Jam istirahat pun akhirnya tiba, kini Jihan dan Maura sedang berjalan di koridor kampus, mereka akan menuju ke kantin sambil bercanda tanpa melihat ke depan. Namun, tiba-tiba seseorang berlari dan menabrak Jihan yang memang tidak melihat ada orang di depannya.
Brukk
Tapi bukannya jatuh ke lantai, Jihan malah jatuh kepelukan orang yang tidak sengaja menabraknya. Mata bulat mereka pun kini saling memandang dan tidak berkedip seakan menikmati keindahan bola mata masing-masing.
"Ekhem, ekhem, udah belum pandang-pandangannya? Maura udah laper nih," Ucap Maura yang membuyarkan acara tatap-tatapan mereka.
"Oh em ji, Curut!!! Lo curi-curi kesempatan buat peluk-peluk gue hah! Ini apa juga malah natap-natap gue kayak gini!" Ketus Jihan seakan tidak terima saat Septian memeluknya dan menatapnya.
Ya Septian lah orang yang menabrak Jihan dan reflek langsung memeluknya. Mendengar teriakkan Jihan. Septian pun langsung melepaskan pelukannya pada Jihan dan langsung memakinya.
"Lo itu ya! Cewek paling nyebelin seantero jagat raya tau gak? udah gue tolongin bukan bilang makasih, malah marah-marah sama gue. Emang dasar ya lo itu benar-benar cewek jadi-jadian gak punya ahlak, dan super duper paling nyebelin!" Septian terlihat sangat kesal kali ini.
"Tian. Udah kan marah-marahnya? Kalau udah gue boleh pergikan? Lagi laper nih, jadi gue males ngeladenin curut yang lagi marah-marah," Ucap Jihan lalu pergi dengan menggandeng Tangan Maura tanpa merasa bersalah sedikit pun. Jihan dan Maura pun menuju ke kantin meninggal Septian yang masih terlihat emosi. Sedangkan Septian, dia malah cengo menatap kepergian Jihan bersama sahabatnya. Meninggalkan dirinya yang masih ingin meluapkan emosi pada Jihan.
"Bener-bener ya tuh cewek! Gak ada ahlak banget, udah gitu gak tau terima kasih lagi. Kalau tau kayak gitu tadi gue biarin aja dia jatuh," Gerutu Septian yg kini terlihat masih kesal pada Jihan.
Semetara itu kini Jihan dan Maura sedang duduk dikantin sambil menikmati makan siang mereka. Namun, Septian yang baru saja datang. Dia langsung duduk dihadapan Jihan dan mengambil makanan yg sedang dinikmati oleh Jihan.
"Enak banget lo ya! Bukan bilang makasih sama gue, eh malah makan-makan sama temen lo disini, dasar cewek gak punya ahlak!" Ketus Septian sambil melahap makanan Jihan yang dia ambil tanpa rasa bersalah sedikit pun, membuat Jihan menatap Septian dengan sinis.
"Ih...! Si curut mah gitu, masa makanan inces diambil sih, terus inces makan apa dong?" Tanya Jihan. Kembali dengan gaya bicaranya yang alay sambil menopang dagunya dan menatap Septian yg sedang memakan makanan miliknya.
"Kenapa? Gak suka lo? Anggap aja ini sebagai ucapan makasih lo ke gue, karena tadi gue udah nolongin lo, dan lo belum berterima kasih sama gue. Tapi kalau gak suka ya udah nih gue balikin makanan lo."
Septian menyodorkan makanan milik Jihan yang sudah dia makan sebagian, lalu dia menyeruput jus jeruk milik Jihan sampai habis tidak tersisa. Melihat itu Jihan hanya diam sambil memperhatikan ulah Septian dengan wajah yang sudah diliputi emosi.
"Ya ampun gelasnya bocor yah?" Tanya Septian. Sambil mengangkat gelas yang sudah kosong dan menelitinya, dengan memasang wajah polosnyanya.
Pletakk
Tiba-tiba pukulan mendarat lagi dikepala Septian, membuat cowok itu meringis kesakitan.
"Aww..., sakit bego! Tuh tangan ajarin sopan santun dong biar gak asal pukul kepala orang!" Ketus Septian sambil mengusap-usap kepalanya. Dan kemudian menatap Jihan dengan penuh kekesalan.
"Bodo amat emang gue pikirin. Itu itung-itung buat bayaran karena lo udah makan makanan gue dan minuman gue tadi. Dasar curut empang! Seenaknya aja loe makan makanan dan minum jus gue!" Omel Jihan dengan ketus. Setelah itu dia pun pergi meninggalkan Septian dan Maura.
"Tian yang sabar yah," Ucap Maura. Mencoba menenangkan Septian yang kini nampak emosi.
"Ah, rese loe pergi sono!" Usir Septian yang kini terlihat makin kesal.
"Ya udah Maura pergi yah? Bye Tian. Jihan tunggu...!" Teriak Maura yg masih didekat Septian dengan suara cemprengnya. Membuat Septian menutup kedua telinganya karena suara cempreng milik Maura. Sedang Maura setelah berteriak seperti itu, dia langsung pergi dari hadapan Septian, tanpa memperdulikan Septian lagi.
"Gila tuh cewek suaranya kalau teriak kayak toak mesjid aja. Bikin kuping gue sakit," Ucap Septian. Setelah bicara seperti itu, dia pun pergi meninggalkan kantin menuju ke kelasnya.
*****
"Mah, Jihan pulang...!" Seru Jihan. Namun, kali tidak ada sahutan dari ibunya. Tapi saat masuk ke rumahnya Jihan dibuat bingung karena rumahnya sudah dihias dengan indah.
"Eh, putri kesayangan Mama sudah pulang, Nak. Sini sayang, Mama tadi beliin kamu dress bagus deh kamu pasti suka," Ucap Sabrina dengan antusias. Lalu dia menggandeng lengan putrinya menuju ke ruang keluarga, membuat Jihan semakin bingung saja karena disana juga sudah ada Aleta dan Kiara yg sedang melihat-lihat gaun-gaun dan dress-dress yang terlihat indah.
"Eh ada tante Leta sama Kia. kalian ada disini juga?"
Jihan yang melihat mereka, langsung menyapa dengan gembira. Lalu Jihan memeluk Aleta setelah itu dia pun memeluk Kiara.
"Mama gak habis pikir lho! Kamu tuh putri Mama atau apa putri tante Aleta sih?" Tanya Sabrina dengan sedikit protes pada putri dan sahabatnya tapi pertanyaan Sabrina membuat Aleta tertawa karena sahabatnya itu merajuk seperti anak kecil karena cemburu karena kedekatannya dengan Jihan.
"Dia itu putri kamu Bina! Dan yang melahirkan juga kamu. Tapi nampaknya dia lebih menyayangiku iya kan sayang?"
Melihat sahabatnya merajuk, membuat Aleta semakin senang menjahilinya.
"Kok gitu sih Mah masa main cemburu-cemburuan sih! Jihan kan sayang kalian berdua. Mama sama Tante Aleta, dua-duanya kesayangan Jihan. Pokoknya Jihan sayang kalian berdua, jadi gak usah cemburu-cemburuan lagi ya Mah, Tan."
Jihan kini langsung memeluk keduanya dengan begitu erat, mereka pun kini tertawa bersama. Tertawa karena merasa lucu dengan tingkah mereka yang terlihat seperti anak kecil.
"Kalau sama Kia gak sayang dong kak?" Tanya Kiara yang sudah cemberut.
Sekarang giliran Kiara yang merengek sambil menekuk wajahnya,m karena merasa tidak dianggap. Setelah mendengar ucapan Kiara yang seperti rengekan. Jihan pun melepaskan pelukannya dengan Sabrina dan Aleta. Lalu dia menghampiri Kiara yg sedang memindah-mindahkan chanel televisi sambil dengan kesal.
"Kata siapa kakak gak sayang sama kamu? Kakak sayang kok sma Kia, kan Kia adik kesayangan Kakak satu-satunya, jadi Kia jangan marah ya sama Kakak."
Jihan mencoba membujuk Kiara agar tidak marah, lalu dia pun memeluk Kiara dengan erat.
"Kia juga sayang banget sama kak Jihan," Ungkap Kiara sambil mengeratkan pelukannya pada Jihan. Sabrina dan Aleta yang melihat pemandangan seperti itu pun merasa sangat bahagia karena keakraban Jihan dan Kiara.
"Bun pulang gak! Dirumah sepi kayak kuburan tau."
Septian tiba-tiba datang sambil berteriak. Dan kini sudah berdiri didepan pintu ruang keluarga Abimanyu.
"Tian, gak bolah gitu ah. Masa datang-datang bukannya ucap salam, ini malah teriak-teriak dirumah orang lagi bikin malu Bunda saja kamu!" protes Aleta sambil menatap Tajam kearah Septian.
"Udah gak apa-apa Leta. Tian kan udah aku anggap seperti putraku sendiri," Ucap Sabrina. Mencoba memaklumi dan kini dia tersenyum pada Septian. membuat Septian malu lalu menghampiri Sabrina dan mencium punggung tangan Sabrina, lalu meminta maaf karena sudah tidak sopan saat datang tadi.
"Maafin Tian ya tante. Karena pas dateng langsung teriak-teriak disini," Ucap Septian. Mendengar permintaan maaf yang tulus dari Septian. Sabrina pun mengelus bahu Septian sambil mengangguk dan tersenyum padanya.
"Ah...! Mama kok gitu sih, gak asik ah langsung dimaafin aja, orang dia udah teriak-teriak kayak Tarzan dikira rumah kita hutan kali. Jangan gitu dong Mah, entar tuh si curut kebiasan kayak gitu kalau datang kerumah orang."
Karena apa yang mamanya lakukan pada Septian. Kini Jihan merajuk tanda protes pada ibunya.
"Eh lo! Kenapa lo yang sewot! Orang yg punya rumah aja kagak kenapa-napa, kok gue jadi gak yakin ya kalau lo itu anak tante Sabrina. Soalnya kan tante Sabrina itu orangnya baik, lembut terus manis dan cantik lagi."
Mendengar ucapan Septian yang seperti mengejeknya, membuat Jihan semakin geram. Dia pun menjawab ucapan Septian dengan santai dan membalas perkataan Septian yang tadi mengolok-oloknya.
"Kayak gue yah cantik dan baik? Hehe...! Makasih pujiannya ya Curut, gue kan emang baik dan cantik terus pinter lagi. Dan asal lo tau gue juga gak yakin lo anak tante Aleta sama om Reno, secara mereka tampan dan cantik juga baik hati, gak kayak lo gak punya ahlak," Ujar Jihan dengan tatapan sinisnya.
"Mereka mah emang pinter dan baik. Jadi kombinasiinnya pas banget bikin gue ganteng banget kayak gini," sahut Septian tidak mau kalah lalu dia tertawa.
Sementara itu Aleta, Sabrina dan Kiara, mereka hanya saling melirik bingung saja kalau Jihan dan Septian berantem didepan mereka. Untung saja mereka sudah terbiasa.
Karena memang dari kecil mereka suka sekali mencari masalah dan akan ribut meski hanya hal yang sepele. Waktu kecil awalnya mereka akur, tapi gara-gara hal sepele Septian menghabiskan ice cream milik Jihan dan tidak sengaja menjatuhkan boneka teddy bear besar milik Jihan pemberian neneknya, ke dalam lumpur saat Bermain diluar rumah dan bonekanya tidak bisa dibersihkan. Dari situ lah Jihan jadi sanget membenci Septian. meskipun Septian sudah minta maaf tapi Jihan tetap tidak mau memaafkannya. jadi akhirnya Septian jadi suka sekali menjahili Jihan.
"Eh, Bin, gimana kalau mereka kita jodohin, kamu setuju kan?" Tanya Aleta pada Sabrina pelan tapi masih cukup terdengar oleh Septian dan Jihan.
"Nggak mau!!!" Seru Septian dan Jihan secara bersamaan. Malah membuat Aleta dan Sabrina juga Kiara tertawa mendengar kekompakan penolakan mereka.
"Memang kenapa Kak? Kak Jihan kan cantik udah gitu baik terus pintar lagi, kurang apalagi coba? Kak Jihan tuh bibit unggul loh Kak," Ucap Kiara yang memuji Jihan. "Aduh Kiara. Kamu itu gak banget deh, terlalu berlebihan muji dia. Justru reputasi Kakakmu ini yang keren dan tampan ini bisa rusak nanti dikampus gara-gara dia! Nggak ah pokonya aku nggak mau titik." Septian menjawab dengan tegas. "Idih pede kali kau bang. Siapa juga yg mau dijodohin sama Curut macam lo! Masa iya inces yg cantik kayak gini harus nikah sama curut empang macam lo, gue juga ogah banget kali!" Ketus Jihan tidak mau kalah. "Haduh Kalian berdua ini, terus aja kayak gitu! Bina Mendingan kita cek makanan aja yuk buat acara nanti malam. Dari pada pusing lihat tuh dua bocah yang gak pernah mau akur kayak anak kecil aja. Kia mau ikut Bunda sama Tante Bina gak? Atau mau lihat Tom and Jerry lagi kumat? Dan kalian berdua udah sok dilanjutin aja berantemnya yah! Kalau udah puas berantemnya terus
"Tian. kamu mau kemana, Nak? Kemarilah," Panggil Angga. Membuat Septian yang akan melangkah pergi meninggalkan pesta menghentikan langkahnya, dan memutar tubuhnya kembali dengan cengiran khasnya, karena ketahuan akan melarikan diri. Dan kini mau tidak mau dia menghampiri Angga karna pria paruh baya itu memanggilannya. Kini Septian pun sudah berdiri disamping Sabrina dan Jihan di atas panggung."Sayang mana cincinnya?" Tanya Aleta pada suaminya dengan begitu antusias."Sebentar ada dikantong celanaku," Jawab Reno lalu mengambilnya dan memberikannya pada Aleta. Kini Septian pun sudah berada di disamping Angga. Membuat Angga Tersenyum karena rencananya dan sahabatnya berhasil untuk menjodohkan putra, putrinya."Dan ini. Perkenalkan dia calon menantu saya namanya Septian Erlangga Wijaya. Dia putra dari sahabat saya. Reno Refriyansyah Wijaya dan Aleta Evelyna Wijaya. Dan malam ini putri saya dan putra mereka akan bertunangan,"
"Jihan...!" teriak Maura yang baru saja sampai dikampus. Dia melihat Jihan sedang berjalan dikoridor kampus."Aduh Maura. Lo itu bisa gak kalau teriak volumenya dikecilin dikit. Sakit tahu telinga gue denger lo teriak. Gue kasihan sama telinga gue yang kena syok terapi dari lo," Ucap Jihan sambil berjalan santai."Ah, Jihan mah gitu. Gak asik ah, dikira suara Maura apaan," Rajuk Maura pada Jihan."Berhenti merajuk Maura. Lo kayak bocah aja, gimana cowok mau deketin lo kalau tingkah lo aja kadang masih kayak bocah dasar jones," omel Jihan sambil terus berjalan."Iihh..., Jihan kok gitu sih! Apa Jihan gak inget? Kalau Jihan juga jomblo."Sadar ucapannya menyinggung Jihan. Maura kini menundukkan kepalanya, saat Jihan menatap tajam ke arah Maura dan menghentikan langkahnya."Ya ampun Maura. Gue lupa kalau gue juga jomblo hahaha...."Bukannya marah. Jihan malah tertawa sambil menepuk pelan keningny
Ting... Tong... Ting... Tong...Suara bel terus berbunyi dikediaman keluarga Wijaya. Aleta kini tengah sibuk dengan aktivitasnya bersama asistennya untuk mempersiapkan makan malam."Tian, tolong buka pintunya, Nak. Bunda lagi nanggung siapin makanan buat makan malam nih," Ucap Aleta sambil mbawa makanan dari dapur ke meja makan."Oke Bun," Sahut Septian yang kini berjalan menuju pintu utama rumah mereka."Siapa sih yang datang sore-sore gini? Kurang kerjaan amat. Gak tahu apa orang lagi santai ganggu aja," Gerutu Septian sambil membuka pintu.Dan taram...! Saat Septian membuka pintunya betapa terkejutnya Septian saat siapa yang datang kerumahnya saat dia sedang bersantai."Buset lo! Gila lo ya! Gue kaget banget tahu. Dasar wanita jadi-jadian. Kenapa lo cantik banget sih sore ini? Kirain gue lo itu Lisa black pink. Gue demen banget tahu sam
"Sayang, mana Jihan?" Tanya Angga yang baru saja pulang dari kantor."Dia lagi kerumah Aleta, Mas. Tadi aku suruh nganterin kue, tapi tadi dia telepon katanya mau sekalian makan malam disana," Sahut Sabrina sambil menyiapkan makanan untuk suaminya, Angga."Rumah ini sepi ya kalau Jihan gak ada," Ucap Angga sambil duduk dikursi meja makan."Iya, apalagi kalau nanti Jihan sudah menikah. Pasti kita akan sangat kesepian," Sambung Sabrina. Sambil menuangkan makanan kepiring milik suaminya itu."Sayang, gimana kalau kita buat lagi biar ada yang gantiin Jihan. Tapi kali ini harus laki-laki biar gak ninggalin kita kayak Jihan," Goda Angga. Dengan seringai nakalnya"Ah kamu ini, ada-ada saja sih mas," Ucap Sabrina, namun kali ini tidak membalas godaan Angga, dia hanya tersenyum."Tapi mau kan sayang?" Tanya Angga kali dengan serius. Dan lagi-lagi Sabrina hanya membalas dengan senyuman pada Suaminya.*****"
Septian dan Jihan tampak terburu-buru menuju rumah sakit. Mereka baru saja mendengar bahwa nenek Septian masuk rumah sakit dan karena Jihan juga sangat dekat dengan Nenek Septian. Jadi dia juga merasa sangat khawatir dan ikut menjenguk sang nenek. Karena kebetulan nenek Septian juga ingin bertemu dengan Jihan. Membuat Jihan langsung setuju saat Septian mengatakan kalau neneknya ingin bertemu Jihan.Kini Jihan dan Septian pun sejenak melupakan perdebatan mereka lalu akhirnya mereka pun menuju ke rumah sakit bersama-bersama, setelah sampai dirumah sakit mereka bingung karena tidak tahu harus mencari kamar rawat sang nenek . Karena kedua orang tua Septian tidak memberi tahukan di ruangan mana sang nenek dirawat."Lo tanya sono sama resepsionisnya dari pada kita kayak orang bego, celingak celinguk gak jelas kayak gini," Ucap Jihan."Lo nyuruh gue?!" Septian menunjuk dirinya sendiri."Males ah. Ini bunda sama ayah juga kenapa lagi handphoneny
Sepulang dari pemakaman, Jihan pun kini berpamitan pada kedua orang tuanya. Karena dia harus ikut bersama suaminya. Mau tidak mau Sabrina dan Angga pun harus melepaskan putri semata wayangnya untuk ikut bersama keluarga barunya, meski sedih mereka pun harus ikhlas, lagi pula itu keinginan mereka, dan mereka pun masih bisa bertemu jika mereka saling merindukan.Setelah sampai dirumah keluarga Wijaya. Acara tahlilan pun akan dilakukan malam harinya, karena melihat Septian dan Jihan yang kelelahan. Aleta pun menyuruh mereka untuk beristirahat lebih dulu. Agar saat acara tahlilan nenek Sarah. Mereka nanti sudah sedikit lebih segar.Sesampainya dikamar Septian. Kini hanya ada keheningan diantara Septian dan Jihan. Kini Jihan memilih duduk dikursi meja rias untuk membuka perhiasaan dan juga menghapus riasannya. Sedangkan Septian dia memilih duduk disofa sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan memejamkan matanya, karena dia memang merasa sangat lelah.
Jihan baru saja sampai dikampus, dia sadar kalau kini statusnya adalah seorang istri, dan dia harus bisa menjaga rahasia jangan sampai anak-anak kampus tau tentang status barunya, dia celingak celinguk memastikan bahwa belum ada orang dikelasnya.Namun, saat dia berjalan untuk masuk ke kelasnya, tidak sengaja Jihan menabrak seorang gadis yang tidak dia lihat di dekat pintu, karena tadi dia masuk terburu-buru."Aww...," Pekik gadis itu sambil memegangi bahunya."Ups, Maaf nona aku tidak sengaja," Ucap Jihan. Meringis karena merasa tidak enak pada gadis itu. lalu kini menatap gadis itu."Mahasiswa baru ya?" Tanya Jihan. karena merasa asing dengan wajah gadis itu dan dia belum pernah melihat dikampusnya, apalagi dikelasnya."Iya, kenalkan namaku Sandra Angelina," Ucap gadis itu yang ternyata bernama Sandra Angelina."Jihan Aiyana, panggil aja Jihan," Sahut Jihan singkat.
Tuh kan Zam, gerbangnya udah ditutup. Kamu sih!" Azzam memandang Zura dari kaca spion. Terlihat wajah gadis itu yang sangat menggemaskan saat dia sedang kesal seperti sekarang ini. "Udah nggak apa-apa. Cuma lima menit kok." Azzam turun dari motornya diikuti oleh Zura. Lalu dia men-standar kan motornya di depan gerbang, tanpa kata dia lalu menarik tangan Zura ke samping sekolah. "Kita mau kemana, Zam?" Tidak ada jawaban dari Azzam. Dia hanya menunjuk ke tembok samping sekolah yang tingginya hampir dua meter dan sudah ada tangga disana. "Maksudnya kita manjat?" "Iyalah, Emang kamu mau dihukum?" "Tapi Zam...." "Udah Ayo! Namish membimbing Zura untuk menaiki tembok itu. Zura terlihat sangat kesulitan saat ingin meloncat. Berbeda dengan Azzam yang sudah sampai dibawah. "Azzam, aku ta
"Zam, kamu itu ngeyel banget sih! Kamu mau belajar sekarang atau aku pulang?" "Aku tinggal bilang ke opa kalau kamu nggak mau nge-lesin aku!" "Apa sih mau kamu, Zam?" Zura bertanya dengan mengacak-acak rambutnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi. Bagaimana tidak? Semenjak pulang sekolah. Dia sudah duduk diruang tamu rumah Azzam. Tapi pemuda itu tidak sedikit pun mau membuka bukunya. Dan yang dia lakukan hanya memandangi wajah Zura saja. "Masakin aku ya? Janji deh habis ini mau belajar." Zura memutar bola matanya malas saat mendengar permintaan Azzam. Lalu dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur dengan bibir yang tak henti mengucapkan sumpah serapah untuk Azzam. Sementara Azzam dia malah tersenyum senang melihat wajah kesal Zura. Azzam menyusul Zura ke dapur dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Dia kembali memandangi Zura yang sibuk b
"Lo kenapa diem aja?" Azzam bertanya. Yap, seseorang yang misterius tadi pagi adalah Azzam. Dan sekarang mereka kini berada ditaman kota. Entah apa tujuan Azzam mengajak Zura ke taman. "Hah? Apa, Zam?" Zura balik bertanya dengan gelagapan. Pasalnya Zura canggung disaat dia bersama dengan Azzam. lidahnya mendadak kelu. "Lo kenapa?" Tanya Azzam lagi. "Nggak apa-apa kok, oh iya ngapain kamu ngajak aku kesini?" Zura menjawab dengan pertanyaan. "Gue cuma mau ngasih tau kalo pacar lo itu nggak baik buat lo!" Azzam memandangi wajah Zura yang terlihat manis dengan kalung emas putih yang melingkari lehernya. Dan rambut hitamnya yang terurai. menambah kesan cantik untuk gadis itu. “Pacar? Maksud kamu siapa ya?” Tanya Zura dengan heran. Dia melupakan hal yang tadi malam dibicarakannya dengan Raga. kakaknya. “Itu yang sok kecakepan. Yang kerjaanya antar jemput
"Loh itu bukannya Kak Rania ya, Kakak lo? Yah gue keduluan dong." Richi terlihat sedih. "Iya, tapi cowok yang bareng kak Rania itu. Pacarnya Zura." "Wah nggak bener tuh orang. Udah punya Zura juga masih aja ngembat calon gue." Richi yang juga menatap geram kearah Rania dan Raga. "Kali aja cuma temenan. Jangan berpikiran negatif dulu lah." Kali ini Dika yang berbicara. Dia paling dewasa diantara yang lainnya. "Kita tanya nanti aja waktu udah keluar. Disini malu kalau sampek ribut." Ujar Richi. Azzam semakin geram saat melihat Raga memasangkan jam tangan ke pergelangan tangan kakaknya. Rania. Azzam beranjak dari duduknya saat melihat pergerakan sepasang kekasih itu. Bugh! "Brengsek lo ya!" Raga tersungkur akibat pukulan
"Ekhem." Raga dan Zura memoleh kearah suara orang yang mengganggu quality time keduanya. Dan Zura membulatkan matanya saat dihadapannya berdiri seorang Azzam Dengan senyuman manis meski seperti dipaksakan. "Hai." Sapa Azzam. Yang membuat Zura tersenyum kaku. "Boleh gue duduk disini?" Tanya Azzam. Zura hendak menjawab namun sudah lebih dulu dipotong oleh Raga. "Kenapa harus disini? Kan masih banyak tempat kosong yang ada disana." "Gue nanya sama, Zura bukan nanya lo." Azzam terlihat kesal dengan penolakan yang dilakuan Raga. Dan dengan santainya Azzam malah duduk di samping Zura. "Kenapa lo mau pacaran sama dia? Masih ganteng juga gue." Teja merutuk dalam hatinya. Bisa-bisanya Azzam bicara seperti itu dihadapan Raga yang Azzam ketahui adalah kekasih Zura. "Sebenarnya dia..." "Ya jelas dia pilih gue lah. Lo kan masih ingusan. Dan gue udah dewasa." Kalo masalah ganteng, lo ngaca deh sana. Masih gantengan gu
Zura duduk dengan cemas di sofa ruang kepala sekolah. Setelah bel pulang sekolah tadi ada siswi yang mengatakan bahwa dia dipanggil bapak kepala sekolah untuk ke ruangannya. "Ada apa ya Pak? Apa saya membuat kesalahan?" "Apa kamu sudah lama mengenal, Azzam?" Tanya kepala sekolah itu dengan menatap ke arah Zura dengan intens. "Belum Pak, baru tadi pagi saat Azzam tidak sengaja menabrak saya." "Jangan terlalu formal, Nak. Panggil saja saya Opa seperti, Azzam." Zura pun tersenyum kikuk saat menanggapi ucapan Opa. Dia dibuat semakin bingung. "Begini Zura. Opa lihat kamu itu berbeda. Jadi bolehkah Opa meminta tolong padamu?" "Kalau saya bisa bantu pasti saya bantu Opa." "Sebenarnya Opa capek menasehati Cucu Opa itu. Dia itu keras kepala. Opa dan orang tua juga kakaknya sudah menyerah." "Maksud Opa gimana? Saya ng
16 Tahun Kemudian Citttt!!! Seorang pemuda mengeram kesal di dalam mobilnya. Walau pun begitu dia keluar dari mobilnya setelah menabrak seseorang. "Lo gak apa-apa kan?" Tanya pemuda itu. Dengan membantu seorang gadis yang tanpa sengaja dia tabrak untuk berdiri. Gadis itu pun menatap pemuda itu karena merasa sedang ditatap olehnya, namun pemuda itu mengalihkan pandangannya dari sang gadis "Lo masih bisa jalan, kan?" Gadis itu menggelengkan kepalanya karena luka di lututnya terasa sangat perih. Dia pun sesekali meringis. "Hei, Apa yang kamu lakukan?" Teriak gadis itu. "Diamlah!" Pemuda itu mendudukan gadis itu di kursi samping kemudi dan menatapnya. "Kita mau kemana?" "Nama lo, siapa?" Bukannya menjawab. Pemuda itu malah balik bertanya. "Zura." Gadis itu menjawab dengan sedikit meringis. "Lo, mau kemana?" "Sek
5 Tahun Kemudian "Papa...!"Seru seorang bocah laki-laki sambil berlari. "Hap, jagoan Papa." Gara pun langsung menangkap tubuh mungil yang berlari kearahnya sambil tertawa. "Dede Raga tunggu Kakak dong! Kok ditinggal sih," Teriak gadis kecil berumur sekitar 8 tahun itu. "Kak Nala lama sih. Jadi Laga tinggal aja. Papa, Laga kangen." "Iya sayang Papa juga kangen sama Abang. Tapi jangan lari-lari dong sayang, kasihan Kak Nara nya ngejar-ngejar kamu tuh cape," Ucap Gara. Yang kini melihat Nara tengah terengah-engah karena mengejar Raga. "Mama mana, Bang? " Tanya Gara pada putranya. "Kak Nala. Lihat Mama nggak?" Bukan menjawab Raga malah balik bertanya pada Nara. "Tante lagi dikamar Om. Katanya dari tadi perutnya mules terus, Jangan-jangan mau lahiran Om Tante nya," Jawab Nara. "Hah, Lahiran! Ya udah Abang main sama kak Nara dulu ya. Papa mau ke kamar lihat Mama dulu takut adi
Seperti apa yang Naira katakan. Kini mereka pun berkunjung ke rumah mama Jihan. Seperti biasa Maura pun sudah datang dari pagi untuk menyambut cucu kesayanganya itu. Karena memang Naira memberi tahukan kalau dia akan berkunjung ke rumah Jihan. Nara pun tak mau kalah dia malah menginap dari semalam karena tidak mau terlambat untuk menyembut baby Raga. Semenjak Naira dan Gara pindah ke rumahnya sendiri satu bulan yang lalu. Naira dan Gara harus bisa membagi waktu untuk mempertemukan Raga dengan kedua neneknya. "I'm Coming Kak Nara, Kakek, Nenek Aunti Nindy. Raga udah datang nih," Naira berseru membuat Raga kini tertawa saat melihat Nara kakaknya berseru memanggil nama Raga. Sambil berlari kearahnya. "Yeay baby Laga udah datang," Seru Nara. Dengan hebohnya membuat Gara dan Naira tertawa melihat respon Nara yang begitu sangat antusias. "Hay kakak Nara," Sapa Naira. Lalu dia mengecup pipi Nara dan men