Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu.
"Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam.
"Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja.
"Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.
Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa p
Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.
Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa pelayan mula
Kakinya berjinjit kecil. Setenang mungkin melangkah melewati lorong panjang di luar kamarnya. Rambutnya yang lusuh dibiarkannya terombang-ambing sampai terlilit. Ia tak peduli.Boo berjengit lantaran menginjak sesuatu yang lembut di bawah kakinya. Ia kemudian melongok dan mendapati seekor anjing manis berbulu putih bercorak hitam. Ia memutari kaki Boo yang tertegun. Lidahnya menjulur-julur dengan mata coklat yang cerah memandangnya."Pergilah anjing baik. Jangan gigit aku," ucap Boo sembari bersiap melangkah lagi jika saja si putih manis ini tak menggonggong dengan kencang sebanyak tiga kali.Boo akhirnya terduduk di lantai dan meminta anjing manis itu duduk di pahanya. Kebetulan ia hanya mengenakan celana piyama miliknya yang hanya menutupi sedikit paha atasnya. Sehingga anjing itu bergesekan langsung dengan kulitnya.Semakin lama anjing itu meringsek seperti mendekapnya. Ini terlalu dekat dan perutnya se
Will meminta Boo ke taman belakang yang begitu jauh dari kamarnya. Ditemani Pelayan Song yang sejak tadi tersenyum ramah padanya. Namun, gadis itu sama sekali tak menyambutnya hangat. Bahkan sejak tadi dirinya hanya tertarik pada sekumpulan bunga-bunga yang bercahaya di sekitarnya."Kau suka flowerblast?" tanya Pelayan Song sambil menunjuk objek yang diamatinya sejak tadi. Salah satu flowerblast melayang di sisinya begitu pria itu menjentikkan jarinya.Kini ia dapat melihat lebih jelas bahwa bunga menyala itu memiliki mata yang indah dan mulut yang — tunggu dulu. Mulut? Bunga ini memiliki mulut kecil. Ah, gila!"Selamat datang, wanitanya Will, aku roseblast," sapa bunga mawar merah itu sambil menempelkan kelopaknya di pipi Boo. Oh, apakah ini cara mereka berkomunikasi?"A—ap, ah, maksudku aku Boo. Bisakah jauhkan durimu dari lenganku. Tolong," pintanya saat dirasa duri itu semaki
Boo mengunyah kacang almond dan beberapa kudapan lainnya. Ia sungguh lapar. Bahkan sampai lupa jika semua orang terkecuali Charlie memandangnya begitu lekat."Apa?" tanyanya ketus. Ia masih kesal dengan keadaan yang membuatnya gila. Bagaimana bisa ia terjebak dengan mereka semua."Ekm. Baiklah sesuai surat wasiat ayahmu, Boo. Kau harus tinggal di sini bersama kami. Kau juga sekarang bagian dari kami. Jika kau bingung, mereka adalah makhluk setengah manusiayang aku temui. Hanya kau yang tahu masalah ini. Juga, benda-benda di sini yah seperti yang kau lihat, hidup. Mereka hidup sebelum kami semua di sini. Jadi, tolong hormati mereka." William serius dengan ucapannya. Ditambah tak ada bantahan dari siapa pun di sini."Aku tak peduli mau kalian semua bahkan kau, Will. Tapi, benda-benda di kamarku yang membuatku tak nyaman. Kau pikir bagaimana bisa aku tidur jika semuanya meracau dan berteriak bahkan
"Sudah siap?" tanya Judish sambil melongok ke belakang kursi kemudi. Hari ini gilirannya untuk mengantar Christ, Charlie, Valdish dan penghuni baru, Boo pergi ke SMA Cellos. Jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.Butuh sekiranya satu jam perjalanan ke sana."Geser sedikit, bokongmu besar sekali, sih. Aku terhimpit," sungut Charlie yang sialnya duduk di tengah mobil. Biasanya ia akan duduk leluasa karena kursi ini cukup diduduki tiga orang. Tapi, akibat bertambah satu orang, ia mau tak mau kesal juga."Bokongku baik-baik saja. Mungkin badanmu saja yang sudah berubah jadi babi sampai mobil ini rasanya terlalu kecil untukmu," balas Boo yang memang telinganya terasa diganggu oleh ucapan si kelinci bongsor itu."Kau—"
Charlie sibuk menggendong tubuh Boo setelah pelajaran terakhir usai. Di belakangnya, Christ dan Valdish membawa beberapa barang milik gadis itu. Jujur saja si kelinci manis berubah diam saat memasuki ruang kesehatan tadi. Bukan hanya Boo yang merasakan, semuanya yang berada di mobil pun ikut merasa bahwa Charlie tengah menebus kesalahannya.Setidaknya Charlie tak lepas tanggung jawab dan merengek minta perlindungan. Ia justru begitu fokus menatap jalanan. Hari ini memang gilirannya menyetir. Ditambah beberapa kali ia menanyakan keadaan Boo seperti,"Apa punggungmu masih sakit? Beritahu aku"atau"Jangan terlalu menekan punggungmu di kursi. Biar Christ yang menjadi sandaranmu sampai kita tiba di rumah."Dan lebih parahnya, kalimat terakhir Charlie membuat dirinya takut"Kau tidur denganku untuk sementara. Aku izinkan sampai kau pulih."Ia mengucapkan kalimat terakhir dengan sorot ma