Mobil Gina berhenti di depan sebuah rumah yang sederhana. Ketiga adik Sereia menunggu Sereia di depan rumah. Mereka langsung mendekat ke mobil tersebut. Sereia langsung turun."Terima kasih banyak atas tumpangannya Gin.""Sama-sama. Itu adik-adikmu kah?""Iya. Sebentar. Biar aku perkenalkan dirimu pada mereka."Sereia mendekati adik-adiknya."Ayo sapa Kak Gina!" kata Sereia lembut pada adik-adiknya."Salam kenal kak! Namaku Kai!""Salam kenal kakak! Namaku Flosie!"Erix tidak mau menyapa dan malah bicara ketus pada Sereia. "Kenapa kamu tidak pulang lagi bersama pria itu?""Erix, jangan seperti itu!" kata Sereia lembut."Pria itu? Apakah dia bos kita?" tanya Gina."Sudah lama tidak bertemu ya Erix."El menunjukkan dirinya seraya memiringkan badannya supaya tidak tertutupi oleh Gina. Begitu melihat El, Erix melebarkan kedua matanya dan langsung memasang ekspresi marah."Kau? Kenapa kau ikut kesini?!" teriak Erix marah.El tersneyum senang. "Aku hanya ingin pulang. Aku tidak berencana ma
Sereia mengajari adik-adiknya kecuali Erix. Erix tidak berhenti memikirkan fakta yang diberikan oleh El. Dia sangat berharap bahwa semua itu bohong. Dia masih belum bisa memaafkan kakaknya. Seiring berjalannya waktu, terutama ketika Sereia menolak untuk pergi kemarin, dia marah besar. Erix menangis dan merengek minta pulang. Paman dan bibinya yang mendengar tangisannya pun menyuruh Sereia untuk menenangkan Erix karena berisik. "Kita belajarnya di kamar saja yuk!" Sereia mengajak kedua adik kembarnya untuk ke kamar. Mereka mengangguk setuju dan pergi ke kamar. Mereka menemukan Erix yang menangis seraya memeluk bantal guling. Sereia duduk di ranjang dan mencoba menyentuh adiknya. "Erix, maafkan aku." Erix menangis semakin keras. "Kenapa kau tidak mau pergi dari sini? Kau tahu sendiri disini tidak layak untuk kita tinggali. Aku ingin bertemu mama dan papa. Mereka lebih menyayangi kami daripada dirimu. Mereka lebih memikirkan kami dibandingkan dirimu yang hanya bisa menyiksa ka
SereiaApa saja yang kau katakan kepada Gina? Kenapa dia sampai memblokir nomorku?El melihat ke arah lain dan diam saja.SereiaJawab aku keparat!El tersenyum tipis.ElOh maaf-maaf. Aku kira siapa yang meneleponku malam-malam. Ternyata itu kamu ya? Kamu membuka blokiran nomorku hanya ingin mencari tahu itu?SereiaKau pasti mengatakan sesuatu yang tidak-tidak sehingga menyebabkan dia marah sampai memblokir nomorku.ElTidak kok. Aku yang menyuruhnya.SereiaKau...kenapa kau melakukan itu?ElKarena dia pacarku mulai sekarang. Dia baru saja pulang. Kami habis tidur bersama.Sereia membeku selama beberapa saat.ElKenapa kamu diam saja? Jika kamu menanyakan soal konteksnya maka jawabanku adalah seperti ini. Dengarkan aku baik-baik Sereia. Wajar jika seorang kekasih melarang kekasihnya untuk berhubungan dengan orang lain yang mungkin berdampak buruk untuk hubungan kita. Jadi aku hanya melakukan hal tersebut. Kamu tidak perlu khawatir soal Gina marah padamu. Jika kamu butuh bantuan di
Sereia langsung bangkit untuk mengehntikan Erix yang akan menyerang bibinya. Sementara Kai langsung mengambil barang-barang yang dilemparkan oleh bibinya dan mengemasnya lagi dengan cepat. Bibinya tidak menyerah dan merebut barang-barang itu dari Kai. Kai berteriak dan mencoba mempertahankan baran-barangnya. Flosie membantu Kai dengan menarik pakaian bibinya. "Bibi, kamu sudah keterlaluan!" tegas Sereia marah. "Aku benar-benar akan melaporkan kalian kepala polisi atas kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur!" Bibi mereka menoleh marah kepada Sereia. "Kalau begitu kembalikan keringat yang kami keluarkan untuk kalian!" tukasny tajam. "Bibi mau berapa? Tapi biarkan kami pergi dari sini sekarang juga!" tegas Sereia.
"Kamu sudah melihat ponselmu? Kamu mendapatkan telepon sampai puluhan kali dari Sereia," kata ibunya Elias begitu melihat putranya tampaknya baru bangun langsung menuju ke kamar mandi. Terlihat sekali wajahnya masih setengah mengantuk. Seketika kedua mata El terbuka lebar. Dia berhenti berjalan dan menoleh ke ibunya. "Kenapa ibu tidak membangunkanku?" tanya El. Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, El bergegas memeriksa ponselnya di kamar. Ternyata memang ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Sereia. Bukankah wanita itu sudah memblokir nomornya? Kenapa sekarang dia membukanya lagi terlebih menelponnya berkali-kali? El pun menelepon Sereia. Dia berharap dirinya tidak terlambat. Namun teleponnya tidak diangkat. Sereia ketiduran dan dia tampak terlelap begitu tenang. Ponselnya berdering tidak membangunkannya. El tidak menyerah. Dia meneleponnya sampai beberapa kali. Dirasa tidak membuahkan hasil, dia memutuskan untuk datang ke rumahnya langsung. "Siapa Sereia?" tanya
El menoleh dan terkejut bukan main. Dia membuka helmnya. Kemana ekspresi marah Erix setiap kali melihatnya? Ekpsresinya justru lega. Yang menjadi perhatiannya adalah wajahnya dipenuhi air mata. Bahkan kedua matanya bengkak. "El."Erix memanggil lagi dan mendekat ke El. Pamannya Erix mengernyitkan alisnya tajam. Dia bertanya-tanya siapa pria yang didekati Erix itu."Kenapa kamu disini? Dimana Kak Sereia?" tanya El.Erix menangis semakin deras. "Dia dikurung di kamar oleh bedebah itu!"Erix menunjuk ke pamannya. El menoleh ke orang yang ditunjuk Erix. "Apa yang kau bicarakan Erix? Jangan mengada-ngada!" kata pamannya Sereia.
"Kenapa berhenti?" tanya Erix. Dia masih duduk di motor sementara El sudah turun lebih dulu. "Lihat saja! Kalau tidak salah, pamanmu tadi belok juga ke jalan ini kan? Dia mengikuti kita kan?" tanya El. "Sebenarnya ini bagian dari rencanaku." Erix tidak langsung menjawab karena kebingungan. Dia jadi mulai takut karena El juga sempat bilang kalau dia bukan orang baik. Dia awalnya lega karena bertemu dengan El, memikirkan dia selalu mengejar kakaknya, dia berpikir kalau pria itu pasti mau membantu kakaknya. Apalagi kalau kakaknya dalam bahaya, dia pasti akan melakukan lebih jauh untuk membantunya. Namun, dia juga memikirkan tentang kakaknya yang tidak ingin diganggu oleh El alasannya kemungkinan besar karena El berbahaya dan bukan orang baik. Apalagi dia mengakuinya sendiri di depannya. "Rencana apa? Kau tidak akan menghabisiku kan?" bisik Erix sedikit ketakutan. El menoleh ke Erix. Dia menatap Erix dingin dan tajam seolah-olah sangat marah kepada anak itu. Erix semakin ketakut
Seseorang menemukan pamannya Sereia. Dia langsung membawanya ke rumah sakit dan memanggil polisi. Polisi segera menyelidiki identitas pamannya Sereia.Sementara itu, El dan Erix sudah sampai di rumah keluarga ayahnya Sereia dan adik-adiknya. Erix buru-buru turun dan berlari ke dalam rumah. Pintunya sudah terbuka. El memarkirkan motornya setelah itu menyusul Erix ke dalam rumah. "Kak Sereia!""Kakak!"Terdengar Erix menangis histeris. El melihat ke dalam kamar dimana suara Erix berasal. Terlihat Erix menggoyangkan badan Sereia yang tergeletak di lantai. Wajah perempuan itu tertutupi dengan rambut panjangnya. El langsung bergerak maju dan menggendong Sereia kemudian membawanya ke luar."Kakakku mau dibawa kemana?" tanya Erix."Kemana lagi tentu saja rumah sakit," jawab El."Tapi kita tidak punya uang. Uang kita juga dirampas oleh paman dan bibi. Aku yakin bibi tidak setuju kalau Kak Sereia dibawa ke rumah sakit.""Dasar bodoh. Memangnya kamu masih mau mendengarkan soal bibimu?" ketu