"Tian, Kamu jahilin Jihan lagi yah?" Tanya Aleta yg kini sedang duduk di ruang televisi bersama putranya.
"Pasti cewek jadian-jadian itu yang ngadu ya Bun?" Bukan menjawab, Septian malah balik bertanya dan terlihat kesal.
"Kalau Bunda tanya tuh dijawab Tian! Bukan malah balik tanya kamu ini, lagian gak ada yang ngadu kok, tadi tante Sabrina yang telepon Bunda. Katanya sepulang sekolah Jihan nangis-nangis karena habis kamu jahilin."
Aleta menatap Septian dengan wajah seriusnya. Padahal dia ingin tertawa sekali karena dengan tega sudah berbohong pada putranya hanya karena ingin melihat reaksi Septian saat tahu kalau jihan menangis gara-gara dijahili olehnya.
"Bunda pasti boong iya kan? Masa iya sih cewek jadi-jadian itu nangis semudah itu," sahut Septian karena tidak percaya pada ucapan ibunya.
"Dia punya nama Tian! Namanya Jihan Aiyana. Namanya bagus gitu kok jangan sembarangan kalau manggil nama orang lain, bunda gak pernah ngajarin kamu gak sopan kayak gitu loh!" Aleta memberi sedikit peringatan pada putranya.
"Iya Bun iya. Ya udah ya Bun, Tian ke kamar dulu mau istirahat."
Septian pun beranjak dari duduknya. Lalu dia pergi meninggalkan Aleta sendirian dan menuju kamarnya. Namun, saat berpapasan dengan Kiara, Septian hanya menoleh tidak seperti biasanya yang akan ngomel-ngomel tidak jelas pada adiknya itu.
"Bun, kak Tian kenapa? Tumben dia gak pecicilan dan gak ngomel-ngomel sama Kia. Biasanya dia ngomel-ngomel gak jelas sama Kia?" Tanya Kiara yg kini duduk disebelah Aleta."Biasa kakakmu itu lagi kesal habis Bunda interogasi tadi, habisnya dia jahilin calon kakak iparmu lagi," jawab Aleta.
"Kak Jihan?" Tanya Kiara. Aleta pun hanya mengangguk sambil menikmati tehnya yang mulai dingin.
Aleta, Reno, Angga dan Sabrina mereka bersahabat sejak SMA. Namun, persahabatan mereka tidak menurun pada putra dan putri mereka yaitu Septian dan Jihan. Mereka malah seperti tom and jerry yang hobbynya bertengkar dan berdebat meski cuma gara-gara hal yang sepele. mereka itu seperti musuh bebuyutan yang tidak akan pernah akur dan tidak mau kalah kalau sudah berdebat. Jihan dan Septian itu sama-sama keras kepala.
*****
Jihan dan Maura pun kini sedang duduk santai, kini mereka berada diruangan kelas mereka. Namun, saat Jihan dan Maura asyik bercanda tiba-tiba suara gebrakan terdengar dimeja dekat mereka, membuat mereka berdua terkejut.
Brakk
Septian yang baru saja datang pun kembali mengagetkan Jihan dan Maura. Dengan menaruh kotak makanan diatas meja dengan kasar. Membuat Jihan dan Maura terkejut dan langsung menatap Septian.
"Heh curut! Apaan sih lo? Bikin Inces kaget aja, entar kalau Inces kena serangan jantung gimana? Emang mau gantiin jantung Inces Hem?!"
Jihan berbicara namun dengan gaya alaynya, sambil sesekali mengusap-usap dadanya.
"Bacot lo dasar alay! Tapi ngomong-ngomong gue bersyukur sih kalau loe serangan jantung terus mati, gue bakalan bilang good bye forever deh sama lo. Gue seneng karena kalau lo mati, gak bakalan ada lagi cewek jadi-jadian yang alay, lebay dan rese kayak lo! Hidup gue pasti bakalan tenang dan bahagia banget hahaha...."
Septian tertawa dengan tawa terbahak-bahak membuat beberapa pasang mata menatap kearahnya. Karena merasa aneh melihat Septian tertawa terbahak-bahak.
"Ishh..., Tian gak boleh loh ngomong kayak gitu. Nanti kalau Tuhan denger gimana?" Tanya Jihan dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat.
"Bodo amat! Emang gue pikirin hahaha...."
Lagi-lagi Septian malah kembali tertawa terbahak-bahak.
"Tian iihh..., gak asik lo! Mama tolong Jihan Mah, Tian ngezolimi Jihan lagi hiks... hiks...."
Jihan kembali berakting dengan pura-pura menangis, tentu saja dengan gaya alaynya. Sementara Maura dia hanya bisa melongo melihat perdebatan antara kedua temannya itu, Jihan dan Septian itu teman bagi Maura tapi bagi Jihan. Septian itu musuh bebuyutannya.
"Udah ah males gue ngelayanin cewek alaynya kebangetan kayak lo! Tuh nyokap gue kirim kue buat lo, katanya sih gue suruh minta maaf sama lo. Tapi gue sih ogah banget minta maaf sama lo, masa seorang Septian Erlangga yg gantengnya melebihi Sehun harus meminta maaf sama cewek jadi-jadian kay-"
"Kayak Lisa black pink," Sambar Maura kemudian kembali melongo karena ucapannya sendiri dan itu membuat Jihan dan Septian menatap tajam kearah Maura yang kini menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Maura...!" Seru Jihan dan Septian secara bersamaan saat mendengar apa yang Maura ucapkan. Jihan merasa sangat kesal karena Maura menyamakan dengan Lisa, padahal menurutnya dia lebih cantik dari Lisa black pink.
Pede sekali Jihan.
"Cie barengan manggilnya," Ujar Maura yang kini malah tertawa cekikikan.
"Tutup tuh mulut lo, entar lalet masuk lagi. Lagian lo kalau ketawa rame sendiri!" Ketus Septian yang kini terlihat kesal karena Maura menertawakannya.
Sedang Jihan malah memuji Aleta yang telah mengirimkan kue kesukaannya lewat Septian tanpa memperdulikan ucapan Maura dan omelan Septian. Meski sebelumnya sempat kesal pada Maura.
"Aduh tante Aleta baik interogasi sih pake kirim kue segala, beda banget sama anaknya yg super duper nyebelin, sampai-sampai pengen gue..."
"Cium yah, iya kan iya kan? Ngaku deh lo. Tapi jangan mimpi deh lo. Seorang Septian Erlangga gak akan pernah menyerahkan ciumannya pada sembarangan cewek apalagi cewek jadi-jadian kayak lo," ujar Septian dengan senyum sinisnya.
"Huek pengen muntah gue dengernya."
Lalu Jihan pun menatap sinis kearah Septian dan langsung pura-pura muntah.
"Astoge lo hamidun ya?" Tanya Septian pura-pura terkejut sambil menutup mulutnya.
"Heh! Gila lo Tian! Kalau ngomong tuh dijaga ya. Masa iya gue kayak gitu, gue kan cewek baik-baik, suka sembarangan lo kalau ngomong, dasar Curut rese lo! Minggat lo dari sini Curut!!! kalau nggak nih kotak kue bakalan melayang ke kepala lo sekarang juga."
Jihan yang sudah kesal menatap kearah Septian dengan penuh emosi, sambil mengangkat kotak makan yg berisi kue yang dibawa oleh Septian tadi.
"Lo kira gue berani? Kabur...!" Seru Septian sambil tertawa dan berlari keluar kelas Jihan menuju kelasnya.
"Sial! Pagi-pagi si curut udah bikin gue esmosi kayak gini."
Merasa sangat kesal Jihan pun menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menekuk wajahnya.
"Emosi Jihan, bukan esmosi," koreksi Maura.
"Serah gue dong Ra. Cewek cantik mah ngomong apa aja bebas," Ucap Jihan dengan pedenya sambil tertawa geli karena ucapannya sendiri. Namun, tiba-tiba perkataan Maura menghentikan tawanya.
"Septian makin ganteng ya, Han? Apalagi kalau dilihat dari dekat. Udah gitu manis lagi, senyumnya bikin hati Maura meleleh," ujar Maura. Membuat Jihan mengerutkan dahinya sambil menatap Maura yang kini senyum-senyum tidak jelas, seperti biasanya kalau sudah membicarakan tentang Septian.
"Lo suka sama si Curut, Ra?" Tanya Jihan sambil menatap wajah sahabatnya itu. Mendengar pertanyaan Jihan. Maura pun mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menopang dagunya diatas meja.
"Tapi kayaknya Septian gak suka deh sama gue."
Maura berbicara dengan lirih. Lalu wajahnya berubah murung.
"Baguslah kalau lo nyadar diri! Lagian ngapain coba lo suka sama si Curut? Kayak gak ada cowok yg lain aja," Ucap Jihan sekenanya.
"Ah Jihan mah jahat bukannya hibur Maura! Kan Maura lagi sedih, bilang apa kek biar gue seneng, ini malah bikin gue down aja jahat nih!"
Setelah mengatakan itu Maura langsung menelungkupkan wajahnya diatas meja.
"Iya deh iya maaf ya, Ra. Ya udah biar Maura seneng nanti siang gue traktir makan di kantin gimana?" Tanya Jihan sambil tersenyum manis pada sahabatnya itu.
"Uh Jihan manis banget sih. Maacih ya Sayangku, gitu dong baru ini yang namanya sahabat," Ucap Maura yang kini terlihat senang. Lalu dia pun mencubit gemas pipi Chubby milik Jihan.
"Aww...! Sakit tau Ra, jangan lebay deh makasih bukan maacih. Ma Acih mah tukang warteg ujung komplek rumah gue!" Ketus Jihan sambil mengusap-usap pipinya yang terasa sakit karena cubitan Maura.
"Udah ah cape ngelayanin lo debat mah. Pasti ujung-ujungnya gue lagi yang kalah," Ujar Maura sambil mengambil beberapa buku dari tasnya.
"Syukurlah kalau loe nyadar!"
Lalu Jihan yang ikut mengambil buku dari tasnya, dia pun memasukan kotak makan yang berisi kue kedalam tasnya kemudian tak lama dosennya pun datang dan kini pelajaran pun dimulai. Kelas yang semula ricuh akhirnya kini kembali tenang karena para mahasiswa mulai fokus pada materi pelajaran yang dosennya berikan.
Jam istirahat pun akhirnya tiba, kini Jihan dan Maura sedang berjalan di koridor kampus, mereka akan menuju ke kantin sambil bercanda tanpa melihat ke depan. Namun, tiba-tiba seseorang berlari dan menabrak Jihan yang memang tidak melihat ada orang di depannya.BrukkTapi bukannya jatuh ke lantai, Jihan malah jatuh kepelukan orang yang tidak sengaja menabraknya. Mata bulat mereka pun kini saling memandang dan tidak berkedip seakan menikmati keindahan bola mata masing-masing."Ekhem, ekhem, udah belum pandang-pandangannya? Maura udah laper nih," Ucap Maura yang membuyarkan acara tatap-tatapan mereka."Oh em ji, Curut!!! Lo curi-curi kesempatan buat peluk-peluk gue hah! Ini apa juga malah natap-natap gue kayak gini!" Ketus Jihan seakan tidak terima saat Septian memeluknya dan menatapnya.Ya Septian lah orang yang menabrak Jihan dan reflek langsung memeluknya. Mendengar teriak
"Memang kenapa Kak? Kak Jihan kan cantik udah gitu baik terus pintar lagi, kurang apalagi coba? Kak Jihan tuh bibit unggul loh Kak," Ucap Kiara yang memuji Jihan. "Aduh Kiara. Kamu itu gak banget deh, terlalu berlebihan muji dia. Justru reputasi Kakakmu ini yang keren dan tampan ini bisa rusak nanti dikampus gara-gara dia! Nggak ah pokonya aku nggak mau titik." Septian menjawab dengan tegas. "Idih pede kali kau bang. Siapa juga yg mau dijodohin sama Curut macam lo! Masa iya inces yg cantik kayak gini harus nikah sama curut empang macam lo, gue juga ogah banget kali!" Ketus Jihan tidak mau kalah. "Haduh Kalian berdua ini, terus aja kayak gitu! Bina Mendingan kita cek makanan aja yuk buat acara nanti malam. Dari pada pusing lihat tuh dua bocah yang gak pernah mau akur kayak anak kecil aja. Kia mau ikut Bunda sama Tante Bina gak? Atau mau lihat Tom and Jerry lagi kumat? Dan kalian berdua udah sok dilanjutin aja berantemnya yah! Kalau udah puas berantemnya terus
"Tian. kamu mau kemana, Nak? Kemarilah," Panggil Angga. Membuat Septian yang akan melangkah pergi meninggalkan pesta menghentikan langkahnya, dan memutar tubuhnya kembali dengan cengiran khasnya, karena ketahuan akan melarikan diri. Dan kini mau tidak mau dia menghampiri Angga karna pria paruh baya itu memanggilannya. Kini Septian pun sudah berdiri disamping Sabrina dan Jihan di atas panggung."Sayang mana cincinnya?" Tanya Aleta pada suaminya dengan begitu antusias."Sebentar ada dikantong celanaku," Jawab Reno lalu mengambilnya dan memberikannya pada Aleta. Kini Septian pun sudah berada di disamping Angga. Membuat Angga Tersenyum karena rencananya dan sahabatnya berhasil untuk menjodohkan putra, putrinya."Dan ini. Perkenalkan dia calon menantu saya namanya Septian Erlangga Wijaya. Dia putra dari sahabat saya. Reno Refriyansyah Wijaya dan Aleta Evelyna Wijaya. Dan malam ini putri saya dan putra mereka akan bertunangan,"
"Jihan...!" teriak Maura yang baru saja sampai dikampus. Dia melihat Jihan sedang berjalan dikoridor kampus."Aduh Maura. Lo itu bisa gak kalau teriak volumenya dikecilin dikit. Sakit tahu telinga gue denger lo teriak. Gue kasihan sama telinga gue yang kena syok terapi dari lo," Ucap Jihan sambil berjalan santai."Ah, Jihan mah gitu. Gak asik ah, dikira suara Maura apaan," Rajuk Maura pada Jihan."Berhenti merajuk Maura. Lo kayak bocah aja, gimana cowok mau deketin lo kalau tingkah lo aja kadang masih kayak bocah dasar jones," omel Jihan sambil terus berjalan."Iihh..., Jihan kok gitu sih! Apa Jihan gak inget? Kalau Jihan juga jomblo."Sadar ucapannya menyinggung Jihan. Maura kini menundukkan kepalanya, saat Jihan menatap tajam ke arah Maura dan menghentikan langkahnya."Ya ampun Maura. Gue lupa kalau gue juga jomblo hahaha...."Bukannya marah. Jihan malah tertawa sambil menepuk pelan keningny
Ting... Tong... Ting... Tong...Suara bel terus berbunyi dikediaman keluarga Wijaya. Aleta kini tengah sibuk dengan aktivitasnya bersama asistennya untuk mempersiapkan makan malam."Tian, tolong buka pintunya, Nak. Bunda lagi nanggung siapin makanan buat makan malam nih," Ucap Aleta sambil mbawa makanan dari dapur ke meja makan."Oke Bun," Sahut Septian yang kini berjalan menuju pintu utama rumah mereka."Siapa sih yang datang sore-sore gini? Kurang kerjaan amat. Gak tahu apa orang lagi santai ganggu aja," Gerutu Septian sambil membuka pintu.Dan taram...! Saat Septian membuka pintunya betapa terkejutnya Septian saat siapa yang datang kerumahnya saat dia sedang bersantai."Buset lo! Gila lo ya! Gue kaget banget tahu. Dasar wanita jadi-jadian. Kenapa lo cantik banget sih sore ini? Kirain gue lo itu Lisa black pink. Gue demen banget tahu sam
"Sayang, mana Jihan?" Tanya Angga yang baru saja pulang dari kantor."Dia lagi kerumah Aleta, Mas. Tadi aku suruh nganterin kue, tapi tadi dia telepon katanya mau sekalian makan malam disana," Sahut Sabrina sambil menyiapkan makanan untuk suaminya, Angga."Rumah ini sepi ya kalau Jihan gak ada," Ucap Angga sambil duduk dikursi meja makan."Iya, apalagi kalau nanti Jihan sudah menikah. Pasti kita akan sangat kesepian," Sambung Sabrina. Sambil menuangkan makanan kepiring milik suaminya itu."Sayang, gimana kalau kita buat lagi biar ada yang gantiin Jihan. Tapi kali ini harus laki-laki biar gak ninggalin kita kayak Jihan," Goda Angga. Dengan seringai nakalnya"Ah kamu ini, ada-ada saja sih mas," Ucap Sabrina, namun kali ini tidak membalas godaan Angga, dia hanya tersenyum."Tapi mau kan sayang?" Tanya Angga kali dengan serius. Dan lagi-lagi Sabrina hanya membalas dengan senyuman pada Suaminya.*****"
Septian dan Jihan tampak terburu-buru menuju rumah sakit. Mereka baru saja mendengar bahwa nenek Septian masuk rumah sakit dan karena Jihan juga sangat dekat dengan Nenek Septian. Jadi dia juga merasa sangat khawatir dan ikut menjenguk sang nenek. Karena kebetulan nenek Septian juga ingin bertemu dengan Jihan. Membuat Jihan langsung setuju saat Septian mengatakan kalau neneknya ingin bertemu Jihan.Kini Jihan dan Septian pun sejenak melupakan perdebatan mereka lalu akhirnya mereka pun menuju ke rumah sakit bersama-bersama, setelah sampai dirumah sakit mereka bingung karena tidak tahu harus mencari kamar rawat sang nenek . Karena kedua orang tua Septian tidak memberi tahukan di ruangan mana sang nenek dirawat."Lo tanya sono sama resepsionisnya dari pada kita kayak orang bego, celingak celinguk gak jelas kayak gini," Ucap Jihan."Lo nyuruh gue?!" Septian menunjuk dirinya sendiri."Males ah. Ini bunda sama ayah juga kenapa lagi handphoneny
Sepulang dari pemakaman, Jihan pun kini berpamitan pada kedua orang tuanya. Karena dia harus ikut bersama suaminya. Mau tidak mau Sabrina dan Angga pun harus melepaskan putri semata wayangnya untuk ikut bersama keluarga barunya, meski sedih mereka pun harus ikhlas, lagi pula itu keinginan mereka, dan mereka pun masih bisa bertemu jika mereka saling merindukan.Setelah sampai dirumah keluarga Wijaya. Acara tahlilan pun akan dilakukan malam harinya, karena melihat Septian dan Jihan yang kelelahan. Aleta pun menyuruh mereka untuk beristirahat lebih dulu. Agar saat acara tahlilan nenek Sarah. Mereka nanti sudah sedikit lebih segar.Sesampainya dikamar Septian. Kini hanya ada keheningan diantara Septian dan Jihan. Kini Jihan memilih duduk dikursi meja rias untuk membuka perhiasaan dan juga menghapus riasannya. Sedangkan Septian dia memilih duduk disofa sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan memejamkan matanya, karena dia memang merasa sangat lelah.
Tuh kan Zam, gerbangnya udah ditutup. Kamu sih!" Azzam memandang Zura dari kaca spion. Terlihat wajah gadis itu yang sangat menggemaskan saat dia sedang kesal seperti sekarang ini. "Udah nggak apa-apa. Cuma lima menit kok." Azzam turun dari motornya diikuti oleh Zura. Lalu dia men-standar kan motornya di depan gerbang, tanpa kata dia lalu menarik tangan Zura ke samping sekolah. "Kita mau kemana, Zam?" Tidak ada jawaban dari Azzam. Dia hanya menunjuk ke tembok samping sekolah yang tingginya hampir dua meter dan sudah ada tangga disana. "Maksudnya kita manjat?" "Iyalah, Emang kamu mau dihukum?" "Tapi Zam...." "Udah Ayo! Namish membimbing Zura untuk menaiki tembok itu. Zura terlihat sangat kesulitan saat ingin meloncat. Berbeda dengan Azzam yang sudah sampai dibawah. "Azzam, aku ta
"Zam, kamu itu ngeyel banget sih! Kamu mau belajar sekarang atau aku pulang?" "Aku tinggal bilang ke opa kalau kamu nggak mau nge-lesin aku!" "Apa sih mau kamu, Zam?" Zura bertanya dengan mengacak-acak rambutnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi. Bagaimana tidak? Semenjak pulang sekolah. Dia sudah duduk diruang tamu rumah Azzam. Tapi pemuda itu tidak sedikit pun mau membuka bukunya. Dan yang dia lakukan hanya memandangi wajah Zura saja. "Masakin aku ya? Janji deh habis ini mau belajar." Zura memutar bola matanya malas saat mendengar permintaan Azzam. Lalu dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur dengan bibir yang tak henti mengucapkan sumpah serapah untuk Azzam. Sementara Azzam dia malah tersenyum senang melihat wajah kesal Zura. Azzam menyusul Zura ke dapur dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Dia kembali memandangi Zura yang sibuk b
"Lo kenapa diem aja?" Azzam bertanya. Yap, seseorang yang misterius tadi pagi adalah Azzam. Dan sekarang mereka kini berada ditaman kota. Entah apa tujuan Azzam mengajak Zura ke taman. "Hah? Apa, Zam?" Zura balik bertanya dengan gelagapan. Pasalnya Zura canggung disaat dia bersama dengan Azzam. lidahnya mendadak kelu. "Lo kenapa?" Tanya Azzam lagi. "Nggak apa-apa kok, oh iya ngapain kamu ngajak aku kesini?" Zura menjawab dengan pertanyaan. "Gue cuma mau ngasih tau kalo pacar lo itu nggak baik buat lo!" Azzam memandangi wajah Zura yang terlihat manis dengan kalung emas putih yang melingkari lehernya. Dan rambut hitamnya yang terurai. menambah kesan cantik untuk gadis itu. “Pacar? Maksud kamu siapa ya?” Tanya Zura dengan heran. Dia melupakan hal yang tadi malam dibicarakannya dengan Raga. kakaknya. “Itu yang sok kecakepan. Yang kerjaanya antar jemput
"Loh itu bukannya Kak Rania ya, Kakak lo? Yah gue keduluan dong." Richi terlihat sedih. "Iya, tapi cowok yang bareng kak Rania itu. Pacarnya Zura." "Wah nggak bener tuh orang. Udah punya Zura juga masih aja ngembat calon gue." Richi yang juga menatap geram kearah Rania dan Raga. "Kali aja cuma temenan. Jangan berpikiran negatif dulu lah." Kali ini Dika yang berbicara. Dia paling dewasa diantara yang lainnya. "Kita tanya nanti aja waktu udah keluar. Disini malu kalau sampek ribut." Ujar Richi. Azzam semakin geram saat melihat Raga memasangkan jam tangan ke pergelangan tangan kakaknya. Rania. Azzam beranjak dari duduknya saat melihat pergerakan sepasang kekasih itu. Bugh! "Brengsek lo ya!" Raga tersungkur akibat pukulan
"Ekhem." Raga dan Zura memoleh kearah suara orang yang mengganggu quality time keduanya. Dan Zura membulatkan matanya saat dihadapannya berdiri seorang Azzam Dengan senyuman manis meski seperti dipaksakan. "Hai." Sapa Azzam. Yang membuat Zura tersenyum kaku. "Boleh gue duduk disini?" Tanya Azzam. Zura hendak menjawab namun sudah lebih dulu dipotong oleh Raga. "Kenapa harus disini? Kan masih banyak tempat kosong yang ada disana." "Gue nanya sama, Zura bukan nanya lo." Azzam terlihat kesal dengan penolakan yang dilakuan Raga. Dan dengan santainya Azzam malah duduk di samping Zura. "Kenapa lo mau pacaran sama dia? Masih ganteng juga gue." Teja merutuk dalam hatinya. Bisa-bisanya Azzam bicara seperti itu dihadapan Raga yang Azzam ketahui adalah kekasih Zura. "Sebenarnya dia..." "Ya jelas dia pilih gue lah. Lo kan masih ingusan. Dan gue udah dewasa." Kalo masalah ganteng, lo ngaca deh sana. Masih gantengan gu
Zura duduk dengan cemas di sofa ruang kepala sekolah. Setelah bel pulang sekolah tadi ada siswi yang mengatakan bahwa dia dipanggil bapak kepala sekolah untuk ke ruangannya. "Ada apa ya Pak? Apa saya membuat kesalahan?" "Apa kamu sudah lama mengenal, Azzam?" Tanya kepala sekolah itu dengan menatap ke arah Zura dengan intens. "Belum Pak, baru tadi pagi saat Azzam tidak sengaja menabrak saya." "Jangan terlalu formal, Nak. Panggil saja saya Opa seperti, Azzam." Zura pun tersenyum kikuk saat menanggapi ucapan Opa. Dia dibuat semakin bingung. "Begini Zura. Opa lihat kamu itu berbeda. Jadi bolehkah Opa meminta tolong padamu?" "Kalau saya bisa bantu pasti saya bantu Opa." "Sebenarnya Opa capek menasehati Cucu Opa itu. Dia itu keras kepala. Opa dan orang tua juga kakaknya sudah menyerah." "Maksud Opa gimana? Saya ng
16 Tahun Kemudian Citttt!!! Seorang pemuda mengeram kesal di dalam mobilnya. Walau pun begitu dia keluar dari mobilnya setelah menabrak seseorang. "Lo gak apa-apa kan?" Tanya pemuda itu. Dengan membantu seorang gadis yang tanpa sengaja dia tabrak untuk berdiri. Gadis itu pun menatap pemuda itu karena merasa sedang ditatap olehnya, namun pemuda itu mengalihkan pandangannya dari sang gadis "Lo masih bisa jalan, kan?" Gadis itu menggelengkan kepalanya karena luka di lututnya terasa sangat perih. Dia pun sesekali meringis. "Hei, Apa yang kamu lakukan?" Teriak gadis itu. "Diamlah!" Pemuda itu mendudukan gadis itu di kursi samping kemudi dan menatapnya. "Kita mau kemana?" "Nama lo, siapa?" Bukannya menjawab. Pemuda itu malah balik bertanya. "Zura." Gadis itu menjawab dengan sedikit meringis. "Lo, mau kemana?" "Sek
5 Tahun Kemudian "Papa...!"Seru seorang bocah laki-laki sambil berlari. "Hap, jagoan Papa." Gara pun langsung menangkap tubuh mungil yang berlari kearahnya sambil tertawa. "Dede Raga tunggu Kakak dong! Kok ditinggal sih," Teriak gadis kecil berumur sekitar 8 tahun itu. "Kak Nala lama sih. Jadi Laga tinggal aja. Papa, Laga kangen." "Iya sayang Papa juga kangen sama Abang. Tapi jangan lari-lari dong sayang, kasihan Kak Nara nya ngejar-ngejar kamu tuh cape," Ucap Gara. Yang kini melihat Nara tengah terengah-engah karena mengejar Raga. "Mama mana, Bang? " Tanya Gara pada putranya. "Kak Nala. Lihat Mama nggak?" Bukan menjawab Raga malah balik bertanya pada Nara. "Tante lagi dikamar Om. Katanya dari tadi perutnya mules terus, Jangan-jangan mau lahiran Om Tante nya," Jawab Nara. "Hah, Lahiran! Ya udah Abang main sama kak Nara dulu ya. Papa mau ke kamar lihat Mama dulu takut adi
Seperti apa yang Naira katakan. Kini mereka pun berkunjung ke rumah mama Jihan. Seperti biasa Maura pun sudah datang dari pagi untuk menyambut cucu kesayanganya itu. Karena memang Naira memberi tahukan kalau dia akan berkunjung ke rumah Jihan. Nara pun tak mau kalah dia malah menginap dari semalam karena tidak mau terlambat untuk menyembut baby Raga. Semenjak Naira dan Gara pindah ke rumahnya sendiri satu bulan yang lalu. Naira dan Gara harus bisa membagi waktu untuk mempertemukan Raga dengan kedua neneknya. "I'm Coming Kak Nara, Kakek, Nenek Aunti Nindy. Raga udah datang nih," Naira berseru membuat Raga kini tertawa saat melihat Nara kakaknya berseru memanggil nama Raga. Sambil berlari kearahnya. "Yeay baby Laga udah datang," Seru Nara. Dengan hebohnya membuat Gara dan Naira tertawa melihat respon Nara yang begitu sangat antusias. "Hay kakak Nara," Sapa Naira. Lalu dia mengecup pipi Nara dan men