Yulia, yang baru saja tiba di rumah, merasa ada yang aneh. Setelah menghempaskan tubuhnya di sofa, dia memanggil nama Arya-suaminya. Dengan suara lembut tapi cukup keras untuk terdengar di seluruh rumah. Tubuhnya yang begitu lelah seolah melarangnya untuk bangkit dari sofa.
Beberapa saat Yulia terbuai dengan empuknya sofa di rumahnya, hingga akhirnya Yulia mulai bangkit dari sofa. "Mas! Mas Arya? Kamu di mana?" Tetap tidak ada jawaban. Yulia mengernyitkan dahi, merasa cemas. Biasanya, Arya selalu menyambutnya ketika dia pulang. Dia bangkit dari sofa dan mulai berjalan ke arah kamar-kamar, berharap menemukan pria itu atau setidaknya mendengar tanda-tanda keberadaannya di rumah. Yulia, yang mulai merasa semakin khawatir, berhenti sejenak di depan pintu kamar sebuah kamar yang terletak di paviliun belakang rumahnya. Dia mendengar sesuatu—suara desahan yang samar-samar datang dari dalam kamar. Jantungnya berdetak lebih cepat. “Mas, Mas Arya!” panggilnya sambil mengetuk pintu kamar. Namun, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Penasaran dan cemas, Yulia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba mendengarkan lebih jelas. Suara itu terdengar lagi, sebuah desahan lembut yang membuat Yulia semakin gelisah. Ia ragu sejenak, berpikir apakah harus mengetuk atau langsung masuk. Dengan hati-hati Yulia menempelkan telinganya ke pintu kamar. “Suara ini.” "Siapa yang ada di dalam kamar ini?" pikirnya, semakin cemas. Merasa tidak ada pilihan lain, Yulia akhirnya memutuskan untuk mengambil kunci cadangan. Dia berjalan cepat ke arah laci kecil di ruang tamu, tempat di mana dia selalu menyimpan kunci cadangan untuk setiap kamar di rumah. Dengan tangan sedikit gemetar, Yulia membuka laci dan mengambil kunci itu. Tanpa menunggu lebih lama, dia kembali ke depan kamar tersebut dan memasukkan kunci ke lubangnya. Sambil berdoa agar semuanya baik-baik saja, Yulia memutar kunci dan perlahan membuka pintu kamar, siap menghadapi apa pun yang akan dia temui di balik pintu itu. Begitu pintu kamar terbuka, Yulia langsung masuk dan melihat seorang wanita muda sedang duduk di tempat tidurnya. Wanita itu tampak terkejut melihat Yulia masuk dengan kunci cadangan. "Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa ada di dalam rumahku?" Yulia bertanya dengan nada cemas, matanya memeriksa sekeliling kamar. Wanita itu kini tampak lebih tenang, mengerutkan kening dan menatap Yulia dengan bingung. "Saya … nama saya Zizi, Nyonya. Saya putri Bi Mina, pembantu di rumah ini.” Yulia masih ragu, merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Namun, melihat wajah Zizi yang tampak tenang dan meyakinkan, dia mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa mungkin saja dia memang salah dengar. “Apa mungkin aku salah dengar, tapi sepertinya enggak. Aku benar-benar mendengar suara itu,” batin Yulia. “Kapan kamu datang ke rumah ku, kenapa aku bisa nggak tahu kedatanganmu,” Yulia berkata, nada suaranya sedikit melunak, tapi matanya masih mencari tanda-tanda yang mencurigakan. Zizi mengangguk dan mencoba tersenyum. "Saya baru datang tadi siang, Nyonya. Saat Tuan dan Nyonya sudah berangkat ke kantor. Memangnya kenapa, apa ada hal yang bisa saya bantu.” Yulia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Meskipun masih ada keraguan di benaknya, dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh saat ini. "Baiklah, kalau begitu. Selamat malam,” Zizi mengangguk lagi, tersenyum sedikit lebih tulus kali ini. "Baik, Nyonya. Selamat malam.” Setelah mendengar penjelasan Zizi, Yulia tidak langsung pergi. Dia tetap berdiri di sana, matanya mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Zizi, Yulia memperhatikan dengan seksama, mencari tanda-tanda yang mungkin bisa menjelaskan suara desahan yang ia dengar sebelumnya. Perlahan, dia melangkah lebih jauh ke dalam kamar, memperhatikan meja lemari, dan tempat tidur. Segala sesuatu tampak normal, tapi ada sesuatu yang masih mengganggu pikirannya. "Zizi, kamu yakin semuanya baik-baik saja? Aku merasa ada yang aneh," ujar Yulia, suaranya mengandung keraguan. Zizi, yang merasakan ketidakpercayaan Yulia, berusaha tetap tenang. "Iya, Nyonya. Semua baik-baik saja. Memang kenapa, apa ada hal yang mengganggu pikiran Nyonya saat ini?” “Baru saja aku mendengar ada suara desahan dari dalam ini,” ucap Yulia sambil mengamati sekitar kamar. “Suara desahan,” jawab Zizi sambil terlihat berpikir. “Oh itu, kebetulan tadi saya menonton drama korea di televisi. Pasti suara itu yang Nyonya dengar.” Meskipun jawaban Zizi terdengar meyakinkan, Yulia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Namun, tanpa bukti lebih lanjut dan tidak ingin membuat Zizi semakin tertekan, Yulia akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, kalau begitu," katanya dengan nada pasrah. "Aku permisi dulu." Zizi tersenyum tipis dan mengangguk, sementara Yulia perlahan keluar dari kamar, masih merasa ada sesuatu yang belum terungkap. Yulia berjalan kembali ke kamarnya dengan langkah berat. Meski Zizi telah meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja, firasat Yulia mengatakan sebaliknya. Kecurigaannya semakin kuat, dan sebuah pikiran tidak enak mulai muncul di benaknya: kenapa Bi Mina tidak memberitahunya jika putrinya akan berkunjung ke rumahnya. Di kamar, Yulia duduk di tepi tempat tidurnya, mencoba meredakan kecemasan yang mulai membebaninya. Namun, rasa penasaran dan kekhawatiran terus menghantui pikirannya. Kedatangan Zizi di rumahnya secara tiba-tiba tentunya membuat Yulia merasa bingung: Ada apa sebenarnya. Setelah beberapa saat, Yulia memutuskan bahwa dia perlu mencari tahu kebenarannya. Dia tidak bisa membiarkan perasaan ini terus mengganggunya tanpa ada penjelasan. Dengan tekad yang bulat, Yulia berencana untuk mencari tahu suara apa yang baru saja di dengarnya. Dan apa tujuan Zizi datang ke rumahnya. Yulia memutuskan untuk mengamati dengan lebih cermat. Dia berencana untuk memeriksa keadaan rumah, mencari petunjuk, atau mungkin menunggu sampai ada momen yang bisa mengungkapkan kebenaran. “Aku akan mencari tahu suara apa yang baru saja aku dengar,” ucap Yulia sambil meremas sprei tempat tidurnya. “ Dengan hati yang berat, Yulia memutuskan untuk menunggu dan bersiap untuk mencari tahu lebih jauh, sambil tetap menjaga agar Zizi tidak menyadari kecurigaannya. “Bi Mina harus menjelaskan tentang semua ini.” Yulia, yang masih merasa cemas dan tidak tenang, tiba-tiba teringat pada Arya, suaminya. Selama ini, Arya juga belum terlihat atau memberikan kabar. Mungkin saja ketidakhadiran Arya ada hubungannya dengan situasi yang mengganggu pikirannya. Yulia memutuskan untuk mencari Arya, berharap menemukan jawabannya di tempat lain di rumah. Dia berjalan keluar dari kamar, melintasi ruang tamu, dan mulai mencari suaminya. Dia memeriksa ruang kerja Arya dan area lain yang biasanya sering dikunjungi Arya. “Kemana Mas Arya, kenapa sampai sekarang dia belum juga pulang.” "Mas! MasArya, kamu di mana?" panggil Yulia, suaranya kali ini lebih penuh harapan daripada sebelumnya.Yulia mulai merasa semakin frustasi dan khawatir saat berusaha menghubungi ponsel Arya. Beberapa kali dia menelepon, tetapi tidak ada jawaban. Suara dering telepon di ujung sana seolah-olah menambah kecemasannya.Akhirnya, setelah beberapa kali percobaan yang gagal, Yulia memutuskan untuk menunggu Arya di dalam kamar mereka. Dia merasa mungkin Arya sedang sibuk atau tidak bisa menjawab teleponnya, dan dia berharap suaminya akan pulang segera untuk memberikan penjelasan.Dia kembali ke kamar mereka, duduk di tepi tempat tidur, dan mencoba menenangkan dirinya sambil menunggu. Yulia merasa jantungnya berdetak cepat dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Dia berharap Arya segera pulang.“Dimana dia, kenapa sampai sekarang belum pulang juga?” ucap Yulia sambil terlihat gelisah.Sambil menunggu, Yulia mencoba mengumpulkan pikiran dan merencanakan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan kebingungannya.Ketika pintu kamar terbuka dan Arya memasuki ruangan, Yulia langsung berd
Wajah Yulia seketika berubah drastis, menandakan kekecewaan yang mendalam setelah mendengar jawaban dari suaminya, Arya. Ia berdiri mematung, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pagi yang biasanya tenang dan teratur kini terasa begitu aneh dan penuh dengan ketegangan. Yulia mencoba mengendalikan emosinya, namun perasaan tidak nyaman itu semakin membesar, membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam rumah tangganya. Setelah membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai, Zizi segera pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan yang campur aduk. Di sisi lain, Arya dengan cepat berdiri dan menghampiri Yulia, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di ruangan itu. Dengan lembut, Arya merangkul pinggang Yulia, menariknya lebih dekat. "Sayang, tidak perlu marah kepada Zizi," katanya dengan suara tenang. "Semua ini hanya sebuah ketidaksengajaan. Dia pasti tidak bermaksud menjatuhkan gelas itu." Yulia tetap diam, matanya masih menata
Yulia masih membawa perasaan gelisah dan penasaran saat melangkah menuju kamarnya. Setelah menutup pintu dan menghela napas, dia terkejut melihat suaminya, Arya, sudah tertidur di atas ranjang. Namun, kejutan itu bukan hanya karena Arya yang sudah tidur lebih awal dari biasanya, melainkan karena sesuatu yang tidak biasa—Arya tidur tanpa mengenakan kaos, berbeda dari kebiasaan hariannya.Yulia berdiri mematung di ambang pintu kamar, memperhatikan suaminya yang terbaring dengan posisi yang tampak tenang. Namun, ketenangan itu justru membuatnya merasa semakin aneh. Pikiran Yulia segera dipenuhi dengan berbagai pertanyaan: Mengapa Mas Arya sudah tidur? Mengapa dia tidak mengenakan kaos? Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi di rumah tadi?Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Yulia mendekati Arya dengan hati-hati. Dia memandang suaminya dengan penuh curiga, mencoba mencari petunjuk lain yang mungkin bisa menjelaskan situasi ini. Namun, Arya tetap terlelap, tampak tidak menyada
Setelah tiba di rumah dan mengamati suasana yang masih sepi, Yulia merasa semakin yakin dengan keputusannya untuk memasang CCTV. Ia membawa perangkat CCTV yang baru dibelinya dan mulai memikirkan tempat yang tepat untuk memasangnya.Pertama-tama, Yulia memutuskan untuk memeriksa kamar tidur dan ruang kerja Arya. Dia ingin memastikan bahwa pemasangan CCTV dilakukan dengan hati-hati dan tidak mengganggu privasi mereka, tetapi juga efektif dalam memantau situasi di rumah. Yulia mulai dengan mengatur posisi kamera di kamar tidur. Dia memilih lokasi yang strategis, yang memungkinkan kamera untuk menangkap sudut-sudut penting tanpa terlihat terlalu mencolok. Selanjutnya, dia bergerak ke ruang kerja Arya, memilih tempat yang memungkinkan untuk memantau aktivitas di ruangan tersebut dengan jelas.Saat melakukan pemasangan, Yulia juga memastikan untuk menyembunyikan kabel dan perangkat dengan baik agar tidak mengganggu penampilan ruangan dan tidak menimbulkan kecurigaan. Dia memastikan semua
Yulia mengusap air mata dari wajahnya dan menatap cermin dengan tekad. Ia tahu bahwa membongkar perselingkuhan Arya bukan hanya tentang mendapatkan keadilan, tetapi juga tentang memberdayakan dirinya sendiri. Yulia mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengungkapkan kebenaran dengan cara yang terhormat dan efektif, berusaha agar tindakan tersebut tidak hanya membela haknya tetapi juga menjaga martabatnya.Yulia menguatkan diri sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia membisikkan pada dirinya sendiri, "Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa membongkar perselingkuhan Mas Arya dengan cara yang tidak akan mereka duga." Tekadnya semakin menguat, dan ia mulai menyusun rencana dengan penuh hati-hati, memikirkan setiap langkah untuk memastikan hasil yang terbaik dan mengejutkan bagi Arya dan pihak-pihak terkait.Yulia dengan cepat merapikan dirinya, menghapus sisa-sisa air mata, dan menata ulang penampilannya agar terlihat lebih tenang. Setelah merasa cukup siap, ia keluar d
Setelah semua berkumpul di ruang keluarga, Yulia segera mempersiapkan acara dengan menghubungkan ponselnya ke televisi. Ia memastikan semua kabel dan perangkat terhubung dengan benar agar film dapat ditayangkan tanpa kendala. Dengan segala persiapan yang telah dilakukan, Yulia merasa siap untuk memulai malam yang telah direncanakannya.Ketika film mulai menayangkan adegan Arya yang masuk ke dalam kamar bersama Zizi, suasana di ruang keluarga langsung berubah menjadi tegang. Semua mata terlihat terkejut, terutama Arya dan Zizi yang saling memandang dengan ekspresi kebingungan dan ketakutan. Yulia berusaha tersenyum sambil menahan air matanya, berusaha menunjukkan kekuatan dan ketenangan di hadapan situasi yang sangat emosional ini. Ia melihat reaksi mereka dengan penuh perhatian, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Arya, yang sebelumnya diam mematung, kini berdiri di hadapan Yulia. Dengan tangan yang gemetar, ia memegang tangan Yulia dan
Di dalam kamar tidur mereka, Yulia merasakan tekanan emosional yang semakin meningkat. Pintu kamar tertutup rapat, mengisolasi mereka dari dunia luar. Hanya ada mereka berdua di dalam ruangan, dan Yulia tidak bisa lagi menahan kemarahan dan rasa sakit yang menggelegak dalam dirinya.Arya berdiri di ujung kamar, tampak gelisah, sementara Yulia duduk di tepi ranjang, wajahnya merah padam dan mata berkilau penuh air mata. Saat dia menatap Arya, kemarahan yang membara semakin terlihat."Kau pikir aku bisa menerima semua ini begitu saja?" teriak Yulia, suaranya menggema di ruangan kecil itu. "Selama ini aku mempercayaimu, dan inilah yang kau balas? Dengan perselingkuhan murahan ini?"Arya mencoba mendekat, tetapi Yulia langsung berdiri dan mengangkat tangan, seolah mencoba mencegahnya mendekat. "Jangan sentuh aku!" serunya, suara bergetar penuh emosi. "Bagaimana kau bisa begitu tega? Zizi, asisten rumah tangga kita! Bagaimana bisa kau mempermalukan dirimu sendiri seperti ini?"Arya mengang
Setelah Yulia meninggalkan rumah dengan penuh kemarahan, ruangan terasa semakin mencekam. Arya berdiri di tempat, jari-jarinya menegang karena kemarahan dan rasa frustrasi. Dia menatap Zizi dengan mata penuh kemarahan, tidak bisa lagi menahan emosinya.“Zizi!” Arya membentak, suaranya keras dan penuh amarah. “Apa kamu sudah puas? Sudah puas melihat semua ini hancur? Apa kamu senang telah membuat rumah tanggaku berantakan?”**Bab 6: Tumpahan Emosi**Setelah kemarahan Arya yang meledak, Zizi, yang merasa tertekan dan tidak ingin disalahkan, menatap Arya dengan tatapan tajam. Rasa sakit dan kemarahan membuatnya tak mampu lagi menahan diri.“Arya!” Zizi berteriak dengan nada penuh emosi. “Ini bukan kesalahanku! Ini semua terjadi karena perasaan cinta yang muncul di antara kita, bukan hanya karena keputusanku!”Arya terkejut mendengar jawaban Zizi. “Perasaan cinta?” tanyanya dengan nada skeptis. “Jadi, kamu pikir semua ini bisa dibenarkan hanya karena kamu merasa jatuh cinta?”“Ini bukan h