Jatuh cinta pada pria seusia ❌ Jatuh cinta pada Om-om ✅ Seorang gadis yang ditinggalkan di Panti Asuhan bernama Brisya, harus dilema memilih pria yang mencintai dia atau yang dicintainya. Haris, putra pemilik ruko di sebelah Panti Asuhan, lelaki yang mengidap omrophobia pergi ke Mesir untuk kuliah setelah ayahnya meninggal. Ia memutuskan kembali ke kota kelahirannya setelah lima belas tahun kemudian dan bertemu lagi dengan gadis kecil dari Panti Asuhan yang kini sudah menjadi gadis cantik dan mempesona. Aji, sahabat Brisya semenjak SMP yang sangat bucin padanya. Aji akan melakukan segala cara agar Brisya bahagia dan selalu ada di sisinya. Lantas bagaimana kisah cinta segitiga antara Brisya, Haris dan Aji? Siapakah yang akhirnya Brisya pilih menjadi pemilik hatinya? Season II : Setelah hampir separuh usianya mencintai Brisya, mampukah Aji mencintai wanita lain setelah takdir tak menyatukan cintanya? Merelakan Brisya hidup bahagia dengan lelaki pilihannya adalah fase paling menyakitkan bagi Aji. Hidupnya yang mononton sejak kepergian Brisya membuatnya terpaksa terbang ke Sydney dan berlibur. Namun siapa sangka, liburan kali ini justru mempertemukannya dengan wanita yang pernah memporak-porandakan kisah cintanya beberapa tahun yang lalu. Mampukah Aji menata kembali kehidupan cintanya dan belajar mencintai wanita lain selain Brisya??
View More2 Januari 2008
Langit masih saja menumpahkan seluruh isinya. Hujan, angin dan petir yang tak berhenti sejak sore. Jalanan sepi, basah oleh air hujan yang menggenang di beberapa bagian jalan yang berlubang.Sebuah mobil berhenti tepat di sebuah bangunan bertingkat. Seseorang membuka pintu mobil di kursi penumpang, melebarkan payungnya dan turun. Usai memastikan di sekelilingnya sepi, ia mengulurkan tangan pada seseorang di dalam mobil. Lama tangannya terulur sebelum kemudian sebuah tangan kecil meraihnya, mendekat dan turun juga dari mobil hitam itu."Tunggu di sini, ya, Mami akan segera kembali," ucap wanita itu sambil tetap memayungi gadis kecil tadi.Gadis kecil itu mengangguk, wanita paruh baya tadi melepas genggamannya dan memberikan payungnya pada gadis itu.Buru-buru ia masuk kembali ke dalam mobil. Meninggalkan gadis mungil berjaket biru itu sendiri di tengah hujan yang masih turun dengan deras. Gadis itu tak paham mengapa ditinggalkan di tempat ini, yang ia tahu sekarang ia merasa dingin. Sepatunya basah oleh cipratan air hujan. Sekelilingnya gelap, ia menoleh pada rumah di belakangnya yang terang oleh temaram lampu.Ia masih menunggu, meski tak paham sudah berapa lama ia berdiri di pinggir jalan itu. Bersama dengan derasnya hujan dan petir yang tak membuatnya takut sedikit pun. Ia menoleh lagi pada rumah bertingkat di belakangnya. Sepertinya hangat berada di sana, dan ia mulai mengantuk. Kembali ia menatap jalanan yang masih sepi, maminya tak kunjung datang menjemput."Hallo, sedang apa hujan-hujanan di sini?? Di mana orang tuamu??"Gadis itu tersentak, ia menoleh cepat. Seorang perempuan setengah tua sudah berdiri di belakangnya dengan membawa payung besar. Ia tak menjawab."Siapa namamu?" lanjut wanita itu halus, gadis itu masih diam tak menjawab.Seorang perempuan datang lagi, yang ini lebih tua. Ia menatap gadis itu iba."Mau Ibu buatkan coklat hangat di dalam??" ucap perempuan yang baru datang itu pelan, berjongkok dan menepuk bahu gadis itu lembut.Gadis itu mengangguk, ia tersenyum senang. Sudah lama ia berdiri di pinggir jalan, kakinya lelah. Tangannya dingin membeku. Ia ingin segelas coklat hangat.Tangan perempuan itu terlulur untuk menggandeng tangan mungil yang kedinginan itu. Perlahan mereka semua masuk, diiringi suara petir yang bergemuruh dan hujan yang tak kunjung berhenti.Sementara di seberang jalan tak jauh dari sana, mobil SUV hitam yang tadinya menurunkan gadis kecil itu mulai melaju perlahan. Seorang wanita yang berada di dalam mobil menangis meraung-raung, sementara sang supir terus melajukan mobilnya tanpa berhenti lagi.Esok paginya."Panti Asuhan Pelita Kasih"Seorang wanita paruh baya mendekap syalnya lebih erat. Ibu Rahmi, kepala panti asuhan yang sudah 15 tahun membuka panti asuhan yatim piatu. Di hadapannya berdiri seorang wanita yang menjadi tangan kanannya, Ibu Shila, demikian anak anak panti asuhan itu memanggilnya.Ibu Rahmi berusia 40 tahun, ia mengabdikan hidupnya di panti asuhan yang ia dirikan sejak masih muda. Ibu Rahmi pernah menikah, akan tetapi suami dan anaknya meninggal karena kecelakaan. Sejak hidup sendiri, ia mulai mengasuh beberapa anak terlantar yang hidup di jalanan untuk mengusir sepi dan rindu pada suami dan anaknya.Ibu Shila, berusia 35 tahun. Ia bekerja pada ibu Rahmi sejak awal mula panti asuhan di buka. Ibu Shila tak pernah menikah, ia mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan dan anak anak terlantar yang ia sayangi sepenuh hati."Apa anak itu sudah bangun?" tanya Bu Rahmi memecah sunyi.Bu Shila menggeleng, ia menunduk sedih. "Baru kali ini ada anak menyedihkan seperti dia, selama 15 tahun saya mengabdi, hanya dia yang sengaja dibuang di saat usianya sedang lucu-lucunya," sahut Bu Shila pelan.Ibu Rahmi kembali merapatkan syalnya, hatinya sakit bila mengingat kejadian semalam. Gadis mungil itu sangat cantik, pakaiannya bagus, tapi mengapa ia di buang??"Kita tunggu sampai dia bangun, nanti kita coba tanya mengapa dia ada di jalanan.""Ibuk, anak itu kabur!!" teriak suara anak kecil dari luar ruangan, Bu Rahmi dan Bu Shila tersentak. Buru-buru mereka berhambur keluar.Benar saja, gadis itu berlari membuka pintu. Bu Rahmi dan Bu Shila mengejar di belakangnya. Cepat sekali gadis itu berlari dan kemudian berhenti tepat di pinggir jalan. Ia berdiri di sana. Tak lagi bergerak.Bu Rahmi dan Bu Shila berhenti sambil mengatur nafas mereka yang kembang kempis di usia yang tak lagi muda. Mereka berdua saling bertatapan, memandang gadis itu sedih.Bu Shila mendekat, berjongkok di sebelah gadis itu."Siapa nama kamu?" tanyanya halus.Gadis itu menoleh, tapi tak menjawab. Ia membuang muka lagi dan mengawasi jalanan yang ramai mobil lalu lalang. Berharap mobil yang ia kenal datang dan menjemputnya."Kamu sedang menunggu siapa? Ayah??" lanjut Bu Shila, gadis itu menggeleng."Mamamu?"Gadis itu menolehi Bu Shila, matanya berkaca kaca. Mulutnya terkatup rapat.Bu Rahmi mendekat, ia mengelus pundak gadis mungil itu. Mencoba menenangkannya."Tidak apa-apa, nanti mamamu pasti datang menjemput, kita tunggu di dalam, yuk!" ucap Bu Rahmi halus.Gadis itu menolehi Bu Shila dan Bu Rahmi bergantian. Lalu menunduk sedih, air matanya menetes."Mami ..." desisnya lirih. Ia rindu maminya. Wanita yang meninggalkannya sendirian di tempat asing ini."Hallo, Bu Rahmi ... Bu Shila!" sapa suara di kejauhan, mereka semua menoleh.Seorang anak laki-laki sudah berdiri di belakang mereka."Hai, Haris, sudah mau berangkat sekolah??" sapa Bu Rahmi ramah.Anak laki-laki bernama Haris itu mengangguk dan tersenyum. "Iya, ini hari pertama masuk sekolah usai libur semester kemarin," sahutnya riang.Haris menolehi gadis di belakang Bu Rahmi dan Bu Shila yang berdiri mematung."Siapa itu? Anak baru??" tanya Haris, tersenyum manis pada gadis mungil itu."Ahhh iya, tapi entahlah. Semalam seseorang meninggalkannya di sini," sahut Bu Rahmi sopan.Haris mendekat, berdiri tepat di depan gadis itu. Merogoh saku jaketnya dan memberikan sebungkus permen."Hai, siapa namamu??" tanyanya ramah.Gadis kecil itu meraih permen yang Haris ulurkan, lalu berbalik memandang jalanan lagi. Haris mengawasinya iba."Haris, c'mon!! Kamu sudah telat!" teriak sebuah suara di kejauhan." Iya, Ayah!!" sahut Haris sambil melambaikan tangan pada ayahnya yang sudah bersiap masuk ke dalam mobil."Bu Rahmi, Bu Shila, sampai nanti!" pamit Haris sopan, berlalu pelan dan melambai pada gadis kecil yang mengawasinya."Yuk, masuk, Ibu bikinin coklat panas di dalam, yuk!" Bu Rahmi mulai merayu, gadis itu menolehinya lalu menurut. Ia suka coklat panas.*********************Seminggu berlalu.Setiap pagi dan sore gadis mungil itu selalu berdiri di pinggil jalan di depan panti asuhan. Ia masih menunggu maminya datang menjemput."Hai, Brisya!" sapa sebuah suara.Gadis itu menoleh, namanya memang Brisya. Bu Rahmi dan Bu Shila mengetahui namanya dari bordiran nama di jaket yang ia pakai saat pertama kali ditemukan. Ia juga memakai kalung berliontin huruf B. Hal itu membuat mereka semakin yakin nama gadis itu adalah Brisya."Sedang menunggu lagi?" lanjut Haris yang sudah berdiri di sampingnya.Brisya kecil tak menjawab. Ia tidak sekalipun membuka mulut sejak tiba di panti.Haris duduk di samping Brisya. "Kamu mau permen?" tawar Haris sambil mengulurkan sebungkus permen.Brisya mengawasi Haris dan mengambil permen itu ragu."Ambil saja, kamu suka permen coklat, kan?" lanjut Haris riang.Brisya diam tak menjawab, ia memungut permen di tangan Haris cepat dan berbalik."Kamu suka bermain apa? Aku temani, yuk!" tawar Haris lagi. Brisya meliriknya."Besok sepulang sekolah, aku belikan boneka barbie ya, kamu suka barbie?"Brisya mengawasinya cepat, ia punya banyak boneka barbie di rumah."Baiklah, besok aku belikan. Tapi setelah itu kamu harus janji, jangan berdiri sendirian lagi di sini, bermain saja di dalam dengan yang lain, oke?" pinta Haris bernegosiasi.Brisya diam tak menjawab, ia ingin pulang. Ia hanya tahu bahwa maminya akan datang menjemput, entah kapan."Aku ingin sekali punya adik perempuan, beruntung ada kamu, jadi aku nggak kesepian lagi di rumah," cetus Haris pelan.Brisya mengawasinya lalu melirik rumah besar di samping panti asuhan tempatnya berdiri."Iya, itu rumahku, tapi hanya ada aku dan ayah di rumah, sepi banget! Harusnya kamu senang di Panti karena punya banyak teman," ucap Haris saat melihat Brisya melirik rumahnya. Ruko yang ia tempati berdua dengan ayahnya."Kamu sudah makan??" tanya Haris pelan, Brisya menggeleng."Eh, akhirnya kamu merespon," pekik Haris senang."Aku temani makan di Panti, yuk! Bu Rahmi pasti masak enak hari ini," lanjut Haris menarik tangan Brisya cepat, dan entah mengapa Brisya si gadis mungil itu menurut. Ia mengikuti Haris masuk ke dalam panti. Berbaur dengan anak-anak lain yang asyik bermain.Sejak satu jam yang lalu, Aji berdiri dengan gelisah di pintu menuju altar yang akan menjadi tempatnya mengucapkan sumpah pada Tuhan. Pernikahan yang tak terencana dan dipersiapkan dalam tempo waktu singkat membuat acara itu tak semewah seharusnya. Tak apa, Aji tak lagi menginginkan pernikahan mewah namun berakhir di tengah jalan seperti pernikahannya yang terdahulu. Stevany pun demikian, ia bukan tipe wanita ribet yang terlalu mementingkan detail. Baginya, inti dari pernikahan adalah janji yang diucapkan pada Tuhan, bukan gaun, dekorasi, catering dan lain-lain. Ia hanya membeli gaun seadanya di desainer langganan Mama Aji, bukan gaun custom seperti milik Brisya dulu. Semua keluarga di Sydney dan Melbourne datang untuk menyaksikan pernikahan sederhana itu. Pun Bu Shila dan orang tua Brisya tak luput dari undangan Aji. Ia ingin momen indahnya kali ini disaksikan oleh semua orang yang berharga dihidupnya. Lantunan musik terdengar saat Stevany datang digandeng oleh Thomas. Aji yang men
"Kamu mencintaiku?" tanya Aji lirih di telinga Stevany yang sedang terpejam di ranjangnya. Semalam, mereka berdua melampiaskan kerinduan yang selama ini tertahan. Aji tak membiarkan Stevany beristirahat barang sedetikpun, seolah tubuhnya yang tak sempat beristirahat seharian kemarin tak pernah lelah menjelajahi tiap jengkal tubuh gadisnya. Aji seperti kesetanan, memiliki Stevany yang merupakan perempuan pertama yang ia tiduri dalam keadaan perawan seolah anugerah yang tak akan pernah ia sia-siakan lagi. Stevany menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Tanpa sadar sesuatu yang sedang tegang di bawah sana tersenggol hingga membuat Stevany terbelalak. Ia menoleh cepat pada Aji yang sedang tersenyum nakal menatapnya. "Aku menginginkannya lagi, Stev. Tolong aku," rengek Aji seraya merapatkan tubuhnya pada Stevany hingga junior yang mulai aktif itu menggesek di antara pahanya.Stevany memejamkan matanya gugup. Padahal semalam ia sudah seperti wanita binal, tap
Aji mendapatkan penerbangan pagi di keesokan harinya. Ia benar-benar lupa bila hari ini adalah hari besar Zunita. Beruntung Mamanya menelefon semalam, bila tidak, mungkin Aji akan kembali sibuk membantu Freya di kantor Ekspedisi. Jam 4 sore, pesawat yang ditumpangi Aji baru saja landing. Ia lebih dulu pulang ke apartemen untuk mandi dan berganti pakaian. Saat akan berangkat, ia lupa bila mobilnya ada di rumah papa dan mamanya. Alhasil, Aji datang ke acara Zunita dengan mengendarai taksi. Sepanjang perjalanan, suasana hatinya yang sempat memburuk selama di Sydney jadi semakin kacau balau. Ia pasti akan bertemu Brisya dan Haris di acara resepsi itu. Sudah lama sekali sejak ia bertemu mereka terakhir kali, entahlah apakah Aji akan sanggup melihat wanita yang pernah sangat ia cintai itu lagi. "Stop, Pak. Terima kasih!" Aji menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir taksi dan bergegas membuka pintu. Ia keluar dan merapikan jasnya tanpa memperhatikan sosok yang berdiri mematung
Usai menulis surat untuk Stevany, Aji bergegas turun dan bersiap untuk pergi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada gadis itu untuk berpamitan dan langsung memblokir nomornya dari daftar kontak. Setidaknya hanya hal ini yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk Stevany, gadis itu harus melupakannya agar bisa kembali bangkit. Harus. Dengan hati hancur, Aji menarik kopernya keluar dari rumah Nenek Chloe. Ia tak memiliki tujuan, kembali ke Sydney mungkin adalah satu-satunya pilihan. Saat sedang berjalan sambil merenung, ponsel di saku celananya bergetar. Dengan lemas, Aji merogohnya dan membaca nama yang tertera di layar. Freya is calling ..."Halo," sapa Aji suntuk."Aji, aku sedang dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan pulang duluan ke Sydney, apa kamu masih lama berada di Melbourne?" cerocos Freya tanpa jeda.Aji tersenyum lega. "Aku juga sedang perjalanan menuju bandara, Frey. Baiklah, sampai jumpa di rumah Nenek!" janjinya."Oke, baiklah. Sampai jumpa!"Tit. Aji memasuk
Hari minggu pun tiba, semalam Stevany mendapat surat undangan yang dikirim melalui chat oleh Brisya. Acara pernikahan Hendri dan Zunita, diadakan di hotel berbintang di Jakarta. Sejak pagi, Stevany sudah berada di Jakarta. Ia berencana membeli gaun terlebih dahulu lantas ke salon untuk dirias. Acaranya jam 3 sore, jadi masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap. Stevany bahkan lupa bila ia pernah trauma untuk datang ke acara pernikahan, namun kini ia malah sangat antusias. Ia ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Brisya memberi tahunya bila Aji pasti muncul karena pernikahan ini adalah acara spesial asisten pribadi Mamanya yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh mereka. Diam-diam Stevany menjadi sangat penasaran seperti apa keluarga Aji, apakah nanti mereka akan memperlakukan Stevany dengan baik bila mengenalnya?? Stevany sudah kenal dengan Oma Donita yang sangat ramah dan gaul seperti Nenek Chloe. Semoga saja keluarga di Jakarta juga sebaik keluarga di Sydney, Stevany memba
Di dalam pesawat menuju Jogja, Stevany sedang berpikir keras. Perkataan Brisya kemarin selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. "Kalo kamu mau ketemu Aji, datanglah hari minggu esok lusa. Aku akan memberimu alamatnya. Berdandanlah yang cantik. Aku yakin Aji akan datang di hari itu!" Ia memang akan berada di Indonesia selama seminggu kedepan. Bahkan mungkin bisa saja lebih lama bila ia tak kunjung bertemu dengan Aji. Kemarin Brisya memberi alamat dan nomor ponsel Mama Aji pada Stevany. Hanya untuk berjaga-jaga semisal nantinya Aji tak muncul di hari minggu esok lusa. Pesawat pun akhirnya landing di Bandara Udara Adisutjipto dengan selamat. Stevany lekas mengambil kopernya begitu melihatnya keluar dari bagasi. Sedikit terburu-buru karena ia sudah sangat tak sabar untuk bertemu Papa dan Maminya hari ini. Stevany sudah sangat rindu pada keduanya. Dari Bandara, ia bertolak ke kediaman kedua orang tuanya dengan menaiki taksi. Sepanjang jalan, Stevany tak hentinya tersenyum menyaksika
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Stevany tiba di Indonesia tepat jam 1 siang. Ia lekas menarik kopernya dan mencegat taksi di luar. Dua hari yang lalu, Stevany berusaha mencari keberadaan dan kontak Brisya. Ia mencari di medsos manapun, dan beruntung bisa menemukan akun Instagramnya. Brisya masih mengingat Stevany, sempat mengobrol berbasa-basi di DM hingga akhirnya hari ini sudah membuat janji untuk bertemu. Stevany melarang Nenek Chloe memberi tahu Papanya bila ia berkunjung ke Indonesia, ia berencana akan memberi suprise pada mereka besok. Hari ini Stev sudah memiliki jadwal untuk menyelesaikan urusannya dengan Brisya. Namun lebih dulu, Stevany cek in di hotel yang sudah ia booking sejak kemarin.Usai beristirahat sebentar di hotel, Stevany bersiap-siap untuk pergi menemui Brisya di jam 4 sore. Mereka berdua sudah setuju untuk bertemu di Cafe yang berada tak jauh dari rumah Brisya. Cafe Lovable. Stevany tiba lebih dulu, suasana Cafe yang syahdu dengan musik mengalun
Sudah hari keenam sejak Aji pergi dan Stevany kehilangan jejak. Ponselnya masih tak aktif dan tidak ada yang tahu ke mana Aji pergi. Bahkan Oma Donita dan Tante Wilma sekalipun. Aji seperti lenyap ditelan bumi. Hari ini Nenek Chloe pulang, Stevany menjemputnya ke bandara. Selama di Melbourne, ia jarang sekali mengendarai mobil sedan klasik milik Papanya semasa muda. Hanya untuk keperluan mendesak saja Stevany membawanya, selebihnya ia kerapkali menaiki angkutan umum ke manapun pergi. "Apa kamu sudah bertemu dengan Aji?" tanya Nenek Chloe. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang dari bandara. "Belum, Nek. Sepertinya dia memang sengaja pergi dan tak ingin melihatku lagi.""Kenapa begitu? Bukannya kalian dulu pernah bekerja di tempat yang sama?""Dia mantan Bosku, Nek. Aku yang bekerja padanya." Stevany menyela dan menoleh pada Nenek Chloe sekilas.Nenek Chloe manggut-manggut seraya berpikir sejenak. "Apa dulu kalian juga sempat berpacaran? Tatapannya terlihat berbeda padamu, Ste
Suasana hati Stevany yang tadinya riang usai menghabiskan makan siang kiriman Jared, kini mendadak suram setelah membaca pesan dari Aji. Seketika itu dadanya terasa sakit, jadi Aji akan benar-benar pergi setelah semalam ia mengusirnya? Ada sedikit rasa sesal di hati Stevany, sejujurnya ia masih ingin menikmati waktu lebih lama bersama Aji. Bukankah sekarang mantan bosnya itu sudah sendiri? Ia bukan lagi pria beristri, kan? Jadi mengapa begitu terburu-buru dan malah menuruti perkataannya yang sedang dirundung emosi! Stevany memencet icon telefon pada sudut atas pesan chat itu. Tersambung, namun tak diangkat. Tiga kali Stevany mencoba, namun tetap tak diangkat oleh Aji. "Hiiih!" Stevany menggeram. Ia mengawasi layar ponselnya yang masih menyambungkan panggilan ke nomor Aji. Stevany bangkit dari kursi dan berjalan mondar-mandir sembari memijat keningnya yang kini berdenyut pusing. Debaran di dadanya masih terasa hingga kini, perutnya pun seketika jadi mulas. "Angkat, dong! Ck," deca
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments