"Kompensasi apa yang kau maksud?"Tadinya Asher tidak ingin menceritakan pada Isyana. Biar bagaimanapun, ini juga diluar dari peranannya sebagai menantu. Tapi wajah memelas istrinya, membuat Asher tidak ingin membuatnya kecewa."Mama Sukma, memberikan setengah saham yang dimiliki untuk Bapak.""Apa!"Sudah diduga, Isyana akan syok mendengar hal seperti ini. Ada rasa kecewa yang sangat dalam. Dia tidak tahu menahu perkara ini. Jika dirunut, ini semua juga ada salahnya."Mama Sukma menyelamatkan Nona. Seorang ibu akan melakukan apa pun demi buah hatinya. Tadinya aku juga tidak tahu. Tapi Grandmom membocorkannya tadi.""Grandmom?""Grandmom mewakili Granddad membeli saham hotel ini. Jadi total keseluruhan, saham yang keluarga Miller miliki sebanyak sepuluh persen."Isyana mendadak linglung. Menatap ke arah Asher yang begitu tenang, tiba-tiba hatinya merasa miris. Ternyata Isyana sama sekali tidak paham apa-apa dengan suaminya. Apa lagi keluarganya. Asher datang sebagai sopir, tidak tahu
Suara gemericik air seperti soundtrack alami dalam hubungan asmara kedua insan yang baru saja bergejolak. Tetesan demi tetesan yang memercik, menambah rasa hangat dalam setiap keadaan. Permulaan yang tidak bagus, namun berakhir dengan baik. Di sini Asher yang menjadi pemimpin. Tidak hanya mampu membuat Isyana bergetar hebat. Dia sanggup membuat gadis itu seperti kehilangan kesadaran. Puncaknya saat keduanya menyatu dalam gairah yang sama. Asher buru-buru memboyong Isyana untuk berpindah ke kamar mereka. "Eh kenapa?" Isyana sedikit terkejut dengan gerakan Asher yang membopongnya tiba-tiba. Ada rasa kecewa, berpikir Asher tidak menginginkan lebih lanjut. "Jangan di kamar mandi. Banyak yang mengintip." Asher mengatakan singkat. Tanpa sungkan membanting tubuh Isyana di atas ranjang. Kemudian disusul olehnya yang naik dengan tergesa-gesa. "Ck, santai saja. Tergesa-gesa juga tidak bagus. Itu kelakuan setan." Wajah Asher yang sudah sampai dada Isyana terpaksa menunduk. Senyumnya ter
“Kau yakin kan akan ke rumah Nenek untuk mencari jodoh. Nanti kau bukannya ke sana malah pergi liburan ke Eropa.”Isyana mendengkus sebal. Pasalnya sang ibu tidak ada henti-hentinya dalam meragukan keseriusan Isyana. Dia sendiri yang meminta mencari jodoh, dia pula yang meragukan akan hal tersebut.“Tentu saja Bu. Tenanglah, tidak perlu panik. Aku akan kembali dengan calon jodoh yang ibu idam-idamkan.”Sukma hanya menghela napas. Berat juga melihat kepergian anaknya. Tapi ini yang ia inginkan. Usia Isyana sudah seperempat abad lebih. Tapi dia sama sekali belum memikirkan untuk menikah. Sementara saat pergi ke rumah mertuanya, Isyana dan juga dirinya harus mendapatkan sindirian keras dari Oma-nya.“Ibu tenang saja. Aku baik-baik saja. Aku titip perusahaan ya. Kita akan lebih baik lagi dan lagi. Jangan pikirkan Oma. Biarkan saja perempuan tua itu berkicau.”“Hussh.”Sukma langsung menegur anaknya. Bukan sekali dua kali, anak itu mengolok-olok Oma-nya yang merupakan ibu dari Ayahnya send
Tok … tok … tok …!“Nek … Nenek Asma. Permisi Nek.”Baru pukul enam pagi, Asher sudah sangat berisik di depan pintu rumah nenek Asma. Tampilannya sudah begitu kece, dengan kemeja putih, celana kain dan juga sepatu pantofel pemberian tetangga yang sudah terasa sempit dia gunakan.“Aduh Ash. Ada apa sih? Kakek lagi masuk angin itu. Semalam begadang nonton bola, keganggu teriakanmu yang membahana pagi-pagi.”“Aku ingin melamar.” Nenek Asma terdiam. Di rumah ini dia masih memiliki suami. Meski pun sudah tidak bisa bekerja di ladang atau pun di ranjang. Tapi bukan berarti Nenek akan tega menghianati Kakek Dalu— suaminya.“Melamar? Melamar siapa?” ucap Nenek Asma dengan lirih. Dia membuang pandangannya ke arah samping guna untuk mencari jawaban dari pernyataan Asher.Disaat itulah dia melihat mobil cucunya terparkir di depan halaman rumah. Mata Nenek Asma berbinar. Dia tidak akan salah lagi. Pasti Asher— si bule kampung ini akan melamar cucunya. Dengan begitu dia menang taruhan dengan anak
“Hanya demam biasa ya Nek. Mungkin Nona Isyana kecapekan. Maklum habis perjalanan jauh ya? Sejauh apa?”Dokter Ardi mengedipkan sebelah matanya di arah Isyana. Dia begitu genit terhadap pasien perempuan yang mampir ke kliniknya. Maklum saja, sudah lima bulan ditinggal selingkuh sang istri, hingga kini belum menemukan tambatan hati.“Sejauh mata memandang Dok. Cucu Nenek memang jago. Jago buat orang panik.” Yang menjawab justru Nenek Asma. Yang mana membuat Dokter Ardi tersenyum kecut. Tapi demi etika kesopanan, dia tertawa juga. Meksi tawanya seperti orang yang tengah menahan kentut. Terpaksa sekali.“Ya ampun Nek. Kalau ada yang demam lagi di keluarga atau orang terdekat, coba cek suhunya dahulu. Pastikan pakaian yang dikenakan berbahan tipis dan bisa menyerap keringat. Jika memiliki persediaan obat, boleh diminumkan dengan dosis yang tertera di label obat. Atau jika tidak, boleh mengompres di area leher, untuk menurunkan demamnya.”Nenek Asma manggut-manggut mendengar pernyataan ya
“Kita mau ke mana Nona?” tanya Asher yang pagi-pagi sekali sudah rapi dengan kemeja dan celana kain yang membalut tubuh tingginya. Sebelum ke Indonesia, dia memang menjalani profesi sebagai marketing property di Kanada sana. Tidak heran koleksi baju-bajunya juga rapi dan bagus sekali.“Mau ke mana? Emangnya gue ada bilang ke Lo, mau diantar ke mana gitu?” Sambil berdecak pinggang, Isyana menanyakan apa yang sebenarnya Asher katakan. Seingatnya dia tidak meminta untuk diantar ke mana pun hari ini. Toh demam di tubuhnya baru saja menghilang.“Ya kan Nona seorang CEO. Layaknya CEO pada umumnya, pasti begitu sibuk. Benar tidak?” ucap Asher dengan tetap semangat.Isyana memegang dahinya. Memang benar kata orang jika terserang demam bisa jadi akan menemukan masalah dalam hidup. Terbukti padanya yang langsung bertemu Asher yang menyebalkan.“Lo banyak omong. Santai aja dulu sana. Gue mau mandi dulu.”Isyana hampir balik badan saat kata-kata dari mulut Asher terdengar.“Baik Nona. Panggil s
Sesuai keinginan sang Nona, Asher menjalankan mobil ke satu-satunya mal yang ada di kota tersebut. Rencananya, Isyana memang akan berbelanja banyak barang. Dia sudah mengutarakan keinginannya pada Asher. Jadi sebagai sopir, nantinya Asher akan berlaku sebagai pengangkut barang.“Lo harus ada di belakang gue. Pokoknya jangan sampai enggak. Ngerti?” ucap Isyana yang menekankan pada Asher tugasnya kali ini.“Iya Nona. Saya akan selalu bersama Nona. Dalam suka mau pun duka,” sahut Asher yang mana langsung mendapat pelototan tajam dari Isyana.“Lo bisa enggak sih ngomong yang normal. Mana logat bule banget. Udah berapa lama sih di Indonesia?” tanya Isyana yang mana lumayan kesulitan mengimbangi gaya bahasa Asher.Asher berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sementara Isyana semaunya sendiri. Kadang Indonesia baku, tapi lebih sering bahasa Jakarta yang seperti anak gaul. Belum saja dia mengucapkan bahasa gaul ala Jaksel. Yang mana membuat sakit asma neneknya kambuh kal
Lantaran sudah telanjur ada di dalam mal, Isyana memutuskan untuk berkeliling. Jiwa hemat yang sejak dulu terpatri dalam benaknya seakan menghilang sudah.Di tangan Asher sudah berkantong-kantong paper bag yang lelaki itu lilitkan di jari-jarinya. Kebayangkan Isyana membeli baju dan perlengkapan kerja lainnya. Dia juga membelikan Nenek dan kakeknya. Tidak ketinggalan Asher pun dapat jatah.“Em ... Ash,” panggil Isyana pada Asher.“Iya Nona.”“Ukuran baju nyokap lo berapa besar?” tanyanya malu-malu.Sebenarnya Isyana tidak ada niatan. Tapi berhubung melihat gamis ibu-ibu seusai mamanya, matanya langsung menyala terang. Dia ingin membelikan Sukma, tapi terlalu jauh. Sehingga alternatif lain membelikan Mamanya Asher.“Nyo-kap?” tanya Asher yang tidak mengerti.Isyana menepuk dahi. Dia lupa Asher lama di luar negeri. Belum banyak gaul dan berkembang dalam kosakata bahasa.“Mommy Lo.”Asher kini manggut-manggut mengerti.“Mommy pakai L atau large, Nona,” sahut Asher dengan santainya. “Oh