Bab 37.Sepulangnya dari rumah Bu Endang, Devi lebih banyak berdiam diri, bahkan saat Reyhan meminta nenen, Devi tak menghiraukannya hingga si Rehyan kecil menangis membuat Tante Rendi tergopoh-gopoh menyusul ke kamar.Melihat Devi hanya melamun, membuat Tante Rendi penasaran dan menggoyangkan tubuhnya."Dev!""Eh, Tante," jawab Devi tergagap."Kamu ngelamun apa, anaknya nangis gitu sampai tidak dengar?""Enggak apa-apa kok, Tante.""Gak apa-apa kok, wajahnya pucet gitu.""Em, Tante. Devi mau ngobrol sama Tante," ucapnya sambil meraih Reyhan untuk disusuinya."Kenapa?""Tante, maaf sebelumnya, cuman Devi ingin mengutarakan keinginan Devi."Tante bergeming, menatap Sungguh-sungguh ke arah Devi."Tante, Devi mau mandiri. Mau beli rumah baru hasil jual rumah yang kemarin.""Ya ampun, apa kamu di sini tidak kerasan, Dev?""Bukan begitu, assisten yang Devi pesan bulan lalu belum ada sampai sekarang, Devi gak mau terus-menerus ngerepotin, Tante," ungkap Devi lirih."Sudah kubilang berkali-k
Bu Endang dan Hasan berdiam tanpa bertindak, mereka sama-sama egois saling mempertahankan barang kesayangannya.Hingga waktu terus berjalan dan hampir habis masa jatuh tenornya.Akhirnya mereka sepakat menggunakan uang sisa mereka untuk pergi keluar kota dan kembali setelah para penagih sudah berlalu dari rumahnya."Rasty, kamu jaga rumah ya, Ibu sama Hasan mau silahturahmi ke luar kota!" suruh Endang yang melihat Rasty sudah membaik dari demamnya."Baik, Bu." Rasty mengangguk cepat, bagaimana tidak. Ini adalah kesempatan emas untuk Rasty untuk benar-benar bisa istirahat dari ocehan mertua dan suami, dan ia bisa suka-suka keluar rumah tanpa harus curi kesempatan.Tidak lama setelah sepeninggalnya mereka, ada suara ketukan pintu berulangkali. Rasty dengan enggan melangkah gontai ke arah pintu untuk membukakan pintu dan betapa terkejutnya ketika ia mendapatkan dua pria dengan tato penuh di tangannya dan dengan muka garang menatap Rasty"Endang mana?" "Baru saja keluar, katanya mau men
***Sesampainya kantor, Devi langsung meraih ponselnya kembali dan melihat pesan yang sudah dibuka namun belum ada balasan dari Rendi.Devi penasaran lalu menelepon apalagi masih tersisa waktu sebelum jam kerja dimulai.“Hallo, Dev. Maaf aku lagi di rumah Tante,” sapa Rendi setelah telepon tersambung.Devi bergeming, teringat terakhir kali dia diusir. Rasa khawatir mulai menguasainya.Bagaimana kalau Tante Rendi mengatakan yang tidak-tidak ke Rendi? Bagaimana kalau Rendi sampai ilfil dengannya dan sudah tidak mau menolongnya lagi?“Dev, kok diam saja. Ya sudah nanti kita ngobrol di kantor. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Rendi membuyarkan pikiran Devi.“Baiklah, aku tutup teleponnya.“Devi termangu setelah menutup teleponnya.Ada perasaan aneh yang menguasai pikirannya. Ada rasa takut ditinggalkan. Ah mungkinkah?Devi menyibukkan diri dengan menghalau beberapa pikiran yang mengganggu dengan pekerjaannya.Terkadang ke bagian produksi untuk menyapa dan mengobrol dengan karyawan di s
Seminggu sudah berlalu, Devi masih menumpang di tempatnya Nurul. Bukan niatnya ingin berlama-lama, dia sudah memesan ke Rendi untuk mencarikan rumah untuk dibeli. Namun tak kunjung ia dapat.Devi berangkat kerja seperti biasanya, diantar jemput oleh Rendi.Hingga di suatu siang. Ponsel Devi bergetar, dengan sigap langsung menerima panggilan.“Hallo.““Dev! Ini Bu Nurul, pinjam ponsel tetangga, kamu pulang bisa tidak siang ini? Reyhan hi-la-ng,” ucapnya terbata-bata.“Apa, Bu? Bagaimana bisa terjadi? Kenapa bisa hilang?“ cecar Devi.“Tadi pas ke supermarket depan, aku kebelet pipis, Reyhan aku taruh di troly dan Ratih yang kusuruh jaga. Tapi pas kembali Reyhan sudah gak ada.“Mendengar itu, dunia serasa runtuh untuk Devi, lututnya lemas seketika. Pikiran buruk mulai menguasainya. Bagaimana kalau dijual dan diambil organnya? Bagaimana kalau dibuat tumbal? ataukah bisa jadi dijadikan pengemis?Devi menggeleng mengibaskan pikiran buruknya. Dia langsung bergegas menghampiri Bu Dina untuk m
“Hasan, kita punya uang sekarang. Ha ha ha.” Suara ketawa Endang memenuhi ruangan sempit yang mereka tinggali saat ini.“Bu, aku masih tidak tega dengan bayi ini, sepertinya ini memang bayiku. Lhatlah, Bu. Hidungnya mirip sepertiku,”“Itu bukan anakmu, bayangkan saja pas kamu kerja, dengan jahatnya Devi selingkuh Di belakangmu dan lihat. Ini hasilnya,” tunjuk Endang ke bayi yang digendongnya.Mereka berhasil mengambil Reyhan setelah hampir seminggu membuntuti Devi. Perjuangan mereka tidak sia-sia meskipun harus berubah penampilan. Sekarang mereka tinggal di kontrakan yang tidak jauh dari Devi bekerja.Mereka mengambil Reyhan untuk dibawa mengemis.Endang berinisiatif pura-pura buta dan Hasan menggendong bayinya. Itu sangat terlihat menyedihkan.Bahkan hari ini mereka sudah melakukan dan berhasil mendapatkan uang banyak.Hasan memandang bayinya, pikirannya tidak menentu, antara percaya ucapan ibunya atau tidak. Sedangkan hati nuraninya seperti ada rasa yang tidak bisa diucapkan. Begi
Devi yang hampir gila mencari Reyhan yang tidak kunjung ketemu, ingin melaporkan ke pihak berwajib. Namun baru satu hari terlewat sedangkan pengajuan harus udah 48 jam setelahnya.Rendi menatapnya Iba, seharian Devi tak mau diajak makan. Pemandangan yang begitu menyesakkan.Permasalahan yang dihadapi Devi begitu beruntun. Niatnya Rendi langsung menikahi dan memboyong Devi ke rumahnya kini tertunda lagi.Devi menatap kosong di pinggir jalan raya, duduk terpekur memeluk lututnya, berharap menemukan Reyhan.Lokasi demi lokasi sudah ia kunjungi. Belum juga menemukan.Bila sampai menemukan penculiknya, Devi benar-benar tidak akan memaafkan.Dia begitu tersiksa batinnya, rindunya, rasa kawatir yang ditujukan Reyhan. Frustasi dibuatnya.“Ren, coba kita ke rumah Bu Endang. Terakhir dia emosi karena aku tidak mau membayarkan utangnya, siapa tahu mereka pelakunya,” lirih Devi saat teringat kejadian lalu.“Ya sudah, ayo!“ Rendi langsung bergegas menuju parkiran mobil dan diikuti Devi.Mobil Ren
Sepergian Devi dan Reyhan. Tante merasakan ada yang hilang, Hidupnya terasa kosong dan tidak secerah sebelumnya.Apalagi suaminya sering kali pergi keluar bahkan terkadang tidak pulang sama sekali membuatnya sangat kesepian.Salahkah iya memperjuangkan miliknya? Ia hanya takut miliknya diambil apalagi dia dan Devi jauh berbeda bagai langit dan bumi. Apalagi suaminya pernah selingkuh di masa lalu, membuatnya sangat trauma. Menerima bukan berarti iklas bila suami kembali selingkuh.Boleh kan untuk waspada? Tapi kenapa dirinya selalu mengharapkan Devi kembali ke rumah? Ingin rasanya mencari dan memanggil Devi kembali. Tapi rasa gengsi begitu menguasai dirinya.Akhirnya dengan mengumpulkan keberanian, Tante Rendi mengambil ponselnya dan menekan tombol panggil ke nomor Rendi.“Hallo, Tante,” sapa Rendi ketika sudah tersambung.“Kamu lagi apa, Ren?“ tanya Tante Rendi basa-basi.Ingin rasanya langsung menanyakan kabar Devi, namun ada sesuatu yang menahan di tenggorokannya.“Lagi sama Devi
Esoknya Endang sudah bersiap dengan kostum yang memelas. Reyhan pun sengaja tidak dimandikan agar terlihat kusut.Mereka akan kembali mengemis di lampu merah, Hasan menggendong Reyhan dan Endang memakai kacamata hitam sebagai pelengkap dengan tongkat.Hasan menatap lekat ke Reyhan yang dari tadi tidak mengeluarkan suara tangis, bahkan setiap diangkat tangan dan kakinya lunglai seperti tanpa tulang. Biasanya jemari kecil nan mungil itu pasti menggenggam erat baju yang dipakai Hasan. Tapi ini tidak sama sekali, membuat Hasan curiga, ia meraih lengan Reyhan memijit jari jemarinya. Kenapa lemas sekali?Bahkan tadi malam Hasan tidak mendengar suara tangisan sama sekali, bahkan seharusnya di umur Reyhan pasti akan terbangun untuk meminta susu seperti keluhan para karyawannya pas curhat di kantor dulu.Tapi kenapa berbeda dengan bayi ini, mungkinkah karena anak yang pintar? Hasan menatap kembali manik mata Reyhan. Seperti tatapan kosong, dengan pelan Hasan meraih pipi Reyhan dan mencubitnya
Bab 73Rita menutup jendela rumah juga kamarnya saat ia menyadari hari telah sore. Perasaannya menjadi lega setelah menggugat cerai Danu. Ya meskipun hasil sidang belum turun tapi Ia yakin pasti ia akan memenangkan kasus ini.Ia menuju dapur. Membuka kotak makanan yang berisi cabe itu dan hendak memasak mie.Saat ia mengambil kotak itu, ia teringat saat Devi mengajari ilmu cara menyimpan sayur yang benar seperti apa. Ia pun jadi merindukan Raihan, saat kebersamaan dengan Reyhan juga Devi kini kenangan itu hadir kembali.Ia juga sempat menyesali dulu telah mengusir Devi malam-malam dan penyesalan itu selalu mengganggu tiap malam tidurnya.Rasty menghalau pikirannya dan membuka plastik bungkus mie itu dan langsung memasukkannya ke panci yang sudah berisi air mendidih. Ia memasukkan perlahan dan memotong beberapa cabe lalu ikut dimasukkan bersama mie tadi.Rasa rindu kepada Raihan membuat ia ingin berkunjung ke pusara RehanIngin sekali ia ke sana namun ia menyadari hari telah sore. Akhi
4Rasti pun menggeser tubuhnya sedikit ke samping meski rasa sakit yang kian mendera di area perutnya tapi tenggorokannya juga menjerit minta untuk diisi. Rasti berusaha kuat untuk mengambil air minum itu hingga naas, bukannya air minum yang ia dapatkan melainkan tubuhnya terjatuh terjerembab ke lantai dan dan infus yang ada di tangannya terlepas begitu saja hingga keluarlah darah dari tangan Rasti itu."To ... tolong," suaranya terdengar parau. Kenapa susah sekali ia bersuara. Ia meringis dan membiarkan darah menetes dari tangannya. Ia hanya bisa menatap nanar. 5 menit berlalu.Seorang perawat datang hendak mengecek keadaan Rasty.Ia terkejut saat mendapati Rasty yang sudah berada di lantai.Perawat itu pun gegas memapah Rasty dan menidurkan kembali ke atas ranjang.Bu ... Bu. Bangun, Bu!" Ia menggoyangkan badan Rasty yang kelopak matanya sudah setengah menutup.Ia gegas membetulkan letak infusnya kembali dan membersihkan darah yang berceceran ke mana-mana."Sus, A–aku mau minum," l
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIAku pun kembali mengajak orang suruhan ku ini untuk meninggalkan rumah sakit ini. Sebab aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan Rasti sekarang semuanya antara aku dan Rasti sudah selesai.***POV authorDi sisi lain Devi dan Rendy yang tengah berbahagia bersama keluarga mereka sebab kehadiran calon keluarga baru di rahim Devi. Terlebih lagi Devi dan Rendy yang sangat menantikan sosok mungil itu.Devi sudah merasa tidak sabar akan kehadiran bayi yang selama ini dia impikan. "Terima kasih ya Sayang sudah memberikan calon penerus Rendy Junior disini, aku semakin cinta sama kamu aku janji akan menyayangimu dan menjagamu dengan segenap jiwaku," ucap Rendy sembari menggenggam erat tangan Devi dan mengelus perut Devi yang masih rata itu. Lantas Rendy mencium tangan Devi dan Devi pun tersenyum menanggapi ucapan Rendy yang meski terkesan gombal tapi tetaplah hal itu tulus dari dalam hati Rendy. Mungkin memang Rendy terlihat tidak sempurna karena kekurangan pada f
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBAB 70Akan tetapi setidaknya aku selama ini selalu menyenangkan hatimu bukan? jadi kurasa itu semua sudah impas atas apa yang kau berikan padaku dan atas apa yang kau dapatkan dariku," uapku sembari tersenyum mengejek pada Rasti."Dasar sialan! kau benar-benar laki-laki sialan Om! Menyesal aku pernah mengenalmu dan menyesal aku sudah memberikan segalanya padamu!" pekik Rasti sembari menatapku dengan tatapan sinisnya itu. Dia kira aku peduli dengan semua itu tentu saja tidak. Bukankah dalam sebuah hubungan itu adalah simbiosis mutualisme? gimana kita saling membutuhkan dan kita saling mendapatkan hasilnya, kurasa hal itu juga yang sedang terjadi dalam hubunganku dan juga Rasti. Rasti yang membutuhkan uang dan aku yang membutuhkan kehangatan. Bukankah hal itu adil? jadi di mana letak aku tega padanya?" gumamku dalam hati. "Enggak usah banyak drama Rasti, cepat kamu tinggalkan rumah ini sebab rumah ini sudah ada yang membeli dan sebentar lagi akan ditempati.
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIMereka pun akhirnya mau bubarkan diri tanpa menghiraukan lagi kondisi Rasti yang sebenarnya dia merasakan sakit di area perutnya itu.***POV DANUAku meremas rambutku dengan kasar aku sangat frustasi saat mengetahui kalau perusahaan yang kebangun dengan susah payah ini sudah di ujung tanduk. Hanya tinggal menghitung hari dan jam saja usaha yang kubangun dengan tetesan keringat itu pun akan bangkrut atau gulung tikar. Terpaksa aku harus mengambil kembali rumah yang sudah kuberikan untuk Rasti untuk aku jual sebagai tambahan penutup hutang-hutangku yang jumlahnya tidak sedikit. Lumayan rumah itu dijual di sekitar laku tiga ratus juta sedangkan hutangku masih sekitar dua miliar lagi. Aku pun tidak tahu harus kemana mencari kekurangan hutang yang aku miliki ini, aku sudah memperingatkan Rasti untuk segera meninggalkan rumah itu tetapi saat pembeli rumah tersebut mengatakan padaku jika rumah itu belum kosong sebab masih ditinggali oleh Rasti aku pun berinisiat
4PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIkalau begitu saya permisi dulu ya bu-pak Mari," pamit sang dokter dan akhirnya tubuhnya menghilang dari pandangan orang-orang yang ada di rumah itu.***"Selamat ya Pak ini istri bapak sudah hamil usia empat Minggu dan ini kantung janinnya juga sudah terlihat ya," ucap sang dokter pada Rendi dan juga Devi yang tengah berbaring di atas ranjang pasien dengan posisi perutnya yang sedikit terbuka untuk di USG. Rendi yang melihat dengan antusias pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk lengkungan senyum yang sangat manis begitupun dengan Devi dia merasa sangat bahagia dengan berita yang ia tahu kali ini dari suaminya saat dia baru saja tersadar dari pingsannya tadi."Alhamdulillah ya Allah Enkau akhirnya berikan titipanmu padaku setelah ujian yang kau berikan padaku selama ini," ucap Devi dalam hatinya. Setelah dokter selesai memeriksa perut Devi, Rendy pun membantu Devi untuk bangun dari posisi berbaringnya. Lantas mereka berdua mengikuti
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBab 67"Hueeek!" teriak Devi sambil berlari ke arah kamar mandi seraya menutup mulutnya.Napasnya terengah-engah, tanpa aba-aba rasa mual itu hadir begitu saja. Badannya terasa begitu lemas. Ia mencoba mengeluarkan isi di dalam perutnya. Tapi semua itu terasa sia-sia, tidak ada sebutir nasi pun yang lolos dari tenggorokannya. Kedua tangannya berpegangan dengan wastafel untuk menopang badannya.Hueeek!Mual itu kembali mengganggu Devi. Ia meremas perutnya. Kini bukan hanya mual yang didera. Bertambah sudah rasa pusing menguasai dirinya.Devi merosot. Ia bersandar dengan tembok.Ia mencoba mengingat makanan apa saja yang sudah masuk di tubuhnya.Ia memejamkan matanya mengingat-ingat, ia rasa Ia hanya makan di rumah selepas kepergian makan dari pemancingan itu."Ya, aku harus menanyakan ke Ibu, apakah beliau juga keracunan," batinnya.Belum sempat ia berdiri rasa pusing itu kembali mendera hingga ia merasakan semua menjadi gelap.10 menit berlalu ...."REN!
Rasti memunguti pakaiannya satu per satu dengan Isak tangisnya. Setelah melakukan Danu pergi begitu saja meninggalkan Rasty seorang diri dengan meninggalkan beberapa lembar uang.Rasty meremas uang itu lalu melemparkannya asal. Ia beranjak dan meraih handuk. Kini ia merasa jijik dengan badannya sendiri.Berkali-kali ia membersihkan badannya dengan sabun. Menggosok terus. Bilas kasih sabun terus berulang kali hingga menimbulkan lecet di beberapa bagian tubuhnya.Tak sampai situ Ia memangkas habis rambut panjangnya. Ia benar-benar seperti sudah kehilangan hasrat dalam hidup.Ia memandangi dirinya di depan cermin. Perempuan dengan rambut yang sangat pendek, tidak rata panjang pendeknya dengan perut buncit.Rasty meraung lagi. Ia menjerit dan langsung membanting barang yang berada di sekitarnya.Terus saja ia melakukan sesuatu yang merugikannya. Ia hanya ingin melampiaskan kekecewaannya. Sampai ia merasakan kelelahan. Ia pun bersender di tembok dan merosot begitu saja. Hingga i menyad
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat pemancingan. Satu persatu turun dari mobil.Susunan batu-batu yang dibuat seperti taman juga beberapa tanaman yang ditata sedemikian rupa di pintu masuk pemancingan itu membuat siapa pun yang melewati menjadi nyaman. Banyak sekali pengunjung yang bepoto di area situ.Devi meraih lengan Rendi. Mereka jalan bergandengan, dengan pelan-pelan mereka menuruni anak tangga untuk menuju ke tempat makan. Beberapa gazebo yang berjejer mereka lewati. Mereka berjalan agak menunduk untuk memberi salam yang yang berada di dalam gazebo itu. Gazebo itu memang di peruntukan untuk yang makan di sana. Per Gazebo per kelompok. Mereka terus berjalan menuju Gazebo yang berada di tengah kolam. Gazebo itu dibuat bagi siapapun yang mau makan di sana sembari lihat ikan berseliweran di bawahnya.Untuk menuju ke sana mereka harus melewati jembatan buatan. Tapak demi setapak mereka lalui. Akhirnya ada satu Gazebo yang masih kosong. Akhirnya mereka masuk dan menghenyakkan