Kini waktu istirahat tiba. Laila merasa tidak bersemangat untuk pergi ke kantin. Mengingat akan mimpi buruk itu membuatnya takut bertemu dengan Asyam. Walau jelas Asyam tidak bersalah padanya namun tetap saja, ia takut bertemu Asyam untuk saat ini. Tok Tok Tok! Nah. Seperti halnya dalam mimpi. Suara itupun terdengar dalam telinga Laila. "Masuk!"Pintu terbuka, menampilkan seseorang yang persis seperti di dalam mimpi. "Permisi Bu! Waktunya istirahat, Ibu ditunggu juga sama rekan-rekan yang lain!""Eh tunggu!" ucap Laila menghentikan OB tersebut. Pria itu menoleh dengan kening mengenyit."Bapak bisa enggak bisa antarkan saya makanan langsung ke sini? Kebetulan saya enggak bisa ke sana karena tugas masih menumpuk.""Oh bisa, Bu. Sebentar, saya ambilkan dulu," ucapnya kemudian beringsut pergi. Sedang Laila tersenyum senang, setidaknya hal-hal yang mungkin akan terjadi tidak akan terjadi hari ini.**Akhirnya, akhirnya sesi pulang tiba juga. Hal yang sangat dinantikan oleh Laila. Ya!
Seminggu sudah berlalu, rasa resah, takut, cemas mulai dirasakan Laila saat keadaan Bara tak kunjung ada. Sudah seminggu sudah suaminya hilang bagaikan tertelan bumi. Tidak ada kabar sama sekali! Ribuan pesan yang selalu Laila kirim tidak pernah Bara buka. Ah tidak. Jangankan membukanya, aktif saja dia tidak pernah. Kabar apapun berupa surat atau hal lain tidak ada! Termasuk kabar yang masuk ke dalam informasi di kantor Axa, tidak ada sama sekali! Laila mulai resah. Takut. Sangat malah! Bahkan sudah seminggu ini pun Laila selalu urung-uringan menangis. Mood nya tidak pernah membaik atau pun ia tidak pernah semangat dalam menjalani hidup. Hilangnya Bara bagaikan kehilangan jiwa dan raganya. Jiwa Laila seakan mati di bawa oleh lelaki itu, mati, tidak ada perasaan! "Mas..." Laila menangis. Hal yang selalu ia lakukan kerap merindukan suaminya. "Mas di mana...? Kapan pulang?" Laila meringkuk dengan lutut yang ia tekuk. Di atas ranjang ia terus memikirkan keadaan suaminya. Apa dia b
"Semoga besok ada kabar tentang Mas Bara. Aku harap Mas Bara segera pulang. Dengan begitu aku ingin tinggal di rumahnya, tidak ingin lagi di apartment ini," gumam Laila sembari membawa baju yang akan ia pakai. Kemudian perempuan itu beringsut pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Hingga saat ia keluar dengan segera Laila naik ke atas ranjang. Siap untuk tidur malam ini.Laila menghela nafas panjang lebih dahulu. Sekarang entah kenapa ia sering mudah merasa ngantuk. Kerap kali keluar dari kamar mandi matanya sudah terasa ngantuk saja. Biasanya ia tidak merasakan hal itu, tapi akhir-akhir ini ia sering mudah mengantuk. Laila mulai memejamkan matanya yang sudah terasa berat. Perlahan, mata itu akhirnya memejam dengan dengkuran halus di dalamnya. Laila tertidur. Setelah seharian pula ia disibukan dengan pekerjaan sana-sini membuat Laila mudah mengantuk saja. Tentunya sebelum itu Laila sudah berdoa lebih dahulu. Kemudian pada akhirnya tertidur dengan pulas. Namun
"Mas Bara ... pulang Mas ... pulang ... " Dengan gemetar Laila mengucapkan hal itu. Kedua lututnya ia peluk, sedang matanya sudah merembes jatuh dengan begitu deras. "Hey? Laila? Tenang sayang, kamu kenapa?" Pertanyaan di sana membuat tangis Laila kian pecah. "Mas di mana, ha?! Mas di mana?! Pulang Mas, pulang!" teriak Laila terpekik hebat. "Laila takut, Mas ... Laila takut..." Nafasnya semakin memburu sedang di sebrang sana suara panik nampak begitu kentara. "Tenang sayang. Maaf, maaf Mas baru buka ponsel Mas Laila. Sekarang, tenanglah ... besok Mas pulang. Iya, besok Mas pulang. Sekarang kamu yang tenang ya?"Laila menggeleng keras. "Laila engga bisa tenang Mas sebelum kamu ada di sini! Laila takut, Laila benar-benar takut!" teriaknya dengan tersendat-sendat. "Mas cepet pulang..." Laila semakin ketakutan. Dia semakin menangis dengan tubuh bergetar hebat. "Iya, Mas besok pulang sayang. Besok, ya? Tunggu Mas. Sekarang kamu di mana?" Suara di sana tak kalah panik. Bara benar-bena
"Shhhh, sial!" Ringisan yang keluar dari mulut seseorang membuat atensi orang lain teralihkan. "Kenapa lagi?" tanya temannya heran. Dia menatap pada seseorang itu yang sedari tadi meringis kesakitan. Yang mana matanya melebar kala melihat luka sayatan di balik lengan kirinya. "Biasa?" tanyanya tertawa mengejek. "Diem!" jawabnya marah. "Lagian kayak gak ada kerjaan sampe-sampe ngelakuin hal yang enggak wajar!" jawab lelaki itu dengan tampang cuek. Sedang seseorang itu mendelik ke arahnya. "Sampai kapanpun Laila hanya milikku! Tidak ada yang bisa menggantikannya selain saya! Kau mengerti?" tanyanya bengis. Orang itu tertawa. "Gila! Sampe segitunya atas apa yang telah kau lakukan. Apa kau enggak merasa takut kalau nanti Laila tau? Menurutku, dia akan marah saat tahu, siapa dalang seseorang yang sering main ketika malam hari."Seseorang itu tertawa. "Saya memang sudah gila. Sampai-sampai saya melakukan kegilaan dengan cara seperti ini. Tidak ada cara lain untuk mendapatkannya dengan
Laila menjalankan mobilnya menuju kediaman Bara. Selepas salat Shubuh ia langsung meluncur pulang. Sudah tidak ingin berlama-lama di apartement yang menurutnya angker. Padahal awalnya apartemen itu baik-baik saja. Malah nyaman. Tapi makin ke sini, Laila benar-benar takut akan sosok berjubah hitam itu. Ah, entah itu berjubah hitam atau bayangan hitam. Laila tidak tahu. Yang ia tahu bahwa makhluk itu benar-benar tak kasatmata. Mobil itu membelah jalan di atas kecepatan rata-rata. Namun, tatapan Laila terhenti pada kaca spion. Di mana ada mobil hitam yang nampak mengikutinya dari belakang. Kening Laila mengerut, dengan cepat dia menginjakkan pedal gasnya. Dan benar, mobil hitam mengkilat itu ikut menancapkan gasnya. Laila mendesis. Dengan segera ia membelokkan mobilnya diantara mobil lain. Tatapannya sesekali mengarah pada kaca spion yang sedikit tertinggal. Laila tersenyum, mobilnya masih diantara mobil lain. Karena merasa mobil itu sudah tertinggal di belakang sana membuat Laila se
Karena hari ini adalah tugas Laila dalam membimbing anak-anak magang membuat ia harus lebih pagi datang ke kantor. Asyam, pria itu bahkan sudah beberapa kali menelfonnya untuk menanyakan keberadaan dirinya yang belum sampai. [Nanti Mas bakal kabarin ya, sayang. Soalnya hari ini Mas ada urusan dahulu sebentar.] Pesan dari Laila membuat sang empu menghela nafas. [Jangan lupa telfon Laila kalau Mas udah di dalam pesawat. Dan kabarin pesawat apa yang Mas naiki!] send. Laila mengirimkan pesan tersebut kemudian ia melajukan mobilnya membelah jalan. Sesampainya di tujuan. "Zahra?" Suara itu membuat atensi Laila yang baru keluar dari mobil langsung teralihkan. "Syam?" ujar Laila menyapa. Sangat tidak mungkin jika ia hanya menampilkan raut tidak nyamannya. "Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Asyam tiba-tiba. Laila menoleh, dia mengambil tas lebih dahulu dan menyimpannya di sebelah pundak. "Baik. Memangnya aku terlihat sedang tidak baik, kah?" tanya balik Laila. Kini keduanya tengah berj
Laila menelan salivanya pelan. Entah kenapa tapi sesaat hatinya berdegup sangat cepat saat matanya menatap luka goresan Asyam tadi, luka goresan yang berada di lengan kiri lelaki tersebut berhasil membuat Laila teringat akan kejadian tersebut. Kejadian di mana ia diincar oleh makhluk berjubah hitam. Laila termenung hingga suara Putri membuyarkan keterkujutannya. "Kak? Lebih baik kita duduk dulu," ucap Putri membuat Laila mengangguk. Hatinya masih berdegup sangat cepat, sedang pikirannya terus melayang pada kejadian tersebut. Akan mimpi itu juga. Mimpi yang nampak seperti nyata. Bahwa dirinya... Dilecehkan oleh Asyam. "Mau makan apa?" Tanpa sadar ternyata Asyam sudah duduk di depan Laila. Pria itu tersenyum kala Putri menanyakan perihal lukanya. "Kak Asyam baik-baik aja, kan? Apa perlu saya bantu untuk menutupi lukanya?" tanya Putri membuat Asyam menggeleng. "Ini hanya luka biasa, beberapa hari kemudian bakalan sembuh kok," balas Asyam membuat Putri hanya mengangguk saja. Pand