Share

Bab 6. Lamaran di lapas

Pengalaman hidup sampai usianya menginjak 35 tahun, sangat menjadi andil dalam terbentuknya kepribadian Banyu yang sekarang.

Selama hidup, Banyu tak pernah sekalipun mengambil keputusan bodoh. Ia selalu memikirkan dengan matang dan penuh pertimbangan. Jangankan persoalan yang penting yang mempengaruhi secara langsung kehidupannya, yang remeh saja tak luput dari segala pertimbangan. Kepalanya seolah sudah di desain menjadi pengambil keputusan yang baik dan bijak. Kecerdasan, common sense serta tangan dingin yang Banyu miliki tentu saja juga jadi modal utama hingga membuat Artblue —perusahaan star up yang bergerak di bidang periklanan— itu menjadi maju di kurun waktu lima tahun.

Itu soal karirnya. Sama halnya dengan hal privasi yang terjadi di hidupnya, Banyu tak pernah sekalipun bertindak gegabah.

Termasuk momen satu tahun lalu, saat Hira, mantan kekasihnya, datang kembali ke kehidupan Banyu. Perempuan yang sebenarnya mati-matian ingin ia lupakan. Namun sore itu, Hira dengan manisnya meminta Banyu untuk menemaninya, menjadi pelipur lara tatkala perempuan itu sedang tidak tahu arah, kesepian dan terabaikan. Hira baru saja putus dengan kekasihnya karena satu dan lain hal dan si lelaki memutuskan sepihak pergi ke London.

Tentu saja dengan bijaknya, Banyu akhirnya mau menemani Hira melalui proses kesedihannya. Lalu, perasaan sayang itu tumbuh kembali untuk Hira seiring kedekatan mereka. Tumbuhnya begitu subur, sampai Banyu tidak rela melepaskan Hira, apapun yang terjadi. Sementara setelah menyelesaikan kesedihannya di satu tahun terakhir, ia justru memukul mundur Banyu dengan pamit ingin menemui mentan kekasihnya lagi.

Apa yang bisa dilakukan Banyu saat Hira dengan jujurnya berkata begitu? Tentu saja Banyu masih berusaha menahan Hira untuk tetap berada di sisinya. Sayang, hasilnya nihil dan Banyu menyerah pada apa yang tidak bisa ia kontrol.

Pada akhirnya, keputusan yang baik dan bijak serta penuh pertimbangan sekalipun, ternyata tak cukup dan masih bisa menjadi celah untuk dirinya hancur.

Namun, kali ini saja, dalam hidupnya, ia mau mengambil keputusan yang gegabah, keputusan yang tidak berdasar pada pertimbangan panjang, atau segala hal yang logis. Kali ini saja, Banyu ingin membuat keputusan paling impulsif dalam hidupnya, keputusan besar yang timbul saat hatinya setengah mati rasa; menikahi Sara.

Banyu turun dari mobilnya dengan penampilan yang formal dan santai. Lelaki itu sengaja membiarkan rambutnya yang ikal terurai tanpa minyak rambut. Tubuhnya yang atletis dibalut dengan kemeja warna biru tua dan celana kain hitam. Ia membuka kacamata hitamnya dengan gerakan lambat. Matanya menyapu bangunan besar di depan sana lalu turun ke bawah, melihat dua orang di bawah pohon samping bangunan.

Sejak pulang dari jogging, Banyu dan Sara memang berpisah dan janjian untuk menemui Mario Iswary jam sepuluh siang. Langkahnya menghampiri Sara yang terlihat berwajah datar itu. Mungkin karena kepanasan. Matanya menyipit tajam ke arah Banyu dengan kesal. Bukan kesal karena ia harus menunggu Banyu, melainkan karena Banyu benar-benar datang untuk menemui papanya dan menanggapi permintaan konyolnya.

"Apa gue telat?" tanyanya saat melihat tatapan Sara sangat tidak mengenakkan.

"Oh tentu tidak babang tampan. Kita juga baru sampai kok." ujar Babal dengan centilnya.

Lengan Sara pun bergerak menyikut lengan Babal yang mulutnya tidak terkontrol kalau bertemu lelaki bening sedikit.

"Kita masuk?" Banyu bertanya lagi dengan entengnya, lalu berbalik dan memimpin jalan.

Terlihat sok tahu sekali prosedur di lapas saat mau menjenguk tahanan, Banyu berbincang dengan salah seorang petugas lapas dengan gestur formalnya. Melihat itu, Sara semakin tidak mengerti apa yang Banyu lakukan. Ia pun menarik tangan Banyu untuk menepi di ujung lorong, meninggalkan Babal yang sudah gantian berbincang dengan polisi gagah.

Banyu menggosok-gosok hidungnya. "Whats wrong?"

"Bay, gue gak tahu kenapa lo benar-benar datang ke sini. Sebenarnya kenapa sih lo repot-repot begini?"

"Loh, gue mau melamar lo ke om Mario kan?"

Buset!

"Bercandanya gak lucu!"

Lelaki itu terkekeh pelan. "Cowok itu yang dipegang omongannya. Lo gak lupa kan sama pernyataan gue di cafe tadi pagi? Kalau lo masih ragu, ya ini gue mau membuktikan bahwa gue serius."

Wajah Sara langsung tidak santai mendengar penuturan itu. Atas dasar apa lelaki ini mau melamarnya? Kalau begini caranya, "Gak! Gak perlu. Sebaiknya lo pulang aja deh!"

Karena perempuan satu ini sepertinya bebal sekali, Banyu pun menyandarkan lengannya di tembok dan mengamati Sara dengan tajam. Beberapa saat sampai Sara terlihat malas.

"Gue udah rescedule meeting penting pagi ini. Melewatkan sarapan dan mengabaikan paggilan urgent dari seseorang. Hargai sedikit bisa? Toh keputusan gue jadi menikahi lo atau tidak, tergantung bagaimana respon papa lo. Kalau beliau gak merestui ya kita gak akan jadi menikah demi misi membantu perempuan malang ini. So, let's try!"

Padahal tidak ada yang menyuruh Banyu datang ke sini dan lelaki itu sok pamrih sekali. Lalu apa katanya? Tergantung respon papa? Sara tertawa sinis dalam hati. Selama ini ia tahu papanya sangat menyayanginya. Papa tidak akan setuju jika itu bukan kemauan Sara, anak tersayangnya. Sara yakin Banyu tidak akan direstui, apalagi mereka tidak sedang menjalin kedekatan seperti pacaran atau saling tertarik satu sama lain. Jadi, Sara sangat percaya diri bahwa lamarannya akan ditolak oleh Mario.

Dua sudut bibir perempuan dengan lipstik cherry ini terangkat membentuk senyuman kemenangan bahkan sebelum berperang. "Oke! Let's try. Tapi jangan menyesal kalau ternyata pilihan ini membuat lo ingin ditelan bumi karena malu."

Banyu mengedikkan bahunya. "Kita lihat aja nanti." ujarnya santai dan berjalan menuju pintu masuk yang perijinannya sudah di urus oleh Babal.

***

Babal memang minta di jitak! Kalau bukan karena cowok arab yang tiba-tiba menelponnya dan mau mengajak makan siang, Sara tidak akan terjebak di mobil Banyu dengan perasaan kesal. Terhitung sejak SUV putih ini melaju, Sara tetap terdiam tanpa sedikitpun melihat ke arah Banyu.

Lelaki itu memaklumi, sebab semuanya memang terlalu mengagetkan. Kemarin ia dikagetkan dengan permintaan Sara, kini Sara yang gantian kaget karena kesediaan Banyu menikahinya dan mengejutkannya lagi, Mario Iswary ternyata merestui.

What?!

"Papa udah gak sayang lagi sama gue." batinnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status