"Gimana Bim?? Lolos nggak?" Harapan yang berbinar terlihat dari mata cantik Alana.
Alana telah diterima di perguruan tinggi yang Ia tuju. Sekarang, Alana sedang menunggu kabar baik dari Bima yang mengikuti Tes KepolisianBima terdiam menatap Alana."Yahh?? Nggak ya?" Alana menepuk-nepuk pundak Bima seraya memeluknya. "Jangan nyerah, Bim! Ayo berjuang lagi!"Raut wajah Bima berubah seketika menjadi ceria. "Panggil gue Pakpol sekarang!"Mendengar itu, suara hening kini berubah. Alana menutup mulutnya."Omg... proud of you! Bima yang wangi!" seru Alana seraya memeluk tubuh Bima."Makacii banyakk ... eh, wangi doang? Gantengnya nggak?!!""Iya ganteng ... tapi banyakan wanginya.""Hahahah sialan emang orang cantik ini. Mau apa?" Bima mendongakkan kepalanya."Apanya?""Gue kan lagi seneng ... jadi lo harus ikut ngerasain ... mau transfer atau cash?"****4 tahun kemudian ...Video call berlangsung."Bima, kangenn bangettt. Ayo ketemu!! Minggu gue wisuda!! Harus dateng yaaa.""Gue juga pelantikan, Na.""Loh bareng? Yah ... nggak bisa dongg."Bima termenung. "Iya nggak bisa. Kita pake cara alternatif lagi. Lewat video call lagi aja.""Bosenn.""Maunya gimana cantikku?" tutur Bima dengan lembut."Maunya ada Bima.""Yahh ... tapi untuk kali ini, Bima nya nggak bisa, Alana sinii aja ke Bima.""Alana juga nggak bisa.""Jadi? Video Call lagi kan jalannya?""Hahahhaha iya juga," ucap Alana."Gimana? Punya temen nggak?" tanya Bima meledek."Sembarangan. Punya dong, dia baik banget loh. Namanya, Lili. First time, dia orangnya jutek banget kalo diajak ngobrol, tapi baik banget banget banget ternyata.""Baguss deh, jadi lo punya temen buat di ajak share-ing."Seketika semuanya kembali hening."Lo gimana kabarnya? Baik-baik aja tanpa gue? Apa masih ngelakuin hal bego?""Sialan emang si Bima! Ya ... makanya ayo temuin gue, gue masih melakukan hal tolol dan hal bego, gue belum mandiri kalo jalan sendiri masih suka kesandung. Puasss??""Hahhahahah," suara tertawa Bima begitu renyah. "Belajar mandiri Alana Athaya. Gue kan sekarang nggak selalu di deket lo."Alana tetap kekeh. "Ya makanya lo cepet temuin gue, setidaknya kesandung gue berkurang.""Makanya jalannya hati-hati.""Emang gue jalannya nyenggol-nyenggol, nabrak-nabrak, langkah tegap, lari sprint, enggak, kan?""Oh iya, berarti itu butuh kasih sayang."Alana teringat sesuatu. "Oh iya, pengikut baru di i*******m lo siapa Bim? Namanya 'Mila Veldra' nge dm loh.""Dm apa?" tanya Bima."Katanya 'follback, ini Mila' ... oalahh, kenalan yaa.""Oh, itu Mila. Adiknya Bayu."Alana mengalihkan pandangannya. "Oalah adiknya Bayu."Bima menimpal seraya tersenyum manis. "Temen gue. Kenapa? Cemburu? Jiahkk hahaha." Bima meledek Alana. "Tenang cantikku, manisku, honeyku, gue nggak mau juga sama dia.""Kenapa?""Karena udah punya Alana.""Bohong.""Iya bener, kalo kejadian juga, tinggal punya pacar aja, banyak yang mau sama lo, Alana gue kan cantik.""Gampang banget si kunyuk ngomongnya. Oh nyuruh gue cari pacar?""Oh maunya gitu? yaudah sana," jawab Bima."Di sini banyak sih dokter senior yang ganteng, salah satunya namanya Adelio, dia gantengg loooo."Raut wajah Bima tampak berubah. "Oh.""Gimana yaa cara ngedeketinnya? Saran dong, kan sesama Pria, gimana cara dapetin hati seorang Pria?" tanya Alana.Bima mendelik seraya menjawabnya dengan malas. "Tinggal gatel aja sama tebar pesona.""Okee pak! Akan ku lakukan!" Alana berpura-pura menelepon Adelio."Minta di tampuoll nih orang! Diem nggak! Matiin.""Haii, Kak Adelio." Suara Alana sedikit dikecilkan dan dibuat imut."Alana! Sumpah ni anak! Iya gue minta maaf!" murka Bima. "Heh!!" Tatapan Bima tak henti menatap Alana dengan tajam. "Alana!!""Aku mau bilang-" (ucap Alana terpotong oleh Bima yang sedang marah)."Matiin! Atau gue nggak akan kabarin lo lagi."Alana menatap Bima seraya tersenyum. "Bohongan, hahahah." Alana memperlihatkan layar handphone-nya. "Makanya lo nggak usah nantangin deh, Bim.""Iya minta maaf, awas lo ya. Yaudah waktunya udah habis, gue tutupp. Sehat-sehat yaa.""Pasti, Bim. Sehat dan tambah ganteng ya," nasehat Alana."Pasti boss hahaha."****Lili memperlihatkan sebuah foto."Alana," ucap Lili. Sahabat Alana. "Ini jam tangan yang lo kasih ke Bima bukan sih?"Alana menilik-nilik. "Iya, tapi kok?""Bukannya katanya pelantikannya hari minggu. Minggu sekarang apa minggu depan bertepatan di hari wisuda kita?" tanya Lili.Alana menghiraukan perkataan Lili. "Mila," ucapnya.Dengan langsung mencari akun instagramnya di akun Bima. Dan benar saja.Raut wajah Alana begitu kecewa. " Oh jadi pelantikannya udah kelewat 4 hari yang lalu ya? Terus dia? Maksudnya Bima apa? Malem ini dinner bareng cewek baru. Maksudnya gara-gara dia udah mapan jadi seenaknya memperlakukan orang kaya gini?""Tenang dulu, Na.""Enggak, nggak bisa.""Mending omongin deh, Na. Biar nggak ada kesalahpahaman," saran Lili."Enggak, Li. Emang sekarang sikap Bima aja yang berubah. Janji manis doang, nggak akan segan-segan gue buat cut off.""Jangan dulu, Na. Jangan gitu.""Sakit banget hati gue Li. Kok bisa Bima segampang itu buang gue ya? Dia lupa? Yang selalu ada buat nemenin dia dari dulu siapa? Masa dia secepat itu sih? Gue nggak secantik, Mila ya?""Hushh!! Itu cuma overthinking doang, Alana. Jadi kemana-mana. Mending lo obrolin deh," saran Lili. "Gue bantu, mau?""Enggak usah, gue benci banget sama Bima."****Bima menunjukkan sebuah foto Alana bersama seorang Pria."Li? Lo bisa jelasin nggak? Kok Alana gini, sih?" tanya Bima terhadap Lili. "Itu siapa?"Hari itu, Alana tidak mau ditemui oleh Bima. Bima sudah diperbolehkan untuk mengunjungi tempat tinggal. Jadi, Bima meminta Lili untuk bertemu di sebuah kafe."Jawab Li. Gue mohon, ini siapa?""Ini Adelio. Sekarang gue tanya, foto yang di snapgram Mila. Itu lo, kan? Jangan menyangkal, mending obrolin deh sama Alana. Lo juga masa nggak ngundang Alana ke hari pelantikan lo sih, Bim.""Ck!! Dia bilang wisudanya hari minggu. Gue juga kan hari minggu.""Tapi maksud Alana minggu depan setelah pelantikan lo. Alana juga nggak tau kalo hari yang di maksud lo tuh minggu-minggu sekarang.""Haduh!" kesal Bima."Lo kenapa mau dinner lagi sama cewe lain?""Iya itu gue, tapi gue dipaksa temen. Di hari ulangtahunnya Mila. Emang Mila sesuka itu sama gue, dia minta untuk yang terakhir kali untuk dia agar gue mau dinner sama dia."Lili mendelik. "Telat lo jelasinnya. Alasannya ngeselin lagi.""Li, gue mohon. Bantuin gue, setidaknya agar persahabatan gue sama Alana masih berlangsung.""Janji dulu kemana, Na? Buat kita yang katanya bakalan selalu bareng-bareng terus?" tanya Bima hari itu di kafe. "Kalo Bima berusaha jujur dan terbuka, ini semua nggak akan terjadi, Bim. Gue takut—" (ucap Alana terpotong Bima). "Takut apa? Takut gue pacaran sama yang lain? Egois banget. Lo itu aneh." Bima masih menatap Alana. Alana menatap Bima. Bima mengangkat satu alisnya seraya menatap tajam. "Gue takut kalo emang pikiran gue beneran terjadi ... kalo selama ini lo nggak pernah serius sama gue!" "Alasannya? Bisa, lo jelasin itu semua?" "Karena gue kurang worth it, untuk semua itu, Bim. Lo nggak akan paham." "Gue pernah ngatain lo kaya gitu?" "Kalo lo sayang sama gue, lo nggak akan pernah biarin gue tersiksa sama semuanya." Alana hendak pergi, namun Bima menahannya. "Lo gini terus, lo pikir nggak buat gue bertanya-tanya? Duduk!" "Lo selalu gantungin hubungan kita, lo pikir pikiran gue aman-aman aja? Gue capek Bim. Gue capek selalu hidup dalam ketakutan." "Dan itu nggak ter
Pagi ini, Alana Athaya bersama Tim andalannya harus pergi ke suatu perkampungan Desa yang jauh dari Kota. Desa itu bernama Desa Lominggou. Mereka memiliki tugas untuk mengikuti Olah TKP menyelidiki kasus kematian seorang perempuan muda yang tidak diketahui identitasnya. Dari laporan awal, mayat itu membusuk di tempat Peternakan Sapi. Mayatnya sudah membusuk dan tubuhnya penuh di tutupi dengan kotoran sapi yang menumpuk. kemungkinan pelaku melakukan itu tujuannya agar jenazah tersebut tertutupi dan mengsugestikan aromanya, sehingga sedikit menyamarkan. Laporan itu menurut laporan Edi pemilik peternakan sapi tersebut dan Sudi yang menemukan jenazah tersebut, saat hendak membersihkan kandang sapinya. Ruang Otopsi. “Seorang perempuan berumur 25 tahun. Dengan berat 85 kg, tinggi badan 165 Cm, rambut berwarna hitam panjang, berkulit sawo matang, bergolongan darah O,” jelas Alana. “Ada luka bekas tali yang kuat dalam pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kemungkinan besar, pelaku me
Pukul 07: 23 pagi ... Ya, butuh waktu 6 jam untuk menempuh perjalanan dari Desa Lominggou ke Kota. Alana membuka pintu rumahnya. Dengan membawa raganya yang lelah, kurangnya istirahat, membuat suasana hatinya begitu berantakan. Ceklekk Ketika melihat keadaan di dalam rumah, Alana begitu terkejut melihatnya. Aldo bersama teman-temannya tergeletak tertidur pulas di ruang tengah. Seketika pandangan Alana tertuju pada beberapa botol minuman keras dan sampah bekas kulit kacang yang begitu berserakan. “Kakak tinggal sehari aja udah seenaknya gini hidup kamu! Enak banget ya? Merasa bebas? Merasa udah bisa cari duit sendiri? Keren kamu kaya gini?” teriak Alana. "Bangun!" Mendengar itu, Aldo bersama teman-temannya tersentak kaget. “Eh ekhmm ... kakak ... katanya pulang besok,” ucap Aldo panik. “Udah dong kak, nanti Aldo beresin, ribet banget. Gitu doang marah.” Tatapan Alana begitu murka. “Pulang! Enak saja mengotori rumah saya!” Lalu Alana menatap wajah Aldo. “Lo itu! Masih kelas 12
Satu Tim itu berkumpul di ruang otopsi. Secara langsung, mengotopsi jenazah. “Pada darah yang di temukan, terdapat golongan darah A+. Yang di mana, darah tersebut di temukan di baju milik korban. Sepertinya, korban berusaha untuk melawan. Juga, terdapat sayatan pisau di bajunya. Tentunya, darah tersebut berbeda dengan darah korban yang mana Korban bergolongan darah B+,” jelas Alana. Lili memperlihatkan beberapa luka yang berada pada tubuh korban. “Ada cakaran pada perutnya. Rambutnya juga hampir terlepas. Ada ikatan yang kuat pada pergelangan kedua kaki dan tangan. Sepertinya, korban di ikat dengan kuat. Apa yang telah mereka lakukan? Apa mereka menariknya?” kata Lili. “Kemungkinan besar itu dapat terjadi. Tulang atas tangan kanan yang retak dan sebelah kiri terlepas.” Alana melihat hasil CT scan dari tubuh korban. **** "Tempat kediaman Pak Sudi dengan peternakan sapi milik Pak Edi, apakah memiliki jarak yang jauh?" tanya Bima. Sudi menahan jantungnya seraya batuk-batuk. "Rumah s
Setelah berpikir dan memilih tempat tinggal. Malam itu, Alana memilih tinggal di Apartemen. Alana sudah memilih untuk tidak tinggal bersama keluarganya lagi. Bukan lepas tanggung jawab. Hanya saja, di dalam posisinya, Alana selalu berkelahi dengan pikirannya. Tidak mudah jika harus bersama-sama lagi. Alana berdiam diri di atas rooftop sambil meminum Americano kesukaannya. Melihat pemandangan kota dari atas begitu menenangkan. "Sibuk banget ya orang-orang," gumamnya. 'Dunia masih terus akan berjalan tak akan menunggu bahkan tidak akan peduli sehancur apapun kamu saat ini'. Quote yang Alana baca dari handphone-nya. Tak lama handphone Alana berdering ... Alana reflek melihat siapa yang meneleponnya saat itu. "Dia lagi." Alana lalu mengangkat teleponnya. "Apa?" tanya Alana. "Nongkrong gak sih? Gue gabut, temenin kuy," ajak Bima. "Makanya punya pacar, Bim. Enggak mood gue, lanjut aja," jawab Alana. "Sharelock cepetan, Gue bayarin. Gue traktir." Bima terus memaksa. "Enggak,"
Malam itu, diparkiran mobil. Air mata Bima yang menetas tak bisa Bima pendam. "Bajingan lo! Brengsek!" Beberapa pukulan tepat sasaran di pipi sebelah kanan Adelio. Amarah Bima semakin detik semakin membara. Melihat tingkah Adelio yang memainkan perasaan Alana. "Mati lo!" Satu pukulan yang menghantam pipi kiri Adelio. Begitu pun, Adelio membalas pukulan Bima.Alana terus berusaha untuk menghentikan aksi Bima. Sedangkan, perempuan itu berusaha menghentikan aksi Adelio. Dan ya, Bima dan Adelio penuh luka lebam dan darah di wajahnya. Alana beberapa kali menenangkan bahkan memisahkannya. Namun, nihil dan sangat mustahil. Tubuhnya yang kecil, jelas jauh berbeda dengan Bima dan Adelio. Namun, seketika Bima bisa tenang saat mendengar Alana mengatakan. "Bima! Lupain Alana." Dan Adelio tenang karena kekasihnya yang melakukannya.Alana menatap wajah Adelio dengan penuh kesedihan dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu. Terlihat Alana yang berusaha menahan tangisnya. "Jadi gimana, Adelio?" T
"Duduk, Bimaaa Argiantara!!" teriak Alana. "Ini apa? Kok ada sapu kecil?" Bima menyapu dan menekan-nekan blush on pada tangannya. "Lembut lagi."Di hari liburnya, Alana sedang merapikan kamarnya. "Bim, sumpah! Lo pagi-pagi gini ganggu gue, sana mending pulang aja," gerutu Alana, seraya berjalan menuju dapur untuk menata beberapa barang yang berantakan. Sedangkan Bima, terus mengikuti Alana seperti Anak yang terus mengikuti Induknya. "Ayo jogging, Na," ajak Bima. Sudah menggunakan style olahraga serba hitam, terlihat gagah dan tampan. Siapa pun yang melihatnya pasti sangat terpesona dengan pesona Bima, terkecuali Alana. "Sendiri aja, gue sibuk," ketus Alana seraya menata telur di kulkas. Bima menghalangi jalan Alana. "Lo pasti gabut kan di Apartemen sendirian? Mending jogging, bikin sehat juga." "Gue udah sehat." Alana menunjukkan otot lengannya. Bima menyipitkan kedua matanya. "Mana? Itu lemak sama kadar air. Kaya balon di kasih air," ejek Bima. "Syalan!" ketus Alana seraya men
Alana melihat keadaan jenazah. "Zea Hutami, berusia 17 tahun. Dengan berat badan 70kg dan Tinggi Badan 160cm, memiliki Golongan Darah B+," ungkap Alana. "Apa yang terjadi, pelakunya sangat kejam." "Entah dengan motif apa. Apa pelaku memiliki dendam? Ada luka sayatan di kedua lengannya," timpal Lili di ruangan Otopsi. Alana selalu sepaket dengan Lili ketika melakukan Otopsi. Alana sedang menangani kasus meninggalnya remaja perempuan yang berstatus masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas yang di temukan di semak-semak belukar berjarak 2 km dari rumahnya. Menurut orang-orang yang mengenalnya, Zea sudah menghilang sekitar 3 hari yang lalu. "Kemungkinan besar Zea meninggal sudah dua hari yang lalu." Alana melihat bagian kepala. "Rambutnya, sudah jelas ada tarikan, karena terlihat rambutnya yang mulai habis. "Dari penjelasan rumah sakit, Zea memiliki riwayat penyakit pada lambungnya yang sudah kronis." Alana mengecek bagian atas hingga bagian bawah tubuh korban. Terlihat beberap