Share

Ch 2 Fitnah Adik Ipar

“Aku tidak selingkuh maupun berzina, Mas. Aku berani bersumpah.”

Setelah mengucapkan itu pada Bian yang tampak tidak peduli, Hania pergi keluar. Menuju rumah sakit tempat ia memeriksakan diri.

Lorong rumah sakit tampak sepi karena sedang bukan jam besuk ataupun jam periksa. Sendirinya, Hania bingung bagaimana ia menemui dokter yang memeriksanya kemarin untuk berkonsultasi tentang hasil tesnya tempo hari.

Saat sedang menelusuri lorong dengan pikiran yang runyam, tiba-tiba–

Bruk!

Hania bertabrakan dengan seseorang, membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.

“Ah, maaf–”

“Hania?”

Wanita itu lantas mengangkat pandangan saat mendengar namanya dan melihat seorang laki-laki bertubuh tegap dan berpenampilan rapi berdiri di hadapannya.

Hania tercengang saat mengenali pria itu. "Sean ...," ucapnya.

Pria itu melepas kacamata hitamnya. Wajahnya yang tampan tengah terkejut.

"K-kamu ... kamu apa kabar?" kata Hania lagi.

Sean hanya mengangguk dan menyahut, “Baik.”

Pandangan mata pria itu seolah menyimpan sesuatu yang tak terucapkan. Dan itu membuat Hania canggung.

Sendirinya, Hania tidak menyangka jika ia akan bertemu lagi dengan Sean usai mereka berpisah beberapa waktu yang lalu. Apalagi dengan alasan tidak mendapat restu dari orang tua Hania, yang justru mengumumkan bahwa Hania sudah dijodohkan dengan pria lain. Otomatis memaksa mereka putus kontak.

Padahal, dahulu Hania dan Sean saling mencintai.

Dulu. Mungkin. Hania berusaha untuk tidak mengkhianati suaminya, sekalipun hanya dalam hati dan pikiran.

“Kamu sakit?”

Perhatian Hania teralihkan saat mendengar pertanyaan Sean. Pria itu mengamatinya, seperti sedang mengecek apakah Hania sedang terluka.

Buru-buru, Hania menggeleng. “Tidak. Aku hanya ingin berkonsultasi,” jawabnya singkat. “Kamu?”

“Aku baik.” Sean mengangkat pandangannya, melihat bahwa ternyata arah yang dituju oleh Hania adalah arah dokter kandungan. Pandangan matanya berubah sendu selama beberapa detik, sebelum kemudian ia tutupi kembali dengan kacamata. “Kalau begitu, aku tidak akan menahanmu.”

Hania sedikit terkejut dengan sikap Sean yang kaku dan dingin, tapi memakluminya. Tidak ada yang baik untuk mereka jika tetap mengobrol seperti ini sekalipun.

“Aku permisi, Sean,” ucap Hania lembut. “Semoga kamu selalu sehat.”

“Kamu juga, Han.”

“Dan–” Sean menoleh pada Hania saat wanita itu menambahkan, “Maaf.”

Pria itu menghela napas. “Perpisahan kita bukan kesalahanmu, Han.”

Setelah beberapa detik yang canggung, mereka berpisah ke arah yang berlawanan tanpa menyadari bahwa seseorang tengah mengamati mereka sejak tadi.

Keysa, yang sejak tadi mengikutinya, tampak puas memandang beberapa foto hasil tangkapannya tadi. Gadis itu sebenarnya tidak pernah menyukai Hania dan selalu mencari-cari kesalahannya agar Bian, kakaknya, meninggalkannya.

Kesempatan mengikuti Hania pun dimanfaatkannya dan … dia mendapatkan hasil memuaskan!

“Mantan pacarkah?” gumam Keysa, mengerutkan dahi. Matanya menyipit, diam-diam menghakimi. “Kayaknya orang kaya. Apa selingkuhannya? Cih, kena tipu kamu, Mas, sama perempuan sok polos itu!”

Usai mendapatkan foto-foto tersebut, Keysa memutuskan untuk langsung pulang dan menemui kakaknya di ruang kerja.

"Mas, ternyata istri kamu itu emang bener-bener perempuan nggak baik, loh," ucap Keysa langsung usai ia membuka pintu. “Katanya mau buktikan kalau nggak selingkuh, tapi malah ketemu sama selingkuhannya.”

Bian mengerutkan kening. "Maksud kamu?"

"Coba kamu lihat ini, deh," ucap Keysa sambil mengulurkan ponselnya pada Bian, menunjukkan foto dan video yang tadi dia ambil.

Rahang Bian mengeras. Merasa marah dan terhina.

"Kurang ajar! Yang begini dibilang tidak berkhianat? Dasar perempuan munafik!" umpatnya dengan suara serak. “Aku harus membuat perhitungan dengannya nanti.”

“Oh ya, Mas,” imbuh Keysa, makin mengompori. “Pria itu sepertinya mantan kekasih istrimu.”

***

"Hasilnya masih sama, Mbak. Mbak positif hamil."

Hania terdiam. Matanya memerah dan tubuhnya terasa lemas.

"Jadi aku benar-benar hamil?” gumamnya. Hania terduduk di kursi, kedua tangannya menutupi wajahnya. “Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana aku hamil sementara aku … ya Tuhan tolong aku, tunjukkan padaku ada apa ini?"

Tidak ada kemungkinan tertukar atau apa pun. Bagaimana Hania bisa menghadapi suaminya nanti?

Meski begitu, karena tidak tahu harus melakukan apa lagi, Hania akhirnya memutuskan pulang ke rumah dengan perasaan lelah.

"Sudah pacarannya?"

Baru saja ia masuk ke dalam rumah, sebuah pertanyaan sudah menyambutnya. Hania menoleh dan melihat suaminya itu duduk di sofa ruang tamu.

"Mas Bian...," ucap Hania.

"Hebat kamu, ya. Setelah kamu selesai bersenang-senang bersama pacarmu, sekarang kamu pulang ke rumah suamimu? Perempuan tak punya hati," ujar Bian.

"Apa maksud, Mas?" tanya Hania, bingung.

Bian hanya mendengus dan kembali membaca koran. Hania menghela napas.

"Mas Bian, aku ke rumah sakit tadi untuk cek ulang,” tutur Hania dengan suara pelan. Ia merasa lelah. “Seperti yang tadi aku katakan–”

"Memang. Dan, ternyata kamu benar-benar hamil, kan?” tukas Bian. “Ya iyalah, Hania, kamu hamil karena kamu sudah melakukannya dengan mantan pacar kamu itu!"

Hania terbelalak.

"Astaghfirullah, Mas!"

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status