Pengalaman hidup sampai usianya menginjak 35 tahun, sangat menjadi andil dalam terbentuknya kepribadian Banyu yang sekarang.
Selama hidup, Banyu tak pernah sekalipun mengambil keputusan bodoh. Ia selalu memikirkan dengan matang dan penuh pertimbangan. Jangankan persoalan yang penting yang mempengaruhi secara langsung kehidupannya, yang remeh saja tak luput dari segala pertimbangan. Kepalanya seolah sudah di desain menjadi pengambil keputusan yang baik dan bijak. Kecerdasan, common sense serta tangan dingin yang Banyu miliki tentu saja juga jadi modal utama hingga membuat Artblue —perusahaan star up yang bergerak di bidang periklanan— itu menjadi maju di kurun waktu lima tahun.Itu soal karirnya. Sama halnya dengan hal privasi yang terjadi di hidupnya, Banyu tak pernah sekalipun bertindak gegabah.Termasuk momen satu tahun lalu, saat Hira, mantan kekasihnya, datang kembali ke kehidupan Banyu. Perempuan yang sebenarnya mati-matian ingin ia lupakan. Namun sore itu, Hira dengan manisnya meminta Banyu untuk menemaninya, menjadi pelipur lara tatkala perempuan itu sedang tidak tahu arah, kesepian dan terabaikan. Hira baru saja putus dengan kekasihnya karena satu dan lain hal dan si lelaki memutuskan sepihak pergi ke London.Tentu saja dengan bijaknya, Banyu akhirnya mau menemani Hira melalui proses kesedihannya. Lalu, perasaan sayang itu tumbuh kembali untuk Hira seiring kedekatan mereka. Tumbuhnya begitu subur, sampai Banyu tidak rela melepaskan Hira, apapun yang terjadi. Sementara setelah menyelesaikan kesedihannya di satu tahun terakhir, ia justru memukul mundur Banyu dengan pamit ingin menemui mentan kekasihnya lagi.Apa yang bisa dilakukan Banyu saat Hira dengan jujurnya berkata begitu? Tentu saja Banyu masih berusaha menahan Hira untuk tetap berada di sisinya. Sayang, hasilnya nihil dan Banyu menyerah pada apa yang tidak bisa ia kontrol.Pada akhirnya, keputusan yang baik dan bijak serta penuh pertimbangan sekalipun, ternyata tak cukup dan masih bisa menjadi celah untuk dirinya hancur.Namun, kali ini saja, dalam hidupnya, ia mau mengambil keputusan yang gegabah, keputusan yang tidak berdasar pada pertimbangan panjang, atau segala hal yang logis. Kali ini saja, Banyu ingin membuat keputusan paling impulsif dalam hidupnya, keputusan besar yang timbul saat hatinya setengah mati rasa; menikahi Sara.Banyu turun dari mobilnya dengan penampilan yang formal dan santai. Lelaki itu sengaja membiarkan rambutnya yang ikal terurai tanpa minyak rambut. Tubuhnya yang atletis dibalut dengan kemeja warna biru tua dan celana kain hitam. Ia membuka kacamata hitamnya dengan gerakan lambat. Matanya menyapu bangunan besar di depan sana lalu turun ke bawah, melihat dua orang di bawah pohon samping bangunan.Sejak pulang dari jogging, Banyu dan Sara memang berpisah dan janjian untuk menemui Mario Iswary jam sepuluh siang. Langkahnya menghampiri Sara yang terlihat berwajah datar itu. Mungkin karena kepanasan. Matanya menyipit tajam ke arah Banyu dengan kesal. Bukan kesal karena ia harus menunggu Banyu, melainkan karena Banyu benar-benar datang untuk menemui papanya dan menanggapi permintaan konyolnya."Apa gue telat?" tanyanya saat melihat tatapan Sara sangat tidak mengenakkan."Oh tentu tidak babang tampan. Kita juga baru sampai kok." ujar Babal dengan centilnya.Lengan Sara pun bergerak menyikut lengan Babal yang mulutnya tidak terkontrol kalau bertemu lelaki bening sedikit."Kita masuk?" Banyu bertanya lagi dengan entengnya, lalu berbalik dan memimpin jalan.Terlihat sok tahu sekali prosedur di lapas saat mau menjenguk tahanan, Banyu berbincang dengan salah seorang petugas lapas dengan gestur formalnya. Melihat itu, Sara semakin tidak mengerti apa yang Banyu lakukan. Ia pun menarik tangan Banyu untuk menepi di ujung lorong, meninggalkan Babal yang sudah gantian berbincang dengan polisi gagah.Banyu menggosok-gosok hidungnya. "Whats wrong?""Bay, gue gak tahu kenapa lo benar-benar datang ke sini. Sebenarnya kenapa sih lo repot-repot begini?""Loh, gue mau melamar lo ke om Mario kan?"Buset!"Bercandanya gak lucu!"Lelaki itu terkekeh pelan. "Cowok itu yang dipegang omongannya. Lo gak lupa kan sama pernyataan gue di cafe tadi pagi? Kalau lo masih ragu, ya ini gue mau membuktikan bahwa gue serius."Wajah Sara langsung tidak santai mendengar penuturan itu. Atas dasar apa lelaki ini mau melamarnya? Kalau begini caranya, "Gak! Gak perlu. Sebaiknya lo pulang aja deh!"Karena perempuan satu ini sepertinya bebal sekali, Banyu pun menyandarkan lengannya di tembok dan mengamati Sara dengan tajam. Beberapa saat sampai Sara terlihat malas."Gue udah rescedule meeting penting pagi ini. Melewatkan sarapan dan mengabaikan paggilan urgent dari seseorang. Hargai sedikit bisa? Toh keputusan gue jadi menikahi lo atau tidak, tergantung bagaimana respon papa lo. Kalau beliau gak merestui ya kita gak akan jadi menikah demi misi membantu perempuan malang ini. So, let's try!"Padahal tidak ada yang menyuruh Banyu datang ke sini dan lelaki itu sok pamrih sekali. Lalu apa katanya? Tergantung respon papa? Sara tertawa sinis dalam hati. Selama ini ia tahu papanya sangat menyayanginya. Papa tidak akan setuju jika itu bukan kemauan Sara, anak tersayangnya. Sara yakin Banyu tidak akan direstui, apalagi mereka tidak sedang menjalin kedekatan seperti pacaran atau saling tertarik satu sama lain. Jadi, Sara sangat percaya diri bahwa lamarannya akan ditolak oleh Mario.Dua sudut bibir perempuan dengan lipstik cherry ini terangkat membentuk senyuman kemenangan bahkan sebelum berperang. "Oke! Let's try. Tapi jangan menyesal kalau ternyata pilihan ini membuat lo ingin ditelan bumi karena malu."Banyu mengedikkan bahunya. "Kita lihat aja nanti." ujarnya santai dan berjalan menuju pintu masuk yang perijinannya sudah di urus oleh Babal.***Babal memang minta di jitak! Kalau bukan karena cowok arab yang tiba-tiba menelponnya dan mau mengajak makan siang, Sara tidak akan terjebak di mobil Banyu dengan perasaan kesal. Terhitung sejak SUV putih ini melaju, Sara tetap terdiam tanpa sedikitpun melihat ke arah Banyu.Lelaki itu memaklumi, sebab semuanya memang terlalu mengagetkan. Kemarin ia dikagetkan dengan permintaan Sara, kini Sara yang gantian kaget karena kesediaan Banyu menikahinya dan mengejutkannya lagi, Mario Iswary ternyata merestui.What?!"Papa udah gak sayang lagi sama gue." batinnya.***"Untungnya di mobil gue, gak ada setannya. Jadi lo boleh melamun terus tanpa takut kerasukan." ujar Banyu yang menoleh sekilas pada Sara, lalu kembali fokus menyetir."Bay, harus gak sih kita ke psikolog? kayaknya kita berdua sama-sama gila." tanya Sara begitu lemas.Emosi yang tadi membakarnya habis sekarang mulai mereda karena ia sadar, itu tidak akan menyelesaikan masalah dan malah membuat kepalanya semakin pusing. Papanya yang sejak dulu selalu mempertimbangkan perasaan anaknya, kali ini seperti lepas tangan dan percaya begitu saja pada Banyu. Membuat Sara berakhir terjebak dengan permintaannya sendiri."Boleh, mau ke psikolog sekarang? tapi gue jamin, gue masih waras."Sara menolehkan kepalanya pada Banyu. "Kalau lo masih waras, ngapain lo mau nikahin gue Bay? pakai minta restu ke papa segala dan minta pernikahannya diadakan lusa. Apa namanya kalau gak gila?!""Jangan playing victim jadi si paling menderita. Lo bilang butuh bantuan dan satu-satunya cara cuma dengan jalan menikah.
Sara menyeret kopernya dengan susah payah. Ia mengutuk lelaki yang ada di depannya sekarang, teganya main tinggal begitu saja tanpa mau membantu. Sudah tahu kopernya sangat berat. Lagipula sejak kapan Sara menurut sama orang lain, yang ada biasanya orang lain yang harus menurut apa maunya. Andai waktu itu mulut Sara bisa di kontrol untuk tidak mengucapkan kata-kata bodoh, ia tidak akan mendapatkan pilihan yang sulit dan ada di sini. Di rumah Banyu. Sekarang ia juga sudah menyandang sebagai istri seorang Banyu Sadewa.Tadi pagi, mereka melangsungkan pernikahan sederhana di lapas dengan saksi seadanya, hanya Babal, personal asisten Banyu dan tim pengacara Mario Iswary. Sejak pagi ia sudah mellow dan bilang papanya bahwa ia hanya bercanda meminta Banyu menikahinya. Yang tidak disangka, papanya justru mendukung dan memberi wejangan 'Kalau kamu menikah dengan Banyu, setidaknya selama papa di lapas, papa gak perlu khawatir soal kamu.' Mau tidak mau, akhirnya m
Kutukan apa yang pas ditujukan pada Banyu? Wajah tengilnya sangat membuat Sara kesal bukan main. Bisa-bisanya Banyu mengambil Kikut yang sudah melompat ke bahu Sara dengan santainya, sementara Sara sudah gemetaran dan bergidik ngeri, takut katak itu loncat lagi ke bagian wajahnya atau bagian tubuh yang lain. Banyu juga sepertinya sengaja lama mengambil bajunya untuk mengerjai Sara."Kayaknya Kikut suka sama lo," katanya terkekeh. "mau bicara apa sih?" lanjut Banyu tanpa rasa bersalah."Gak jadi!" putus Sara berbarengan dengan hentakan kakinya di lantai lalu berbalik menuju kamarnya dan menutup pintu dengan keras.Mood-nya berubah drastis. Ia menghempaskan tubuhnya lagi ke atas ranjang. Banyu memang punya uang, tapi untuk saat ini tidak bisa diandalkan. Sara butuh saran yang bagus dan menurutnya Banyu bisa diajak diskusi. Ia punya ide untuk membuka kantor cabang HH yang tidak terdampak langsung kasus papanya. Cabang di sektor pengemasan fresh fruit ini puny
Beberapa saat setelah Banyu selesai mandi dan masuk kamarnya, Sara diam-diam keluar kamar dan gantian masuk ke toilet.Rencananya, selesai mandi, Sara akan keluar setelah mendengar pintu kamar Banyu terbuka dan lelaki itu akan pergi duluan ke kantor. Sara malu luar biasa jika harus menghadapi Banyu setelah tantangan memalukan tadi. Benar-benar Banyu ini manipulatif sekali.Hampir tiga puluh menitan, Sara tidak juga mendengar suara langkah kaki atau mobil Banyu yang meninggalkan garasi. Katanya tadi Banyu harus buru-buru ke kantor karena ada meeting. Kok belum berangkat juga?Lama-lama di kamar Sara bosan juga, lagian ia sudah janji pada om Derry akan sampai Cafe Rambo sekitar pukul sembilan pagi. Ini sudah setengah sembilan dan jalanan pasti macet parah. Mau tidak mau, ia pun keluar dari kamarnya. Dalam hatinya, semoga saja Banyu sudah berangkat.Dan Voila!Apa-apaan ini? Banyu berdiri di depan pintu dengan setelan jas kemeja dan celana kain yang rapi. Rambutnya sudah klimis mengkilat
"Lo gak bestie banget sih sama gue Bal!!" teriak Sara yang sudah berhasil masuk kontrakan Babal dan mendapati lelaki itu masih molor di ranjangnya tanpa memakai baju.Lelaki ini tidak bisa dihubungi sejak tadi, padahal Sara minta jemput di Cafe Rambo setelah bertemu om Derry. Terpaksa ia naik taksi online. Rupanya lelaki ini masih jadi kerbau di kamarnya.Babal pun terusik dengan suara menggelegar Sara. Ia pun bangkit dengan mata masih terpejam."Lo ngapain dah ke sini? Bukannya di rumah suami atau honeymoon kek, biar gue punya keponakan."Tangan Sara reflek mencubit puting Babal dengan kasar hingga mata lelaki itu terbuka selebar-lebarnya karena kaget. Ia menjerit histeris bagai bencong perempatan yang digoda supir truk."Ngimpi lo?!""Heh!" Babal menutup dadanya dengan kedua tangan. "Gak sopan ya!"Sara tertawa lebar. Sebetulnya ia masih kesal, tapi ya sudahlah. Babal juga punya kehidupan sendiri sekarang setelah Sara
Rumah Banyu - cafe Rambo - Rumah Babal - Lapas - Mall - setelah ini kemana lagi kita? Ya! Kantor Banyu!Kalau ada kata yang tepat untuk menggambarkan hari ini, tentu saja itu cuma kata 'capek!'Sara menyandarkan punggungnya dengan lemas di kursi penumpang taksi online yang akan membawanya ke kantor Banyu. Sampai di sana, yang perlu Sara lakukan adalah mengumpat sekencang-kencangnya di depan wajah lelaki itu. Tidak tahu situasi sekali seenaknya menyuruh Sara membelikan es krim dan mengirimkannya ke kantor. Padahal Sara sudah menawarkan untuk dipesan lewat online dan dikirim pakai kurir, tapi Banyu tidak mau. Lelaki itu bersikeras agar Sara sendiri yang membeli dan mengantarkannya. Sungguh minta ditiup ubun-ubunnya biar sadar. Kakinya sudah lelah, energinya sudah habis dan badannya lemas. Namun setidaknya masih ada sisa mood ketika ia merogoh kaca kecil dari tasnya dan melihat riasan wajahnya masih rapi. Apalagi ombre di bibirnya bagus sekali hari ini, uhh!! Tiba-tiba ia bangga dengan d
Kepala-kepala itu mengintip di balik kubikel, ruangan kaca, pintu dan tembok-tembok dengan rasa penasaran. Bisik-bisik mereka pun terdengar lirih mengeluarkan gosip atau tanya yang mereka simpan di kepala. Bosnya keluar ruangan dengan menggendong seorang perempuan yang matanya terpejam. Mirip pangeran dengan putri tidurnya. "Itu kan Saragita? Itu loh anak dari bos Healthy Human yang kemarin bapaknya ketangkap polisi." bisik seorang karyawan perempuan dengan kacamata tebalnya."Gue tahunya dia selebgram yang suka review hotel dan penginapan." kini giliran lelaki berambut neon yang bicara."Bos Banyu pacaran sama Saragita?" ujar mereka berbarengan.Total ada lima orang yang menumpuk kepalanya di balik tembok itu. Rasa penasarannya kian memuncak, apalagi bosnya tidak pernah membawa perempuan apalagi kekasihnya ke kantor. Sampai-sampai mereka mengira bosnya itu adalah penyuka sesama jenis. Banyu melihat mereka berlima sekilas lalu
Sara paling benci ketika merasakan perasaan bersalah pada orang. Baginya, hal itu jadi membuatnya banyak berpikir. Apalagi ia tidak merasa melakukan kesalahan sebelumnya dan yang bersangkutan diam saja.Akhirnya, ia relakan kasur empuk itu untuk bangkit dan menyusul Banyu. Langkahnya cepat mencari keberadaan Banyu. Mungkin ia harus meminta maaf karena sudah jahil. Tapi kan Banyu lebih sering menjahilinya dan tidak pernah meminta maaf. Sara sebal sekali, tapi ia tidak pernah lupa bilang maaf jika ternyata salah."Bay!" panggilnya tapi tidak ada sahutan.Ia mengetuk kamar Banyu juga tidak ada suara atau pergerakan apapun sampai ia buka dan teliti, orangnya tidak ada di dalam. Di toilet juga tidak ada, kemana Banyu? Menghilang secepat kilat.Sara mencari ke dapur, ruang tamu dan ... ternyata orangnya terpantau sedang di taman samping sedang bermain dengan katak yang menggelikan miliknya itu."Astaga, gue cariin." ujar Sara yang sud
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela