Banyu Sadewa terpaksa menyempatkan datang ke rapat internal dimana ia pernah menanam saham di sana, PT. Healthy Human. Awalnya ia tidak ingin datang karena merasa tidak terlalu penting. Toh, saham yang ia punya di sana tidak begitu banyak. Namun, salah seorang senior yang lebih dulu menanam sahamnya di HH mengajaknya untuk melihat detik-detik hancurnya perusahaan besar itu, akhirnya ia berangkat.
Banyu sudah mendengar berita soal Mario Iswary tertangkap polisi. Meski semua orang menganggap berita ini menghebohkan, Banyu justru berpikir jika ini berita yang epic. Seorang Mario Iswary, pengusaha terkenal di bidang kesehatan, lifestyle dan kini merambah ke kecantikan, ditangkap atas kasus pencucian uang. Apalagi konon melibatkan tokoh publik yang sedang sangat di sorot namanya karena akan mencalonkan diri jadi pejabat. Tentu saja Banyu penasaran, bagaimana nasib perusahaan besar itu? Sementara kabarnya, banyak karyawan yang demo minta resign sekaligus uang pesangon. Apa benar nanti ia akan menyaksikan detik-detik kehancuran itu? Wow, ini menarik.
Benar saja, saat ia menghadiri rapat tersebut, Banyu cukup terpukau tatkala semua orang yang hadir benar-benar meluapkan emosi mereka. Ini jelas seperti pertunjukkan gratis bukan? Namun, yang lebih menyita perhatiannya adalah sang pemimpin rapat, Saragita Iswary. Banyu telah lama mengenalnya, mungkin sejak lima atau enam tahun yang lalu. Ia lupa, tapi mereka pernah intens bertemu karena Artblue —perusahaan yang Banyu bangun sejak lima tahun lalu— sempat menjadi perusahaan star up untuk menggarap iklan yang brand ambassadornya adalah Sara.
Setelah sekian lama tidak bertemu karena kontrak kerjasama telah habis, kini Banyu bertemu lagi dengan Sara. Namun, kali ini kondisinya sangat jauh berbeda. Perempuan itu cukup berani untuk tampil di depan semua orang dan menghadapi kekacauan ini. Sebagai anak konglomerat, Banyu tahunya Sara adalah selebgram yang kerjaannya travelling, model, menggarap endorsment. Hidupnya berkelimpahan dan menjadi center of attention di manapun ia berada. Ternyata semesta memang pintar bercanda.
Sekarang Sara justru terlihat lemah tak berdaya, walaupun kelihatan ia menahan diri untuk kuat. Nyatanya, mata tidak bisa dibohongi bahwa Sara terlihat cukup memendam kekhawatiran. Sepintas, Banyu merasa harus berempati atau kasarnya disebut kasihan.
Setelah orang-orang yang marah itu keluar ruangan, Banyu berdiri di depan meja Sara, mengetukkan jemarinya berirama di atas kaca itu. Sesekali juga memainkan papan nama akrilik milik Mario Iswary. Sementara Sara masih ada di kolong meja, mungkin ketakutan karena kerusuhan yang terjadi saat rapat tadi. Banyu sudah menduganya.
"Nangis gratis kok, gak ada yang ngelarang juga." ujar Banyu dan yakin bahwa seonggok manusia di kolong meja ini mendengarnya.
Beberapa saat, tidak ada jawaban sama sekali. Banyu kira, setelah semua kericuhan selesai, dan ia mempersilakan Sara untuk menangis, perempuan itu akan melakukannya. Sekedar me-realese perasaannya. Sayangnya, itu tidak terjadi. Tidak ada suara tangisan atau gerakan lainnya. Banyu justru bertanya ke dirinya sendiri. Perempuan mana yang sehabis mengalami hal buruk seperti tadi, tidak menangis? Sara masih punya rasa takut, pasti ia juga masih punya hati kan untuk merasakan kesedihan barang sedikit saja?
Lalu tiba-tiba, kaki bawahnya dicengkeram kuat, sampai Banyu kaget dan hampir reflek untuk menendangnya, tapi ia segera sadar bahwa di bawah sana memang orang, bukan makhluk astral.
Tidak sampai itu saja kekagetan Banyu, kini ia juga harus mendengar hal yang paling membagongkan selama hidupnya.
"Bay, nikahin gue!"
What? Apa dia bilang?
Banyu pun berjongkok dan ia bisa melihat Sara di bawah meja tersebut sedang meringkuk dengan lutut tertekuk. Rambut Sara mencuat kemana-mana, tapi herannya, riasan di wajahnya masih bagus dan tetap sama seperti saat ia masuk ke ruangan ini. Wow? apa sekarang sudah ada inovasi supaya make up tidak luntur meski diterjang badai sekalipun? Luar biasa.
"Ngomong apa lo barusan?"
"Nikahin gue, please!" pintanya gerlihat gusar. Kini tangannya sudah terlepas dari kaki Banyu. Mata Sara menyipit seperti anak kecil minta dibelikan balon, tapi lebih putus asa dari itu.
"Kesurupan jin kolong meja lo?!" umpat Banyu yang langsung menempelkan punggung tangannya ke dahi Sara.
Bagi orang mungkin ini adalah adegan romantis, tapi tidak bagi Banyu dan Sara. Sejak awal, hubungan mereka memang unik. Tidak bisa dibilang teman dekat, sahabat, atau rekan kerja yang saling respek. Sejak awal setelah pertemuan mereka karena projek iklan, mereka lebih seperti Judy Hopps dan Nick Wilde di film animasi Zootopia. Lebih sering berantem dan berbeda pendapat, tapi sebenarnya punya sisi baiknya masing-masing dan rela membantu jika salah satu mengalami kesulitan. Mungkin itu alasan dangkal Sara meminta Banyu untuk menikahinya.
Sara memang tidak berpikir dua kali, sebab setelah membaca chat dari pak Sandi, satpam rumahnya yang mengabarkan bahwa rumah sudah di pasang garis polisi dan jadi aset sitaan negara, ia kalut. Rumah yang ia pikir aman dan tidak akan di usik karena itu atas nama mendiang mamanya, ternyata raib juga beserta isinya. Mungkin sebentar lagi perusahaan ini juga akan di sita. Yang ada di otaknya sekarang cuma satu; ia butuh pelindung dan rumah. Entah kenapa, orang yang muncul di saat seperti ini justru Banyu.
Sara menggelengkan kepalanya samar. "Please!" mohonnya sekali lagi dengan wajah yang lebih putus asa dari sebelumnya.
Banyu menyugar rambut ikalnya yang dibiarkan panjang di atas bahu sambil membasahi bibir bawahnya dengan lidah. "Kalaupun gue mau nikah, itu jelas bukan sama lo?!"
Tiba-tiba gerakan yang seperti kilat itu membuat Banyu limbung ke depan. Tangan Sara menarik tengkuk Banyu hingga kepala lelaki itu ikut masuk ke dalam kolong meja dan otomatis wajah mereka hanya berjarak tidak sampai dua sentimeter. Sara lantas mencium bibir Banyu tanpa aba-aba, lalu dalam hitungan detik, ia lepaskan. Dada Banyu naik turun terlalu cepat karena kaget dan tidak percaya Sara sampai melakukan hal ini padanya.
"Gu-gue cinta banget sama lo Bay! Gue udah suka sama lo sejak lama. Dan gue mau hidup sama lo selamany...."
Tanpa menunggu Sara menyelesaikan serentetan kalimat halunya itu, Banyu beranjak dan meninggalkannya tanpa kata. Ekspresi Banyu begitu kaku dan memerah menahan sebuah emosi yang ia tahan untuk meledak. Kalau saja tidak ingat Sara baru saja mengalami kejadian brutal di ruangan ini, tentu saja Banyu akan meluapkannya sekarang. Jadi, lebih baik ia pergi tanpa meminta penjelasan lebih atau sekedar memarahi Sara karena bersikap terlalu lancang.
Sementara itu, mulut Sara masih menganga lebar menyadari jika Banyu telah pergi setelah ia menciumnya tanpa permisi. Tubuhnya mengaku. Pandangannya nyalang menatap langkah Banyu menjauhinya. Lalu pikiran waras itu akhirnya kembali meski sedikit.
"Bego! Sara lo bego banget!!" umpatnya sambil menjambak rambut yang sudah berantakan itu.
"Beb! Beb! Lo kenapa? Beb, ini Babal, lo gak lupa ingatan kan!? Sara!"
Masih bisa dia ngelawak?!
Setelah beberapa saat kericuhan berakhir, Babal akhirnya muncul juga. Lelaki itu langsung menghambur di bawah meja, mencoba menarik Sara keluar dari sana dan mengguncangkan bahu Sara yang berperilaku seperti orang frustasi. Bosnya ini seperti kesetanan dan menangis.
Yang paling membuat Babal menganga adalah, tampilan Sara sungguh mengenaskan.
***
Babal bersidekap dan bahu kirinya menyandar di kusen pintu, memperhatikan orang gila di dalam kamarnya. Meraung-raung sambil menutup wajahnya dengan bantal, kadang nungging, kadang kakinya menendang-nendang seperti anak yang sedang tantrum, kadang tertawa linglung sambil menjambak rambutnya sendiri. Benar-benar tidak habis pikir, mengapa bisa ia mengevakuasi bosnya yang superaneh ini. Apa mungkin Sara makan kecubung sampai bisa begini?Lagipula apa yang sebenarnya terjadi di ruang meeting?Tadi Sara meminta Babal untuk menunggunya di ruangan sekretaris, lalu saat mendengar ribut-ribut, ia keluar dan mendapati semua orang yang mengikuti rapat sudah keluar ruangan dengan wajah yang tidak mengenakkan. Terakhir sebelum ia mau masuk ke ruang meeting untuk menjemput Sara, ia berpapasan dengan Banyu, spesies lelaki manis yang ramah kesukannya. Namun, kali ini ia melihat Banyu keluar dengan wajah yang masam dan sama tidak mengenakkannya dengan orang-orang. Wajahnya memarah, kaku seperti menah
"Bal, serius kan di komplek ini gak ada yang melihara anjing?""Iya, kalau ada paling anjing galak rumahan, gak akan di lepas juga." jawabnya sambil mengikir kukunya."Ya udah, ayo! temenin gue jogging."Babal menguap lebar tanpa menutupnya. Ini masih pukul enam pagi dan Sara sudah ribet sendiri meminjam hoodie, headben, dan minta rute lari yang tidak ada tanjakan atau turunan ekstrim. Mana tahu Babal soal itu? ia tidak pernah lari di sekitaran komplek sini, nanti pulang-pulang sudah babak belur di toel-toel ibu-ibu beli sayur karena terlalu sexy saat berkeringat.Huh!"Ngapain sih jogging di kompleks? kenapa gak ke lapangan bola aja yang proper, gak ada tanjakan dan turunannya.""Kelamaan Bal, ini udah hampir terang, nanti kesiangan kalau harus ke lapangan dulu. Udah ayo!" kilah Sara sambil menarik tangan Babal yang gemulai untuk segera bangkit dari tempat tidurnya dan siap-siap."Ihh! Kalau gak inget lo bos gue dan pernah gaji gue tinggi, males gue," telunjuk Babal mengacung ke arah
"Oke, gue ikut. Gue bakalan nikahin lo."Seperti petir di siang bolong, Sara begitu kaget mendengar penuturan Banyu, sampai-sampai ia hampir saja menumpahkan gelas kopi yang sempat ia raih untuk diminum. Tangannya sudah bergetar, lalu Banyu dengan reflek ikut menangkup gelas kopi sekaligus tangan Sara. Menahan gelas itu supaya tidak benar-benar jatuh dan tumpah. Situasi yang sangat-sangat aneh dan akward. Sara lantas menarik tangannya otomatis dan meninggalkan tangan Banyu yang juga terlepas dari tangkupan itu. Ia menoleh ke sembarang arah dengan tetap berusaha setenang mungkin. Bukan salting, hanya saja Banyu seperti menyentil jantungnya sekarang."Bay, kayaknya lo salah paham.""Salah paham?" Banyu yakin pendengarannya tidak terganggu. Kemarin Sara minta dinikahi kan? "Lo kemarin ...""Gak, gak!" potong Sara sambil memajukan tangannya supaya Banyu stop berbicara dulu dan membi
Pengalaman hidup sampai usianya menginjak 35 tahun, sangat menjadi andil dalam terbentuknya kepribadian Banyu yang sekarang.Selama hidup, Banyu tak pernah sekalipun mengambil keputusan bodoh. Ia selalu memikirkan dengan matang dan penuh pertimbangan. Jangankan persoalan yang penting yang mempengaruhi secara langsung kehidupannya, yang remeh saja tak luput dari segala pertimbangan. Kepalanya seolah sudah di desain menjadi pengambil keputusan yang baik dan bijak. Kecerdasan, common sense serta tangan dingin yang Banyu miliki tentu saja juga jadi modal utama hingga membuat Artblue —perusahaan star up yang bergerak di bidang periklanan— itu menjadi maju di kurun waktu lima tahun. Itu soal karirnya. Sama halnya dengan hal privasi yang terjadi di hidupnya, Banyu tak pernah sekalipun bertindak gegabah.Termasuk momen satu tahun lalu, saat Hira, mantan kekasihnya, datang kembali ke kehidupan Banyu. Perempuan yang sebenarnya mati-matian ingin ia lupakan. Namun so
"Untungnya di mobil gue, gak ada setannya. Jadi lo boleh melamun terus tanpa takut kerasukan." ujar Banyu yang menoleh sekilas pada Sara, lalu kembali fokus menyetir."Bay, harus gak sih kita ke psikolog? kayaknya kita berdua sama-sama gila." tanya Sara begitu lemas.Emosi yang tadi membakarnya habis sekarang mulai mereda karena ia sadar, itu tidak akan menyelesaikan masalah dan malah membuat kepalanya semakin pusing. Papanya yang sejak dulu selalu mempertimbangkan perasaan anaknya, kali ini seperti lepas tangan dan percaya begitu saja pada Banyu. Membuat Sara berakhir terjebak dengan permintaannya sendiri."Boleh, mau ke psikolog sekarang? tapi gue jamin, gue masih waras."Sara menolehkan kepalanya pada Banyu. "Kalau lo masih waras, ngapain lo mau nikahin gue Bay? pakai minta restu ke papa segala dan minta pernikahannya diadakan lusa. Apa namanya kalau gak gila?!""Jangan playing victim jadi si paling menderita. Lo bilang butuh bantuan dan satu-satunya cara cuma dengan jalan menikah.
Sara menyeret kopernya dengan susah payah. Ia mengutuk lelaki yang ada di depannya sekarang, teganya main tinggal begitu saja tanpa mau membantu. Sudah tahu kopernya sangat berat. Lagipula sejak kapan Sara menurut sama orang lain, yang ada biasanya orang lain yang harus menurut apa maunya. Andai waktu itu mulut Sara bisa di kontrol untuk tidak mengucapkan kata-kata bodoh, ia tidak akan mendapatkan pilihan yang sulit dan ada di sini. Di rumah Banyu. Sekarang ia juga sudah menyandang sebagai istri seorang Banyu Sadewa.Tadi pagi, mereka melangsungkan pernikahan sederhana di lapas dengan saksi seadanya, hanya Babal, personal asisten Banyu dan tim pengacara Mario Iswary. Sejak pagi ia sudah mellow dan bilang papanya bahwa ia hanya bercanda meminta Banyu menikahinya. Yang tidak disangka, papanya justru mendukung dan memberi wejangan 'Kalau kamu menikah dengan Banyu, setidaknya selama papa di lapas, papa gak perlu khawatir soal kamu.' Mau tidak mau, akhirnya m
Kutukan apa yang pas ditujukan pada Banyu? Wajah tengilnya sangat membuat Sara kesal bukan main. Bisa-bisanya Banyu mengambil Kikut yang sudah melompat ke bahu Sara dengan santainya, sementara Sara sudah gemetaran dan bergidik ngeri, takut katak itu loncat lagi ke bagian wajahnya atau bagian tubuh yang lain. Banyu juga sepertinya sengaja lama mengambil bajunya untuk mengerjai Sara."Kayaknya Kikut suka sama lo," katanya terkekeh. "mau bicara apa sih?" lanjut Banyu tanpa rasa bersalah."Gak jadi!" putus Sara berbarengan dengan hentakan kakinya di lantai lalu berbalik menuju kamarnya dan menutup pintu dengan keras.Mood-nya berubah drastis. Ia menghempaskan tubuhnya lagi ke atas ranjang. Banyu memang punya uang, tapi untuk saat ini tidak bisa diandalkan. Sara butuh saran yang bagus dan menurutnya Banyu bisa diajak diskusi. Ia punya ide untuk membuka kantor cabang HH yang tidak terdampak langsung kasus papanya. Cabang di sektor pengemasan fresh fruit ini puny
Beberapa saat setelah Banyu selesai mandi dan masuk kamarnya, Sara diam-diam keluar kamar dan gantian masuk ke toilet.Rencananya, selesai mandi, Sara akan keluar setelah mendengar pintu kamar Banyu terbuka dan lelaki itu akan pergi duluan ke kantor. Sara malu luar biasa jika harus menghadapi Banyu setelah tantangan memalukan tadi. Benar-benar Banyu ini manipulatif sekali.Hampir tiga puluh menitan, Sara tidak juga mendengar suara langkah kaki atau mobil Banyu yang meninggalkan garasi. Katanya tadi Banyu harus buru-buru ke kantor karena ada meeting. Kok belum berangkat juga?Lama-lama di kamar Sara bosan juga, lagian ia sudah janji pada om Derry akan sampai Cafe Rambo sekitar pukul sembilan pagi. Ini sudah setengah sembilan dan jalanan pasti macet parah. Mau tidak mau, ia pun keluar dari kamarnya. Dalam hatinya, semoga saja Banyu sudah berangkat.Dan Voila!Apa-apaan ini? Banyu berdiri di depan pintu dengan setelan jas kemeja dan celana kain yang rapi. Rambutnya sudah klimis mengkilat
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela