Acara berjalan dengan lancar. Sekarang, semua anggota club' penari Flora sedang berada di dalam ruangan yang disediakan untuk mereka.
"Acaranya tadi sangat meriah. Sepertinya, banyak yang menyukainya tarian dari club' kita." ujar putra mengingat bagaimana tarian dari club' mereka mendapat banyak sorakan kagum. Flora dan Sani hanya tersenyum mengangguk sembari meneguk botol air minum milik mereka. "Permisi." ucap seseorang yang memasuki ruangan mereka. Seorang pria tampan dan terlihat gagah dengan jas putih yang dia pakai. Putra dan rekannya sontak berdiri karena sadar siapa seseorang yang datang ini. Ya, dia adalah tangan kanan pemilik perusahaan. Dia juga yang mengundang club' penari mereka. "Ada apa tuan?" tanya putra sopan. "Ah tidak ada, saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya mewakili perusahaan sangat menyukai tampilan penari kalian." jawab pria itu tersenyum ramah. "Tentu saja tuan, penari penari kami tidak pernah gagal." sahut Putra bangga dan percaya diri. Pria itu hanya menganggap tersenyum. "Oh iya, saya ingin memberikan penawaran lagi." ucapnya. "Penawaran?" bingung putra beserta Flora dan Sani yang berada di sampingnya. "Ya penawaran, penawaran untuk perusahaan kami mengontrak beberapa penari dari club' penari kalian sebagai model tradisional kami. Jadi, penari yang dipilih akan terikat kontrak beberapa waktu sebagai model tradisional di perusahaan kami, karena kebetulan tema perusahaan kami akan dirubah tahun ini." jelasnya panjang lebar. Putra dan lainnya mengangguk setuju dan mencoba mencerna semua penjelasan yang dia dengar. Setelah mengerti, putra langsung tersenyum girang menatap Flora dan Sani. "Ini dia penari terbaik kami, termasuk wanita ini yang menjabat sebagai ketua penari kami." ucap putra memperkenalkan Flora dan Sani. Pria itu melirik wanita yang ditunjuk. Wanita yang terlihat kebingungan. "Ah dia?" tanya pria itu memperjelas sembari terus menatap Flora. "Ya dia. Jika boleh tau, berapa penari yang dibutuhkan?" tanya putra antusias. "Perusahaan kami hanya menerima dua penari saja." jawab pria itu. "Bagus kalau begitu, yasudah kalian berdua saja." ucap putra mendorong kecil Flora dan Sani. "Kami?" tanya Flora dan Sani serentak kaget. "Gue gak mau, flora aja sama Areta, mereka kan ketua." ucap Sani menolak. Bukan apa, dia sebenarnya menginginkan itu, hanya saja karena ada kata kontrak, Sani menjadi malas pasalnya dia tidak suka dikontrak dan ingin bebas tanpa terikat apapun. "Gue?" tanya Flora linglung. "Bayarannya besar bukan tuan?" tanya putra cengesan. "Saya bisa pastikan itu. Namun ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, penari tersebut harus siap apabila dibawa ke kota yang lain jika memungkinkan, namun hanya sementara." jelasnya kembali dengan jujur. Flora diam mendengarkan. Dia cukup kaget namun memaklumi hal tersebut. "Gimana Flo?" tanya putra menaik turunkan alisnya semangat. Hal ini juga menguntungkan putra karena dengan adanya penari mereka yang dikontrak oleh perusahaan ternama dan terkenal, maka otomatis nama baik club' mereka akan terkenal juga. "Loe terima aja Flo, lumayan loh gajinya, kebutuhan loe bisa lebih terpenuhi." ucap Sani setuju dan mendukung. Flora terdiam untuk berpikir sebentar. Benar juga, dia bisa punya lebih baik simpanan uang untuk kebutuhannya dan untuk panti yang sering dia bantu. Flora berpikir ini rezeki yang bagus. "Saya terima penawarannya tuan, saya mau." sahut flora tersenyum semangat. Pria itu mengangguk tersenyum. "Baik jika begitu, sebelumnya perkenalkan saya adalah Vandes, saya tangan kanan di perusahaan ini." ucap Vandes mengacuhkan tangannya untuk berjabat. "Saya Flora tuan, senang bertemu dengan tuan." sahut flora ramah dan membalas jabatan tangan Vandes. "Baik jika begitu, saya permisi. Untuk informasi selanjutnya, kamu hanya perlu datang ke perusahaan ini pada besok hari jam 10 pagi untuk menghadap pemilik perusahaan ini, saya sarankan dengan tegas jangan sampai terlambat, atau mungkin penawaran itu mungkin tidak akan berlaku bagi pemilik perusahaan ini." jelas Vandes dengan ramah namun tegas. Flora yang mengerti arah pembicaraan mengangguk mengerti. "Baik tuan, saya tidak akan terlambat hadir esok hari." Setelah kepergian Vandes, Flora dan Sani saling berpelukan senang. "Loe akhirnya dapat pekerjaan yang bergaji lebih besar Flora, gue senang banget. Loe gak boleh lupain gue kalau loe udah banyak uang, ngerti loe!" tegas Sani dengan gayanya. "Iya iya, mana mungkin gue lupain sahabat terbaik gue." ucap Flora tersenyum memeluk Sani kembali. "Selamat deh Flora, loe juga gak boleh lupain gue yang udah bantu loe sampai loe seperti ini." ucap putra. "Iya iya put, loe gak ikhlas ya?" tanya Flora menatap putra menyelidik. "Mana ada, gue ikhlas. Gue ikhlas karena gue sayang sama loe." "Idih, basi loe!" ketus Flora. "Tapi gimana dengan Areta? Kalian kan sama kerjanya?" tanya Sani teringat dengan Areta sebagai rekam Flora. "Dia akan pulang besok dini hari. Gue yakin dia mau terima penawaran ini secara dia kan gila duit, pas tau gajinya gede pasti dia mau terima." jelas putra memikirkan bagaimana seorang Areta itu sebenarnya. "Yaudah deh." Keesokan harinya, Flora sudah bersiap dengan pakaian kemeja putih dan celana hitam yang dia pakai. Dia tidak punya baju yang terlalu bagus untuk hal yang seperti ini. "Gue udah rapi kan?" tanya Flora menatap Sani. Ya, Sani semalaman menginap di kontrakan Flora agar bisa menemani dan mengantarkannya esok hari agar tidak terlambat. "Udah, loe udah rapi dan udah cantik. Sekarang, ayo kita pergi, keburu terlambat penawarannya gak berlaku lagi. Inget, loe ketemu bos loh!" ucap Sani mengingatkan Flora sembari berjalan keluar dengan kunci mobil yang sudah berada di tangan kanannya. "Iya, bentar!" teriak flora sembari mengambil tas kecilnya. Mereka memang tidak sama dengan Areta, selain karena Areta yang baru akan pulang dari liburannya, mereka sebenarnya tidak mempunyai hubungan baik dengan Areta. Mereka tidak pernah akur sedari dulu. Sesampainya di depan gedung perusahaan yang megah, Flora dan Sani langsung saja turun. "Makasih ya San, loe udah banyak bantu gue." ucap Flora menatap Sani dengan mata yang berkaca kaca. Dia benar benar berhutang banyak kepada Sani yang selalu membantunya. "Iya iya, kayak sama siapa aja. Udah sekarang loe masuk, bentar lagi udah mau jam 10 loh!" "Iya san." Saat Flora ingin memasuki perusahaan itu, tiba tiba saja seorang wanita menghampiri mereka. "Kalian udah duluan sampai ternyata." ucap wanita itu, Areta. "Eh wanita munafik udah dateng ternyata." sindir Sani. "Stt Sani!" bisik Flora. "Mulut loe!" kesal Areta. "Loe hati hati ya Flo, loe udah tau kan gimana wanita gila ini!" ucap lagi Sani terang terangan menyindir Areta. Sani memang sangat tidak menyukai Areta karena dia tau bagaimana sifat asli Areta yang sangat egois dan munafik. Namun untuk Flora yang sebenarnya tau juga, dia tidak mau mencari masalah kepada siapapun itu. "Sani, gak boleh ngomong gitu." ucap Flora menengahi. "Yaudah loe masuk duluan aja Flo, gue mau ngomong bentar sama ni wanita." ucap Sani. "Tapi jangan berantem ya." tegas flora dan langsung diangguki oleh Sani. Dia langsung memasuki gedung itu dengan meninggalkan Sani dan Areta yang berdua. "Awas loe ya berani macem macem sama flora, kalau loe berani nyakitin dia, loe akan hadapi gue, ngerti loe!" Tegas Sani. Dia hanya takut suatu waktu Areta akan menyakiti Flora mengingat bagaimana Areta yang selalu berani melakukan apa saja jika sudah berambisi akan sesuatu hal. "Berisik loe!" sahut Areta lalu langsung meninggalkan Sani dan langsung mengikuti langkah Flora. "Dasar wanita munafik!" teriak Sani. "Maaf ya Flo, gue harus biarin loe berdua dengan Areta, karena gue memang gak bisa kerja pakai kontak gitu, tapi gue pasti usahain untuk jagain loe semampu gue." gumam Sani."Kalian ternyata sudah datang, yasudah jika begitu masuklah ke ruangan yang akan ditunjukkan, pemilik perusahaan ini sudah menunggu untuk mewawancarai kalian sebentar." ucap Vandes menatap dua wanita didepannya, Flora dan Areta."Wawancara?" tanya Areta kaget.Vandes membuang muka karena suara Areta yang cukup mengganggu telinganya."Ma..maaf tuan, saya hanya kaget saja." ucap Areta ragu."Iya, kalian akan diwawancarai. Sekarang pergilah, seseorang akan menunjukkan ruangannya."Setelahnya, Flora dan Areta langsung berjalan dengan seorang wanita cantik yang memandu jalan mereka. Ditengah tengah perjalanan, Areta berdecak kesal berbisik kepada flora."Loe kok gak bilang sih kalau harus diwawancarai, loe tau gue paling gak bisa kayak gitu. Loe sengaja ya!" bisik Areta kesal.Flora memutar bola mata malas."Gue juga gak tau Areta, ribet banget sih loe!" tekan Flora berbisik juga. Areta hanya bisa diam menahan kekesalannya."Ini ruangan tuan muda, kalian masuklah. Tapi saya beri saran, jan
Flora menatap sekeliling bingung. Karena tidak menjawab, Vandes ikut menatap sekeliling, dan ternyata dia sudah tau alasannya."Ahh saya tau." ucap Vandes tersenyum tipis."Hehe.""Yasudah ayo pergi, aku akan memberimu makanan nanti." ucap Vandes dan langsung melangkah pergi, Flora langsung ikut cepat cepat pergi.Jam kerja kembali berlangsung. Sekarang, flora dan Areta sedang berdua untuk membahas kontraknya."Flora!" ucap Areta dengan nada kesal."Hm." sahut Flora cuek sembari terus membaca lembaran di tangannya."Loe kok bisa bersama tuan Vandes?" tanya Areta tidak suka."Oh itu, dia tadi ingin menunjukkan tempat kantin, aku kan tidak tau dimana tempatnya, dan kau meninggalkanku bukan?" jawab Flora tersenyum tidak merasa bersalah.Areta berdecak kesal karena flora yang sangat santai. Dia tidak menyukai flora bersama tuan Vandes. Sekarang, keinginan Areta sudah berubah."JIKA TIDAK BISA MENDAPATKAN TUAN VEEKIT, HARUS MENDAPATKAN TUAN VANDES. MEREKA JUGA SEPUPU." batin Areta.*"Ada
Tiba tiba, satu mobil mewah menghampirinya. Flora menyipitkan mata karena merasa silau dengan lampu mobil itu. "Flora." ucap salah satu pria yang keluar dari mobil itu.Flora mulai membuka matanya seperti biasanya karena lampu mobil yang sudah mati. Dia bisa menatap dengan jelas siapa orang yang menghampirinya."Tuan" gumam flora menundukkan badannya hormat."Kamu ngapain malam malam berdiri di sini?" tanya Vandes."Saya baru saja selesai bekerja tuan." ucap Flora ragu. Dia takut dia akan dimarahi karena Bekerja di luar jam kerja. Dia memejamkan matanya menunduk."Astaga flora, kamu kerja apa sampai jam segini pulangnya? Trus dimana rekanmu yang satu lagi?" tanya Vandes menggeleng tidak percaya. Sumentara Veekit hanya diam di samping Vandes dengan menyimak apa yang dibicarakan sepupunya dengan satu penari yang baru dipekerjakan ini.Ya, Veekit dan Vandes memang kebetulan baru saja pulang karena menyelesaikan beberapa pekerjaan mereka."Saya hanya berpikir untuk menyelesaikan lembaran
"Wanita itu?" gumamnya heran melihat rekan penari Flora yang tidak lain adalah Areta sedang bersantai sembari memainkan ponselnya dengan kaki yang terangkat di meja.Veekit menggeleng tidak percaya lalu langsung berjalan kembali ke arah ruangan Vandes.Sesampainya di depan ruangan Vandes, tanpa menunggu lama Veekit langsung memasukinya setelah lebih dulu membuka pintu ruangan yang tidak terkunci.Veekit terdiam mematung saat melihat Vandes sedang bersama Flora berduaan dengan jarak yang cukup dekat. Dua insan itu pun cukup kaget akan kedatangan Veekit yang secara tiba tiba."Veekit?" gumam Vandes langsung berdiri.Sadar akan situasi, flora memilih izin keluar takut menganggu dua orang penting di dekatnya ini."Saya permisi tuan, saya harus kembali bekerja." ucap Flora menunduk lalu langsung segera menjauh pergi.Setelah kepergian flora, Veekit langsung menduduki kursi sofa yang berada di dekat jendela besar yang juga transparan."Ada apa Veekit?" tanya Vandes mendekati Veekit."Tidak
"Dimana ruangannya?" tanya Sani merasa gugup saat Flora akan menghantarkannya menghadap bossnya yang tidak lain adalah Vandes sendiri."Sebentar." sahut flora mengulum senyum sambil terus berjalan membawa Sani ke arah ruangan Vandes."Nah, ini dia." ucap Flora berhenti tepat di depan ruangan besar yang masih tertutup."Ini ruangannya?" tanya Sani memastikan. Flora mengangguk tersenyum lebar."Yasudah ayo temani gue." ujar Sani sembari meraih tangan Flora.Flora terdiam."Gue ikut masuk?" tanya Flora menatap Sani ragu."Ya iyala, gue mana berani. Didalam gue mau bilang apa?" sahut Sani memutar bola mata malas."Ya tapi..."Ucapan mereka terhenti saat seorang wanita berpakaian rapi dan cantik menghampiri mereka."Permisi, saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya nona flora dipanggil oleh tuan Veekit keruangannya." ucap wanita itu tersenyum ramah. Flora membalas senyuman ramah wanita itu namun Sani hanya diam dengan linglung."Sekarang ya?" tanya Flora lembut."Iya, saat ini juga nona, t
Diperjalanan, hanya ada keheningan selain suara mesin mobil yang terdengar. Tidak ada pembicaraan antara Flora dan Veekit."Apakah masih jauh tuan?" tanya Flora memecah keheningan. Dia juga mengumpulkan banyak keberanian hanya untuk mengatakan itu. Flora bertanya seperti itu karena mereka sudah menempuh perjalanan hampir setengah jam."Tidak." jawab Veekit dengan datar tanpa menatap Flora.Flora yang mendengarnya hanya terdiam tanpa menyahut kembali. Dia hanya melirik sesekali Veekit."Kau menyukaiku sehingga terus melirikku?" tanya Veekit tiba tiba. Flora yang mendengarnya menjadi gugup dan langsung membuang muka kearah jalanan. Dia seperti pencuri yang tertangkap basah.Akhirnya, menempuh perjalanan sekitar 10 menit setelah pertanyaan flora, akhirnya mereka sampai juga. Mereka sampai di sebuah gedung megah tempat perkumpulan orang orang penting.Flora turun dari mobil dengan cepat dan langsung mengikuti langkah lebar Veekit yang langsung berjalan cepat memasuki gedung itu. Flora ham
Mereka memasuki dan mengelilingi toko perhiasan yang megah itu. Flora berjalan di depan untuk memimpin guna melihat lihat perhiasan yang cocok."Bolehkah saya tau kriteria wanita yang akan tuan berikan perhiasan ini?" tanya Flora tanpa menatap kebelakang Veekit."Wanitanya seorang model." jawab singkat Veekit. Flora mendengus kesal karena jawaban singkat Veekit. Dia meminta kriteria namun jawabannya seperti tidak kriteria."Dia seorang model ya?" tanya Flora sangat pelan sembari matanya menatap luas ke arah lemari kaca besar berisi banyak perhiasan.Hingga akhirnya tatapan flora terhenti pada satu set perhiasan yang terlihat sangat mewah dan menarik di matanya. Dia benar benar menyukai perhiasan seperti itu. Perhiasan berwarna putih dengan manik yang sangat cantik."Perhiasan itu cocok sekali bagi seorang model." gumam flora masih terdengar."Yang mana perhiasan maksudmu?" tanya Veekit menatap kearah ekor mata Flora."Itu tuan, bukankah itu cocok untuk wanita model anggun seperti yan
"Bisa enggak perlu teriak teriak Sani?" ucap Flora mendengus kesal karena merasa terganggu dengan suara Sani yang menggangu telinganya."Tapi bagaimana bisa loe suka sama tuan es kaya dia? Loe masih waras enggak sih Flo?!" tanya Sani tidak habis pikir.Flora menatap santai Sani dan mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali menyusun pakaiannya."Loe harus buang jauh jauh perasaan loe itu sebelum bertambah besar Flo, ingat kita siapa dan dia siapa." jelas Sani serius. Flora memberhentikan lagi kerja tangannya karena mencerna ucapan Sani.Lebih tepatnya sadar diri kan?"Udah udah, enggak perlu terlalu serius banget kali." sahut flora memecah ketegangan. Sani hanya memutar bola mata malas."Pokoknya loe disana harus baik baik. Gue enggak mau dengar yang aneh aneh ataupun yang buruk selama loe disana. Jangan sampai kebawa perasaan banget loe sama tuan Veekit, bisa jadi dia udah punya pasangan kan?""Iya tau, dan gue ngerasa tuan Veekit emang udah memiliki kekasih.""Maksud loe?""Saat kam