Sepanjang perjalanan Isyana menemukan gelagat aneh dalam diri Asher. Pemuda yang sedang membawa mobilnya itu tampak berseri-seri. Seperti begitu senang.“Hei Asher!” tegur Isyana selanjutnya.“Iya Nona. Ada apa?”Asher cukup terkejut dengan suara Isyana yang begitu lantang. Tapi dia bisa mengendalikan diri.“Kok Lo happy banget gue lihat-lihat. Kena angin apa?”Asher salah tingkah saat dikatakan seperti itu. Memang benar menurutnya jika dia begitu senang saat ini. Tapi bukan senang yang terlalu bagaimana juga. Karena dia merasa biasa saja.“Ah iya Nona. Mungkin karena lagi menyetir. Jadi tampak bahagia,” kilah Asher secepatnya. Dia juga tidak ingin begitu kentara melalaikan kewajiban.“Oh begitu. Kapan-kapan Lo ikut ke Jakarta ketemu Nyokap.”Untung saja saat ini lampu merah tengah menyala. Jadi saat Asher menghentikan mobil, Isyana sama sekali tidak curiga. Yang jadi masalah perasaannya saat ini. Apa yang sebenarnya Isyana pikirkan.“Nyokap itu Mama, seperti yang Nona bilang bukan?”
“Fiuh ... Asher, Lo berani banget sungguh.” Isyana yang masih deg-degan dengan keadaan ini melihat ke arah Asher. Sopirnya itu tampak biasa saja. Membuat Isyana berpikir yang tidak-tidak saja. “Santai saja Nona. Itu aman kok. Dia tidak akan masuk rumah sakit gara-gara ini.” “Ya iya sih.” Isyana membenarkan apa yang Asher katakan. Lagi pula, terlalu berlebihan jika Cakra sampai ke IGD segala. Dilihat tadi tidak sampai kena ke mata. Hanya sebatas hidung saja. “Tapi untung tadi gue udah letakan uang di meja. Mudah-mudahan Abang baksonya lihat.” Mendengar hal itu tentu saja membuat kepanikan tersendiri di jiwa Asher. Dia lupa Isyana belum mendapatkan kembalian. Jika dia berikan uangnya semua, tentu saja masih kurang. “Nona ini,” ucap Asher sambil menyodorkan pecahan lima puluh ribu. “Buat apa Lo kasih gue uang? Buat bayar parkir?” tanya Isyana yang keheranan. Masa ada sopir kasih majikannya uang? Ini bosnya yang sudah bangkrut atau sopirnya yang terlampau kaya. “Maaf Nona. Gara-g
Memutuskan untuk pulang saja, Isyana tidak jadi berkeliling Purwokerto. Dia melirik Asher yang sudah sibuk menjalankan setir. Gara-gara curhatan tadi, Asher sampai menepikan mobil dan terjadilah hal canggung yang cukup mengganggunya.“Ash,” panggil Isyana dengan suara lirih.“Iya Nona.”Asher memandang ke arah Isyana sejenak. Untuk kemudian fokus kembali ke jalanan.“Lo punya kenalan cowok single gak?” tanya Isyana malu-malu. Dia tahu ini memalukan, tapi kalau tidak segera dilakukan, Isyana takut akan melewati batas kesepakatan dengan sang ibu.“Ada si Bagas, yang orang Medan itu. Kalau di desa hanya kenal dia saja Nona,” sahut Asher.“Maaf, ada apa memangnya Nona?” tanyanya lagi.“Em gak ada apa-apa sih,” sahut Isyana ragu.Melihat ekspresi Isyana yang tidak semangat, Asher enggan bertanya lagi. Dia memutuskan untuk diam saja sepanjang sisa perjalanan.Sesampainya di rumah, wajah Isyana yang tampak muram, langsung masuk begitu saja. Dia hanya menyapa sekilas nenek Asma yang sedang b
“Asher. Lo sedang apa sih!”Isyana tidak habis pikir dengan pria di hadapannya. Bisa-bisanya dia telanjang seperti ini.“Eh maaf Nona. Saya pikir Nona tidak ke sini.”Asher buru-buru memakai kaosnya. Dia tidak tahu kalau Isyana akan menyusul ke sini. Lagi pula, dia hanya bertelanjang dada saja. Celana kolornya sudah terpasang sempurna.“Ya tapi kan bisa kalau ganti ya di kamar aja. Ini pakai acara ganti di ruang tamu. Gak takut apa diintip,” ucap Isyana bersungut-sungut. Dia hanya sebal sekali melihat pemuda sembarangan seperti itu. Membuat dadanya bergemuruh saja. “Ya maaf Nona. Kalau begitu, ada apa Nona datang ke sini?” tanya Asher yang langsung saja mengalihkan perhatian. “Oh itu. Lo sih tinggalin gue. Kan gue bingung mesti ngapain sama Nyokap Lo. Mana Nenek Asma lagi senyum-senyum gak jelas.”Asher mengangguk-angguk paham. Dia kemudian menghidangkan gorengan pisang yang sudah dia hangatkan terlebih dahulu.“Nona mau soda? Ini kebetulan semalam aku membelinya. Pas sekali ternyat
“Ada apa sih Nek, teriak-teriak gak jelas.” Isyana yang dari kamarnya sudah melihat kehebohan sang nenek, sontak heran dengan apa yang dilakukan nenek Asma. Meski makhluk yang ramai, tapi Nenek Asma tidak mungkin teriak-teriak tanpa alasan yang jelas. “Ini nih Isyana.” Telunjuk Nenek Asma mengarah ke sosok laki-laki tampan yang sedang duduk di ruang tamu. Wajahnya mengarah senyum ke arah Isyana. Seperti tanpa dosa. “Untuk apa coba si kunyuk satu ini ke sini,” ucap Nenek Asma lagi. “Buat mata sepet saja.” Isyana menatap ke arah Cakra. Benar juga apa yang dikatakan Nenek Asma. Untuk apa Cakra sampai ke sini. “Mau apa?” tanya Isyana dengan jelas. “Ada yang perlu kita bicarakan Syan,” sahut Cakra. “Heh, Syan ... Syan ... Syan. Panggil nama cucu saya yang lengkap.” Nenek Asma sudah lebih dulu marah. T
“Sedang apa kau di sini, hah! Ini bukan urusanmu!” Cakra meradang, ditepisnya tangan Asher begitu keras. Dia tidak terima jika harus diganggu dengan Asher. “Semua yang berkaitan dengan Isyana Akleema, sudah menjadi urusan saya,” ucap Asher dengan tegas.“Cih. Memangnya kau siapa hah?”“Saya ....”“Asher Lo di sini?”Isyana yang merasa tertinggal dompet, seketika kembali. Tidak menyangka kalau mantan dan sopirnya tengah berdehat. Wajah mereka sama-sama cukup tegang.“Kebetulan Lo di sini. Ayo pulang!”Isyana merangkul lengan Asher. Dia setengah memaksa pria itu untuk pergi dari sana. Sebelum benar-benar pergi, Asher berbalik menatap Cakra dan menunjukkan kepalan tangannya. Betapa dia tidak main-main dengan perkataannya tadi.“Ah sial!” Cakra menendang kursi di depannya. Dia tidak terima begitu saja diperlakukan seperti ini. Ingin sekali menghajar Asher yang sok tampan itu. “Siapa sih bule itu. Tampanan juga aku!”Cakra terus mengumpat sampai-sampai pelayan datang membereskan meja.
Demi menghargai Joseline yang sudah susah payah mengundangnya dan bilang ke semua orang kalau dia akan datang. Isyana mau tidak mau berdandan cantik kali ini.Tidak lupa dia juga mengajak Asher serta untuk turut menemaninya malam ini. Asher yang mengira hanya dijadikan sopir semata, hanya bisa menurut. "Isyana Akleema, cucu Nenek Asma yang cantiknya paripurna."Selesai memakai sepatu tumit tinggi yang menjadi andalannya ke pesta, Isyana membalik badan dan melihat Neneknya sudah ada di depan pintu."Ada apa Nek?" tanya Isyana heran."Itu Ash sudah samper. Kau juga dandan cantik bener, mau ke mana?"Nenek Asma membuka mulut terheran melihat cucunya. Kalau di Jakarta sana, tentulah dia tidak terkejut saat melihat Isyana berpenampilan seperti itu. Tapi ini tentu saja Purwokerto. Sebuah kota kecil dan terlebih mereka tinggal di pinggirannya.Isyana memakai gaun, tentulah aneh."Ada acara reuni sekolah menengah Nek. Isyana pergi dulu ya."Isyana berjalan ke luar dan menemui Asher yang teng
Isyana tidak terlambat. Masih ada waktu lima belas menit sesuai dengan acara reuni dimulai. Tapi baru saja menginjakkan kaki dalam restoran, semua mata seakan memandangnya.Isyana yang selalu tidak bisa hadir untuk acara ini, seketika menjadi buah bibir. Beberapa pasang mata terlihat sinis menatapnya. Terutama di kalangan perempuan. Beberapa lagi salah fokus dengan pria yang Isyana rangkul."Isyana Akleema, sini!"Joseline melambaikan tangan ke arah Isyana. Sahabat baik yang seakan tahu luar dan dalam Isyana itu terteriak cukup kencang. Hingga Cakra yang sejak tadi menunduk dalam, mulai mengangkat kepala."Ah kau akhirnya datang juga," ucap Joseline lega. "Duduk sini. Aku akan mengenalkan tunanganku."Joseline menunjuk pria yang juga tersenyum ke arah Isyana. Dia masih muda, mungkin seusia mereka."Fatih," ucap pria yang merupakan tunangan Joseline.Mereka baru kali ini bertemu. Meski sudah sama-sama tahu nama dan wajah dari foto. Karena saat Joseline bertunangan, Isyana sedang berada