Setelah tiba di rumah dan mengamati suasana yang masih sepi, Yulia merasa semakin yakin dengan keputusannya untuk memasang CCTV. Ia membawa perangkat CCTV yang baru dibelinya dan mulai memikirkan tempat yang tepat untuk memasangnya.
Pertama-tama, Yulia memutuskan untuk memeriksa kamar tidur dan ruang kerja Arya. Dia ingin memastikan bahwa pemasangan CCTV dilakukan dengan hati-hati dan tidak mengganggu privasi mereka, tetapi juga efektif dalam memantau situasi di rumah. Yulia mulai dengan mengatur posisi kamera di kamar tidur. Dia memilih lokasi yang strategis, yang memungkinkan kamera untuk menangkap sudut-sudut penting tanpa terlihat terlalu mencolok. Selanjutnya, dia bergerak ke ruang kerja Arya, memilih tempat yang memungkinkan untuk memantau aktivitas di ruangan tersebut dengan jelas. Saat melakukan pemasangan, Yulia juga memastikan untuk menyembunyikan kabel dan perangkat dengan baik agar tidak mengganggu penampilan ruangan dan tidak menimbulkan kecurigaan. Dia memastikan semua perangkat terhubung dengan benar dan berfungsi sesuai harapan. Setelah selesai memasang CCTV di beberapa lokasi, Yulia merasa sedikit lebih tenang. Meskipun dia tahu bahwa pemasangan ini mungkin tidak sepenuhnya mengatasi semua kekhawatirannya, dia merasa ini adalah langkah yang diperlukan untuk merasa lebih aman dan memastikan segala sesuatu di rumah terpantau dengan baik. Ketika Arya tiba di rumah setelah seharian di kantor, dia disambut oleh Yulia yang sedang berdiri di ruang tamu. Yulia terlihat lebih ceria dan tenang daripada sebelumnya, dan senyumnya menyambut kedatangan Arya. Saat Arya memasuki rumah, Yulia segera menghampirinya dengan lembut dan memegang tangannya. "Selamat datang pulang, Mas. Aku senang kamu sudah kembali," ujar Yulia dengan nada hangat. Arya membalas senyuman Yulia, merasa senang melihat istrinya dalam suasana hati yang lebih baik. "Terima kasih, Sayangl. Aku juga senang bisa pulang. Bagaimana harimu?" Yulia menggenggam tangan Arya sedikit lebih erat, "Hari ini aku memutuskan untuk melakukan sedikit perawatan diri dan berbelanja. Aku merasa lebih baik setelahnya." Arya menatap Yulia dengan penuh perhatian, merasa lega melihat perubahan positif dalam diri istrinya. "Itu bagus. Aku senang mendengarnya. Apakah ada yang perlu kita bicarakan atau lakukan malam ini?" Yulia menggelengkan kepala, "Tidak ada yang mendesak. Aku hanya ingin kita menikmati waktu bersama dan bersantai malam ini." Arya tersenyum, mengangguk setuju. "Baiklah, mari kita nikmati malam ini. Aku juga ingin berbicara tentang beberapa hal denganmu nanti." Dengan tangan mereka masih saling menggenggam, Yulia dan Arya melangkah bersama menuju ruang makan, siap untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama setelah hari yang panjang. Sesampainya di kamar, Yulia dengan lembut melepaskan dasi yang melingkar di leher Arya. Dia melakukan ini dengan penuh perhatian, menggenggam dasi tersebut dengan satu tangan sementara tangan lainnya membelai leher Arya. Arya menatap Yulia dengan senyuman penuh kasih sayang, merasakan sentuhan lembut dari istrinya. "Terima kasih, Sayang," katanya dengan nada hangat. Yulia tersenyum, lalu melipat dasi tersebut dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. Dia kemudian kembali mendekat dan memeluk Arya dengan lembut, merasakan kedekatan mereka dalam suasana yang tenang dan intim. Mereka berdua duduk bersama di tepi tempat tidur, berbagi momen kehangatan dan keintiman setelah hari yang panjang. Suasana di kamar terasa nyaman, dan kedekatan fisik serta emosional ini semakin memperkuat ikatan mereka. Malam itu, Yulia dan Arya sepenuhnya fokus pada satu sama lain, menikmati kebersamaan mereka tanpa gangguan dari pikiran atau masalah lainnya. Mereka berbagi momen-momen intim dengan penuh perhatian, merasakan kedekatan yang mendalam dan saling memberi dukungan emosional. Suasana di kamar terasa tenang dan nyaman, memungkinkan mereka untuk melepaskan stres dan kekhawatiran sehari-hari. Dengan penuh kasih sayang, mereka berdua merasakan kehadiran dan kebersamaan satu sama lain, membuat malam itu menjadi pengalaman yang menyenangkan dan mempererat hubungan mereka. *** Saat berada di kantor, Yulia tiba-tiba merasa pikirannya melayang kembali ke CCTV yang baru saja dipasangnya di rumah. Meskipun dia berusaha untuk fokus pada pekerjaannya, rasa penasaran dan kekhawatiran tentang bagaimana semuanya berjalan di rumah membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. Yulia membayangkan bagaimana kamera-kamera tersebut berfungsi dan bagaimana hasil rekamannya. Dia bertanya-tanya apakah ada aktivitas mencurigakan yang mungkin terekam, atau apakah pemasangan perangkat tersebut benar-benar memberikan rasa aman seperti yang diharapkannya. Kekhawatiran ini membuatnya ingin segera memeriksa hasil rekaman dari CCTV, namun dia tahu bahwa dia harus menunggu hingga dia kembali ke rumah. Untuk sementara, Yulia mencoba untuk mengalihkan pikirannya dengan fokus pada tugas-tugas kantor dan berbicara dengan rekan kerja, tetapi ketidaknyamanan dan rasa penasaran tentang keadaan di rumah tetap menghantui pikirannya. Setibanya di rumah, Yulia tidak menemukan Arya, yang mungkin masih berada di kantor atau sedang berada di luar. Dia melihat bahwa Zizi dan Bi Imah sudah beristirahat di kamar mereka masing-masing. Dengan rasa penasaran yang memuncak, Yulia segera menuju kamarnya. Dia mengambil perangkat CCTV dan menghubungkannya ke ponselnya untuk memeriksa rekaman. Dengan hati-hati, Yulia membuka aplikasi CCTV di ponselnya dan mulai melihat rekaman dari beberapa hari terakhir. Dia mencari momen-momen tertentu yang membuatnya merasa khawatir, seperti aktivitas mencurigakan atau perubahan perilaku di rumah. Setiap detik rekaman diperiksa dengan teliti, berharap untuk menemukan informasi yang bisa memberikan kejelasan dan mengurangi rasa cemasnya. Yulia menunggu dengan sabar saat video diputar, merasa campur aduk antara rasa ingin tahu dan kekhawatiran tentang apa yang mungkin dia temukan. Saat Yulia memeriksa rekaman CCTV, matanya langsung melebar ketika melihat gambar dari kamar utamanya. Yulia tidak bisa menahan air matanya yang mengalir deras. Hatinya terasa hancur melihat kenyataan yang baru saja dia temukan. Dengan suara bergetar, Yulia bergumam, "Aku tidak percaya, Mas. Aku tidak bisa percaya kalau kamu bisa mengkhianatiku seperti ini." Kata-katanya penuh dengan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. Dia berdiri di tempat, merasa kehilangan dan bingung tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Emosinya meluap, dan dia merasa sulit untuk menghadapi kenyataan bahwa seseorang yang sangat dia percayai bisa melakukan hal seperti ini. Yulia tidak bisa menahan air matanya yang mengalir deras. Hatinya terasa hancur melihat kenyataan yang baru saja dia temukan. Dengan suara bergetar, Yulia bergumam, "Aku tidak percaya, Arya. Aku tidak bisa percaya kalau kamu bisa mengkhianatiku seperti ini." Kata-katanya penuh dengan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. Dia berdiri di tempat, merasa kehilangan dan bingung tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Emosinya meluap, dan dia merasa sulit untuk menghadapi kenyataan bahwa seseorang yang sangat dia percayai bisa melakukan hal seperti ini. Di tengah isak tangis yang tak tertahan, Yulia berteriak memanggil nama Arya dengan penuh emosi. Suaranya menggema di dalam kamar yang sepi dan tenang, penuh dengan kepedihan dan kemarahan."ARYA!" teriaknya, suaranya pecah dan penuh dengan rasa sakit. "Kenapa kamu melakukan ini padaku?"Yulia meluapkan semua emosinya, merasakan betapa hancur dan tersinggungnya dia akibat apa yang baru saja dia temukan. Tangisan dan teriakannya menjadi cara dia untuk melepaskan semua perasaan yang menumpuk dan sakit hati yang mendalam.Yulia mengusap air mata dari wajahnya dan menatap cermin dengan tekad. Ia tahu bahwa membongkar perselingkuhan Arya bukan hanya tentang mendapatkan keadilan, tetapi juga tentang memberdayakan dirinya sendiri. Yulia mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengungkapkan kebenaran dengan cara yang terhormat dan efektif, berusaha agar tindakan tersebut tidak hanya membela haknya tetapi juga menjaga martabatnya.Yulia menguatkan diri sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia membisikkan pada dirinya sendiri, "Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa membongkar perselingkuhan Mas Arya dengan cara yang tidak akan mereka duga." Tekadnya semakin menguat, dan ia mulai menyusun rencana dengan penuh hati-hati, memikirkan setiap langkah untuk memastikan hasil yang terbaik dan mengejutkan bagi Arya dan pihak-pihak terkait.Yulia dengan cepat merapikan dirinya, menghapus sisa-sisa air mata, dan menata ulang penampilannya agar terlihat lebih tenang. Setelah merasa cukup siap, ia keluar d
Setelah semua berkumpul di ruang keluarga, Yulia segera mempersiapkan acara dengan menghubungkan ponselnya ke televisi. Ia memastikan semua kabel dan perangkat terhubung dengan benar agar film dapat ditayangkan tanpa kendala. Dengan segala persiapan yang telah dilakukan, Yulia merasa siap untuk memulai malam yang telah direncanakannya.Ketika film mulai menayangkan adegan Arya yang masuk ke dalam kamar bersama Zizi, suasana di ruang keluarga langsung berubah menjadi tegang. Semua mata terlihat terkejut, terutama Arya dan Zizi yang saling memandang dengan ekspresi kebingungan dan ketakutan. Yulia berusaha tersenyum sambil menahan air matanya, berusaha menunjukkan kekuatan dan ketenangan di hadapan situasi yang sangat emosional ini. Ia melihat reaksi mereka dengan penuh perhatian, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya.Arya, yang sebelumnya diam mematung, kini berdiri di hadapan Yulia. Dengan tangan yang gemetar, ia memegang tangan Yulia dan
Di dalam kamar tidur mereka, Yulia merasakan tekanan emosional yang semakin meningkat. Pintu kamar tertutup rapat, mengisolasi mereka dari dunia luar. Hanya ada mereka berdua di dalam ruangan, dan Yulia tidak bisa lagi menahan kemarahan dan rasa sakit yang menggelegak dalam dirinya.Arya berdiri di ujung kamar, tampak gelisah, sementara Yulia duduk di tepi ranjang, wajahnya merah padam dan mata berkilau penuh air mata. Saat dia menatap Arya, kemarahan yang membara semakin terlihat."Kau pikir aku bisa menerima semua ini begitu saja?" teriak Yulia, suaranya menggema di ruangan kecil itu. "Selama ini aku mempercayaimu, dan inilah yang kau balas? Dengan perselingkuhan murahan ini?"Arya mencoba mendekat, tetapi Yulia langsung berdiri dan mengangkat tangan, seolah mencoba mencegahnya mendekat. "Jangan sentuh aku!" serunya, suara bergetar penuh emosi. "Bagaimana kau bisa begitu tega? Zizi, asisten rumah tangga kita! Bagaimana bisa kau mempermalukan dirimu sendiri seperti ini?"Arya mengang
Setelah Yulia meninggalkan rumah dengan penuh kemarahan, ruangan terasa semakin mencekam. Arya berdiri di tempat, jari-jarinya menegang karena kemarahan dan rasa frustrasi. Dia menatap Zizi dengan mata penuh kemarahan, tidak bisa lagi menahan emosinya.“Zizi!” Arya membentak, suaranya keras dan penuh amarah. “Apa kamu sudah puas? Sudah puas melihat semua ini hancur? Apa kamu senang telah membuat rumah tanggaku berantakan?”**Bab 6: Tumpahan Emosi**Setelah kemarahan Arya yang meledak, Zizi, yang merasa tertekan dan tidak ingin disalahkan, menatap Arya dengan tatapan tajam. Rasa sakit dan kemarahan membuatnya tak mampu lagi menahan diri.“Arya!” Zizi berteriak dengan nada penuh emosi. “Ini bukan kesalahanku! Ini semua terjadi karena perasaan cinta yang muncul di antara kita, bukan hanya karena keputusanku!”Arya terkejut mendengar jawaban Zizi. “Perasaan cinta?” tanyanya dengan nada skeptis. “Jadi, kamu pikir semua ini bisa dibenarkan hanya karena kamu merasa jatuh cinta?”“Ini bukan h
Yulia, setelah pulang dari kantor, merasa kebingungan ketika memasuki rumah dan tidak menemukan siapa pun di sana. Dengan langkah cepat, ia mencari keberadaan Arya, Bi Imah, dan Zizi, berusaha mengerti ke mana mereka semua pergi.Beberapa menit kemudian, suara kendaraan terdengar dari luar. Yulia bergegas menuju pintu dan melihat Arya menggandeng Zizi dengan dibantu oleh Bi Imah. Zizi tampak lemah tetapi senyum bahagia menghiasi wajahnya.Ketika mereka memasuki rumah, Yulia tidak bisa menahan rasa penasaran dan segera bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua ini bisa terjadi?”Zizi, dengan senyum penuh kepuasan, menjawab dengan nada penuh percaya diri, “Yulia, aku ingin memberitahumu sesuatu. Aku saat ini sedang mengandung benih antara diriku dan Mas Arya.”Kata-kata Zizi seperti petir di siang bolong bagi Yulia. Rasa sakit dan kehancuran segera melanda hatinya. Matanya penuh dengan air mata saat ia berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.Namun, Zizi tidak berhen
Malam hari, Yulia duduk sendirian di ruang tamu, memikirkan keputusan berat yang harus diambilnya. Ketika Arya pulang ke rumah, Yulia memintanya untuk berbicara berdua di kamar mereka.Arya memasuki kamar dengan penuh kekhawatiran, merasa bahwa perbincangan ini mungkin akan mengubah segalanya. Yulia sudah duduk di tepi tempat tidur, matanya tampak lelah dan penuh kesedihan.“Mas Arya,” Yulia memulai dengan suara lembut, “aku sudah memikirkan segala sesuatu dengan sangat mendalam. Aku tahu ini bukanlah situasi yang mudah untuk kita berdua.”Arya duduk di samping Yulia, merasakan ketegangan di udara. “Apa yang ingin kamu katakan?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Yulia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Aku memutuskan untuk menerima Zizi sebagai istri kedua kamu,” katanya dengan suara berat. “Aku tahu ini adalah keputusan yang sangat berat dan mungkin tidak adil untukku, tetapi aku merasa ini adalah jalan terbaik untuk semua pihak yang terlibat.”Arya terkej
Tanpa basa-basi, Arya menatap Zizi dengan tatapan tegas dan penuh keputusan. “Zizi,” katanya dengan suara yang penuh tekad, “aku akan meninggalkanmu malam ini juga. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini dan aku ingin kau pergi dari rumah ini.”Kata-kata Arya seperti cambuk bagi Zizi, menghancurkan hatinya. Dengan kemarahan yang membara, Zizi menatap Yulia. “Jadi ini semua adalah rencana mu 'kan Yulia? Kamu sengaja menghasut Mas Arya untuk meninggalkanku dan anak ini! Tidak ada jalan lain, kan, selain menyalahkanku?”Arya, yang merasa kemarahan dan frustrasi semakin memuncak, segera membela Yulia. “Zizi, jangan salahkan Yulia untuk semua ini! Keputusan ini adalah keputusan yang aku buat sendiri. Yulia tidak terlibat dalam masalah ini.”Yulia, yang terkejut dengan tuduhan Zizi, berusaha menjelaskan dengan penuh kesabaran. “Zizi, semua ini sebenarnya adalah keinginan Arya. Aku hanya berusaha mencari jalan terbaik untuk semua orang. Aku telah memutuskan untuk menerima kehadiranmu sebaga
Setelah acara pernikahan siri selesai, suasana di rumah kembali tegang. Zizi, yang kini merasa memiliki posisi yang lebih kuat sebagai istri kedua Arya, mulai bersikap lebih berani. Sambil memeluk Arya, dia menatap Yulia dengan senyum penuh kemenangan. “Sekarang aku adalah Nyonya Arya,” ucap Zizi dengan nada arogan. “Aku juga berhak atas rumah ini, kan? Jadi, aku ingin satu kamar untukku sendiri.”Yulia, yang meski terluka, mencoba mempertahankan ketenangannya. Dengan senyum tipis di wajahnya, dia menjawab, “Kamu bisa menempati kamar tamu yang sudah aku siapkan. Semuanya sudah diatur agar nyaman untukmu.”Namun, bukannya berterima kasih, Zizi justru menolak tawaran itu dengan nada dingin. “Aku nggak mau kamar tamu,” katanya tegas. “Aku ingin kamarmu, Mbak Yulia. Aku sedang mengandung anak Arya, dan aku ingin anak ini mendapatkan kenyamanan yang layak. Kamar yang terbaik di rumah ini harus untukku dan anakku.”Mendengar ucapan Zizi, Arya segera menarik napas dalam-dalam. Wajahnya beru