Kembali ke tempat semula, Asher tidak menemukan Isyana. Dia harus berkeliling kampung, dan tetap tidak menemukan gadis tersebut.Jika saja, dia tidak merasa mulas perutnya. Sudah pasti saat ini, masih akan bersama dengan Isyana.“Woy Asher. Kau tampak bingung sekali kutengok.”Dari arah bengkel, Bagas meneriaki Asher. Dia baru selesai menggantikan oli pelanggan, merasa aneh dengan Asher yang seperti oleng saat berdiri.“Bagas, apa kau lihat Nona Isyana? Tadi kami berpisah di sana.”Asher menunjuk tiang listrik yang di mana dia pergi setelah Isyana beberapa langkah darinya. “Wah Nona cantik tadi naik mobil. Kalau kutengok mungkin pacarnya.”“Apa!”Panik langsung datang ke dalam diri Asher. Tidak siap rasanya mendengar ini. “Apa anda tahu ciri-ciri orang tersebut?” tanya Asher yang tidak sadar mendekat ke arah Bagas dan mengguncang-guncang tubuhnya.“Tidak tahu. Pria itu tidak turun. Memangnya kenapa sih? Wajahmu kayak kepiting rebus gitu. Cemburu memang?”Bukan niat meledek, tapi ras
“Bu Isyana masih ingat saya kan?” tanya Pria yang duduk di belakang kemudi.“Pak Basel kan ya. Dulu kalau tidak salah, perusahaan saya pernah pakai hotel Bapak untuk pameran.”Isyana kembali mengingat pria yang baik hati menjemputnya. Tentu dia tidak ingin kurang ajar dengan melupakan pria ini begitu saja.“Ya benar Bu.”“Em, panggil Isyana saja kali ya.”“Oh iya boleh. Kita kan juga gak sedang kerja. Kalau begitu, panggil aku juga Basel. Kita akan lebih akrab. Jadi Isyana mau diantar ke mana?”Isyana menepuk dahinya sendiri. Dia benar-benar lupa telah tersesat dan baik hati dijemput Basel. “Ya ampun, antar ke pangkalan ojek saja atau taksi. Aku bisa naik itu untuk pulang.”Tampak keberatan, Basel seketika menggeleng. Merasa tidak mungkin untuk menurunkan Isyana di tempat yang terasa asing baginya.“No ... no. Aku akan antar ke rumah. Jangan sungkan. Kau kan juga temannya Joseline,” ujar Basel yang mulai masuk ke tahap pengenalan lebih dekat.“Iya benar. Kok kau tahu?”Tentu saja cuk
“Duh Cah Bagus, siapanya Isyana ya? Gebetan?”Nenek Asma tidak malu untuk menanyakan hal tersebut. Tentu saja, kakinya telah kena injakan Isyana yang menganggap itu hal lancang. Isyana tidak ingin neneknya salah paham terhadapnya. Terlebih rasanya malu di hadapan Basel.“Apa sih Isyana?” ujar Nenek Asma yang kesal kakinya diinjak cucunya sendiri.“Nenek yang apa-apaan. Bisa gak jangan banyak menimbulkan kehebohan,” ujar Isyana yang sewot pada neneknya.“Ck, kau ini ya. Orang nenek juga tanya baik-baik. Kenapa juga kau yang kesal.”Wajah Nenek Asma kembali pada Basel. Pria itu sedang meminum teh hangat yang disuguhkan si tuan rumah. Tenggorokannya yang kering segera terisi dengan teh tersebut.“Aku hanya rekan kerjanya Nek. Hanya satu kali bertemu dulu. Ini pertemuan kedua, dan ternyata bisa bermanfaat bagi Isyana.”Basel berkata dengan mata dan bibirnya yang terus tersenyum. Apa lagi dia memandang Isyana dengan tatapan memuja. Seperti ingin memiliki gadis itu.“Ah Nenek doakan yang t
Setelah rencana membeli bahan-bahan membuat kamar mandi baru yang batal kemarin, Isyana ingin melakukannya hari ini. Sayangnya, cuaca hari juga tidak mendukung. Hujan sejak semalam mengguyur desa. Semakin bertambah deras di kala subuh, dan berakhir cukup lebat di pagi harinya.“Kau lagi ingat mantan, Basel apa justru si Ash?” Tubuh Isyana tiba-tiba meremang. Nenek Asma datang mengejutkannya tiba-tiba.“Apa sih Nek. Ada-ada aja pertanyaannya,” ujar Isyana yang wajahnya terasa panas. Entah karena ucapan neneknya, atau hanya hasil dari tangkupan tangan di wajah.“Loh kok ada-ada saja. Habisnya, sejak selesai mandi, hanya bengong saja kerjaanmu. Nih lemet singkong, makan.”Sambil menemani cucunya yang entah sedang memikirkan apa. Nenek Asma, menyodorkan olahan singkong yang dibuat menjadi lemet. Hasil menyisihkan dari camilan suaminya tadi.Di kampung memang sudah biasa dengan olahan singkong yang satu ini. Singkong yang ditumpuk, dibalur dengan santan dan gula merah. Setelah menyatu, b
Rasa penasaran Isyana akibat perkataan Nenek Asma, tentu saja membuat gadis itu mencari tahu sendiri. Untuk lebih mudah, dia akan ajak Asher berpikir. Dari pada berpikir sendiri yang lebih banyak pada hal negatif.Selain itu, Isyana juga benci untuk disindir. Terkait hal kecil yang harus segera diselesaikan, memang itu menjadi prinsipnya. Hanya saja tidak terbayang, neneknya harus ikut mengingatkan kata-kata tersebut.Semakin kesal Isyana, kalanya rumah Asher tampak begitu sepi. Dia mencoba untuk mengintip di celah kaca yang sedikit terbuka. Digedor beberapa kali pun, tidak ada sahutan dari dalam. “Sepi banget sih. Assalamualaikum Bu Ranty, Asher!”Isyana mencoba mengetuk sekali lagi. Nyatanya, sampai tangan panas, tetap tidak ada yang keluar untuk menemuinya.“Hai Nona Isyana. Langit ini memang mendung, tapi Abang tidak menyangka bertemu dengan Nona yang membuat hati secerah pelangi.”Motor buntut Bagas berhenti di sebelah Isyana. Sengaja sekali untuk mendekati gadis tersebut. “Em
Toko yang seharusnya sudah bisa beroperasi hari ini, terpaksa harus diundur. Isyana merasa belum puas dalam tata letak serta konsep yang sangat monoton.Terlihat sangat kaku, karyawannya menata toko yang bukannya memberikan kesan lega, justru sangat sesak. Banyak juga yang tidak sesuai di matanya.“Andi, Lo kok bisa buat konsep seperti ini sih?” Isyana hanya geleng-geleng kepala melihat ini. Tangannya juga mengelus dada. Harus banyak beristighfar dengan kelakuan pria yang seharusnya sudah paham dengan keinginannya.“Maaf Bu, ini saya sudah atur agar semua barang bisa masuk ke rak. Tempatnya terbatas jadi—”“Jadi Lo mau salahin tempat yang seuprit ini, terus barangnya banyak, gitu?”Pria bermata sipit itu hanya bisa garuk-garuk kepala. Rasanya sulit juga menyesuaikan hal ini. Karena di pusat, toko yang Isyana sewa sangat besar. Banyak yang bisa dia atur. Sementara di sini, mereka menyewa tempat yang cukup kecil, belum lagi diapit dua brand besar.“Bukan begitu Bu. Hanya saja—”“Udah .
Sepanjang perjalanan kembali ke rumah, tidak ada yang berniat membuka suara. Isyana sibuk dengan pekerjaan. Sementara Asher juga tidak berani mengeluarkan suara. Dia menghormati Isyana. Memang sudah seharusnya seperti itu.Sedikit berpikir juga dalam hati, apa tindakannya tadi pada Cakra berlebihan. Terlihat Cakra yang meringis kesakitan. Meski pada akhirnya dia menggeleng. Karena merasa Cakra berlebihan sekali.“Ash, Lo tadi pagi gak bilang apa-apa sama Nenek?” tanya Isyana yang sudah menutup tabletnya. Kini suaranya terdengar untuk mulai mengintrogasi Asher.Pemuda yang sedang melamun, sontak menoleh. “Eh, saya hanya bilang akan ijin antar Mommy.”Dari gerakan wajah Asher yang gugup, Isyana bisa menebak ada yang sedang disembunyikan pria itu. Tipikal Asher tidak mungkin berbohong. Kalau pun iya, akan mudah kentara.“Ada lagi gak selain itu? Lo jangan bohongi gue ya. Soalnya gak suka loh.”“Maksudnya Nona apa? Karena saya sudah berkata jujur.”Isyana hanya bisa menghela napas. Tidak
Kata Asher begitu benar. Siang ini ada beberapa orang yang datang untuk membawa pesanan Asher. Hal ini tentu saja membuat desas-desus baru di antara mereka. Bagaimana tidak, Asher berterus terang pada yang menanyakan untuk apa semen, pasir, keramik dan teman-temannya ini datang adalah membuat kamar mandi untuk kamar Isyana. Semakin memperkuat dugaan, jika Isyana akan menikah dengan Asher.“Syan, emangnya kamar mandi lama kenapa? Kok sampai buat yang baru.”“Gak kenapa-napa kok Bu. Ini biar aku gak bolak-balik ke belakang aja kalau malam.”“Mau nikah ya?”Isyana tertegun sejenak. Tapi dia cepat menguasai diri. “Ya mau lah Bu.”“Oh berarti bener. Kapan?”“Kalau gak Sabtu ya Minggu.”“Cepet ya.”Isyana hanya bisa nyengir. Tidak tahu lagi harus menanggapi dengan hal apa. Yang ada dalam benaknya, ibu ini hanya ingin mengorek informasi lalu menyebarkannya tanpa saring lagi. Atau yang lebih parah, menambahkan sesuatu yang tidak ada.“Em, pasti mewah kan ya. Secara sekarang udah sukses,” uja
Suara gemericik air seperti soundtrack alami dalam hubungan asmara kedua insan yang baru saja bergejolak. Tetesan demi tetesan yang memercik, menambah rasa hangat dalam setiap keadaan. Permulaan yang tidak bagus, namun berakhir dengan baik. Di sini Asher yang menjadi pemimpin. Tidak hanya mampu membuat Isyana bergetar hebat. Dia sanggup membuat gadis itu seperti kehilangan kesadaran. Puncaknya saat keduanya menyatu dalam gairah yang sama. Asher buru-buru memboyong Isyana untuk berpindah ke kamar mereka. "Eh kenapa?" Isyana sedikit terkejut dengan gerakan Asher yang membopongnya tiba-tiba. Ada rasa kecewa, berpikir Asher tidak menginginkan lebih lanjut. "Jangan di kamar mandi. Banyak yang mengintip." Asher mengatakan singkat. Tanpa sungkan membanting tubuh Isyana di atas ranjang. Kemudian disusul olehnya yang naik dengan tergesa-gesa. "Ck, santai saja. Tergesa-gesa juga tidak bagus. Itu kelakuan setan." Wajah Asher yang sudah sampai dada Isyana terpaksa menunduk. Senyumnya ter
"Kompensasi apa yang kau maksud?"Tadinya Asher tidak ingin menceritakan pada Isyana. Biar bagaimanapun, ini juga diluar dari peranannya sebagai menantu. Tapi wajah memelas istrinya, membuat Asher tidak ingin membuatnya kecewa."Mama Sukma, memberikan setengah saham yang dimiliki untuk Bapak.""Apa!"Sudah diduga, Isyana akan syok mendengar hal seperti ini. Ada rasa kecewa yang sangat dalam. Dia tidak tahu menahu perkara ini. Jika dirunut, ini semua juga ada salahnya."Mama Sukma menyelamatkan Nona. Seorang ibu akan melakukan apa pun demi buah hatinya. Tadinya aku juga tidak tahu. Tapi Grandmom membocorkannya tadi.""Grandmom?""Grandmom mewakili Granddad membeli saham hotel ini. Jadi total keseluruhan, saham yang keluarga Miller miliki sebanyak sepuluh persen."Isyana mendadak linglung. Menatap ke arah Asher yang begitu tenang, tiba-tiba hatinya merasa miris. Ternyata Isyana sama sekali tidak paham apa-apa dengan suaminya. Apa lagi keluarganya. Asher datang sebagai sopir, tidak tahu
"Jadi kalian yang udah nyuruh pria itu buat nikah sama gue?"Siapa yang tidak kesal jika dalang dari penghancur kehidupan ada di depan mata. Kalau saja dia tidak melihat CCTV di area depan, ingin sekali menerjunkan Helen dan juga Cakra ke kolam renang paling dalam."Eh gak gitu ya. Kita aja baru tahu tadi pas rapat. Pak Manto kesal banget karena gak bisa nikah sama Lo."Helen membela diri. Dia saja baru tahu kalau investor papinya mendadak menarik diri dari rencana ini. Siapa juga yang ingin kehilangan uang banyak. Alasan mereka menemui Isyana, untuk meminta penjelasan. Menjadi anggota dewan membutuhkan uang yang banyak untuk proses kampanye. Orang tua Cakra dan juga Helen, memilih membuka usaha juga, andai di periode berikutnya tidak terpilih, keuangan mereka masih aman."Lah terus Lo tahu dari mana, gua gagal dinikahi sama pria tua itu.""Jadi kan kita rapat. Terus Pak Manto tanya kita foto Lo."Helen memilih menjawab jujur. "Lagian Syan, ngapa Lo nolak sih. Duit si Pak Manto itu g
Isyana tidak bisa ikut masuk. Hanya Asher yang diijinkan, lantaran dia termasuk pembeli saham. Menyikapi ini, hal yang bisa dilakukan Isyana agar tidak bosan, adalah berjalan di sekitar hotel. Area pertemuan, satu lantai dengan kolam renang pertama di hotel ini. Memang dari segi bintang, hotel ini masih di bawah yang ada di ibu kota atau kota besar lain. Tapi di kota ini, hotel milik keluarga Basel yang paling terbesar dengan segala fasilitas yang ada.Baru menginjakkan kaki di area kolam, pemandangan di dalam begitu membuat kesal. Terlihat orang seusianya yang paling dihindari selama hidupnya."Wah ada Nona dari Jakarta nih."Tampang Helen begitu mengejek. Dia menurunkan kacamata sampai di pangkal hidung. Memperlihatkan matanya yang sedang mengamati Isyana."Syan, kok kau di sini? Lagi sama siapa?"Cakra sudah menerobos tubuh Helen, bahkan sampai menyenggol bahunya. Hal ini membuat gadis itu tidak nyaman. "Eh Cakra."Cakra tidak peduli. Menurutnya melihat Isyana sudah cukup membuat
"Abdul."Asher menyalami pria berhidung mancung di depannya. Di sampingnya masih ada Isyana yang setia dia seret. Tidak pergi atau pun banyak protes."Langsung saja. Oh ya, selamat atas pernikahan kalian. Ditunggu undangannya."Abdul melirik ke arah Isyana. Tersenyum kecil sebagai bentuk kesopanan. Isyana juga melakukan hal yang sama. Tidak menyangka akan bertemu kenalan Asher di sini."Ya tentu. Setelah ini beres, kita akan urus pesta. Kami pergi dulu, sebelumnya kenalkan ini Isyana, istriku.""Ah salam kenal."Abdul mengangguk. Dengan sopan menyatukan tangan di depan dada. Berkenalan tanpa ingin bersentuhan. Seketika Isyana tampak sungkan. Untung saja dia tidak sembarang menyodorkan tangan seperti biasanya."Katakan apa yang kalian inginkan sebagai hadiah." "Ck, terserah kau saja. Kami permisi dulu."Abdul mengangguk, tidak menghalangi langkah kaki mereka. Masalah hadiah, dia juga akan memikirkan nanti. Setelahnya, dia berbalik badan menjauh."Kau kenal dengan pengusaha Indonesia.
Meja makan sudah penuh dengan anggota keluarga Isyana dan juga Asher. Ini juga termasuk Danu yang saat ini lahap memakan masakan ala rumahan tersebut. Dia tidak pernah sungkan dalam melahap setiap masakan yang disendok ke dalam mulutnya. Orang ini memang berjiwa bebal tanpa kenal rasa malu.Pandangan Isyana langsung menyapu ke sekitar. Perlu bertanya langsung kepada ibunya, mengapa peristiwa semalam dan juga pagi ini terjadi. Bapaknya bukan pria yang mudah untuk dibujuk. Terlebih pagi ini dia begitu lahap tidak memudulikan apapun lagi."Isyana, kata Asher dia sudah membeli rumah untuk kalian tinggal. Apa itu berarti kau akan tinggal di kota ini?"Isyana menoleh ke arah suaminya. Mereka belum sempat membicarakan hal ini. Semalam dilalui dengan sangat canggung, masing-masing terlelap tanpa membahas lebih jauh mengenai apa rencana ke depan.Jadi untuk pertanyaan Sukma kali ini, belum memiliki jawaban."Belum tahu, Ma. Kalau sudah suami istri kan memang harus ikut suami. Jadi tergantung
Menghadapi malam pertama dengan suami sendiri, tentu saja ada rasa tidak nyaman di hati Isyana. Bukan karena dia tidak ingin, hanya saja masih belum percaya dengan kenyataan ini.Sementara itu Asher terlihat mendekat. Memang lebih dulu Isyana yang masuk kamar. Pria itu telah menekan kunci sebanyak dua kali. Membuat Isyana gugup saja."Kok dikunci?" tanya Isyana gugup. Ludahnya bahkan dicerna dengan cepat. Seperti tahu tidak ada waktu lagi untuk mencerna segala yang terjadi."Kita sama-sama lelah, butuh waktu untuk istirahat."Tentu saja sangat lelah. Isyana saja mengakui hal ini. Niatnya hanya kabur dari Bapaknya tanpa menikah dulu. Tapi justru dia dinikahkan saat itu juga."Kau mau apa?"Isyana gugup saat Asher sudah satu langkah di depannya. Tangannya terulur menyentuh kepala Isyana. Dengan suara lirih yang masih bisa didengar, Asher kembali melantunkan doa."Ya Allah, kepada-Mu aku memohon kebaikan istriku dan kebaikan sifat yang Engkau ciptakan untuknya. Aku berlindung kepada-Mu d
"Nah ini dia calonnya sudah datang."Hanya tiga orang yang tahu, apa yang terjadi di dalam rumah. Semua pergi selain Kakek Jalu yang menjadi penengah. Setelah kembali, justru kondisi telah ramai.Bapak tua memakai sorban dengan baju koko putih dan sarung seperti hendak beribadah. Datang ke rumah Asher dengan membawa tas dokumen."Jadi yang akan dinikahkan, Gadis ini yang bernama Isyana dengan kekasihnya. Berbuat mesum ya?" ucap pria tua itu dengan senyum mengejek."Eh enak aja. Bukan dengan bule kampung ini. Melainkan keponakanku dengan calon suaminya. Pak Manto."Sari berkata dengan lantang. Mana mungkin dia menyerahkan keponakannya dengan pria bule yang tidak matang ini. Habis sudah dulu dia ditipu dengan Isyana yang berpura-pura berkekasih Asher. Padahal setelah di selidiki Asher hanyalah sopirnya."Loh calonnya sudah …."Pria tua yang ternyata penghulu itu tidak melanjutkan ejekannya. Padahal sudah jelas sekali kalau Isyana tidak cocok dengan pria tua yang berperut buncit itu"Su
Pondok kecil di belakang rumah Nenek Asma, menjadi tempat yang pas untuk melarikan Isyana yang terluka hatinya.Sengaja dibangun karena ide dari Asher. Dia seringkali memergoki Isyana yang memegangi kepala karena pekerjaannya yang berat. Tidak heran membuat sebuah pondokan, menjadi tempat yang baik untuk gadis itu melepas stres.Ternyata berguna juga untuk hari ini. Ditemani lampu kuning yang memancar menggantikan sinar rembulan yang hari ini tidak ada. "Apa aku tampak menyedihkan?" tanya Isyana yang menunduk dalam. Menunjukkan wajahnya di hadapan Asher saja dia tidak mampu."Tidak. Kau justru sangat hebat."Asher tidak berbohong hanya untuk menyenangkan hati perempuan ini. Selama mengenal Isyana Gadis itu selalu memukau. Memberikan Dia potongan-potongan indah dalam hidup. Sifatnya yang tegas, bisa juga lembut. Menjadikan dia tidak bosan untuk berinteraksi dengan Isyana."Hebat dari mana. Aku bahkan mendoakan bapakku sendiri mati."Ucapan Isyana begitu merana. Seorang anak yang harus