Keesokan harinya, suasana di meja makan terasa tegang. Semua orang sudah berkumpul, siap untuk memulai hari. Arya, dengan ekspresi serius di wajahnya, memutuskan untuk menyampaikan keputusannya. "Yulia, ada sesuatu yang perlu aku bicarakan," kata Arya, suaranya tegas namun penuh beban. Ia menatap Yulia, mencoba menyembunyikan rasa bersalahnya di balik kata-katanya.Yulia, yang sedang menuangkan kopi ke cangkirnya, menoleh ke arah Arya dengan wajah yang mulai tampak cemas. "Ada apa, Mas?""Aku pikir sudah saatnya kamu berhenti bekerja di kantormu," ujar Arya, tanpa mengalihkan pandangannya. "Aku ingin kamu mengajukan resign segera."Kata-kata itu seperti petir di siang bolong bagi Yulia. Ia terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya. Kaget dan bingung, ia meletakkan cangkir kopinya dengan lembut di atas meja, lalu menatap Arya dengan mata penuh pertanyaan."Kenapa tiba-tiba aku ha
Novi, yang sejak tadi memperhatikan Yulia duduk termenung, akhirnya memutuskan untuk menghampirinya. Dengan langkah pelan, ia mendekati meja kerja Yulia dan duduk di kursi yang ada di depannya. Keheningan di antara mereka terasa penuh makna, seolah-olah Novi tahu ada sesuatu yang sangat berat yang dipikul sahabatnya itu."Yul, kamu kenapa? Kamu kelihatan nggak seperti biasanya," tanya Novi dengan nada penuh perhatian, berusaha memecah kebekuan di antara mereka.Yulia menatap Novi sejenak, lalu menghela napas panjang. "Ini semua karena Zizi," jawab Yulia dengan wajah datar dan suara lelah.Novi mengernyitkan dahi. "Zizi? Apa lagi yang dia lakukan?"Yulia menundukkan kepalanya, seolah mencari kata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi. "Dia semakin menguasai segalanya, Novi. Bukan cuma Arya, tapi sekarang dia juga ingin aku berhenti dari pekerjaanku dan menyerahkan seluruh hidupku untuk mengurus rumah. Semua ini semakin tidak masuk akal," kata Yulia dengan nada getir.Novi menatap Yul
Keesokan harinya, suasana di rumah terasa tegang dan penuh dengan rasa penasaran. Pagi itu, Yulia muncul di ruang makan dengan penampilan yang rapi dan penuh percaya diri. Ia mengenakan pakaian yang terawat, dan di tangannya, ia membawa koper besar yang tampaknya penuh dengan barang-barangnya.Semua orang yang berada di meja makan—Arya, Zizi, dan Bi Imah—menatap Yulia dengan bingung dan heran. Suasana yang awalnya tenang seketika menjadi riuh ketika Yulia memasuki ruangan."Yulia, mau kemana kamu? Kenapa kamu membawa koper?" tanya Arya dengan nada kebingungan, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba ini.Yulia meletakkan koper di samping meja makan dan berdiri di tengah ruangan dengan keteguhan hati. "Aku sudah memutuskan," ucapnya dengan suara tegas. "Aku akan pergi ke luar kota selama beberapa minggu, karena ada tugas mendadak dari kantor."Zizi melirik Yulia dengan tatapan sinis, tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya melihat Yulia pergi. "Eh! Bukankah aku sudah bilang kalau kamu
Yulia, yang baru saja tiba di rumah, merasa ada yang aneh. Setelah menghempaskan tubuhnya di sofa, dia memanggil nama Arya-suaminya. Dengan suara lembut tapi cukup keras untuk terdengar di seluruh rumah. Tubuhnya yang begitu lelah seolah melarangnya untuk bangkit dari sofa. Beberapa saat Yulia terbuai dengan empuknya sofa di rumahnya, hingga akhirnya Yulia mulai bangkit dari sofa. "Mas! Mas Arya? Kamu di mana?"Tetap tidak ada jawaban. Yulia mengernyitkan dahi, merasa cemas. Biasanya, Arya selalu menyambutnya ketika dia pulang. Dia bangkit dari sofa dan mulai berjalan ke arah kamar-kamar, berharap menemukan pria itu atau setidaknya mendengar tanda-tanda keberadaannya di rumah.Yulia, yang mulai merasa semakin khawatir, berhenti sejenak di depan pintu kamar sebuah kamar yang terletak di paviliun belakang rumahnya. Dia mendengar sesuatu—suara desahan yang samar-samar datang dari dalam kamar. Jantungnya berdetak lebih cepat.“Mas, Mas Arya!” panggilnya sambil mengetuk pintu kamar. Namun
Yulia mulai merasa semakin frustasi dan khawatir saat berusaha menghubungi ponsel Arya. Beberapa kali dia menelepon, tetapi tidak ada jawaban. Suara dering telepon di ujung sana seolah-olah menambah kecemasannya.Akhirnya, setelah beberapa kali percobaan yang gagal, Yulia memutuskan untuk menunggu Arya di dalam kamar mereka. Dia merasa mungkin Arya sedang sibuk atau tidak bisa menjawab teleponnya, dan dia berharap suaminya akan pulang segera untuk memberikan penjelasan.Dia kembali ke kamar mereka, duduk di tepi tempat tidur, dan mencoba menenangkan dirinya sambil menunggu. Yulia merasa jantungnya berdetak cepat dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Dia berharap Arya segera pulang.“Dimana dia, kenapa sampai sekarang belum pulang juga?” ucap Yulia sambil terlihat gelisah.Sambil menunggu, Yulia mencoba mengumpulkan pikiran dan merencanakan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan kebingungannya.Ketika pintu kamar terbuka dan Arya memasuki ruangan, Yulia langsung berd
Wajah Yulia seketika berubah drastis, menandakan kekecewaan yang mendalam setelah mendengar jawaban dari suaminya, Arya. Ia berdiri mematung, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pagi yang biasanya tenang dan teratur kini terasa begitu aneh dan penuh dengan ketegangan. Yulia mencoba mengendalikan emosinya, namun perasaan tidak nyaman itu semakin membesar, membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam rumah tangganya. Setelah membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai, Zizi segera pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan yang campur aduk. Di sisi lain, Arya dengan cepat berdiri dan menghampiri Yulia, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di ruangan itu. Dengan lembut, Arya merangkul pinggang Yulia, menariknya lebih dekat. "Sayang, tidak perlu marah kepada Zizi," katanya dengan suara tenang. "Semua ini hanya sebuah ketidaksengajaan. Dia pasti tidak bermaksud menjatuhkan gelas itu." Yulia tetap diam, matanya masih menata
Yulia masih membawa perasaan gelisah dan penasaran saat melangkah menuju kamarnya. Setelah menutup pintu dan menghela napas, dia terkejut melihat suaminya, Arya, sudah tertidur di atas ranjang. Namun, kejutan itu bukan hanya karena Arya yang sudah tidur lebih awal dari biasanya, melainkan karena sesuatu yang tidak biasa—Arya tidur tanpa mengenakan kaos, berbeda dari kebiasaan hariannya.Yulia berdiri mematung di ambang pintu kamar, memperhatikan suaminya yang terbaring dengan posisi yang tampak tenang. Namun, ketenangan itu justru membuatnya merasa semakin aneh. Pikiran Yulia segera dipenuhi dengan berbagai pertanyaan: Mengapa Mas Arya sudah tidur? Mengapa dia tidak mengenakan kaos? Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi di rumah tadi?Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Yulia mendekati Arya dengan hati-hati. Dia memandang suaminya dengan penuh curiga, mencoba mencari petunjuk lain yang mungkin bisa menjelaskan situasi ini. Namun, Arya tetap terlelap, tampak tidak menyada
Setelah tiba di rumah dan mengamati suasana yang masih sepi, Yulia merasa semakin yakin dengan keputusannya untuk memasang CCTV. Ia membawa perangkat CCTV yang baru dibelinya dan mulai memikirkan tempat yang tepat untuk memasangnya.Pertama-tama, Yulia memutuskan untuk memeriksa kamar tidur dan ruang kerja Arya. Dia ingin memastikan bahwa pemasangan CCTV dilakukan dengan hati-hati dan tidak mengganggu privasi mereka, tetapi juga efektif dalam memantau situasi di rumah. Yulia mulai dengan mengatur posisi kamera di kamar tidur. Dia memilih lokasi yang strategis, yang memungkinkan kamera untuk menangkap sudut-sudut penting tanpa terlihat terlalu mencolok. Selanjutnya, dia bergerak ke ruang kerja Arya, memilih tempat yang memungkinkan untuk memantau aktivitas di ruangan tersebut dengan jelas.Saat melakukan pemasangan, Yulia juga memastikan untuk menyembunyikan kabel dan perangkat dengan baik agar tidak mengganggu penampilan ruangan dan tidak menimbulkan kecurigaan. Dia memastikan semua