Flora menatap sekeliling bingung. Karena tidak menjawab, Vandes ikut menatap sekeliling, dan ternyata dia sudah tau alasannya.
"Ahh saya tau." ucap Vandes tersenyum tipis. "Hehe." "Yasudah ayo pergi, aku akan memberimu makanan nanti." ucap Vandes dan langsung melangkah pergi, Flora langsung ikut cepat cepat pergi. Jam kerja kembali berlangsung. Sekarang, flora dan Areta sedang berdua untuk membahas kontraknya. "Flora!" ucap Areta dengan nada kesal. "Hm." sahut Flora cuek sembari terus membaca lembaran di tangannya. "Loe kok bisa bersama tuan Vandes?" tanya Areta tidak suka. "Oh itu, dia tadi ingin menunjukkan tempat kantin, aku kan tidak tau dimana tempatnya, dan kau meninggalkanku bukan?" jawab Flora tersenyum tidak merasa bersalah. Areta berdecak kesal karena flora yang sangat santai. Dia tidak menyukai flora bersama tuan Vandes. Sekarang, keinginan Areta sudah berubah. "JIKA TIDAK BISA MENDAPATKAN TUAN VEEKIT, HARUS MENDAPATKAN TUAN VANDES. MEREKA JUGA SEPUPU." batin Areta. * "Ada apa denganmu?" tanya Veekit heran saat melihat Vandes memasuki ruangannya dengan senyuman senyuman tipis. Vandes menatap Veekit dan berdehem sebentar. "Tidak ada apa apa. Jadi apa maksud tujuanmu menyuruhku kemari, apa ada masalah?" tanya Vandes to the poin. "Tidak ada masalah, namun ada pekerjaan yang baru." jawab Veekit santai. "Maksudnya?" tanya Vandes belum mengerti. "Proyek kita yang ada di Bali sudah akan selesai, dan tinggal pembukaan saja. Begitupun dengan proyek kita yang ada disini. Jadi, kita harus berbagi tugas." jelas Veekit. "Lalu?" tanya lagi Vandes menunggu kelanjutannya. "Kau yang akan membuka proyek yang ada disini dan aku yang akan membuka proyek di Bali." ucapnya lagi. "Tapi kenapa harus kau yang pergi ke Bali? Kau ingin menjauhi Amira?" tanya duga Vandes. "Kau benar. Aku yang akan ke bali agar aku bisa menjauhinya." Amira adalah pasangan kekasih Veekit atas saran dari orang tuanya. Dan rencananya, mereka akan bertunangan. Tapi sebenarnya, Veekit sama sekali tidak mempunyai perasaan dengan Amira. "Lalu bukankah itu membutuhkan penari?" tanya Vandes. "Benar, kita membutuhkan penari. Penari sangat cocok untuk pembuka di daerah Bali yang terkenal dengan gayanya. Dan aku akan membawa satu penari kita, dan satu penari lagi untuk pembuka proyek yang ada disini." jelasnya lagi. Vandes mengangguk mengerti. "Pergilah, aku ingin kembali bekerja." "Emm, tenanglah." * "Permisi tuan." ucap Flora sopan sembari mengetuk pintu ruangan bossnya, Veekit. Veekit yang sedang berkutat dengan komputernya hanya berdehem tanpa berhenti. Flora tentu saja langsung masuk setelah melihat kode dari Veekit. "Tuan memanggil saya?" tanya Flora. "Hem, dimana rekanmu yang satu lagi?" tanya Veekit sembari memberhentikan aktivitasnya tangannya. "Maaf tuan, teman saya sedang izin ke toilet sebentar, mungkin sebentar lagi dia akan datang tuan." jawab Flora sopan. "Baiklah, duduklah!" pinta Veekit tegas. Flora langsung duduk di kursi depan Veekit. "Saya memanggil kalian karena ingin memberitahukan sesuatu. Dan saya langsung saja memberitahukannya kepadamu karena saya tidak mau menunggu rekanmu itu. Saya ingin mengatakan bahwa saya memiliki proyek di Bali begitu juga di kota ini yang sebentar lagi akan selesai. Maka kami membutuhkan kinerja kalian disaat event seperti ini. Karena kalian hanya berjumlah dua orang saja maka saya akan membaginya. Satu untuk pembukaan di Bali dan satu untuk pembukaan di kota ini. Untuk yang di Bali, saya sendiri yang akan terjun dengan membawa satu diantara kalian dan proyek yang di kota ini akan diurus oleh tuan Vandes dengan satu penari yang akan tinggal, kau paham sekarang?" jelas Veekit panjang. Flora mengangguk mencerna semua ucapan dari Veekit. "Saya paham tuan." "Bagus, dan untuk siapa yang akan ke bali dan siapa yang akan tinggal, akan saya diskusikan terlebih dahulu dengan tuan Vandes. Sekarang pergilah dan beritahukan apa yang saya sampaikan kepada rekanmu itu." "Baik tuan, saya permisi tuan." * Hari sudah akan gelap dan jam kerja sudah akan selesai. Semua para pekerja yang ada di perusahaan Paradise sudah mulai berpulangan. "Loe gak pulang?" tanya Areta menatap Flora yang masih sibuk dengan beberapa lembaran kertas di depannya sembari dia yang berdiri untuk siap pulang. "Enggak ret, gue mau selesaikan lembaran ini biar besok gak terlalu terburu buru. Loe emangnya udah siap?" tanya Flora menatap Areta. "Gue belum ada nyentuh itu lembar, gak masuk di akal gue tau gak." jawab Areta ketus. "Loh kok gitu, kalau misalkan diminta oleh tuan Vandes bagaimana?" tanya Flora heran. "Ya bilang aja belum siap. Udah deh gak usah urusin gue, bye gue mau pulang." ucapnya lalu langsung berlalu pergi meninggalkan Flora yang diam saja. Flora menggeleng sejenak. Lalu dia mengambil handphonenya dan mulai membukanya. Dia baru sadar jika satu harian ini dia tidak ada membuka handphone miliknya. "Astaga, Sani sudah menelpon ku beberapa kali tapi aku tidak mengangkatnya." gumamnya menepuk pelan jidatnya. Flora langsung saja menelpon balik Sani namun sayangnya nomor Sani tidak aktif. "Anak ini benar benar!" gumamnya lagi kesal. Selesai dengan itu, Flora memilih melanjutkan pekerjaannya sampai tidak sadar jika jam sudah semakin larut. "Ah akhirnya selesai juga." ucapnya puas sembari merenggangkan otot otot tangannya. Flora melirik jam di tangan dan.. "Ya ampun." kagetnya melebarkan matanya. Bagaimana tidak kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Flora lalu segera bergegas pulang. Dia bahkan lupa jika dia belum makan malam. "CK! Apa tidak ada para ojek yang membutuhkan uang! Bagaimana bisa sedari tadi tidak ada ojek yang lewat. Sani ditelpon juga tidak bisa. Bagaimana aku akan pulang jika begini!" gerutunya kesal. Flora memeluk dirinya sendiri karena merasa kedinginan. Ya, dia menunggu ojek di depan perusahaan kerjanya sedari tadi. Tiba tiba, satu mobil mewah menghampirinya. Flora menyipitkan mata karena merasa silau dengan lampu mobil itu. "Flora." ucap salah satu pria yang keluar dari mobil itu.Tiba tiba, satu mobil mewah menghampirinya. Flora menyipitkan mata karena merasa silau dengan lampu mobil itu. "Flora." ucap salah satu pria yang keluar dari mobil itu.Flora mulai membuka matanya seperti biasanya karena lampu mobil yang sudah mati. Dia bisa menatap dengan jelas siapa orang yang menghampirinya."Tuan" gumam flora menundukkan badannya hormat."Kamu ngapain malam malam berdiri di sini?" tanya Vandes."Saya baru saja selesai bekerja tuan." ucap Flora ragu. Dia takut dia akan dimarahi karena Bekerja di luar jam kerja. Dia memejamkan matanya menunduk."Astaga flora, kamu kerja apa sampai jam segini pulangnya? Trus dimana rekanmu yang satu lagi?" tanya Vandes menggeleng tidak percaya. Sumentara Veekit hanya diam di samping Vandes dengan menyimak apa yang dibicarakan sepupunya dengan satu penari yang baru dipekerjakan ini.Ya, Veekit dan Vandes memang kebetulan baru saja pulang karena menyelesaikan beberapa pekerjaan mereka."Saya hanya berpikir untuk menyelesaikan lembaran
"Wanita itu?" gumamnya heran melihat rekan penari Flora yang tidak lain adalah Areta sedang bersantai sembari memainkan ponselnya dengan kaki yang terangkat di meja.Veekit menggeleng tidak percaya lalu langsung berjalan kembali ke arah ruangan Vandes.Sesampainya di depan ruangan Vandes, tanpa menunggu lama Veekit langsung memasukinya setelah lebih dulu membuka pintu ruangan yang tidak terkunci.Veekit terdiam mematung saat melihat Vandes sedang bersama Flora berduaan dengan jarak yang cukup dekat. Dua insan itu pun cukup kaget akan kedatangan Veekit yang secara tiba tiba."Veekit?" gumam Vandes langsung berdiri.Sadar akan situasi, flora memilih izin keluar takut menganggu dua orang penting di dekatnya ini."Saya permisi tuan, saya harus kembali bekerja." ucap Flora menunduk lalu langsung segera menjauh pergi.Setelah kepergian flora, Veekit langsung menduduki kursi sofa yang berada di dekat jendela besar yang juga transparan."Ada apa Veekit?" tanya Vandes mendekati Veekit."Tidak
"Dimana ruangannya?" tanya Sani merasa gugup saat Flora akan menghantarkannya menghadap bossnya yang tidak lain adalah Vandes sendiri."Sebentar." sahut flora mengulum senyum sambil terus berjalan membawa Sani ke arah ruangan Vandes."Nah, ini dia." ucap Flora berhenti tepat di depan ruangan besar yang masih tertutup."Ini ruangannya?" tanya Sani memastikan. Flora mengangguk tersenyum lebar."Yasudah ayo temani gue." ujar Sani sembari meraih tangan Flora.Flora terdiam."Gue ikut masuk?" tanya Flora menatap Sani ragu."Ya iyala, gue mana berani. Didalam gue mau bilang apa?" sahut Sani memutar bola mata malas."Ya tapi..."Ucapan mereka terhenti saat seorang wanita berpakaian rapi dan cantik menghampiri mereka."Permisi, saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya nona flora dipanggil oleh tuan Veekit keruangannya." ucap wanita itu tersenyum ramah. Flora membalas senyuman ramah wanita itu namun Sani hanya diam dengan linglung."Sekarang ya?" tanya Flora lembut."Iya, saat ini juga nona, t
Diperjalanan, hanya ada keheningan selain suara mesin mobil yang terdengar. Tidak ada pembicaraan antara Flora dan Veekit."Apakah masih jauh tuan?" tanya Flora memecah keheningan. Dia juga mengumpulkan banyak keberanian hanya untuk mengatakan itu. Flora bertanya seperti itu karena mereka sudah menempuh perjalanan hampir setengah jam."Tidak." jawab Veekit dengan datar tanpa menatap Flora.Flora yang mendengarnya hanya terdiam tanpa menyahut kembali. Dia hanya melirik sesekali Veekit."Kau menyukaiku sehingga terus melirikku?" tanya Veekit tiba tiba. Flora yang mendengarnya menjadi gugup dan langsung membuang muka kearah jalanan. Dia seperti pencuri yang tertangkap basah.Akhirnya, menempuh perjalanan sekitar 10 menit setelah pertanyaan flora, akhirnya mereka sampai juga. Mereka sampai di sebuah gedung megah tempat perkumpulan orang orang penting.Flora turun dari mobil dengan cepat dan langsung mengikuti langkah lebar Veekit yang langsung berjalan cepat memasuki gedung itu. Flora ham
Mereka memasuki dan mengelilingi toko perhiasan yang megah itu. Flora berjalan di depan untuk memimpin guna melihat lihat perhiasan yang cocok."Bolehkah saya tau kriteria wanita yang akan tuan berikan perhiasan ini?" tanya Flora tanpa menatap kebelakang Veekit."Wanitanya seorang model." jawab singkat Veekit. Flora mendengus kesal karena jawaban singkat Veekit. Dia meminta kriteria namun jawabannya seperti tidak kriteria."Dia seorang model ya?" tanya Flora sangat pelan sembari matanya menatap luas ke arah lemari kaca besar berisi banyak perhiasan.Hingga akhirnya tatapan flora terhenti pada satu set perhiasan yang terlihat sangat mewah dan menarik di matanya. Dia benar benar menyukai perhiasan seperti itu. Perhiasan berwarna putih dengan manik yang sangat cantik."Perhiasan itu cocok sekali bagi seorang model." gumam flora masih terdengar."Yang mana perhiasan maksudmu?" tanya Veekit menatap kearah ekor mata Flora."Itu tuan, bukankah itu cocok untuk wanita model anggun seperti yan
"Bisa enggak perlu teriak teriak Sani?" ucap Flora mendengus kesal karena merasa terganggu dengan suara Sani yang menggangu telinganya."Tapi bagaimana bisa loe suka sama tuan es kaya dia? Loe masih waras enggak sih Flo?!" tanya Sani tidak habis pikir.Flora menatap santai Sani dan mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali menyusun pakaiannya."Loe harus buang jauh jauh perasaan loe itu sebelum bertambah besar Flo, ingat kita siapa dan dia siapa." jelas Sani serius. Flora memberhentikan lagi kerja tangannya karena mencerna ucapan Sani.Lebih tepatnya sadar diri kan?"Udah udah, enggak perlu terlalu serius banget kali." sahut flora memecah ketegangan. Sani hanya memutar bola mata malas."Pokoknya loe disana harus baik baik. Gue enggak mau dengar yang aneh aneh ataupun yang buruk selama loe disana. Jangan sampai kebawa perasaan banget loe sama tuan Veekit, bisa jadi dia udah punya pasangan kan?""Iya tau, dan gue ngerasa tuan Veekit emang udah memiliki kekasih.""Maksud loe?""Saat kam
"Aku bersama flora saat kami selesai bertemu dengan om Andes dan Tante Amilia." jawab Veekit jujur. Buat apa di berbohong? Vandes saudaranya bukan?"Benarkah?" tanya Vandes berbinar."Dia sendiri yang memilih perhiasan itu?" tanya lagi Vandes dan Veekit mengangguk pelan."Lalu apa yang kau berikan padanya?" tanya Vandes penasaran."Tidak ada." jawab Veekit singkat."Apa! Apa kau tidak memiliki perasaan? Membelikannya juga perhiasan tidak mengurangi hartamu." kesal Vandes."Kenapa? Kau menyukainya? Lagian aku menyuruhnya memilih perhiasan untuk dirinya sendiri, namun dia menolak karena harus dipotong gaji.""Ya pantas saja. Kau ini!""Diamlah, sekarang keluar atau aku yang akan menyeretmu untuk keluar." ujar Veekit dengan nada serius, namun Vandes sudah lebih dulu berlari keluar karena dia tau Veekit sedari tadi sudah berusaha menahan emosi karena dirinya.Keesokan harinya, kantor Veekit sudah dipenuhi oleh orang orang penting untuk melihat kepergian orang orang yang akan pergi ke Bali
"Ahh." Flora menarik nafas dalam ketika dia sudah berhasil keluar dari ruangan kamar. Dia tidak sampai keluar dari apartemen, dia hanya berada di koridor terbuka saja untuk sekedar menikmati udara segar yang tidak banyak orang hirup.Flora menatap luas ke langit yang masih terlihat gelap dan ke bawah apartemen yang terlihat sepi. Apartemen yang mereka tinggali ini dekat dengan pantai sehingga pemandangannya sangat indah, apalagi saat hari terang ataupun di sore hari.Flora melipat tangannya ke dada sembari mengusap tangannya sendiri karena merasa kedinginan. Tapi, tunggu..."Itu bukannya?" gumam flora menyipitkan mata untuk melihat lebih jauh. Ya, itu Tante Amilia."Ngapain Tante Amilia berdiri sendiri disitu?" gumamnya heran. Lalu tak menunggu lama, flora berjalan mendekati Amilia."Tante." panggilnya pelan. Amilia berbalik dengan sontak."Loh, flora?" kaget Amilia sembari dengan cepat mengusap matanya yang bersisa air mata."Tante ngapain disini? Emm, Tante habis menangis ya?" tany