"Syam? Bukankah dia...?" Mata Laila melotot terkejut saat ia melihatnya juga. Wajah Ibu Sharu yang ternyata ia kenali. Sangat. Rania melirikkan ekor matanya. "Kau pun? Mengetahuinya Laila?" tanya Rania dengan kening terlipat. Sangat kentara akan penuh keheranan. Laila mengangguk, "Dia Bu Rahayu Ningsih yang pernah aku dan Asyam temui semasa tugas kami. Ya, maksudnya, kami ditugaskan oleh dosen kami untuk mencari asal-muasal tentang Bu Rahayu. Dan memang..." Laila menggantung ucapannya. Terasa ada yang mengganjal saat mengingat kembali masa itu. "Jadi? Sharu itu anak yang sering Bu Rahayu bicarakan Syam?" tanya Laila terkejut. Dia menatap Asyam yang balas menatapnya. Asyam bergeming kemudian mengangguk membenarkan. "Iya. Dan memang kita enggak sadar itu."Laila benar-benar terkejut, tidak percaya bahwa ternyata orang-orang terdekatnya justru saling terhubung tanpa sadar. Rahayu Ningsih, seorang wanita berumur 40 tahun lebih yang memiliki hati selembut kapas. Dia tinggal di sebuah
"Sayang? Lho, sudah pulang ternyata." Bara, pria itu tersenyum lebar melihat sang istri sudah pulang."Non Laila? Mari ke sini. Non mau ikutan?" seru Mbok Eka yang ternyata tengah bersama Bara.Laila tersenyum tipis, ia menghampiri keduanya."Kalian lagi ngapain?" tanya Laila sembari duduk di sebelah Bara.Bara menoleh, matanya mendengkus kala kursi yang Laila duduki berjauhan dengannya. "Sayang, deketin ih! Sini, di samping Mas lebih dekat."Laila terkekeh, dengan segera menggeser kursi tersebut agar lebih dekat dengan Bara."Kami itu lagi bermain permainan stacko uno. Kamu tahu kan?" tanya Bara membuat Laila menoleh."Ohhh, yang enggak boleh jatuh kan?"Bara tertawa pun dengan Mbok Eka."Coba ambil satu, tapi Laila enggak boleh sampai jatuh!" ucap Bara membuat Laila menggeleng."Engga! Laila engga bisa bermain itu Mas! Nanti pas Laila ambil satu, malah semuanya yang jatuh." Laila menggeleng saat menatap benda yang nampak seperti bangunan itu sudah hampir mau jatuh. Permainan yang je
“Mas? Sebenarnya … Laila … Laila yang telah mengambil Sharu lewat Rania saat itu…"“Apa?” tanya Bara dengan mengenyit.“Mas pernah bertanya bukan bahwa Mas ingin tahu siapa dalang yang telah membantu Rania? Sebenarnya … itu Laila sendiri Mas …”“Mas?!” Laila menggeleng saat Bara dengan sigap beranjak dari baringan tidurnya. Ia menggeleng. “Mas, tolong … dengarkan Laila lebih dahulu,” mohon Laila sembari mencekal pergelangan tangan Bara. Nampak rahang Bara mengeras menahan emosi, namun sedetik kemudian ia kembali duduk di tepi ranjang “Jelaskan apa yang kamu maksud Laila … Mas tidak akan pernah menerima sesuatu itu tanpa penjelasan apapun!” ucap Bara terkesan datar. Laila menelan salivanya kasar. Memberanikan diri untuk menatap Bara. “Tolong jangan dulu memotong penjelasan ku ya, Mas?” ucap Laila dengan tangan yang semakin menggenggam tangan Bara. Bara menghela nafas. “Baiklah… katakan."“Mas masih ingat saat Mas memintaku untuk pergi? Saat di mana Mas menyuruhku untuk tidak dat
Laila memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah. Kini perasaannya tidak terlalu resah dan cemas karena ia tahu bahwa Bara sangat mencintainya. Iya kan? Apa yang bisa mengalahkan selain cinta itu sendiri?Laila menghela nafas lebih dahulu. Mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah."Assalamu'alaikum?" salam Laila yang ternyata nampak tidak ada siapa-siapa. Ke mana yang lain?Laila mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, sepi. Apa mungkin Bara berada di kantor?Ah. Jelas dia di kantor. Kenapa ia melupakan hal itu?Laila terkekeh kecil, segera naik ke atas menuju kamarnya.CeklekPintu terbuka saat Laila masuk, tidak lupa ia menutup pintu itu kembali. Namun terkejutnya ia saat sebuah seruan mengagetkan dirinya."Sudah pulang?"Suara itu, suara suaminya.Laila tersenyum, menyimpan lebih dahulu tasnya di lemari kemudian beralih menuju Bara yang tengah berkutit dengan laptopnya."Sayang...," ucap Laila dengan manja. Dia memeluk leher Bara dari belakang. Mencium beberapa ka
Deg!Laila mendongak saat Bara mengatainya dengan lontaran yang membuat hati Laila mencelos sakit. Derai air mata bahkan tidak mampu membendung tangisnya yang kian luruh. Berjatuhan kian deras tanpa diminta.Sesak. Amat sesak saat suaminya sendiri mengatainya jalang. Bahkan lebih sakit dari ribuan jarum besar yang menusuk tepat direlung hatinya."Bahkan kamu berbohong tentang Sharu yang nyatanya kau sendiri yang melakukannya Laila!!" Dalam keadaan marah Bara mendorong tubuh Laila hingga perempuan itu terhempas membentur tembok. Membuat Laila terjatuh tatkala punggungnya membentur tembok tersebut.Laila meringis, namun tidak mampu menghentikan tangis yang kian berjatuhan semakin deras. Tubuhnya semakin bergetar tatkala hatinya merasakan sakit dan sesak yang amat sakit.Mulutnya terkatup rapat tidak berani menyangkal. Jikapun dia menyangkal akan semuanya pasti Bara tidak akan percaya.Bara kepalang marah, jika Laila lawan pun pria itu akan semakin marah."Keluar dari sini!" Ucapan selan
Laila menutup pintu dengan kasar. Tangisnya tak terbendungi lagi saat ia keluar dari kamar yang terasa sangat menyesakkan. Sakit. Sesak. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menangis untuk saat ini. Hingga dengan kasar ia semakin menyeret koper untuk turun ke bawah. Tidak perduli pada roda koper tersebut yang terbentur pada anak tangga. Yang penting ia harus cepat-cepat keluar dari rumah ini. "Non? Astaghfirullah, non?" Mbok Eka berseru saat melihat majikannya menangis dengan muka memerah. Dia bahkan berlari untuk menghentikan majikannya itu. "Non? Non kenapa?" tanya Mbok Eka dengan khawatir saat ia menahan pergelangan tangan Laila. Laila sontak berhenti, membalikkan badan saat wajah Mbok Eka yang ia dapati. Tidak bisa membendung rasa sesak dan sakitnya seorang diri, dengan sigap Laila memeluk tubuh wanita paruh baya ini. Wanita yang sudah 5 tahun lebih ini ada bersama dengan Laila. Wanita yang sudah Laila anggap seperti ibunya sendiri. Wanita yang selama ini selalu menyemangat
Bugh! Asyam langsung menghajar Bara tepat di rahang pria itu. Hal yang membuat orang-orang di sana terpekik histeris. Berteriak heboh. Bugh! Untuk kedua kalinya mereka dibuat terpekik saat Bara membalas pukulan mengenai rahang Asyam. Asyam mengeram marah, dia kembali menghajar Bara yang mana dengan sigap Bara menahannya. "Tidak tahu malu!" gertak Bara dengan rahang mengeras. Dengan marah ia menghajar kembali Asyam dengan tangannya. "Shh!" Asyam meringis saat sudut bibirnya robek akibat bogeman yang Bara lakukan. Tidak sampai di situ Asyam menendang perut Bara hingga pria itu terjungkal ke belakang. Namun dengan sigap seseorang menahan tubuh Bara, menjadikan dia tidak terjatuh. "Dasar pengecut!!" teriak Asyam dengan menahan amarah. "Apa yang kau lakukan kepada Zahra, ha?!"Bara meringis. Ia terbatuk saat tendangan yang ia dapat mengenai perutnya langsung. "Harusnya kau tidak melakukan itu, SIALAN!" Teriakan Asyam padanya membuat Bara benar-benar marah. Dengan sigap Bara menarik
"Tunggu!" Seruan dari Bara yang tiba-tiba membuat Silvy harus terhenti dari langkahnya. Sedang Laila sudah menatap Bara dengan tatapan tajam. Bara sendiri? Dia membuka mata hingga tatapan itu jatuh tepat di manik hitam milik Laila. "Bawakan saya es batu. Tidak pakai lama!" datarnya tanpa berkedip dalam menatap Laila. Sebelumnya Laila tersentak saat mendapati wajah Bara terdapat memar di bagian rahang dan pelipisnya. Tidak lupa dengan bibirnya yang nampak sobek dan berdarah. Namun sedetik kemudian Laila membuang muka, berpura-pura tidak melihat. Keduanya saling terdiam, tanpa minat mendahului. Sampai beberapa menit kemudian Silvy membawa es batu beserta kainnya. Dia menyimpan tepat di tengah-tengah keduanya. Dengan perasaan menciut Silvy menatap silih berganti antara Bara dan Laila. Tidak ada yang tahu hubungan kedua orang tersebut. Desus-desus mengatakan kalau mereka pacaran, tunangan. Atau ada juga yang mengatakan suami istri. Karena memang sebelumnya Laila tidak mengumumkan sia