Lantaran sudah telanjur ada di dalam mal, Isyana memutuskan untuk berkeliling. Jiwa hemat yang sejak dulu terpatri dalam benaknya seakan menghilang sudah.
Di tangan Asher sudah berkantong-kantong paper bag yang lelaki itu lilitkan di jari-jarinya. Kebayangkan Isyana membeli baju dan perlengkapan kerja lainnya. Dia juga membelikan Nenek dan kakeknya. Tidak ketinggalan Asher pun dapat jatah.“Em ... Ash,” panggil Isyana pada Asher.“Iya Nona.”“Ukuran baju nyokap lo berapa besar?” tanyanya malu-malu.Sebenarnya Isyana tidak ada niatan. Tapi berhubung melihat gamis ibu-ibu seusai mamanya, matanya langsung menyala terang. Dia ingin membelikan Sukma, tapi terlalu jauh. Sehingga alternatif lain membelikan Mamanya Asher.“Nyo-kap?” tanya Asher yang tidak mengerti.Isyana menepuk dahi. Dia lupa Asher lama di luar negeri. Belum banyak gaul dan berkembang dalam kosakata bahasa.“Mommy Lo.”Asher kini manggut-manggut mengerti.“Mommy pakai L atau large, Nona,” sahut Asher dengan santainya.“Oh oke.” Isyana mengangguk-angguk mengerti. Dia kemudian mencari-cari pakaian yang cocok untuk dikenakan Mommy dari sopirnya ini.“Mommy Lo suka warna apa?” tanya Isyana lagi.Kali ini kening Asher mengerut dalam. Sebenarnya untuk apa bosnya ini menanyai mommy terus menerus.“Brown,” ucap Asher yang tetap menjawab pertanyaan Isyana.“Oke.”Isyana hanya menjawab singkat. Tidak lama dia menghampiri pelayan. Pelayan itu tersenyum dan mengangguk ramah. Dia lantas membayar dan tetap menyerahkan pada Asher.“Nih,” ucap Isyana sambil menyodorkan paper bag.“Nona belanjanya sudah banyak sekali. Apa tidak habis uangnya?” tanya Asher dengan hati-hati. Dia tahu ini bukan ranahnya. Tapi sejak tadi mereka menjadi pusat perhatian.Asher yang seorang bule nurut-nurut saja sekarang dijajah Lokal. Begitu mungkin pandangan kebanyakan orang.“Lo tuh sebenarnya tahu gak sih orang yang lagi Lo nasihati ini siapa?” tanya Isyana dengan tangan memeluk pinggang.“Tahu Nona. Nona Isyana kan, cucunya Nenek Asma,” sahut Asher enteng.“Ya ngerti. Maksud gue, pekerjaannya apa? Sumber kekayaannya dari mana, gitu loh.”Isyana merasa malas harus mengencangkan urat lehernya. Bicara dengan bule lempeng memang susah-susah gampang.“Ya CEO kan Nona.”Isyana ingin sekali menonjok wajah Asher. Pria itu memang benar-benar keterlaluan terhadapnya. Masa begitu saja dia tidak paham. Sebenarnya Asher ini niat kerja atau tidak sih.“Oke kalau gitu kita kenalaan aja. Nama gue Isyana Akleema. Hanya dua itu saja. Bokap gue bukan sultan soalnya yang nurunin marga,” ucap Isyana.Asher manggut-manggut mendengar penuturan itu.“Eh bukan. Maksudnya ya Lo tahu kan nama gue, Isyana Akleema. Ingat kan?”Asher manggut-manggut lagi. Tapi kali ini dengan ucapan, “Mengerti Nona.”“Nah Lo tahu snack kacang dua gigi gingsul?”“Tahu Nona.””Tahu wafer teng-go?“”Tahu Nona.“”Tahu biskuit Engkong Gue, yang sering ada di setiap lebaran tapi isinya rengginang?“Asher kali ini berpikir sejenak. Lalu dia ingat saat momen lebaran di Indonesia saat kecil dulu. Waktu itu masih ada neneknya dan iya mereka menyajikan kaleng engkong gue yang isinya berbeda dari gambarnya.”Tahu Nona.“Isyana kali ini yang manggut-manggut.”Bagus kalau Lo tahu.“Selanjutnya Isyana berjalan mendahului Asher. Yang mana hal tersebut membuat Asher keheranan.”Lah Nona menanyakan hal itu kenapa memangnya?“ tanya Asher yang penasaran. Kini langkahnya sudah sejalan dengan Isyana.”Ya mau tes pengetahuan Lo aja tentang dunia persnackan di Indonesia,“ jawab Isyana enteng.”Ya. Saya pikir itu semua produk yang anda hasilkan,“ sahut Asher yang tampaknya kecewa dengan perkataan Isyana.Di luar dugaan Isyana mengangguk.”Iya emang. Tapi perusahaan aja yang udah gue akuisisi. Produknya ya tetap hasil pemikiran yang punya produk lah.“Asher tidak mengerti. Dia memandang Isyana dengan tatapan yang sulit diartikan. Yang mana perempuan yang sedang ditatapnya pun melihat balik ke arahnya.”Apa sih Ash. Masa gitu aja gak ngerti. Udah buruan balik.“Isyana mempercepat langkahnya lebih dulu. Dia malas harus satu aliran dengan Asher. Sedikit tahu juga dengan arti tatapan puluan pasang mata yang menatapnya.”Nona, kenapa terburu-buru? Apa ada sesuatu yang terjadi?“ Asher mengejar langkah kaki Isyana. Dia panik mengapa Nonanya berjalan terlalu cepat ke depan.”Gak usah ikut-ikutan cepet deh Ash. Lo gak lihat tatapan tuh orang-orang. Kek pengin gue colok aja tuh mata.“Asher menatap ke sekeliling mereka. Benar saja banyak pasang mata yang menatap aneh ke arah mereka. Begitu heran, Asher juga tidak menyadari hal ini. Lantaran sudah melihat, rasanya begitu tidak nyaman sekali.”Maaf Nona.“Asher menunduk. Dia langsung menghentikan langkahnya. Menunggu Nonanya jalan beberapa langkah ke depan dahulu. Barulah kemudian dia menyusul.Sampai akhirnya Asher memutuskan untuk berjalan lebih dulu ke depan, saat Isyana menerima telepon.Dia meletakkan Barangnya di bagasi. Lantas membuka pintu untuk Isyana. Tapi Isyana menolak untuk duduk di belakang. Dia lebih suka di depan. Sambil mengamati gaya berkendara Asher.”Baik Pak. Semua sudah diselesaikan dengan sekretaris saya. Jadi nanti bisa langsung di follow up saja.“”Ah tentu. Kami menjamin produksi makanan ini halal. Produk kami bersertifikat majelis ulama Indonesia. Kami juga memiliki pabrik sendiri untuk memprosesnya. Jadi tenang saja tidak akan bercampur dengan makanan non halal lainnya.“”Terima kasih Pak. Selamat siang.“Isyana mengembuskan napas berat. Dia sudah membuat pengumuman kalau dirinya akan cuti. Tapi tetap saja banyak klien yang langsung menghubunginya tanpa bertanya lebih dulu pada sekretaris.”Nona? Apa baik-baik saja?“ tanya Asher yang khawatir dengan keadaan bosnya.”Yes, off course. Tenang saja, gue udah biasa begini kok. Lagian gila aja kali ya orang fitnah bikin isu miring gak jelas. Udah tahu gue muslim, gak makan babi, tapi masih aja ada yang fitnah pabrik gue pernah bikin kornet dari hewan tersebut.“Isyana mengembuskan napas lelah. Bukan sekali dua kali ini. Pabrik miliknya memproduksi makanan ringan kemasan. Tentu saja pasarnya sebagian besar ada di Indonesia. Tidak mungkin dia membuat produk halal tercampur.”Biasanya ada yang menjatuhkan Nona. Orang semacam itu akan selalu ada Nona. Saya harap Nona bisa melebarkan lagi dadanya.“Isyana menatap tajam ke arah Asher. Lantas dia melihat juga dadanya. Yang mana gerakannya itu juga diikuti laki-laki itu.”Maksud Lo apa ngomong begitu?“ tanya Isyana yang sebentar lagi semburan hawa lava panas akan keluar.”Eh apa Nona? Saya tidak mengatakan apa pun.“Asher bingung sendiri. Dia hanya memberi motivasi. Tapi mengapa Nonanya justru marah terhadapnya.”Em kita pulang atau Nona ingin pergi ke mana dulu?“ tanya Asher yang sebenarnya dadanya juga ketar-ketir.”Menurut Lo?“Asher menggeleng. Dia tidak ada ide kalau begini. Mana Isyana mengatakan itu dengan begitu jutek.”Maaf Nona. Bisa tidak jangan kode-kode. Saya tidak paham.“Isyana mengembuskan napas dan mengeluarkan napasnya berat.”Ya menurut Lo! Emang gak dengar tadi gue ngomong apa? Kita pulang sekarang!“Asher terperangah dengan suara barbar Isyana. Dia terperanjat dari tempat duduknya.”Maaf Nona. Tapi Nona juga belum bilang dengan saya.“Asher gemetaran di balik kemudi. Lantas tanpa menunggu jawaban dari Isyana dia menjalankan mesinnya.Mobil melaju kencang membelah jalanan. Untung saja siang ini lenggang. Sehingga tidak ada alasan untuk Isyana marah-marah telat sampai rumah.Tapi namanya juga Isyana. Saat sudah masuk ke kawasan desanya, dia baru sadar.”Gue belum makan. Putar balik cari fast food!“***Sesuai dengan keinginan Asher, dirinya memang bekerja dengan benar. Pukul delapan berangkat dan baru pulang pukul lima sore. Yang jadi masalah, dia hanya mengendarai kendaraan tanpa arah dan tujuan. Lebih tepatnya setelah pulang dari belanja di mall tadi.Bosnya terus menerima telepon yang seakan tidak ada henti. Yang mana menyebabkan Isyana mingsuh-mingsuh sendiri.“Nah turun di sini aja, Asher. Bener Lo, cerdas. Gak salah lulusan Toronto.”Isyana menepuk pundak Asher. Yang mana membuat laki-laki itu seperti tersengat aliran listrik ribuan voltase.“Eh iya Nona. Kalau tidak lulus, nanti diminta balik uangnya.”Isyana yang sudah membuka seatbelt menoleh lagi. Dia merasa banyak sekali rahasia yang bisa dikulik dari si sopir barunya. “Maksud Lo apa sih Ash? Kok gue ngerasa asing bener sama Lo ya?” ucap Isyana yang merasa begitu heran.“Baru beberapa hari bertemu, Nona. Masih panjang waktu untuk kita penjajakan.”Isyana justru bergidik saat mendengar kalimat itu. Bisa-bisanya Asher be
Pagi-pagi sekali, Asher sudah begitu rajin mengelap mobil yang digunakan untuknya mencari nafkah. Asher begitu semangat. Apa lagi pakaian yang ia kenakan baru semua. Begitu memanjakan matanya.“Yo Ash. Ceria kali kutengok lah kau.”Bagas yang merupakan pemuda sepantaran Asher menegur laki-laki itu. Dia begitu takjub dengan kepiawaian Asher dalam mencari rejeki. “Ini apa pula kutengok. Baju baju nampaknya kau ini. Sudah jaya lah kau kerja sopir kereta.”Bagas masih saja berceloteh dengan logat Batak yang begitu khas. Dia begitu senang menggoda Asher yang tampak salah tingkah di depan matanya.“Ah anda berlebihan Bagas. Saya tampak biasa saja,” sahut Asher. “Sebenarnya juga saya jadi sopir mobil. Bukan kereta.”Asher tidak ingin menyinggung teman satu desanya itu. Tapi dia berharap Bagas tidak tersinggung dengan perkataannya. Memang benar kalau dia sopir, tapi bukan sopir kereta seperti yang Bagas bicarakan.“Ah iya ... iya. Aku lupa sedang di tanah Jawa. Bertemu bule lagi ya. Bahasany
"Asher."Asher yang sedang fokus menyetir menoleh ke arah perempuan di sampingnya. Tampak Isyana sedang memutar-mutar ponselnya."Iya Nona," sahut Asher gugup.Sebenarnya sejak tadi melihat Nona Isyana keluar dari rumah Nenek Asma, jantung Asher berdetak begitu kencang. Dia begitu terpesona dengan penampilan Isyana kali ini."Em, nomor ponsel Lo berapa?" tanya Isyana yang merasa canggung."Oh, sini saya ketikkan Nona. Atau saya simpan dulu nomor ponsel Nona. Sebentar, saya tepikan dulu mobilnya."Asher benar-benar menepikan mobil. Dia menerima ponsel dari tangan Isyana. Mengetikkan deretan angka di sana."Mau disimpan pakai nama apa Nona?" tanya Asher ragu.Sedikit tahu dia memperhatikan penamaan ponsel masyarakat Indonesia berdasarkan porfesinya. Jadi jangan sampai, Asher sudah kepedean mengetik namanya, lalu diganti Isyana dengan sopir saja."Ya nama Lo siapa? Masa nama cuma sopir aja. Dih gak kreatif."Ucapan Isyana menerbitkan senyum di bibir Asher. Dia lantas menghapus lagi nama
"Yang mau sewa toko yang mana?"Seorang ibu berperawakan gempal, memandang ramah ke arah Isyana dan juga Asher. Dia tidak terpikir, siapa yang bos di sini. Keduanya tampak menarik di matanya."Ini, Nona Isyana," ucap Asher menujuk dengan jempolnya."Ah iya. Saya Isyana."Isyana mengulurkan tangan ke arah ibu pemilik ruko."Oh nama saya Indun. Salam kenal ya. Duh alus banget tangannya," ucap Indun dengan malu-malu.Ditaksir dari penampilannya, dia seusia ibu Sukma— ibunya Isyana. Tidak heran penampilannya juga apa adanya."Ah bisa saja si ibu," ucap Isyana dengan canggung."Duh mana cantik, pacarnya juga bule. Anaknya nanti pasti juara modeling deh."Isyana hanya tersenyum seadanya. Tidak berminat menanggapi pernyataan si Ibu Indun yang sudah salah paham."Ya sudah, ayo masuk ke dalam. Eh iya lupa, kalau Mas namanya siapa? Mau juga dong salaman sama bule."Asher menerima uluran tangan Ibu Indun. Hanya untuk sekedar menghormati saja. Padahal hatinya sedang berperang karena perkataan si
Sepanjang perjalanan Isyana menemukan gelagat aneh dalam diri Asher. Pemuda yang sedang membawa mobilnya itu tampak berseri-seri. Seperti begitu senang.“Hei Asher!” tegur Isyana selanjutnya.“Iya Nona. Ada apa?”Asher cukup terkejut dengan suara Isyana yang begitu lantang. Tapi dia bisa mengendalikan diri.“Kok Lo happy banget gue lihat-lihat. Kena angin apa?”Asher salah tingkah saat dikatakan seperti itu. Memang benar menurutnya jika dia begitu senang saat ini. Tapi bukan senang yang terlalu bagaimana juga. Karena dia merasa biasa saja.“Ah iya Nona. Mungkin karena lagi menyetir. Jadi tampak bahagia,” kilah Asher secepatnya. Dia juga tidak ingin begitu kentara melalaikan kewajiban.“Oh begitu. Kapan-kapan Lo ikut ke Jakarta ketemu Nyokap.”Untung saja saat ini lampu merah tengah menyala. Jadi saat Asher menghentikan mobil, Isyana sama sekali tidak curiga. Yang jadi masalah perasaannya saat ini. Apa yang sebenarnya Isyana pikirkan.“Nyokap itu Mama, seperti yang Nona bilang bukan?”
“Fiuh ... Asher, Lo berani banget sungguh.” Isyana yang masih deg-degan dengan keadaan ini melihat ke arah Asher. Sopirnya itu tampak biasa saja. Membuat Isyana berpikir yang tidak-tidak saja. “Santai saja Nona. Itu aman kok. Dia tidak akan masuk rumah sakit gara-gara ini.” “Ya iya sih.” Isyana membenarkan apa yang Asher katakan. Lagi pula, terlalu berlebihan jika Cakra sampai ke IGD segala. Dilihat tadi tidak sampai kena ke mata. Hanya sebatas hidung saja. “Tapi untung tadi gue udah letakan uang di meja. Mudah-mudahan Abang baksonya lihat.” Mendengar hal itu tentu saja membuat kepanikan tersendiri di jiwa Asher. Dia lupa Isyana belum mendapatkan kembalian. Jika dia berikan uangnya semua, tentu saja masih kurang. “Nona ini,” ucap Asher sambil menyodorkan pecahan lima puluh ribu. “Buat apa Lo kasih gue uang? Buat bayar parkir?” tanya Isyana yang keheranan. Masa ada sopir kasih majikannya uang? Ini bosnya yang sudah bangkrut atau sopirnya yang terlampau kaya. “Maaf Nona. Gara-g
Memutuskan untuk pulang saja, Isyana tidak jadi berkeliling Purwokerto. Dia melirik Asher yang sudah sibuk menjalankan setir. Gara-gara curhatan tadi, Asher sampai menepikan mobil dan terjadilah hal canggung yang cukup mengganggunya.“Ash,” panggil Isyana dengan suara lirih.“Iya Nona.”Asher memandang ke arah Isyana sejenak. Untuk kemudian fokus kembali ke jalanan.“Lo punya kenalan cowok single gak?” tanya Isyana malu-malu. Dia tahu ini memalukan, tapi kalau tidak segera dilakukan, Isyana takut akan melewati batas kesepakatan dengan sang ibu.“Ada si Bagas, yang orang Medan itu. Kalau di desa hanya kenal dia saja Nona,” sahut Asher.“Maaf, ada apa memangnya Nona?” tanyanya lagi.“Em gak ada apa-apa sih,” sahut Isyana ragu.Melihat ekspresi Isyana yang tidak semangat, Asher enggan bertanya lagi. Dia memutuskan untuk diam saja sepanjang sisa perjalanan.Sesampainya di rumah, wajah Isyana yang tampak muram, langsung masuk begitu saja. Dia hanya menyapa sekilas nenek Asma yang sedang b
“Asher. Lo sedang apa sih!”Isyana tidak habis pikir dengan pria di hadapannya. Bisa-bisanya dia telanjang seperti ini.“Eh maaf Nona. Saya pikir Nona tidak ke sini.”Asher buru-buru memakai kaosnya. Dia tidak tahu kalau Isyana akan menyusul ke sini. Lagi pula, dia hanya bertelanjang dada saja. Celana kolornya sudah terpasang sempurna.“Ya tapi kan bisa kalau ganti ya di kamar aja. Ini pakai acara ganti di ruang tamu. Gak takut apa diintip,” ucap Isyana bersungut-sungut. Dia hanya sebal sekali melihat pemuda sembarangan seperti itu. Membuat dadanya bergemuruh saja. “Ya maaf Nona. Kalau begitu, ada apa Nona datang ke sini?” tanya Asher yang langsung saja mengalihkan perhatian. “Oh itu. Lo sih tinggalin gue. Kan gue bingung mesti ngapain sama Nyokap Lo. Mana Nenek Asma lagi senyum-senyum gak jelas.”Asher mengangguk-angguk paham. Dia kemudian menghidangkan gorengan pisang yang sudah dia hangatkan terlebih dahulu.“Nona mau soda? Ini kebetulan semalam aku membelinya. Pas sekali ternyat