"Dimana ruangannya?" tanya Sani merasa gugup saat Flora akan menghantarkannya menghadap bossnya yang tidak lain adalah Vandes sendiri."Sebentar." sahut flora mengulum senyum sambil terus berjalan membawa Sani ke arah ruangan Vandes."Nah, ini dia." ucap Flora berhenti tepat di depan ruangan besar yang masih tertutup."Ini ruangannya?" tanya Sani memastikan. Flora mengangguk tersenyum lebar."Yasudah ayo temani gue." ujar Sani sembari meraih tangan Flora.Flora terdiam."Gue ikut masuk?" tanya Flora menatap Sani ragu."Ya iyala, gue mana berani. Didalam gue mau bilang apa?" sahut Sani memutar bola mata malas."Ya tapi..."Ucapan mereka terhenti saat seorang wanita berpakaian rapi dan cantik menghampiri mereka."Permisi, saya hanya ingin menyampaikan bahwasanya nona flora dipanggil oleh tuan Veekit keruangannya." ucap wanita itu tersenyum ramah. Flora membalas senyuman ramah wanita itu namun Sani hanya diam dengan linglung."Sekarang ya?" tanya Flora lembut."Iya, saat ini juga nona, t
Diperjalanan, hanya ada keheningan selain suara mesin mobil yang terdengar. Tidak ada pembicaraan antara Flora dan Veekit."Apakah masih jauh tuan?" tanya Flora memecah keheningan. Dia juga mengumpulkan banyak keberanian hanya untuk mengatakan itu. Flora bertanya seperti itu karena mereka sudah menempuh perjalanan hampir setengah jam."Tidak." jawab Veekit dengan datar tanpa menatap Flora.Flora yang mendengarnya hanya terdiam tanpa menyahut kembali. Dia hanya melirik sesekali Veekit."Kau menyukaiku sehingga terus melirikku?" tanya Veekit tiba tiba. Flora yang mendengarnya menjadi gugup dan langsung membuang muka kearah jalanan. Dia seperti pencuri yang tertangkap basah.Akhirnya, menempuh perjalanan sekitar 10 menit setelah pertanyaan flora, akhirnya mereka sampai juga. Mereka sampai di sebuah gedung megah tempat perkumpulan orang orang penting.Flora turun dari mobil dengan cepat dan langsung mengikuti langkah lebar Veekit yang langsung berjalan cepat memasuki gedung itu. Flora ham
Mereka memasuki dan mengelilingi toko perhiasan yang megah itu. Flora berjalan di depan untuk memimpin guna melihat lihat perhiasan yang cocok."Bolehkah saya tau kriteria wanita yang akan tuan berikan perhiasan ini?" tanya Flora tanpa menatap kebelakang Veekit."Wanitanya seorang model." jawab singkat Veekit. Flora mendengus kesal karena jawaban singkat Veekit. Dia meminta kriteria namun jawabannya seperti tidak kriteria."Dia seorang model ya?" tanya Flora sangat pelan sembari matanya menatap luas ke arah lemari kaca besar berisi banyak perhiasan.Hingga akhirnya tatapan flora terhenti pada satu set perhiasan yang terlihat sangat mewah dan menarik di matanya. Dia benar benar menyukai perhiasan seperti itu. Perhiasan berwarna putih dengan manik yang sangat cantik."Perhiasan itu cocok sekali bagi seorang model." gumam flora masih terdengar."Yang mana perhiasan maksudmu?" tanya Veekit menatap kearah ekor mata Flora."Itu tuan, bukankah itu cocok untuk wanita model anggun seperti yan
"Bisa enggak perlu teriak teriak Sani?" ucap Flora mendengus kesal karena merasa terganggu dengan suara Sani yang menggangu telinganya."Tapi bagaimana bisa loe suka sama tuan es kaya dia? Loe masih waras enggak sih Flo?!" tanya Sani tidak habis pikir.Flora menatap santai Sani dan mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali menyusun pakaiannya."Loe harus buang jauh jauh perasaan loe itu sebelum bertambah besar Flo, ingat kita siapa dan dia siapa." jelas Sani serius. Flora memberhentikan lagi kerja tangannya karena mencerna ucapan Sani.Lebih tepatnya sadar diri kan?"Udah udah, enggak perlu terlalu serius banget kali." sahut flora memecah ketegangan. Sani hanya memutar bola mata malas."Pokoknya loe disana harus baik baik. Gue enggak mau dengar yang aneh aneh ataupun yang buruk selama loe disana. Jangan sampai kebawa perasaan banget loe sama tuan Veekit, bisa jadi dia udah punya pasangan kan?""Iya tau, dan gue ngerasa tuan Veekit emang udah memiliki kekasih.""Maksud loe?""Saat kam
"Aku bersama flora saat kami selesai bertemu dengan om Andes dan Tante Amilia." jawab Veekit jujur. Buat apa di berbohong? Vandes saudaranya bukan?"Benarkah?" tanya Vandes berbinar."Dia sendiri yang memilih perhiasan itu?" tanya lagi Vandes dan Veekit mengangguk pelan."Lalu apa yang kau berikan padanya?" tanya Vandes penasaran."Tidak ada." jawab Veekit singkat."Apa! Apa kau tidak memiliki perasaan? Membelikannya juga perhiasan tidak mengurangi hartamu." kesal Vandes."Kenapa? Kau menyukainya? Lagian aku menyuruhnya memilih perhiasan untuk dirinya sendiri, namun dia menolak karena harus dipotong gaji.""Ya pantas saja. Kau ini!""Diamlah, sekarang keluar atau aku yang akan menyeretmu untuk keluar." ujar Veekit dengan nada serius, namun Vandes sudah lebih dulu berlari keluar karena dia tau Veekit sedari tadi sudah berusaha menahan emosi karena dirinya.Keesokan harinya, kantor Veekit sudah dipenuhi oleh orang orang penting untuk melihat kepergian orang orang yang akan pergi ke Bali
"Ahh." Flora menarik nafas dalam ketika dia sudah berhasil keluar dari ruangan kamar. Dia tidak sampai keluar dari apartemen, dia hanya berada di koridor terbuka saja untuk sekedar menikmati udara segar yang tidak banyak orang hirup.Flora menatap luas ke langit yang masih terlihat gelap dan ke bawah apartemen yang terlihat sepi. Apartemen yang mereka tinggali ini dekat dengan pantai sehingga pemandangannya sangat indah, apalagi saat hari terang ataupun di sore hari.Flora melipat tangannya ke dada sembari mengusap tangannya sendiri karena merasa kedinginan. Tapi, tunggu..."Itu bukannya?" gumam flora menyipitkan mata untuk melihat lebih jauh. Ya, itu Tante Amilia."Ngapain Tante Amilia berdiri sendiri disitu?" gumamnya heran. Lalu tak menunggu lama, flora berjalan mendekati Amilia."Tante." panggilnya pelan. Amilia berbalik dengan sontak."Loh, flora?" kaget Amilia sembari dengan cepat mengusap matanya yang bersisa air mata."Tante ngapain disini? Emm, Tante habis menangis ya?" tany
Angin berhembus dengan cukup kencang. Pantai ini sangatlah indah ditambah pemandangan matahari terbenam yang begitu memukau. Siapapun yang melihatnya pasti sangat terkagum kagum dan pastinya memuji sang pencipta bagi mereka yang beragama."Ini tuan." ujar seseorang dengan suaranya yang terkenal lembut. Veekit menatap kebawah sedikit untuk melihat seseorang itu. Ya, itu Flora yang datang membawa sebuah jaket tebal dan secangkir kecil di tangan kirinya.Veekit mengerutkan keningnya heran menatap apa yang dibawa oleh flora."Apa itu?" tanya Veekit datar. Dia yang tadinya sedang asyik menatapi ombak pantai dengan hening terganggu karena kedatangan flora.Flora tersenyum manis."Ini jaket tebal dan secangkir teh hangat untuk tuan agar tuan tidak masuk angin, tuan tidak lihat anginnya berhembus dengan sangat kencanh." jelas flora."Apa urusanmu?" tanya Veekit membuat flora membisu. Oh iya, kenapa dirinya harus sepeduli ini?"Emm.." bingung flora."Kau mendapatkan itu semua dari mana?" tanya
"Boss kok disini?" tanya Sani masih dalam panggilan Vidio. Flora bisa melihat apa yang terjadi diantara mereka."Suka suka saya dong." jawab Vandes acuh. Sani melotot terdiam dibuatnya.Flora yang melihat itu terkekeh pelan. Aneh sekali dimatanya, seperti bukan boss dengan bawahannya."Dia bertelepon dengan siapa Flo?" tanya kembali Vandes karena belum mendapatkan jawaban."Ahh maaf tuan, saya hampir lupa untuk menjawabnya. Tuan Veekit sedang bertelepon namun saya tidak tau pasti dia bertelepon dengan siapa karena jaraknya tidak terlalu dekat tuan." jawab Flora."Yasudah kalau begitu kau dengarkan saja pembicaraan mereka agar saya tau dia bertelepon dengan siapa." ujar Vandes santai.Di seberang, terlihat Sani yang memukul lengan Vandes dan Vandes yang meringis."Itu tidak sopan tuan, tidak baik menguping pembicaraan orang lain!" gerutu Sani disana."Biarkan saja. Lagian, beraninya kau memukul bossmu sendiri." sahut Vandes ikut merasa kesal."Jangan mau Flora." ujar Sani."Ini perinta