Share

Bab 2. Kecurigaan Awal

Yulia mulai merasa semakin frustasi dan khawatir saat berusaha menghubungi ponsel Arya. Beberapa kali dia menelepon, tetapi tidak ada jawaban. Suara dering telepon di ujung sana seolah-olah menambah kecemasannya.

Akhirnya, setelah beberapa kali percobaan yang gagal, Yulia memutuskan untuk menunggu Arya di dalam kamar mereka. Dia merasa mungkin Arya sedang sibuk atau tidak bisa menjawab teleponnya, dan dia berharap suaminya akan pulang segera untuk memberikan penjelasan.

Dia kembali ke kamar mereka, duduk di tepi tempat tidur, dan mencoba menenangkan dirinya sambil menunggu. Yulia merasa jantungnya berdetak cepat dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Dia berharap Arya segera pulang.

“Dimana dia, kenapa sampai sekarang belum pulang juga?” ucap Yulia sambil terlihat gelisah.

Sambil menunggu, Yulia mencoba mengumpulkan pikiran dan merencanakan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan kebingungannya.

Ketika pintu kamar terbuka dan Arya memasuki ruangan, Yulia langsung berdiri dari tempat tidurnya. Raut wajahnya terlihat tegang dan penuh pertanyaan. Arya, yang baru saja pulang dan tampak sedikit lelah, melihat ekspresi cemas di wajah istrinya.

"Akhirnya kamu pulang, Mas! Kamu ke mana saja? Kenapa tidak ada kabar? Aku mencoba menelponmu berkali-kali!" tanya Yulia dengan nada cemas, seraya melontarkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Arya terkejut melihat reaksi Yulia yang begitu mendalam. Dia mencoba untuk tetap tenang dan menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku tadi harus menyelesaikan beberapa urusan mendesak di kantor yang memakan waktu lebih lama dari yang aku pikirkan. Ponselku mati dan aku tidak sempat memberitahumu."

"Maafkan aku kalau membuat kamu khawatir, Yulia," kata Arya, mencoba memberikan penjelasan yang memadai.

Yulia mengangguk pelan, meskipun wajahnya masih menunjukkan keraguan. Setelah mendengar penjelasan Arya, dia memutuskan untuk menceritakan apa yang baru saja ia alami di kamar pembantu.

"Mas, apa kamu tahu kalau anak Bi Imah datang kemari?” tanya Yulia dengan nada serius.

“Enggak, memang sejak kapan dia ada di sini,” ucap Arya dengan rasa penasaran sambil melepaskan kemejanya.

“Tadi saat aku tanya dia bilang baru datang tadi siang saat kita sudah berangkat ke kantor, tapi ada hal yang membuatmu curiga pada Zizi.” Yulia terlihat terus berpikir keras.

“Zizi? Jadi gadis itu bernama Zizi.” Arya mencoba menebak. “Memang apa yang membuatmu curiga padanya?” tanya Arya dengan penasaran.

Sambil berusaha mengingat, Yulia menceritakan kejadian yang baru saja ia alami. Yulia mengatakan jika saat itu dirinya sedang berjalan ke paviliun untuk mencari Arya. Namun, tanpa sengaja ia mendengar suara desahan dari kamar pembantu dan saat ia membuka kamar itu Zizi ada di dalam kamar.

Arya terlihat terkejut mendengar cerita Yulia. "Desahan? Apa kamu yakin itu berasal dari kamar Zizi?"

Yulia mengangguk. "Ya, aku yakin. Aku sudah memeriksa seluruh rumah dan tidak menemukan siapapun selain Zizi. Bahkan Bi Imah pun seprtinya sudah tertidur pulas di kamarnya sendiri.”

Arya menatap Yulia dengan serius, mencoba memahami situasi tersebut. "Aku mengerti kenapa kamu khawatir. Tapi aku yakin Zizi tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membuat ibunya dalam masalah.”

Yulia masih merasa tidak sepenuhnya yakin, tetapi mendengar penjelasan Arya, dia merasa sedikit lebih tenang. "Aku harap begitu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini begitu saja. Kita harus mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya terjadi."

Arya mengangguk, mengerti kekhawatiran Yulia. "Baiklah, kita akan cari tahu lebih lanjut. Aku akan berbicara dengan Zizi dan Bi Imah besok pagi.”

Yulia merasa sedikit lega mengetahui bahwa Arya siap untuk membantu mencari tahu kebenaran. Mereka berdua kemudian berencana untuk membicarakan masalah ini lebih lanjut dan memastikan bahwa tidak ada hal yang tersembunyi di balik apa yang terjadi.

***

Yulia yang sudah rapi dan siap dengan rencananya, segera menuju ke meja makan. Di sana, dia melihat Zizi sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Arya. Wanita muda itu terlihat begitu sangat cantik. Namun, ada satu hal yang membuat Yulia terpaku. Yaitu saat ia tanpa sengaja melihat lirikan mata Arya pada Zizi.

Yulia berjalan mendekat, sambil tersenyum lembut. “Selamat pagi, semua."Yulia menyapa dengan nada penuh kasih.

Zizi berhenti sejenak, menatap Yulia dengan sedikit terkejut. "Selamat pagi, Nyonya," jawabnya sambil tersenyum.

"Bagaimana, Zi. Apa kamu betah tinggal di sini?” tanya Yulia sambil mulai mengambil sepotong roti. “Oh ya, dimana Bi Imah. Kenapa dia belum terlihat.” Yulia mengedarkan pandangannya mencari Bi Imah.

Dengan gugup Zizi mulai menjawab. "I-itu, Non. Ibu sedang istirahat di kamarnya, dia bilang sedang nggak enak badan.”

Yulia merasa khawatir mendengar jawaban itu. "Sakit, kalau begitu aku akan ke kamarnya sebentar. Aku ingin tahu sakit apa Bi Imah.”

Zizi mengangguk, melanjutkan meletakkan beberapa cangkir di atas meja. Sementara itu, Yulia yang merasa cemas segera berdiri dari tempat duduknya. Dengan tergesa-gesa ia sgera berjalan ke arah kamar Bi Imah.

Beberapa saat Yulia berada di kamar Bi Imah, Yulia tidak ingin asisten rumah tangganya kenapa-kenapa. Pasalnya hampir 30 tahun ini Bi Imah sudah mengabdi kepada keluarganya. Bahkan saat orang tua Yulia masih hidup.

"Selamat pagi, Bi,” sapa Yulia yang sudah berdiri di bibir pintu kamar. “Bagaimana keadaan Bibi? Aku dengar dari Zizi, Bibi sakit?” tanya Yulia sambil berjalan mendekat ke arah Bi Imah.

Bi Imah tersenyum sambil berbaring di tempat tidur, "Saya hanya masuk angin biasa saja, Non.”

“Alhamdulillah kalau Bibi baik-baik saja,” ucapnya sambil tersenyum. “Ini ada sedikit uang untuk Bibi.” Yulia menyerahkan sejumlah uang pada asisten rumah tangganya itu, ia berharap uang itu bisa membantu pengobatan Bi Imah saat ini.

“Alhamdulillah, terima kasih, Non.” Bi Imah menerima uang itu dengan bahagia.

Yulia tersenyum hangat di hadapan Bi Imah. Sebenarnya bagi Yulia ini adalah saat yang tepat untuk bertanya tentang kedatangan Zizi. Namun, melihat kondisi Bi Imah yang cukup lemah membuat Yulia mengurungkan niatnya .

“Ya sudah, aku keluar dulu. Bibi istirahat saja sampai pulih, biar pekerjaan Bibi di kerjakan Zizi,” ucap Yulia sambil berdiri dari tempat duduknya.

“Terima kasih, Non. Maaf sudah merepotkan,” jawab Bi Imah dengan wajah sungkan.

Yulia hanya tersenyum sesaat, hingga akhirnya ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut. Ia berharap dengan memberikan waktu pada Bi Imah untuk beristirahat bisa membuatnya cepat pulih. Jadi dengan begitu Yulia bisa secepatnya menanyakan tentang maksud kedatangan Zizi.

“Pyar!”

Yulia yang berjalan di paviliun tiba-tiba terkejut mendengar sebuah benda jatuh dari arah ruang makan. Dengan terburu-buru dan rasa penasaran Yulia segera berlari ke arah ruang makan. Terlihat Zizi sedang memunguti pecahan kaca yang ada di dekat Arya, tidak hanya itu gadis tersebut juga sesekali terlihat mengusap mulutnya dan merapikan pakaian yang ia kenakan.

“Ada apa ini, Mas?” tanya Yulia dengan rasa penasaran.

“E-enggak, ini Zizi tadi nggak sengaja menyenggol gelas yang ada di hadapanku.” Arya menjawab dengan gugup.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status