“Ada apa sih Nek, teriak-teriak gak jelas.”
Isyana yang dari kamarnya sudah melihat kehebohan sang nenek, sontak heran dengan apa yang dilakukan nenek Asma. Meski makhluk yang ramai, tapi Nenek Asma tidak mungkin teriak-teriak tanpa alasan yang jelas.
“Ini nih Isyana.” Telunjuk Nenek Asma mengarah ke sosok laki-laki tampan yang sedang duduk di ruang tamu. Wajahnya mengarah senyum ke arah Isyana. Seperti tanpa dosa.
“Untuk apa coba si kunyuk satu ini ke sini,” ucap Nenek Asma lagi. “Buat mata sepet saja.”
Isyana menatap ke arah Cakra. Benar juga apa yang dikatakan Nenek Asma. Untuk apa Cakra sampai ke sini.
“Mau apa?” tanya Isyana dengan jelas.
“Ada yang perlu kita bicarakan Syan,” sahut Cakra.
“Heh, Syan ... Syan ... Syan. Panggil nama cucu saya yang lengkap.”
Nenek Asma sudah lebih dulu marah. T
“Sedang apa kau di sini, hah! Ini bukan urusanmu!” Cakra meradang, ditepisnya tangan Asher begitu keras. Dia tidak terima jika harus diganggu dengan Asher. “Semua yang berkaitan dengan Isyana Akleema, sudah menjadi urusan saya,” ucap Asher dengan tegas.“Cih. Memangnya kau siapa hah?”“Saya ....”“Asher Lo di sini?”Isyana yang merasa tertinggal dompet, seketika kembali. Tidak menyangka kalau mantan dan sopirnya tengah berdehat. Wajah mereka sama-sama cukup tegang.“Kebetulan Lo di sini. Ayo pulang!”Isyana merangkul lengan Asher. Dia setengah memaksa pria itu untuk pergi dari sana. Sebelum benar-benar pergi, Asher berbalik menatap Cakra dan menunjukkan kepalan tangannya. Betapa dia tidak main-main dengan perkataannya tadi.“Ah sial!” Cakra menendang kursi di depannya. Dia tidak terima begitu saja diperlakukan seperti ini. Ingin sekali menghajar Asher yang sok tampan itu. “Siapa sih bule itu. Tampanan juga aku!”Cakra terus mengumpat sampai-sampai pelayan datang membereskan meja.
Demi menghargai Joseline yang sudah susah payah mengundangnya dan bilang ke semua orang kalau dia akan datang. Isyana mau tidak mau berdandan cantik kali ini.Tidak lupa dia juga mengajak Asher serta untuk turut menemaninya malam ini. Asher yang mengira hanya dijadikan sopir semata, hanya bisa menurut. "Isyana Akleema, cucu Nenek Asma yang cantiknya paripurna."Selesai memakai sepatu tumit tinggi yang menjadi andalannya ke pesta, Isyana membalik badan dan melihat Neneknya sudah ada di depan pintu."Ada apa Nek?" tanya Isyana heran."Itu Ash sudah samper. Kau juga dandan cantik bener, mau ke mana?"Nenek Asma membuka mulut terheran melihat cucunya. Kalau di Jakarta sana, tentulah dia tidak terkejut saat melihat Isyana berpenampilan seperti itu. Tapi ini tentu saja Purwokerto. Sebuah kota kecil dan terlebih mereka tinggal di pinggirannya.Isyana memakai gaun, tentulah aneh."Ada acara reuni sekolah menengah Nek. Isyana pergi dulu ya."Isyana berjalan ke luar dan menemui Asher yang teng
Isyana tidak terlambat. Masih ada waktu lima belas menit sesuai dengan acara reuni dimulai. Tapi baru saja menginjakkan kaki dalam restoran, semua mata seakan memandangnya.Isyana yang selalu tidak bisa hadir untuk acara ini, seketika menjadi buah bibir. Beberapa pasang mata terlihat sinis menatapnya. Terutama di kalangan perempuan. Beberapa lagi salah fokus dengan pria yang Isyana rangkul."Isyana Akleema, sini!"Joseline melambaikan tangan ke arah Isyana. Sahabat baik yang seakan tahu luar dan dalam Isyana itu terteriak cukup kencang. Hingga Cakra yang sejak tadi menunduk dalam, mulai mengangkat kepala."Ah kau akhirnya datang juga," ucap Joseline lega. "Duduk sini. Aku akan mengenalkan tunanganku."Joseline menunjuk pria yang juga tersenyum ke arah Isyana. Dia masih muda, mungkin seusia mereka."Fatih," ucap pria yang merupakan tunangan Joseline.Mereka baru kali ini bertemu. Meski sudah sama-sama tahu nama dan wajah dari foto. Karena saat Joseline bertunangan, Isyana sedang berada
Setelah menyelesaikan urusan dengan utusan Sukma. Isyana meminta Asher untuk segera pulang ke rumah. Tubuhnya sudah benar-benar lelah saat ini. Asher menurut. Tapi sepanjang jalan mengemudi, pemuda tersebut tidak terlibat pembicaraan dengan Isyana. Kadang kala, Asher sadar saat Isyana menengok ke arahnya. Karena tidak tahan diam-diam. Isyana membuka suara. “Kau kenapa diam saja Asher? Tidak mau menyalakan radio minimal.”Asher membawa tangannya untuk menyetel radio. Penyiar sedang memeringatkan hujan lebat yang sebentar lagi turun di area Purwokerto.“Mau hujan ya,” gumam Isyana yang menyimak ramalan cuaca.“Kita beli bakso atau sroto yuk Ash. Jadi sampai rumah, merasa hangat,” ajak Isyana.“Boleh Nona. Tapi biar saya saja yang turun ya. Takutnya, hujan saat kita berada di kedai.”Asher membawa mobil mencari pedagang bakso atau sroto. Sroto merupakan makanan khas Banyumas yang sering juga disebut soto. Terdiri dari kuah kacang, kerupuk warna-warni, ketupat dan juga daging ayam, bihu
Setelah kejadian semalam di reuni. Isyana merasa canggung jika harus berdua dengan Asher. Meski pun terkait pekerjaan saja. Tapi tidak dengan pria itu. Dia tetap menyapa hangat Nona yang sudah sangat baik padanya.“Hari ini ke mana, Nona?” tanya Asher yang sudah selesai mencuci mobil.Dia melihat Nonanya memakai pakaian santai. Wajahnya juga tidak mengenakan make up penuh. Hanya lipstik nude saja yang menghiasi. Tapi meski begitu, Isyana tetap tampak cantik. “Tidak dulu deh Ash. Aku mau istirahat saja.”Satu lagi yang berubah dari Isyana. Dia tidak lagi memakai bahasa gaul saat berbicara dengan Asher. “Kenapa kau tertawa?” tanya Isyana yang heran dengan perangai Asher.“Maaf Nona. Saya tidak terbiasa mendengar bahasa Nona. Em, terasa aneh.”Asher berkata jujur. Dia tidak ingin menutupi hal ini. Apa lagi kalau kata-kata yang tidak biasa, justru membuat Isyana tidak nyaman.“Iya sih. Tapi ya mau gimana lagi. Ini di Purwokerto bukan di Jakarta. Aku merasa risih saat kita di luar. Tatap
Ancaman neneknya ampuh juga membuat Isyana kembali ke depan rumah. Masih terlihat Asher yang entah sedang melakukan apa.“Ash. Diminta Nenek ikut sarapan,” ucap Isyana.Matanya juga celingukan mencari keberadaan Bagas yang entah sudah melesat ke mana.“Bagas sudah pergi ya Ash?” tanya Isyana heran.“Mengapa sampai tanya-tanya Bagas, Nona?” tanya Asher yang merasa heran dengan Isyana.“Ya tanya aja. Memangnya gak boleh apa?”Isyana memajukan bibirnya, cemberut. Dia merasa mulai diatur oleh Asher. Tapi setelah sekian lama tidak ada tanggapan dari si pemuda bule itu. Isyana berpikir ulang. Untuk apa juga cemberut dengan Asher.“Ah sudah deh. Dipanggil nenek untuk makan bersama. Cepetan ya.”Isyana memutuskan masuk lebih dulu. Tidak peduli dengan mulut Asher yang baru saja terbuka.“Nona.”Asher menggeleng kuat. Dia tidak mungkin sarapan lagi di rumah Nenek Asma. Terhitung sudah cukup sering dia mendapatkan makan gratis di sini. Tapi untuk masuk ke dalam dan menolak tuan rumah, dia rasa
Hari yang dimaksud Isyana datang juga. Dia hanya membawa pakaian ganti dan keperluan bekerja. Berbeda dengan Asher yang sudah disiapkan tas besar."Kau mau pindah, Ash?" tanya Isyana yang seperti mengejek."Bawa saja ya Nona. Ini Mommy yang siapkan. Tidak enak kalau menolak. Nanti beliau sakit hati."Isyana hanya bisa mengangguk. Toh itu juga keputusan Asher sendiri. Lagi pula, mereka memang menaiki mobil. Tidak ada salahnya juga membawa banyak barang."Kau mau berapa hari di Jakarta sih?"Nenek Asma yang aneh melihat barang bawaan Asher mendekat ke arah mereka. Seingatnya kemarin Isyana ijin pergi pulang. Ini malah Asher terlihat mau cari kos-kosan."Ya pulang pergi kok Nek. Berangkat malam ini, pagi-pagi sampai, lalu nanti pulang lagi sorenya."Nenek Asma mengangguk-angguk. Paham dengan apa yang dikatakan cucunya tersebut. Tapi jelas masih begitu heran dengan tingkah laku Asher."Lalu kau ngapain bawa barang sebanyak ini, Ash. Kau mau ninggalin Ranty?" ucap Nenek Asma yang geleng-ge
Perjalanan ke Jakarta terasa begitu canggung. Sejak Nenek Asma meminta Asher terus terang untuk menjadi suami Isyana. Mereka berdua tidak banyak berbicara.Terlebih rasa tidak enak menyusup ke dalam diri Isyana. Dia tahu itu hal yang sangat sensitif untuk dibicarakan.Perbuatan neneknya, benar-benar membuat hubungan mereka tidak nyaman.“Ash. Em ....”“Iya kenapa ya Nona?” tanya Asher menjawab gumaman Isyana.“Aku minta maaf sekali perihal Nenek. Sungguh dia hanya iseng saja.”Isyana benar-benar merasa tidak nyaman. Gadis itu hanya takut, Asher berpikir yang tidak-tidak padanya.“Nona tenang saja. Saya tidak ambil hati kok Nona. Justru malah tidak enak dengan Nona dan juga Nenek Asma.”“Tidak enak kenapa?” “Em ... ya tidak enak saja.”Isyana menggaruk tengkuknya. Tidak mengerti dengan ucapan yang Asher lontarkan. Tapi tidak berani juga untuk bertanya. Setelah kejadian ini, nyali berbicara dengan Asher juga sepertinya melemah. “Ya sudah kalau begitu lanjutkan menyetirnya,” ucap Isyan