Boo merasakan lengannya menyengat saat bersentuhan dengan Hosea. Sensasinya tak melukai. Namun, aneh.
"Sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Dan mengapa Azua itu begitu mudah memberikan penawarnya?" Hosea menanyakan berbagai pertanyaan perihal botol penawar yang ia kalungkan.
"Tak ada. Ia hanya mengatakan akan membantu," jawab Boo sekenanya.
Hosea dan Zia melaju membelah hutan. Setelahnya tak ada percakapan di antara mereka.
Boo segera berlari begitu turun dari tubuh Hosea. Ia mengambil jalan melewati samping. Hanya untuk sampai lebih cepat.
Gadis itu pergi ke dapur untuk meracik minuman yang diberi penawar.
Jika ia tak salah ingat, penawar ini cukup ditetesi sebanyak 10 kali.
Boo mulai meneteskan sebanyak yang dibutuhkan. Ia mengaduknya perlahan.
Terlihat sesuatu yang menguar di atas cawan. Sesuatu yang indah seperti ribuan kupu-kupu yang terlepas.
Apakah ini pertanda baik?
"Aku ingin salad," ucap Boo yang baru tiba di meja makan. Seluruh makhluk dan William menoleh ke arahnya. Sejak kejadian semalam, Boo hanya mengurung diri di kamar. Bahkan gadis itu melewatkan jam makannya. Tak ada yang mencegahnya. Tak ada siapa pun yang diizinkan William untuk mendatangi kamar gadis itu termasuk Judish yang bersikeras untuk menjelaskan sesuatu. Hari ini pun Boo terlihat murung. Charlie yang di sampingnya tak berani protes saat gadis itu justru mengambil roti isinya. William terus memperhatikannya. Jadi, tak ada yang bisa membantah. "Bagaimana urusan sekolah kalian? Kudengar akan ada ujian minggu depan." William mengunyah roti isinya tanpa minat. "Ya. Kau tahu, di dunia manusia itu rumit. Aku malas belajar, Ketua." Charlie menyahut dengan cepat. Ia tak menyukai hal yang berkaitan dengan sekolah, kecuali bagian olahraga. "Kau memang bodoh," celetuk Boo s
Boo ditemukan seekor rubah merah yang kebetulan tengah melintas. Rubah itu kemudian mengubah dirinya menjadi manusia. Ada rasa penasaran saat mencium aroma tubuh gadis ini. Tercium aroma citrus yang segar menguar dari tubuh Boo. Rubah itu terus mendekat hingga menghirup ceruk leher gadis itu. "Hentikan dan bawa gadis itu ke tempatku!" seru Azua yang datang dari arah sebrang. Rubah itu terlihat ketakutan. Ia segera membawa gadis itu menuju tempat tuannya. Azua, pria yang merupakan penguasa dalam hutan mengikutinya dalam diam. Ada semacam tali transparan yang mengkilat di sekitar pondok Azua. Ia sengaja memantrainya agar tak ada makluk yang dapat masuk, kecuali manusia. Maka, setelah berada di sekitar tali pembatas, rubah itu memberikan Boo dalam dekapan Azua. Kemudian, ia kembali ke bentuk semula. "Tuan, gadis itu siapa?" tanya rubah sambil terus memperhatikan Boo dari dekat. Azua mengernyit tak suka, "Pergil
Boo meringis kesakitan saat Azua membersihkan sisa luka yang mengering di tubuhnya. Beberapa menit setelah gadis itu limbung, tiga jamur yang menggigitnya telah dimasukkan ke dalam kantung khusus penahan makhluk. Lukanya cukup dalam bagi manusia lemah. Azua sampai harus repot memindahkan tubuh gadis itu ke tempat tidurnya. Ia sibuk meracik ramuan penyembuh. Sesekali melirik ke arah Boo. Sungguh gadis lemah yang malang, pikirnya. Azua berpikir untuk melatih gadis itu agar kebal saat diserang para makhluk. Sudah jelas jika enam hari ke depan, ia akan menghadapi berbagai makhluk yang akan digunakan sebagai ramuannya. Azua bisa saja melakukannya sendiri. Bahkan jika dipikir, lebi cepat ia lakukan tanpa bantuan seseorang. Namun, melihat gadis itu hampir sekarat karena gigitan anak jamur, rasanya ada simpati yang muncul. Ia harus melindungi gadis ini. Ramuan penyembuh racikannya telah dibuat sempurna. Di
Hari ini terik sekali. Boo, Christ, Valdish dan Charlie masih berkutat dengan ujian tengah mereka. Rasanya seperti neraka. Mrs. Zoe terus mengawasi dengan ketat. Bahkan tak ada murid yang berani membuka suara. Sebab, jika terlihat gerakan mencurigakan, wanita itu tak segan mengambil kertas ulangan dengan paksa.Kali ini Mrs. Zoe melewati bangkunya dan Valdish. Mengentakkan sepatu pantofelnya nyaring. Tinggal satu soal lagi yang harus Boo kerjakan. Ia sedikit melirik kertas Valdish yang telah terisi hampir seluruhnya. Sulit sekali. Padahal pria itu telah membuka lebar kertas miliknya dan bergumam pelan. “Cepatlah salin,” ujarnya begitu perlahan sambil mengamati guru mereka yang untungnya telah berada di bangku lainnya.Boo segera menyalin jawaban di soal terakhir. Ia tak lupa mengatakan terima kasih. Valdish yang gemas, mengusak surai panjangnya. Ah, pria itu tampan sekali.“Mrs. Zoe, aku telah selesai,” ucap Valdish yang kemudian bangkit
ValdishSejak Boo memberikan hadiah pada Valdish, pria itu terus mengekorinya. Ia mengucapkan terima kasih lagi malam ini. Tentu saja gadis itu merasa tak nyaman. Sebab, jika dipikir lagi, Valdish sepertinya telah salah paham. Ia menjelaskan bahwa hadiah itu dari seseorang bernama Alexa. Namun, pria itu tak percaya.Sampai akhirnya Valdish meminta Boo pergi bersamanya ke hutan. Kebetulan hari ini ia tak menemui Azua karena pria itu tengah berada di luar. Tak ada kecurigaan awalnya. Meski hatinya mengatakan jika ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Valdish menggenggam jemarinya erat saat mereka melewati bagian timur hutan. Gadis itu terpana melihat sesuatu yang bercahaya mengelilinginya. Kegelapan dalam hutan seakan lenyap begitu saja.“Kau menyukainya? Ini kerabat dekat flowerblast. William membawa mereka kemari.”Boo terus terkesima saat melihat seekor rusa. Warnanya yang merah kecoklatan, seakan terlindungi. Rusa itu terus be
Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.
Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa p
Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.