"Tian. kamu mau kemana, Nak? Kemarilah," Panggil Angga. Membuat Septian yang akan melangkah pergi meninggalkan pesta menghentikan langkahnya, dan memutar tubuhnya kembali dengan cengiran khasnya, karena ketahuan akan melarikan diri. Dan kini mau tidak mau dia menghampiri Angga karna pria paruh baya itu memanggilannya. Kini Septian pun sudah berdiri disamping Sabrina dan Jihan di atas panggung.
"Sayang mana cincinnya?" Tanya Aleta pada suaminya dengan begitu antusias.
"Sebentar ada dikantong celanaku," Jawab Reno lalu mengambilnya dan memberikannya pada Aleta. Kini Septian pun sudah berada di disamping Angga. Membuat Angga Tersenyum karena rencananya dan sahabatnya berhasil untuk menjodohkan putra, putrinya.
"Dan ini. Perkenalkan dia calon menantu saya namanya Septian Erlangga Wijaya. Dia putra dari sahabat saya. Reno Refriyansyah Wijaya dan Aleta Evelyna Wijaya. Dan malam ini putri saya dan putra mereka akan bertunangan," Ucap Angga dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.
"APA!"
Mendengar ucapan Angga membuat Jihan sangat terkejut. Namun, tidak dengan Septian, dia tahu ini akan terjadi dan ini semua karena kecerobohannya tadi. Terjebak oleh pertanyaan Angga yang memang dia sedang tidak fokus pada saat itu, akibat pengaruh kecantikan Jihan.
"Tapi Pa, kenapa gak tanya dulu sama Jihan?" Tanya Jihan dengan pelan tapi terlihat sangat kesal.
"Sudah diam. kamu nurut aja sama Papa. Leta bawa cincinnya kemari," perintah Angga dengan suara pelan. Kini Aleta pun membawa cincinnya itu dan berdiri disamping Septian. Sedangkan Angga kini menarik tangan Jihan untuk berdiri disamping Septian. beberapa pengusaha yg ingin menjodohkan putra mereka pada Jihan putri dari Angga pun tampak kecewa karena mereka baru tahu kalau Angga sudah memiliki calon menantu pilihannya sendiri.
"Pakaikan ke jari manis Tian!" Perintah Angga dengan suara pelan.
"Tapi Papa. Jihan gak mau," Rengek Jihan berusaha menolak apa yang Ayahnya perintahkan.
"Iya sama Tian juga gak mau om," timpal Septian ikut menolak pertunangannya dengan Jihan yang dadakan itu.
"Nggak bisa pokoknya pakein sekarang kalian harus segera bertunangan. Kalau tidak..., Papa dan Mama akan mengambil pasilitas yang kamu pakai juga ATM kamu, akan Papa bekukan Jihan!" Ancam Angga dengan berbisik tepat ditelinga Jihan.
"Iya nanti pasilitas kamu dan ATM kamu juga akan suruh ayah kamu bekukan Tian," Aleta ikut mengancam dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh para tamu undangan.
Meski dengan berat hati akhirnya Jihan dan Septian pun bertunangan. Karena tidak ingin kehilangan pasilitas yang orang tua mereka berikan. Setelah tukar cincin Septian pun tersenyum meski dengan senyuman terpaksa, melihat itu para tamu undangan pun bertepuk tangan mereka pun ikut tersenyum saat Septian dan Jihan tersenyum, karena mereka ikut bahagia meski ada beberapa orang terlihat kecewa, karena tidak dapat mewujudkan impian mereka untuk menikahkan putra mereka dengan putri Angga. Setelah acara pertunangan selesai, musik pun dimainkan, sebagian para tamu undangan pun mulai berdansa karena musiknya yg slow memang diperuntukan untuk para tamu yang ingin berdansa.
"Udah kalian Dansa sana."
Aleta menyuruh Septian dan Jihan untuk turun dan berdansa, lagi-lagi mereka terpaksa berdansa karena desakan dari ibu Septian.
Sedangkan Angga, Sabrina, Aleta dan Reno. Kini mereka sedang asik merayakan keberhasilannya menjodohkan putra putri mereka dan malah kini mereka sudah bertunangan.
"Awww..., sakit bego kenapa lo injek kaki gue!" Ketus Septian namun dengan suara pelan, meski sedang kesal dia tidak ingin yang lain mendengar makiannya terutama para tamu undangan.
"Upsh, Sorry. Gue kira itu tadi sepatu berjalan."
Melihat Septian yang meringis kesakitan karena ulahnya sendiri. Bukannya menyesal Jihan malah terlihat senang, dia pun tersenyum lebar.
"Ah loe. Gak asik ah, udahanlah dansanya takut kaki gue cedera karena dinjek mulu sama lo," protes Septian.
"Oke kalau gitu, kita udahan dansanya." Sahut Jihan. Lalu dia pun berlalu meninggalkan septian sendirian. Jihan langsung pergi ke kamarnya meninggalkan pesta kedua orang tuanya. Dia kini pun duduk di depan meja rias.
"Aduh kenapa susah sekali lepasinnya? Tahu gitu tadi gue gak mau pakai gaun ini," Ucap Jihan. Lalu dia merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Namun, saat Jihan mendengar langkah kaki mendekat ke pintu kamarnya. Jihan langsung pura-pura tertidur, karena malas jika harus kembali ke pesta yang membosankan baginya.
"Ya ampun udah tidur aja nih anak. Ya udahlah mungkin dia kecapekan sampai-sampai gaunnya dipake tidur," Ucap Sabrina seraya tersenyum saat melihat kelakuan putrinya, yang kini tidur memakai gaun pestanya. Lalu setelah menyelimuti putrinya, Sabrina pun pergi meninggalkan kamar Jihan dan kembali ke tempat acara pesta berlangsung.
Sementara itu setelah kepergian ibunya. Jihan kini dia tengah bersantai diranjangnya sambil memainkan ponselnya chat dengan Maura, yang tadi pulang lebih awal karena orang tuanya ada urusan mendadak, jadi Maura tidak tahu kalau Jihan bertunangan dengan Septian. Setelah selesai berchat ria dengan Maura. Jihan pun memutuskan tidur sebentar karena memang dia sangat mengantuk.
Jihan kini sedang tertidur dikamarnya. Namun, tiba-tiba dia merasakan hembusan angin yg menerpa wajahnya, dia pun menggeliat dan tersenyum seolah menikmati kesejukan yang menerpa wajahnya.
"Memang sangat cantik. Ih apa-apan sih lo Tian! Cewek jadi-jadian kayak gini loe bilang cantik," Batin Septian berbicara saat melihat Jihan yg kini masih tertidur sambil tersenyum. Lalu dia kembali menepis perasaan kagumnya pada Jihan dan kembali dengan niat jahilnya yang keluar kembali ingin mengerjai Jihan.
"Woi! Bangun kebo ada gempa...!" Teriak Septian yang kini mulai menggoyang-goyangkan ranjang Jihan.
Brukk
Jihan terjatuh dari ranjangnya karna teriakan Septian dan karena ranjangnya yang digoyang-goyang oleh Septian. Membuat Jihan terkejut sampai tidaj sadar dan langsung terbangun dan melompat dari tempat tidurnya sampai-sampai dia jatuh terduduk dilantai.
"Mana gempanya, mana?"
Jihan yg kini terlihat panik. Namun, dia baru tersadar saat melihat Septian yang malah tertawa. Jihan sadar kalau dia sedang dikerjai oleh Septian.
"Ihh..., dasar Curut!! Gila lo kaget tau gak gue, kirain gue beneran ada gempa, ternyata loe lagi yang bikin ulah. Bisa gak sih kalau ngebangunin orang tuh jangan sambil dikagetin. Lo tuh ya sehari aja gak jahilin dan gangguin gue bisa gak sih?!"
Kini Jihan kembali dibuat kesal oleh Septian. Jihan mengomel sambil mengusap-usap bokongnya sakit karena terbentur ke lantai saat tadi terjatuh dari tempat tidurnya.
"Gak bisa. Entah kenapa kalau gak ngerjain lo sehari aja rasanya ada yang kurang, gue suka banget bikin lo menderita. Lo tahu gak? Tidur lo itu kayak kebo, gue panggil-panggil gak bangun juga dasar kebo. Jadi udah gue putusin buat ganggu lo dan ganggu saat lo tidur itu ternyata lebih menyenangkan," Sahut Septian sambil tertawa terpingkal-pingkal dihadapan Jihan.
"Emang ada yg lucu ya bang? begitu amat ketawanya."
Kini Jihan menatap malas kearah Septian yang masih belum berhenti tertawa diatas penderitaannya, dan itu sangat menyebalkan bagi Jihan.
"Ada. Lucu banget malah saat ngeliatin kebo jatuh dari ranjang itu lucu banget hahaha...."
Lagi-lagi Septian tertawa namun kali ini sambil memegangi perutnya dan dia tertawa dihadapan Jihan yg masih terduduk di lantai.
"Orang tuh kalau lihat princess jatuh tolongin dibangunin gitu. Ini mah malah diketawain emang dasar curut got mah gak punya hati, sebel deh inces sama curut got. Minggat sono dari kamar gue kalau nggak...." Tiba-tiba ucapan Jihan terjeda karena mencari sesuatu untuk dia lemparkan pada Septian. Namun Jihan tidak menemukannya.
"Kalau gue nggak pergi lo mau ngapain gue? Mau cium gue gitu? Iya kan ngaku lo! Tapi boleh juga sih mumpung lagi sepi," Ucap Septian yang mulai menggoda Jihan sambil mendekatinya. Yang masih setia duduk dilantai.
"Apaan sih lo! Lo gak salah minum obat kan? sejak kapan lo punya pikiran mesum kayak gitu Curut?!" Melihat Septian makin mendekat. Jihan pun mulai ketakutan.
"Sejak tadi, setelah kita tunangan," bisik Septian yg kini mulai memajukan wajahnya ke wajah Jihan. Namun, tiba-tiba plakk sebuah pukulan mendarat dikepala Septian.
"Aww...! sakit bego. Ini mah lama-lama bisa geger otak, terus amnesia gue kalau deket-deket terus sama lo, habisnya kepala gue kena geplak mulu. Susah banget sih diajakin romantis-romantisannya," Ucap Septian yg kini duduk disamping Jihan, sambil mengelus-elus kepalanya yg baru saja kena geplak tangan Jihan.
"Habis lo mau ngapain coba kayak tadi? Mau nekad yah hem? Gak bakalan bisa Curut! Ciuman pertamanya Inces kan cuma buat cowok yg bisa bikin Inces jatuh cinta dan klepek-klepek sama dia," Ucap Jihan sambil bangun dari duduknya.
"Emang ada gitu cowok yg mau sama cewek jadi-jadian kayak lo? Bisa rugi mereka nanti, habis tangan lo kan enteng banget. Gue mau bilang ah ke tante Bina. Tangan lo suruh dirukiyah," ujar Septian yg kini buru-buru bangun dari duduknya saat melihat Jihan mendelik kearahnya dengan tatapan tajamnya.
"iihh..., serem. Gue kabur dulu ah sebelum kepala gue geger otak karena digeplakin cewek jadi-jadian yg kalau tidur kayak kebo."
Setelah mengatakan itu, Septian pun berdiri dan bermaksud untuk keluar dari kamar Jihan.
"SEPTIAN! Keluar lo dari kamar gue Curut!" Ketus Jihan yg sudah jengkel dengan ulah Septian.
"Oke-oke gue keluar. Lagian gue kesini karena tante Bina yg nyuruh bangunin lo, dan nyuruh lo turun ke bawah karena acaranya sudah mau selesai kalau gak mah mana gue mau. Gue pergi dulu, bye cewek jadian-jadian," Ucap Septian. Lalu Septian pun keluar dari kamar Jihan.
"Iihh..., amit-amit gue punya calon suami model si curut. Gak ada bagus-bagusnya sama sekali, ini lagi cincin kenapa susah banget sih dilepasinnya? Iihh..., Sebel banget gue sama si curut gila!"
Jihan yang sudah kesal pun berusaha untuk melepas cincin tunangannya dari jari manisnya namun, tidak bisa. Sebenarnya cincin itu memang akan sangat susah dilepaskan karena Sabrina dan Aleta memilih cincin yg ukurannya agak kecil dari ukuran jari Septian dan Jihan, agar tidak ada drama melepaskan cincin pertunangan saat mereka bertengkar nanti.
Pintar sekali kedua wanita itu.
Kini Jihan pun sudah kembali ke pesta dan menikmati pestanya kembali, orang tua Jihan dan Septian pun kini tengah asik berbincang-bincang Mungkin mereka tengah membicarakan tentang pernikahan Jihan dan Septian.
Sementara Septian dan Jihan mereka kini sedang asik dengan ponselnya masing-masing. Septian duduk didekat jendela sedangkan Jihan duduk di sudut jendela dekat pintu, entah apa yang sedang mereka lakukan dengan ponsel mereka masing-masing sehingga terlihat begitu serius pada ponsel mereka masing-masing.
"Jihan...!" teriak Maura yang baru saja sampai dikampus. Dia melihat Jihan sedang berjalan dikoridor kampus."Aduh Maura. Lo itu bisa gak kalau teriak volumenya dikecilin dikit. Sakit tahu telinga gue denger lo teriak. Gue kasihan sama telinga gue yang kena syok terapi dari lo," Ucap Jihan sambil berjalan santai."Ah, Jihan mah gitu. Gak asik ah, dikira suara Maura apaan," Rajuk Maura pada Jihan."Berhenti merajuk Maura. Lo kayak bocah aja, gimana cowok mau deketin lo kalau tingkah lo aja kadang masih kayak bocah dasar jones," omel Jihan sambil terus berjalan."Iihh..., Jihan kok gitu sih! Apa Jihan gak inget? Kalau Jihan juga jomblo."Sadar ucapannya menyinggung Jihan. Maura kini menundukkan kepalanya, saat Jihan menatap tajam ke arah Maura dan menghentikan langkahnya."Ya ampun Maura. Gue lupa kalau gue juga jomblo hahaha...."Bukannya marah. Jihan malah tertawa sambil menepuk pelan keningny
Ting... Tong... Ting... Tong...Suara bel terus berbunyi dikediaman keluarga Wijaya. Aleta kini tengah sibuk dengan aktivitasnya bersama asistennya untuk mempersiapkan makan malam."Tian, tolong buka pintunya, Nak. Bunda lagi nanggung siapin makanan buat makan malam nih," Ucap Aleta sambil mbawa makanan dari dapur ke meja makan."Oke Bun," Sahut Septian yang kini berjalan menuju pintu utama rumah mereka."Siapa sih yang datang sore-sore gini? Kurang kerjaan amat. Gak tahu apa orang lagi santai ganggu aja," Gerutu Septian sambil membuka pintu.Dan taram...! Saat Septian membuka pintunya betapa terkejutnya Septian saat siapa yang datang kerumahnya saat dia sedang bersantai."Buset lo! Gila lo ya! Gue kaget banget tahu. Dasar wanita jadi-jadian. Kenapa lo cantik banget sih sore ini? Kirain gue lo itu Lisa black pink. Gue demen banget tahu sam
"Sayang, mana Jihan?" Tanya Angga yang baru saja pulang dari kantor."Dia lagi kerumah Aleta, Mas. Tadi aku suruh nganterin kue, tapi tadi dia telepon katanya mau sekalian makan malam disana," Sahut Sabrina sambil menyiapkan makanan untuk suaminya, Angga."Rumah ini sepi ya kalau Jihan gak ada," Ucap Angga sambil duduk dikursi meja makan."Iya, apalagi kalau nanti Jihan sudah menikah. Pasti kita akan sangat kesepian," Sambung Sabrina. Sambil menuangkan makanan kepiring milik suaminya itu."Sayang, gimana kalau kita buat lagi biar ada yang gantiin Jihan. Tapi kali ini harus laki-laki biar gak ninggalin kita kayak Jihan," Goda Angga. Dengan seringai nakalnya"Ah kamu ini, ada-ada saja sih mas," Ucap Sabrina, namun kali ini tidak membalas godaan Angga, dia hanya tersenyum."Tapi mau kan sayang?" Tanya Angga kali dengan serius. Dan lagi-lagi Sabrina hanya membalas dengan senyuman pada Suaminya.*****"
Septian dan Jihan tampak terburu-buru menuju rumah sakit. Mereka baru saja mendengar bahwa nenek Septian masuk rumah sakit dan karena Jihan juga sangat dekat dengan Nenek Septian. Jadi dia juga merasa sangat khawatir dan ikut menjenguk sang nenek. Karena kebetulan nenek Septian juga ingin bertemu dengan Jihan. Membuat Jihan langsung setuju saat Septian mengatakan kalau neneknya ingin bertemu Jihan.Kini Jihan dan Septian pun sejenak melupakan perdebatan mereka lalu akhirnya mereka pun menuju ke rumah sakit bersama-bersama, setelah sampai dirumah sakit mereka bingung karena tidak tahu harus mencari kamar rawat sang nenek . Karena kedua orang tua Septian tidak memberi tahukan di ruangan mana sang nenek dirawat."Lo tanya sono sama resepsionisnya dari pada kita kayak orang bego, celingak celinguk gak jelas kayak gini," Ucap Jihan."Lo nyuruh gue?!" Septian menunjuk dirinya sendiri."Males ah. Ini bunda sama ayah juga kenapa lagi handphoneny
Sepulang dari pemakaman, Jihan pun kini berpamitan pada kedua orang tuanya. Karena dia harus ikut bersama suaminya. Mau tidak mau Sabrina dan Angga pun harus melepaskan putri semata wayangnya untuk ikut bersama keluarga barunya, meski sedih mereka pun harus ikhlas, lagi pula itu keinginan mereka, dan mereka pun masih bisa bertemu jika mereka saling merindukan.Setelah sampai dirumah keluarga Wijaya. Acara tahlilan pun akan dilakukan malam harinya, karena melihat Septian dan Jihan yang kelelahan. Aleta pun menyuruh mereka untuk beristirahat lebih dulu. Agar saat acara tahlilan nenek Sarah. Mereka nanti sudah sedikit lebih segar.Sesampainya dikamar Septian. Kini hanya ada keheningan diantara Septian dan Jihan. Kini Jihan memilih duduk dikursi meja rias untuk membuka perhiasaan dan juga menghapus riasannya. Sedangkan Septian dia memilih duduk disofa sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan memejamkan matanya, karena dia memang merasa sangat lelah.
Jihan baru saja sampai dikampus, dia sadar kalau kini statusnya adalah seorang istri, dan dia harus bisa menjaga rahasia jangan sampai anak-anak kampus tau tentang status barunya, dia celingak celinguk memastikan bahwa belum ada orang dikelasnya.Namun, saat dia berjalan untuk masuk ke kelasnya, tidak sengaja Jihan menabrak seorang gadis yang tidak dia lihat di dekat pintu, karena tadi dia masuk terburu-buru."Aww...," Pekik gadis itu sambil memegangi bahunya."Ups, Maaf nona aku tidak sengaja," Ucap Jihan. Meringis karena merasa tidak enak pada gadis itu. lalu kini menatap gadis itu."Mahasiswa baru ya?" Tanya Jihan. karena merasa asing dengan wajah gadis itu dan dia belum pernah melihat dikampusnya, apalagi dikelasnya."Iya, kenalkan namaku Sandra Angelina," Ucap gadis itu yang ternyata bernama Sandra Angelina."Jihan Aiyana, panggil aja Jihan," Sahut Jihan singkat.
"Mas. Udah dapat tiket honeymoonnya belum? Buat mereka harus paket lengkap yang romantis loh! Aku udah gak sabar pengen ngirim mereka ke Paris," Ucap Aleta yang kini sudah duduk disamping Reno dengan senyuman manisnya."Tentu dong sayang, nanti rencananya pas habis makan malam, Mas bakalan kasih ke mereka berdua, dan besok mereka harus berangkat kesana. Soal kuliah mereka, Mas dan Angga akan memintakan izin supaya pihak kampus tidak curiga, kasihan juga putri dan putra kita kalau nanti sepulang bulan madu diledekin sama teman-teman kampus mereka, biar mereka yang jujur sendiri pada teman-temannya, kalau mereka sudah menikah," Ucap Reno yang dijawab anggukan oleh Aleta.Sementara itu dikamar. Kini Jihan tengah duduk dikursi meja rias, sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya, Septian yang baru saja datang pun hanya menatap Jihan dengan tatapan yang tak berkedip."Lo sangat cantik da
Jihan dan Septian kini tampak sedang mempacking baju mereka tapi dlm koper masing-masing. Namun, sesekali Jihan nampak berpikir, dia seperti sedang memikirkan sesuatu."Jangan lupa bawa sweater atau jaket tebal, takutnya disana musim dingin," Ucap Septian. Yang kini sedang memasukan jaket dan beberapa sweater miliknya."Oh ya, gue lagi mikir nih, apalagi yang harus gue bawa, untung lo ngasih tau Sep. gue hampir aja lupa," Ucap Jihan lalu mengambil beberapa sweater tebal karena dia tidak memiliki jaket tebal hanya jaket tipis itu pun model blazer.Satu jam kemudian Septian dan Jihan pun sudah selesai packing baju dan perlengkapan lainnya, kini mereka sudah siap. Namun, mereka kembali mengecek barang yang mereka akan bawa. Tiba-tiba Aleta datang dan memberi tahu kalau ayahnya sudah siap untuk mengantar mereka ke bandara.Bagaimana apa kalian sudah siap dan perlengkapan kalian sudah tidak ada yang tertinggal? Kalau sudah siap semua, ayah ka
Tuh kan Zam, gerbangnya udah ditutup. Kamu sih!" Azzam memandang Zura dari kaca spion. Terlihat wajah gadis itu yang sangat menggemaskan saat dia sedang kesal seperti sekarang ini. "Udah nggak apa-apa. Cuma lima menit kok." Azzam turun dari motornya diikuti oleh Zura. Lalu dia men-standar kan motornya di depan gerbang, tanpa kata dia lalu menarik tangan Zura ke samping sekolah. "Kita mau kemana, Zam?" Tidak ada jawaban dari Azzam. Dia hanya menunjuk ke tembok samping sekolah yang tingginya hampir dua meter dan sudah ada tangga disana. "Maksudnya kita manjat?" "Iyalah, Emang kamu mau dihukum?" "Tapi Zam...." "Udah Ayo! Namish membimbing Zura untuk menaiki tembok itu. Zura terlihat sangat kesulitan saat ingin meloncat. Berbeda dengan Azzam yang sudah sampai dibawah. "Azzam, aku ta
"Zam, kamu itu ngeyel banget sih! Kamu mau belajar sekarang atau aku pulang?" "Aku tinggal bilang ke opa kalau kamu nggak mau nge-lesin aku!" "Apa sih mau kamu, Zam?" Zura bertanya dengan mengacak-acak rambutnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi. Bagaimana tidak? Semenjak pulang sekolah. Dia sudah duduk diruang tamu rumah Azzam. Tapi pemuda itu tidak sedikit pun mau membuka bukunya. Dan yang dia lakukan hanya memandangi wajah Zura saja. "Masakin aku ya? Janji deh habis ini mau belajar." Zura memutar bola matanya malas saat mendengar permintaan Azzam. Lalu dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur dengan bibir yang tak henti mengucapkan sumpah serapah untuk Azzam. Sementara Azzam dia malah tersenyum senang melihat wajah kesal Zura. Azzam menyusul Zura ke dapur dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Dia kembali memandangi Zura yang sibuk b
"Lo kenapa diem aja?" Azzam bertanya. Yap, seseorang yang misterius tadi pagi adalah Azzam. Dan sekarang mereka kini berada ditaman kota. Entah apa tujuan Azzam mengajak Zura ke taman. "Hah? Apa, Zam?" Zura balik bertanya dengan gelagapan. Pasalnya Zura canggung disaat dia bersama dengan Azzam. lidahnya mendadak kelu. "Lo kenapa?" Tanya Azzam lagi. "Nggak apa-apa kok, oh iya ngapain kamu ngajak aku kesini?" Zura menjawab dengan pertanyaan. "Gue cuma mau ngasih tau kalo pacar lo itu nggak baik buat lo!" Azzam memandangi wajah Zura yang terlihat manis dengan kalung emas putih yang melingkari lehernya. Dan rambut hitamnya yang terurai. menambah kesan cantik untuk gadis itu. “Pacar? Maksud kamu siapa ya?” Tanya Zura dengan heran. Dia melupakan hal yang tadi malam dibicarakannya dengan Raga. kakaknya. “Itu yang sok kecakepan. Yang kerjaanya antar jemput
"Loh itu bukannya Kak Rania ya, Kakak lo? Yah gue keduluan dong." Richi terlihat sedih. "Iya, tapi cowok yang bareng kak Rania itu. Pacarnya Zura." "Wah nggak bener tuh orang. Udah punya Zura juga masih aja ngembat calon gue." Richi yang juga menatap geram kearah Rania dan Raga. "Kali aja cuma temenan. Jangan berpikiran negatif dulu lah." Kali ini Dika yang berbicara. Dia paling dewasa diantara yang lainnya. "Kita tanya nanti aja waktu udah keluar. Disini malu kalau sampek ribut." Ujar Richi. Azzam semakin geram saat melihat Raga memasangkan jam tangan ke pergelangan tangan kakaknya. Rania. Azzam beranjak dari duduknya saat melihat pergerakan sepasang kekasih itu. Bugh! "Brengsek lo ya!" Raga tersungkur akibat pukulan
"Ekhem." Raga dan Zura memoleh kearah suara orang yang mengganggu quality time keduanya. Dan Zura membulatkan matanya saat dihadapannya berdiri seorang Azzam Dengan senyuman manis meski seperti dipaksakan. "Hai." Sapa Azzam. Yang membuat Zura tersenyum kaku. "Boleh gue duduk disini?" Tanya Azzam. Zura hendak menjawab namun sudah lebih dulu dipotong oleh Raga. "Kenapa harus disini? Kan masih banyak tempat kosong yang ada disana." "Gue nanya sama, Zura bukan nanya lo." Azzam terlihat kesal dengan penolakan yang dilakuan Raga. Dan dengan santainya Azzam malah duduk di samping Zura. "Kenapa lo mau pacaran sama dia? Masih ganteng juga gue." Teja merutuk dalam hatinya. Bisa-bisanya Azzam bicara seperti itu dihadapan Raga yang Azzam ketahui adalah kekasih Zura. "Sebenarnya dia..." "Ya jelas dia pilih gue lah. Lo kan masih ingusan. Dan gue udah dewasa." Kalo masalah ganteng, lo ngaca deh sana. Masih gantengan gu
Zura duduk dengan cemas di sofa ruang kepala sekolah. Setelah bel pulang sekolah tadi ada siswi yang mengatakan bahwa dia dipanggil bapak kepala sekolah untuk ke ruangannya. "Ada apa ya Pak? Apa saya membuat kesalahan?" "Apa kamu sudah lama mengenal, Azzam?" Tanya kepala sekolah itu dengan menatap ke arah Zura dengan intens. "Belum Pak, baru tadi pagi saat Azzam tidak sengaja menabrak saya." "Jangan terlalu formal, Nak. Panggil saja saya Opa seperti, Azzam." Zura pun tersenyum kikuk saat menanggapi ucapan Opa. Dia dibuat semakin bingung. "Begini Zura. Opa lihat kamu itu berbeda. Jadi bolehkah Opa meminta tolong padamu?" "Kalau saya bisa bantu pasti saya bantu Opa." "Sebenarnya Opa capek menasehati Cucu Opa itu. Dia itu keras kepala. Opa dan orang tua juga kakaknya sudah menyerah." "Maksud Opa gimana? Saya ng
16 Tahun Kemudian Citttt!!! Seorang pemuda mengeram kesal di dalam mobilnya. Walau pun begitu dia keluar dari mobilnya setelah menabrak seseorang. "Lo gak apa-apa kan?" Tanya pemuda itu. Dengan membantu seorang gadis yang tanpa sengaja dia tabrak untuk berdiri. Gadis itu pun menatap pemuda itu karena merasa sedang ditatap olehnya, namun pemuda itu mengalihkan pandangannya dari sang gadis "Lo masih bisa jalan, kan?" Gadis itu menggelengkan kepalanya karena luka di lututnya terasa sangat perih. Dia pun sesekali meringis. "Hei, Apa yang kamu lakukan?" Teriak gadis itu. "Diamlah!" Pemuda itu mendudukan gadis itu di kursi samping kemudi dan menatapnya. "Kita mau kemana?" "Nama lo, siapa?" Bukannya menjawab. Pemuda itu malah balik bertanya. "Zura." Gadis itu menjawab dengan sedikit meringis. "Lo, mau kemana?" "Sek
5 Tahun Kemudian "Papa...!"Seru seorang bocah laki-laki sambil berlari. "Hap, jagoan Papa." Gara pun langsung menangkap tubuh mungil yang berlari kearahnya sambil tertawa. "Dede Raga tunggu Kakak dong! Kok ditinggal sih," Teriak gadis kecil berumur sekitar 8 tahun itu. "Kak Nala lama sih. Jadi Laga tinggal aja. Papa, Laga kangen." "Iya sayang Papa juga kangen sama Abang. Tapi jangan lari-lari dong sayang, kasihan Kak Nara nya ngejar-ngejar kamu tuh cape," Ucap Gara. Yang kini melihat Nara tengah terengah-engah karena mengejar Raga. "Mama mana, Bang? " Tanya Gara pada putranya. "Kak Nala. Lihat Mama nggak?" Bukan menjawab Raga malah balik bertanya pada Nara. "Tante lagi dikamar Om. Katanya dari tadi perutnya mules terus, Jangan-jangan mau lahiran Om Tante nya," Jawab Nara. "Hah, Lahiran! Ya udah Abang main sama kak Nara dulu ya. Papa mau ke kamar lihat Mama dulu takut adi
Seperti apa yang Naira katakan. Kini mereka pun berkunjung ke rumah mama Jihan. Seperti biasa Maura pun sudah datang dari pagi untuk menyambut cucu kesayanganya itu. Karena memang Naira memberi tahukan kalau dia akan berkunjung ke rumah Jihan. Nara pun tak mau kalah dia malah menginap dari semalam karena tidak mau terlambat untuk menyembut baby Raga. Semenjak Naira dan Gara pindah ke rumahnya sendiri satu bulan yang lalu. Naira dan Gara harus bisa membagi waktu untuk mempertemukan Raga dengan kedua neneknya. "I'm Coming Kak Nara, Kakek, Nenek Aunti Nindy. Raga udah datang nih," Naira berseru membuat Raga kini tertawa saat melihat Nara kakaknya berseru memanggil nama Raga. Sambil berlari kearahnya. "Yeay baby Laga udah datang," Seru Nara. Dengan hebohnya membuat Gara dan Naira tertawa melihat respon Nara yang begitu sangat antusias. "Hay kakak Nara," Sapa Naira. Lalu dia mengecup pipi Nara dan men