pencipta bagi mereka yang beragama."Ini tuan." ujar seseorang dengan suaranya yang terkenal lembut. Veekit menatap kebawah sedikit untuk melihat seseorang itu. Ya, itu Flora yang datang membawa sebuah jaket tebal dan secangkir kecil di tangan kirinya.Veekit mengerutkan keningnya heran menatap apa yang dibawa oleh flora."Apa itu?" tanya Veekit datar. Dia yang tadinya sedang asyik menatapi ombak pantai dengan hening terganggu karena kedatangan flora.Flora tersenyum manis."Ini jaket tebal dan secangkir teh hangat untuk tuan agar tuan tidak masuk angin, tuan tidak lihat anginnya berhembus dengan sangat kencanh." jelas flora."Apa urusanmu?" tanya Veekit membuat flora membisu. Oh iya, kenapa dirinya harus sepeduli ini?"Emm.." bingung flora."Kau mendapatkan itu semua dari mana?" tanya
"Boss kok disini?" tanya Sani masih dalam panggilan Vidio. Flora bisa melihat apa yang terjadi diantara mereka."Suka suka saya dong." jawab Vandes acuh. Sani melotot terdiam dibuatnya.Flora yang melihat itu terkekeh pelan. Aneh sekali dimatanya, seperti bukan boss dengan bawahannya."Dia bertelepon dengan siapa Flo?" tanya kembali Vandes karena belum mendapatkan jawaban."Ahh maaf tuan, saya hampir lupa untuk menjawabnya. Tuan Veekit sedang bertelepon namun saya tidak tau pasti dia bertelepon dengan siapa karena jaraknya tidak terlalu dekat tuan." jawab Flora."Yasudah kalau begitu kau dengarkan saja pembicaraan mereka agar saya tau dia bertelepon dengan siapa." ujar Vandes santai.Di seberang, terlihat Sani yang memukul lengan Vandes dan Vandes yang meringis."Itu tidak sopan tuan, tidak baik menguping pembicaraan orang lain!" gerutu Sani disana."Biarkan saja. Lagian, beraninya kau memukul bossmu sendiri." sahut Vandes ikut merasa kesal."Jangan mau Flora." ujar Sani."Ini perinta
"Haha, kau ini. Aku bukan orang jahat. Jika aku orang jahat, aku tidak perlu mengajakmu berbicara sepanjang ini, langsung saja aku membunuhmu lalu mengambil barang berhargamu. Tapi nyatanya tidak, aku tidak akan menjahatimu." jelas pria itu dengan raut wajah serius. Flora mengamati lama Sean dari atas sampai bawah dan merasa hal yang sama. Sean terlihat jujur mengatakannya."Baiklah, aku percaya kepadamu." ujar Flora mulai lebih tenang."Mengapa kau ke pantai pagi pagi sekali seperti ini? Dan hanya sendiri?" tanya Sean penasaran."Emm bukan begitu. Aku kesini karena sedang menunggu bossku rapat." jawab Flora."Benarkah? Jadi kau sedang bekerja?" tanya Sean kaget. Flora mengangguk tersenyum."Ooh begitu.""Kau sendiri sedang apa disini?" tanya Flora juga penasaran."Ahh aku hanya sejenak merilekskan diri." jawab Sean."Kau sendiri ke pantai ini?" tanya kembali flora."Iya, aku sendiri.""Mengapa tidak bersama orang lain saja?" tanya Flora lagi."Aku tidak suka. Aku lebih suka sendiri.
Tante, apa yang terjadi? Mengapa Tante menangis?" tanya Flora panik karena Amilia yang kembali menangis."Floraa...Anak tante...hiks hiks.." tangis Amilia menyebut anaknya kembali."Ada apa dengan anak Tante?" tanya Flora merasa khawatir."Orang kepercayaan Tante yang Tante perintahkan untuk mengawasi Akila mengabari jika dia sedang berada di kota ini. Tante tidak tau ingin berekspresi bagaimana lagi. Tante rasanya ingin menemuinya dan memeluknya namun Tante tau Tante pasti akan ditolak, hiks hiks." jelas Amilia dengan tangisannya.Flora mendengarnya terdiam. Flora merasa iba melihat Amilia yang begitu sedih dan merindukan anaknya. Flora bisa membayangkan bagaimana perasaan yang Amilia rasakan."Flora bisa melakukan sesuatu Tante." ujar flora tiba tiba. Amilia menatap Flora dengan air mata yang berhenti sejenak."Melakukan apa Flo?" tanya Amilia bingung."Bagaimana jika flora mendekati Akila untuk berteman dengannya? Perlahan flora akan bantu Akila sebisanya untuk kembali kepada Tante
Flora lalu menatap Akila. Tatapan yang terlihat polos. Dia bisa melihat Akila yang mirip sekali dengan Amilia. Flora juga sadar jika Akila ingin sangat cantik seperti Amilia, namun karena penampilannya yang menyeramkan membuat orang tidak terlalu menyadari itu."Te.. terimakasih ya." ujar flora berpura pura gugup. Akila mengangguk lalu kembali menyantap makanan miliknya dengan perlahan."Maaf ya." ujar Flora menyambung kembali pembicaraan. Akila kembali melirik flora dengan tanda tanya."Maksud aku, karena aku kau jadi tidak punya minum lagi. Biar aku belikan saja ya sebagai gantinya." ujar flora tersenyum manis."Tidak perlu, aku bisa beli sendiri." ujar Akila tanpa berekspresi.Flora mengangguk kecil."Kita boleh berkenalan. Kau terlihat sangat baik." ujar flora tanpa melunturkan senyumnya.Akila melirik flora dengan heran. Apa katanya tadi? Terlihat sangat baik? Lucu sekali, pikirnya."Aku tidak baik." sahut Akila singkat."Bagiku kau baik. Kau sudah membantuku. Bolehkan kita berke
"Tuan suka ya sama saya?" tanya Flora di sela sela dirinya yang mengompres lengan Veekit. Veekit membuang muka mendengar itu."Jangan kepedean kamu." sahut Veekit. Flora diam saja tersenyum lucu."Padahal kalau benar, saya senang loh tuan." ujar flora dengan polosnya."Kau..!" geram Veekit."Tidak tuan tidak." sambung flora cepat sebelum terkena amukan tuannya."Kalau saya begini, ada bonus tidak tuan?" tanya Flora menatap Veekit. Veekit mengernyit mendengarmya."Maksud kamu?" tanya Veekit bingung."Yah siapa tau ada penambahan gaji atau.." ujar flora menggantung ucapannya."Atau apa?" tanya Veekit sembari melotot."Atau diangkat jadi asisten pribadi tuan gitu.", ujar flora tersenyum manis menampilkan gigi putihnya yang rapi.Brukk..."Aduh." ringis flora ketika dirinya terguling karena Veekit yang mendorongnya.Veekit terkejut dengan perlakuan dirinya sendiri."Tuan jahat banget sih." ujar flora mencoba mendudukkan dirinya perlahan sembari mengelus bokongnya yang sakit."Kamu lagian.