Will meminta Boo ke taman belakang yang begitu jauh dari kamarnya. Ditemani Pelayan Song yang sejak tadi tersenyum ramah padanya. Namun, gadis itu sama sekali tak menyambutnya hangat. Bahkan sejak tadi dirinya hanya tertarik pada sekumpulan bunga-bunga yang bercahaya di sekitarnya.
"Kau suka flowerblast?" tanya Pelayan Song sambil menunjuk objek yang diamatinya sejak tadi.
Salah satu flowerblast melayang di sisinya begitu pria itu menjentikkan jarinya.Kini ia dapat melihat lebih jelas bahwa bunga menyala itu memiliki mata yang indah dan mulut yang — tunggu dulu. Mulut? Bunga ini memiliki mulut kecil. Ah, gila!
"Selamat datang, wanitanya Will, aku roseblast," sapa bunga mawar merah itu sambil menempelkan kelopaknya di pipi Boo. Oh, apakah ini cara mereka berkomunikasi?
"A—ap, ah, maksudku aku Boo. Bisakah jauhkan durimu dari lenganku. Tolong," pintanya saat dirasa duri itu semakin melekat di kulitnya.
"Ouch, maafkan aku sungguh aku tak tahu jika kau manusia terlalu lemah—ah maksudku terlalu lembut," koreksi roseblast yang kemudian ia melayang menjauh meninggalkannya.
"Dia kesayangan Ketua William sebelum kau datang. Mungkin mawar itu sedikit—cemburu," jelas Pelayan Song sembari melanjutkan langkahnya.
Boo hanya mengangguk walau ia tak mengerti sepenuhnya.
Mereka hampir sampai saat ia bisa melihat punggung Will dari sana. Kemudian Pelayan Song tadi memintanya berjalan sendiri menghampiri seseorang yang telah menunggunya.
Boo hanya mengangguk saja. Toh hanya beberapa meter lagi kakinya sampai. Semakin dekat saat sesuatu yang besar tiba-tiba saja berlari ke arahnya. Disusul suara geramannya keras terdengar. Ini buruk! Itu seekor singa besar menuju ke arahnya.
"Aaaaaakh—" teriaknya kencang dan tersungkur akibat terdorong oleh kuku tajam singa itu. Boo begitu pucat dan sulit bergerak. Singa itu semakin mendekat padanya dan melayangkan kuku-kuku jarinya di hadapan Boo. Bersiap mencabiknya. Gadis itu hanya bisa terpejam dan beringsut di tempatnya.
"Berhenti di sana Valdish!" teriak William yang menggema di lorong itu.
Singa tadi menoleh ke arah Will sejenak dan berbalik lagi menatap Boo dengan jarak yang begitu dekat. Kukunya tadi menyentuh rambut panjang gadis yang sedang ketakutan sekali itu.
Matanya masih terpenjam. Ia sudah pasrah jikalau memang harus menjadi santapan singa besar itu. Ia masih bisa merasakan lengan besar menyekat kedua lengan kecilnya itu kuat.
Boo bahkan terkesiap saat merasakan sesuatu yang basah di pipinya. Sesuatu yang lembek namun sedikit kasar seperti sikat giginya.
Hingga terdengar suara shh shh shhPerasaan ini tak asing baginya. Ia seperti tengah dijilati di bagian pipi. Sampai Boo menbuka mata, ia terkejut melihat singa besar itu menjilati pipinya dan mengenai sudut bibirnya berkali-kali. Kemudian berpindah pada lehernya yang terdongak.
Boo sampai melenguh karena geli dan kesakitan. Lidah singa itu masih menjilatnya sampai ia jengah dan wajahnya memerah.
"Ahn— lepaskan aku," pintanya begitu mengetahui bahwa singa itu genit. Hey, apakah ia seperti singa wanita yang ingin diajak kawin? Sinting memang!
Dengan keberanian yang muncul dari rasa jengahnya, ia mendorong tubuh singa itu yang begitu menghimpitnya. Sialan, tubuh kecilnya tak bisa mendorongnya.
"Valdish, ku bilang hentikan atau ku tembak kau di sini!" ancam William yang sudah berada di balik punggung singa itu.
Perlahan, singa itu melepaskannya dan mundur. Berlari cepat ke belokan lorong tempat William tadi berdiri.
Boo seperti korban perkosaan kini. Kemejanya tersibak hingga perutnya terlihat. Jeans pendeknya tak membantu sekali.
Boo dengan cepat berdiri dan berhadapan dengan William yang menatapnya tajam. Apa ia melakukan kesalahan?
Namun ia tak ingin ambil pusing tatapan tajam itu. Ia justru merasa jijik karena wajah dan lehernya basah terkena liur si singa tadi. Rasanya ia harus mandi lagi.
Nyatanya rencana itu gagal. William menarik tangannya untuk membelok ke arah singa tadi. Tentu saja gadis itu berontak. Ia takut, sungguh. Singa itu pasti masih ada di sana.
"Lepas. Aku tak mau jadi makanan singa. Tolong lepaskan aku Will. Aku janji tak akan mengumpatimu lagi, berabi sumpah," mohon Boo pada William yang semakin cepat membawanya berbelok dan ia hanya bisa memejamkan mata kembali sembari tertunduk.
William sudah melepaskan genggamannya. Namun, Boo masih saja tertunduk.
"Mau sampai kapan kau menunduk seperti itu, hm? Angkat wajahmu dan lihatlah si singa idiot tadi," ucap William jengah. Ia kemudian ikut bergabung dengan yang lainnya.
Boo perlahan mengangkat wajahnya. Ia mendapati sosok pria tampan dengan kulit tan tersenyum ke arahnya.
Mengapa banyak pria tampan di sini?
"Halo Nona. Aku Valdish. Si singa itu adalah aku. Maaf ya mengagetkanmu. Aku hanya penasaran karena Ketua William bilang akan ada orang baru di sini. Jadi, terima maafku?" Valdish mengulurkan tangannya dengan tersenyum lebar.
Ya ampun. Tampan lagi
"Kau— si singa itu? Ku kira kau akan memakanku tadi," ucapnya pelan. Ia masih takut-takut menatap Val namun disambut juga jemari besar itu.
"Aku Boo. Jangan menyerangku lagi! Awas saja nanti akan ku laporkan pada polisi nanti!" ancam Boo dengan suara bergetar.
"Haha maaf ya."
"Hey, mau sampai kapan berdiri di sana. Kalian berdua kemari sebelum Charlie menghabiskan jatah makanan—aduh," erang Christ di akhir kalimatnya. Ternyata ia mendapat pukulan main-main dari si kelinci buntal.
Valdish mengajak Boo menghampiri mereka yang tengah duduk di gazebo besar. Jika dihitung ada beberapa orang yang juga di sana. Seperti Judish, Christ, Charlie dan dua lainnya yang tak ia kenal.
Hingga Boo berhasil duduk di antara mereka. Barulah kedua orang asing itu memperkenalkan diri sebagai Hosea, si kuda dan Jackson, si ular.
Otaknya memanas saat mengingat semua makhluk itu. Bagaimana jika ia jadi mangsa salah satunya jika ia berbuat macam-macam? Boo, kau bisa mati muda!
"Jangan melamun terus, bodoh. Makanlah sebelum aku makan jatahmu juga," ucap Charlie yang terdengar begitu tak bersahabat.
"Kau boleh makan jatahku jika kau mau, dasar kelinci buntal jelek!"
Charlie yang sedang menikmati pie apelnya melotot marah. Telinga kelincinya ikut berdiri menantang.
"Apa kau bilang? Sekali lagi kau bilang aku buntal, akan ku lempar tubuh kurusmu itu ke kandang Valdish. Biar kau jadi makan malamnya!"
Suara melengking itu sarat mengancamnya. Namun Boo sama sekali tak peduli.
"Kau... Kelinci... Buntal jelek!" ejeknya lagi dan mendapat elusan lembut di kepalanya. Itu ulah Judish yang duduk di antara mereka berdua.
"Sudahlah jangan berkelahi terus. Charlie tolong jangan menangis dulu dan Boo jangan mengejeknya lagi. Paham?" pria berlesung pipi itu terdengar tegas.
Baik Charlie maupun Boo sama-sama membuang muka. Hal itu membuat Judish memijit pelipisnya pelan. Pusing sekali, pikirnya.
Boo mengunyah kacang almond dan beberapa kudapan lainnya. Ia sungguh lapar. Bahkan sampai lupa jika semua orang terkecuali Charlie memandangnya begitu lekat."Apa?" tanyanya ketus. Ia masih kesal dengan keadaan yang membuatnya gila. Bagaimana bisa ia terjebak dengan mereka semua."Ekm. Baiklah sesuai surat wasiat ayahmu, Boo. Kau harus tinggal di sini bersama kami. Kau juga sekarang bagian dari kami. Jika kau bingung, mereka adalah makhluk setengah manusiayang aku temui. Hanya kau yang tahu masalah ini. Juga, benda-benda di sini yah seperti yang kau lihat, hidup. Mereka hidup sebelum kami semua di sini. Jadi, tolong hormati mereka." William serius dengan ucapannya. Ditambah tak ada bantahan dari siapa pun di sini."Aku tak peduli mau kalian semua bahkan kau, Will. Tapi, benda-benda di kamarku yang membuatku tak nyaman. Kau pikir bagaimana bisa aku tidur jika semuanya meracau dan berteriak bahkan
"Sudah siap?" tanya Judish sambil melongok ke belakang kursi kemudi. Hari ini gilirannya untuk mengantar Christ, Charlie, Valdish dan penghuni baru, Boo pergi ke SMA Cellos. Jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.Butuh sekiranya satu jam perjalanan ke sana."Geser sedikit, bokongmu besar sekali, sih. Aku terhimpit," sungut Charlie yang sialnya duduk di tengah mobil. Biasanya ia akan duduk leluasa karena kursi ini cukup diduduki tiga orang. Tapi, akibat bertambah satu orang, ia mau tak mau kesal juga."Bokongku baik-baik saja. Mungkin badanmu saja yang sudah berubah jadi babi sampai mobil ini rasanya terlalu kecil untukmu," balas Boo yang memang telinganya terasa diganggu oleh ucapan si kelinci bongsor itu."Kau—"
Charlie sibuk menggendong tubuh Boo setelah pelajaran terakhir usai. Di belakangnya, Christ dan Valdish membawa beberapa barang milik gadis itu. Jujur saja si kelinci manis berubah diam saat memasuki ruang kesehatan tadi. Bukan hanya Boo yang merasakan, semuanya yang berada di mobil pun ikut merasa bahwa Charlie tengah menebus kesalahannya.Setidaknya Charlie tak lepas tanggung jawab dan merengek minta perlindungan. Ia justru begitu fokus menatap jalanan. Hari ini memang gilirannya menyetir. Ditambah beberapa kali ia menanyakan keadaan Boo seperti,"Apa punggungmu masih sakit? Beritahu aku"atau"Jangan terlalu menekan punggungmu di kursi. Biar Christ yang menjadi sandaranmu sampai kita tiba di rumah."Dan lebih parahnya, kalimat terakhir Charlie membuat dirinya takut"Kau tidur denganku untuk sementara. Aku izinkan sampai kau pulih."Ia mengucapkan kalimat terakhir dengan sorot ma
Charlie menjadi satu-satunya yang nampak begitu bahagia setelah Mrs. nursea mengatakan bahwa Boo akan pulih besok. Luka memarnya pun telah lenyap sejak dua jam lalu. Namun, gadis itu masih harus istirahat selama semalam penuh agar racun Flower Guinea bisa melemah.Hampir saja Jack terkena lemparan bola baseball milik Charlie, jika saja ia berhasil menghindar."Sudah kukatakan bahwa aku tak tahu ada racun di dalamnya," ucap Jackson takut. Ia masih sibuk berlindung di belakang punggung Valdish."Untung saja kau bawa Nursea tepat waktu. Jika tidak, aku akan memindahkanmu ke Amazon!" gertak Charlie yang kesal.Mereka menoleh pada suara langkah kaki yang semakin mendekat. Jika dihitung-hitung, di kamar itu hanya ada Valdish, Christ, Jackson dan Charlie. Sementara Hosea dan Judish tengah berada di kamarnya.Lalu, siapa yang datang?"Apa yang kalian lakukan?" tanya William yang baru saja tiba dan mendekati kamar Charlie ya
Boo pagi-pagi sekali telah berada di taman belakang. Ia mengamati sekitar saat flowerblast berbisik-bisik mengenai dirinya. Ia bahkan sempat mendengar bahwa salah satunya akan melukai dirinya. Tentu saja itu tak membuatnya bergeming. Ia hanya ingin menikmati pagi akhir pekan. Setelah beberapa hari sebelumnya cedera punggung membuatnya susah tidur. Sesekali ia menghirup udara sejuk saat hembusan angin melewatinya. Cuaca saat ini tak begitu buruk. Rasanya ia ingin berkeliling lebih dalam hingga hutan yang berada di perbatasan rumah William ini. Ini menyenangkan. Melangkah ringan, kakinya ia bawa menuju ke ujung taman. Di sana terasa lebih dingin dan gelap. Bahkan ia hampir menyangka jika saja, hari berganti begitu cepat. Terlalu dalam dan gelap. Ia bisa merasakan jika suara burung yang sejak tadi berkicauan menjadi sunyi. . Apa ini yang dimaksud dengan "Disembunyikan alam"? Ia sungguh menyesal tak m
Begitu tubuhnya dijatuhkan di atas sesuatu yang lembut, rasa pening kembali datang, ditambah kini Boo menggeliat tak nyaman. Sudah dibilang 'kan bahwa ia begitu kepanasan dan 'haus'. Ntah setan mana yang merasukinya hingga membuat tubuhnya bergerak sendiri menuju gaun tidur yang sedikit tersingkap saat seseorang melemparnya. Sisi warasnya semakin hilang saat sesuatu yang hangat menyentuh permukaan paha dalamnya. Dingin, jemari sosok itu begitu dingin dan kuat, sedikit mencubit kulitnya. Perih! Lagi, jemari itu menggelitik pusat pusarnya, sesuatu yang digin dan lembab ikut menyentuhnya, mengecupnya, menjilat sepanjang permukaan kulit perutnya hingga bawah tulang rusuknya. "Kau yang memintaku melakukan ini. Kuharap musim kawin ini akan begitu menyenangkan, bukan begitu, Boo?" Suara halus dan dalam itu memasuki pendengarannya; mengancamnya dengan erotis. Membelai lekukan di tepinya begitu sensual. Suara ini... ia m
Setelah semua hal yang terjadi, Boo dan kelima pria lainnya begitu kikuk menghadapi William di ruang utama.Ada Charlie yang terduduk sambil menarik-narik kemeja Judish, Jackson yang memainkan seekor ular kecil yang katanya 'teman baru'.Hosea dan Christ sibuk mengamati gerak-gerik sang ketua.Sejak makan malam usai hingga lewat 15 menit lamanya, si Ketua William tak hentinya bergumam. Sesekali ia memeriksa ponsel dan kemudian memandang satu per satu dengan tajam."Will, bicaralah. Aku pegal jika terus menunduk seperti ini," ucap Boo terang-terangan.Tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari efek Blue dirty candle. Yah, iya menyisipkan kata yang tepat sekali!"Aku tak memintamu datang. Pergilah, aku akan membicarakan hal penting dengan yang lainnya," balas William tenang.Boo mulai kesal, ia anggap William tak konsisten. Sebelumnya, pria itu meminta Boo ikut dalam pembicaraan ini, kemudian lagi-lagi berubah."Jangan
Malam ini rasanya Mrs. Fan ingin mengajaknya perang. Sudah dua malam ini tidurnya tak bisa nyenyak. Kamarnya begitu panas bahkan setelah jendela kamarnya dibuka. Jika saja William mengizinkannya berpindah kamar, ia akan dengan cepat melakukannya. The tearpaper (si kertas sobek) juga ikut mengganggu tidurnya. Kertas kusut itu akan terisak, mengadu dan kemudian berkelahi dengan resleting milik baggie (ransel). Kali ini pen (pulpen) dan shoesick (kaus kaki gila) hanya mengamati dari jauh. Boo hampir saja mengucap syukur jika saja ia tak mendapati tugas sekolahnya yang telah diinjak-injak dan dikotori oleh keduanya. Seluruh barang di kamarnya memang selalu jahil, bahkan berakhir melukainya. Walaupun ringan, namun bisa kau bayangkan jika saat tertidur, sesuatu seakan menusuk tubuhmu? Itu yang dirasakan Boo sejak datang kemari. Ia akan mendapati tubuhnya penuh luka sayatan maupun tusukan jarum-jarum kecil setelah bang