Beranda / Pernikahan / Misteri Janin Di Rahim Istriku / Ch 5 Perlakuan Yang Tak Pernah Berubah

Share

Ch 5 Perlakuan Yang Tak Pernah Berubah

Penulis: Allyaalmahira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-13 17:22:30

"Kalau memang harus seperti itu, rasanya aku tidak sanggup, Mas, untuk apa berumah tangga kalau hanya karena terpaksa? Jadi aku mau ... kamu talak aku aja, Mas, mungkin lebih baik kita berpisah," ucap Hania membuat Bian terbelalak kemudian mengernyitkan bibir, pandangannya sinis memperhatikan wanita berhijab di hadapannya itu.

“Huh, katakan saja kalau kamu ingin kembali dengan mantan kekasihmu itu.”

Hania menggeleng cepat, memandang Bian dengan pandangan nanar.

“Ingat, Han, aku tidak akan pernah menceraikanmu! Apalagi alasanmu hanya untuk laki-laki itu.”

"Tapi, Mas, aku tidak …." Belum usai Hania berkata, Bian beranjak melangkah meninggalkan tempat, membuat ucapan Hania terhenti.

"Mas Bian …." Panggilan Hania tak dihiraukan. Bian terus berjalan menjauh dan membiarkan Hania memperhatikan tubuh bagian belakangnya. Hania terdiam, hatinya tercabik antara kekecewaan dan keputusasaan.

***

Beberapa bulan kemudian.

"Hania! Hania!"

Terdengar teriakan Bian menggema di dalam satu ruangan rumah besar itu. Ekspresi wajahnya tampak kebingungan. Hania yang mendengar dengan cepat mendekat.

"Iya Mas, ada apa?" tanyanya, langkahnya terhenti di depan pintu ruangan kerja Bian.

"Apa kamu tahu kertas-kertas yang aku taruh di atas meja kerjaku ini?" tanya Bian, suaranya terdengar sedikit panik.

Hania mengerutkan keningnya, matanya menyapu meja kerja Bian yang sudah tertata rapi.

"Kertas? Oh, tadi aku yang membersihkannya, Mas, dan sampahnya sudah kuantar ke tukang sampah," jawab Hania santai. "Apa ada masalah, Mas?"

Mendengar ucapan itu, Bian mendekat, matanya menyipit tajam. "Kamu membuang kertas-kertas itu? Dasar bodoh!" raungnya. Hania terkesiap, jantungnya berdebar kencang. "Maaf, Mas," ucapnya lirih. "Aku tidak tahu kalau itu penting."

"Itu bukan sembarang kertas, Han. Itu adalah dokumen penting yang harus kubawa ke kantor besok! Dan sekarang kamu membuatku harus mengulang semuanya dari awal!"

Hania menunduk, matanya berkaca-kaca. "Aku benar-benar tidak tahu, Mas. Aku hanya ingin membantu membersihkan ruangan."

Bian mengeratkan rahangnya dengan ekspresi tajam, matanya menatap langsung ke arah Hania yang tampak gugup. Suaranya lantang memenuhi ruangan yang sunyi. "Sudah berapa kali aku katakan, Han? Jangan pernah ikut campur urusanku, apalagi untuk membereskan ruangan ini, itu bukan urusanmu! Kenapa kamu bengal sekali?"

Amarah yang meluap dari Bian membuat Hania, wanita yang tengah mengandung dengan perut yang semakin membesar, benar-benar merasa ketakutan. Suasana tegang terasa begitu kental di antara keduanya, membuat udara di ruangan terasa semakin berat dan hening.

Kata maaf terus Rahma ucapkan penuh penyesalan. Namun, sepertinya Bian tak mengindahkan kata-kata itu.

"Dasar istri tak berguna! Mau sampai kapan kamu selalu merepotkan aku? Kamu selalu menyusahkan, semakin lama bukan semakin membaik, malah semakin membuat kesal. Hania, apa kamu lupa fungsimu di sini hanya untuk diam? Jadi jangan pernah ikut campur urusan pribadiku dan pekerjaanku. Ingat itu!" ucap Bian, menunjuk tepat di wajah Hania, membuatnya terdiam gemetar. Rasa sakit dan kecewa Hania seolah tersirat jelas dalam tatapan matanya yang terpaku ke lantai.

Hania, tanpa mampu berkata-kata atau mengangkat wajahnya, terus menunduk sambil menangis. Dia merasa tak berdaya di hadapan suaminya. Kata-kata kasar yang terus dilontarkan seolah menusuk hatinya yang sudah terluka.

"Muak aku melihatmu! Muak!" tambah Bian penuh penekanan, yang kemudian beranjak pergi meninggalkan Hania seorang diri.

Hania terduduk lemas, tubuhnya gemetar.

"Lagi-lagi aku salah! Kapan, kapan aku terlihat benar di mata Mas Bian? Apa aku seburuk itu? Hingga suamiku tak pernah bisa menghargai aku. Aku lelah, ya Allah! Aku lelah!" Suara teriakan Hania penuh dengan keputusasaan dan luka yang begitu dalam.

Wanita hamil yang sedang tak berdaya itu terus menangis tersedu, tapi tiba-tiba Hania merasakan sakit pada perutnya, seperti sebuah tusukan yang menusuk-nusuk.

Wajahnya yang semula pucat kini semakin pucat akibat rasa sakit dan kesedihan yang melanda. Air matanya yang sudah mengalir deras, kini terhenti sejenak akibat fokusnya beralih pada rasa sakit yang mendera.

"Perutku, aduh, sakit!" desah Hania, meringis kesakitan. Usia kandungan yang baru menginjak enam bulan itu tidak mungkin hendak melahirkan. Hania merasa khawatir jika terjadi sesuatu pada kehamilannya, berusaha sebisa mungkin untuk beranjak. Dengan langkah gontai, Hania berusaha keluar dari ruangan untuk mencari pertolongan.

"Mas Bian … perutku sakit, Mas, tolong aku!" ucap Hania dengan suara yang terdengar gemetar sambil terus berjalan dengan langkah tertatih-tatih. Namun, tak ada sahutan atau respon apa pun atas ucapannya, membuat kegelisahan Hania semakin memuncak. Setiap langkah yang diambilnya terasa begitu berat, dipenuhi oleh rasa sakit yang semakin tak tertahankan.

Akan tetapi, Haris, sang mertua yang melangkah hendak menuju dapur tiba-tiba langkahnya terhenti kala melihat Hania tertatih. "Hania, kamu kenapa?" tanyanya cemas.

"Pah, perutku sakit, tolong aku!"

"Yasudah, kita ke rumah sakit sekarang!"

Dengan sigap, sang ayah mertua membawa Hania ke rumah sakit, dengan harapan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap kehamilan Hania.

***

Setibanya di rumah sakit, Hania segera diberikan perawatan medis yang cepat dan tepat. Dokter dan tim medis dengan sigap menangani kondisi kesehatan Hania, memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan ibu hamil dan janin yang dikandungnya.

Dengan tubuh yang lemah, Hania terbaring di tempat tidur rumah sakit. Tatapan matanya penuh dengan ketegangan dan kekhawatiran, sementara ia merasakan sentuhan dingin dari linen medis yang menemaninya.

Suasana ruangan yang tenang hanya terganggu oleh suara detak jam dinding yang terus berdenting, menandakan waktu yang terus berjalan di saat yang penuh dengan ketidakpastian.

Saat ini, Hania berada di ruang perawatan, di mana kondisinya terus dipantau dengan cermat oleh tim medis dan dokter yang merawatnya.

Hania tidak lagi sendirian, kali ini ia ditemani oleh Haris, sang ayah mertua, dan Bian, suaminya. Meskipun mereka berada bersama, suasana ruangan terasa hening tanpa suara yang berseliweran di antara mereka. Haris terduduk di satu sisi ruangan, sedangkan Bian tenggelam dalam dunianya dengan sibuk memperhatikan ponsel.

Ketika ketiganya tengah dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing bagi Hania, "Apa yang terjadi?" Pertanyaan itu membuyarkan keheningan dan seketika membuat ketiganya menoleh ke arah sumber suara. Mata mereka melebar kaget saat melihat seseorang muncul di ambang pintu, menciptakan momen kejutan yang tak terduga.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 6 Laki-Laki Siaga Untuk Hania

    “Sean,” gumam Hania tanpa suara, matanya terpaku pada sosok laki-laki tampan yang semakin mendekat. Sorot mata Sean tampak serius, seakan menyelidiki. “Apa yang terjadi, Hania? Kenapa kamu bisa seperti ini?” tanya Sean, tatapannya beralih antara Hania, Bian, dan Pak Haris. Ketiganya terdiam. Hania dan Pak Haris tampak khawatir, sementara Bian justru menunduk, raut wajahnya tak terbaca. “Apa kandunganmu baik-baik saja?” tanya Sean lagi, suaranya sedikit khawatir. Hania bingung harus menjawab apa. Ia tahu Sean pasti marah besar jika terjadi sesuatu pada benih yang tumbuh di perutnya. Mengadukan semua perlakuan Bian? Mustahil. “Em, tidak terjadi apa-apa, Sean. Hania hanya kelelahan,” sambar Pak Haris, membuat Sean seketika menoleh padanya. Tatapan Sean beralih pada Bian yang masih tampak acuh. “Di mana tanggung jawabmu sebagai suami? Kenapa kamu membiarkan istrimu terluka seperti ini? Di mana hatimu?” tanya Sean, suaranya bergetar menahan amarah. Bian tersentak, “Jaga ucapanmu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 7 Misteri Alasan Pak Haris

    “Yang seperti ini dibilang tidak mengkhawatirkan? Huh, Sean, efek terlalu lama menjomblo,” gurau Indra terkekeh. "Kamu sudah dewasa, apa lagi yang ditunggu?"Sean menggeleng, "Bukan begitu, Ndra. Hanya saja aku belum menemukan wanita yang tepat."Indra mengernyit, "Bilang saja kamu belum bisa melupakan Hania."Sean terdiam. Entah mengapa, ucapan Indra terasa menusuk. Mungkin, sahabatnya itu benar. Sementara di tempat lain. Hania masih terbaring di ranjang rumah sakit, matanya menatap kosong ke langit-langit. Ponselnya berdering, menampilkan nama "Bunda" di layar. Senyum tipis seketika mengembang di wajahnya. "Assalamu'alaikum, Bun," sapa Hania."Waalaikumsalam, Hania. Bagaimana kabarmu, Nak?" Suara sang bunda terdengar lembut, tetapi membuat senyum Hania memudar. Ia merasa sedang tak baik-baik saja, hanya bisa terdiam."Em, alhamdulillah, Bunda. Bunda gimana?" Hania berusaha menyembunyikan kekalutannya. Ia ingin jujur, tapi takut membebani pikiran sang bunda."Alhamdulillah, Bunda s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 8 Pemandangan Mengejutkan Bunda Heni

    Di rumah Sean, suasana makan malam terasa mencekam.“Jadi bagaimana, Sean? Apa kamu bisa mengabulkan persyaratan itu? Kamu tahu sendiri kalau kamu tidak bisa memberikan cucu kandung dalam keluarga ini, maka hak waris belum seutuhnya menjadi milikmu.” Suara Ibu Sean terdengar dingin, menusuk telinganya.Sean terdiam, sendok makannya terhenti di tengah jalan menuju mulutnya.“Waktumu tidak banyak lagi, Sean. Hanya tersisa beberapa bulan ke depan,” tambah wanita tua berkacamata itu, suaranya sarat dengan ancaman terselubung.Sean menelan ludah, matanya menatap kosong ke arah piringnya.“Mami tenang saja, tidak lama lagi persyaratan itu akan terpenuhi,” jawab Sean, suaranya terdengar datar, penuh tekad.Ibu Sean mengerutkan kening, matanya menyipit curiga. “Lusa, aku akan pertemukan Mami dengan wanita yang mengandung anak kandungku,” tambah Sean, suaranya terdengar yakin.Ibu Sean tercengang. “Anak kandung? Bagaimana bisa, Sean, kamu kan belum menikah?”Sean tersenyum tipis, “Mi, bukankah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 9 Perkara Berpelukan

    Hania masih terpaku, tak tahu harus berkata apa. Sean, yang berdiri di sampingnya, juga terdiam. Keduanya seakan terjebak dalam keheningan yang mencekam, diiringi tatapan penuh tanya dari Heni, Haris, Bian, dan Keysa.Tiba-tiba, sebuah suara memecah keheningan. “Jadi Hania perempuan yang sedang mengandung anakmu, Sean?”Ucapan itu terdengar seperti suara petir, keras dan mengejutkan. Semua yang mendengar seketika menoleh, memperhatikan sumber suara.Seorang wanita tua berkacamata berdiri di sana, matanya tertuju pada kerumunan di hadapannya. Bukan seseorang yang asing, tapi seseorang yang cukup dikenal Bunda Heni.“Arum,” gumam Bunda Heni terkejut. “apa maksudmu? Kenapa kamu berbicara seperti itu?”Arum berjalan mendekat, matanya menyipit, heran karena Heni tidak mengetahui apa yang terjadi. Sean juga terkejut dengan kedatangan sang ibu, terutama karena ia membicarakan kebenaran di hadapan Bunda Heni.“Jadi kamu tidak tahu yang sebenarnya?” tanya Arum, suaranya dingin.Heni mengerutka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 10 Merencanakan Pertemuan

    "Kenapa semua orang masih saja menyalahkanku?" gumam Hania lirih, air matanya mengalir deras."Karena kamu memang salah!" bentak Bian, amarah membara di matanya. "Jangan mengira kami menyalahkanmu tanpa alasan."Hania tersentak. Wajah Bian dipenuhi amarah yang mengerikan. Ia menggelengkan kepala cepat-cepat, seakan meyakinkan Bian jika ia tak bersalah. Namun, lagi-lagi Hania tak dapat berkutik. Ia hanya bisa diam, terjebak dalam ketakutan yang membeku. Seberapa besar pun ia membela diri, rasanya percuma, Bian tak akan pernah mempercayainya.***Sementara itu, Sean berjalan cepat melalui lorong rumah sakit, aroma obat-obatan yang menusuk hidungnya kini terasa, ia hendak bertemu Indra, salah satu dokter dan sahabatnya di rumah sakit ini. Setelah beberapa bulan berlalu, kali ini Sean datang kembali. Tanpa mengetuk pintu ia masuk, membuat Indra seketika mengalihkan pandangannya."Sean–""Apa kamu tahu, karena kesalahan rumah sakit ini, Hania menderita," ucap Sean tanpa berbasa-basi. Ind

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 11 Cemburu Atau Benci?

    Kembali satu pertanyaan terlontar dari bibir bunda Heni. Membuat Hania lagi-lagi bingung hendak menjawab apa. “Hem, Bunda, maaf sepertinya Hania mau tidur, ngantuk banget. Sampai besok ya, Bun, assalamu'alaikum.”Hania mengakhiri panggilan sepihak, Heni yang terkejut dengan terputusnya panggilan itu. Mengapa Hania menutupi hal ini pada sang bunda? Apakah ini salah satu permintaan Haris, sang ayah mertua? “Maafin, Hania, Bun. Sepertinya waktunya belum tepat buat Bunda tahu bagaimana sikap Mas Bian selama ini. Aku tidak mau Bunda khawatir dan malah buat Bunda jadi sakit,” batin Hania, merenung. ***Keesokan harinya, cahaya mentari pagi menyinari meja di sudut restoran, tempat Hania sudah duduk menunggu. Hania menggenggam segelas jus jeruk, matanya sesekali melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Perutnya yang membuncit terbungkus gaun katun berwarna biru muda, membuatnya tampak semakin cantik.Tak lama kemudian, Sean datang. Terduduk tepat di hadapan Hania, ia berkata, "Maaf, a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 12 Pilihan Sulit

    "Kenapa Papa selalu membela Hania? Aku anakmu, Papa! Kenapa kau lebih mempercayai dia daripada aku?" Bian menggeram, suaranya bergetar menahan amarah. Ia berjalan cepat menuju dapur, tangannya mengepal erat.Hendak mengambil air minum untuk menyiram hatinya yang terasa panas. “Padahal sudah jelas-jelas Hania berselingkuh! Tapi Papa tetap membelanya. Tanpa memikirkan perasaanku sama sekali!" Bian mencengkeram gelas berisi air, matanya melotot tajam. Air itu tercurah ke lantai, tak terurus.Hania yang mendengar perkataan Bian, perlahan mendekat. Ia berusaha menahan air matanya yang ingin tumpah. "Mas, aku mohon, jangan menuduhku seperti itu. Aku hamil karena kesalahan bayi tabung, bukan karena aku berselingkuh.”Seketika Bian menoleh, memperhatikan Hania yang berada di dekatnya. Tatapannya dingin menusuk dan rahangnya mengeras. "Kesalahan bayi tabung? Omong kosong! Jangan coba-coba mengelabui aku!" Bian berteriak, suaranya bergetar dengan amarah. Hania terhuyung mundur, wajahnya puca

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 13 Lalu Apakah Hania ...?

    “Selamatkan bayinya!”“Mami–” Sean terbelalak kala melihat sang ibu yang datang. “Apa maksud, Mami? Mami menginginkan terjadi sesuatu pada Hania?” tanya Sean dengan mata melebar.Ibu Sean menghela napas. “Sean, bukankah kamu juga mengharapkan bayi itu? Cuma bayi itu satu-satunya cara untuk kamu menjadi pewaris sah dalam keluarga.”“Tapi tidak harus mengorbankan Hania, Mi. Sudah cukup Hania menderita selama ini, jangan tambah lagi penderitaannya,” sambar Sean, suaranya bergetar.“Sean, kamu harus berpikir jernih. Kamu membutuhkannya. Bayi itu adalah masa depan kita. Kamu harus mengerti, ini bukan tentang Hania, tapi tentang kelangsungan keluarga kita.”“Keluarga? Keluarga apa yang Mami bicarakan? Keluarga yang tega mengorbankan nyawa orang lain demi kekuasaan?” Sean berdiri, tubuhnya gemetar. “Aku tidak mau menjadi pewaris seperti itu, Mi. Aku tidak mau hidup dengan rasa bersalah karena telah mengorbankan Hania. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika dia meninggal.”Perd

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14

Bab terbaru

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 91 Kemenangan Sean

    Anggi berdiri tegak, matanya menyiratkan keangkuhan yang menusuk. "Bukankah aku pernah berkata, Sean? Aku tidak akan membiarkanmu bahagia. Dan sekarang, jika kau tidak bahagia, maka aku telah berhasil dalam misiku." Nada bicaranya dingin, seperti es yang menusuk tulang.Sean merasakan darahnya mendidih. Tangannya mengepal erat, ingin sekali menghantam wajah wanita di hadapannya. Namun, ia menahan diri. Ia tahu, seorang wanita bukanlah tandingannya, setidaknya dalam hal fisik."Kau benar-benar licik, Anggi," desis Sean, suaranya bergetar menahan amarah. "Kau rela melihatku menderita demi kepuasanmu sendiri."Anggi terkekeh pelan, suaranya seperti tawa iblis yang mengerikan. "Menderita? Kau terlalu lemah untuk merasakan penderitaan, Sean. Kau hanya perlu sedikit waktu untuk menyadari bahwa kebahagiaan yang kau inginkan tidak akan pernah kau dapatkan."Tatapan mereka bertemu, penuh dengan amarah dan kebencian. Udara di antara mereka terasa panas dan menyesakkan. Sean merasakan amarah men

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 90 Ternyata Anggi Adalah Anggi

    Beberapa hari berlalu, mencekam dan penuh harap bagi keluarga Sean. Kegelisahan menggerogoti setiap detiknya. Bayangan Anggi Indrajaya, sosok yang selama ini menjadi misteri, menghantuinya. Akhirnya, telepon berdering, memutus lamunan Vin yang kelam. Sebuah suara tenang, tetapi tegas, terdengar dari seberang.“Saya sudah mendapat informasi tentang Anggi Indrajaya, Tuan. Saat ini ia sedang berada di sebuah restoran mewah seorang diri. Suasana di sana cukup sepi, menunjukkan ia sedang menunggu seseorang atau sesuatu. Saya akan kirimkan alamat restorannya. Lebih baik Tuan menemuinya sendiri,” ucap suara itu, nada seriusnya terasa menusuk.Jeda singkat terasa amat panjang, seakan-akan waktu berhenti berdetak. Vin merasakan jantungnya berdebar kencang, campuran antara ketegangan dan penasaran Pertemuan ini, akan menentukan segalanya.Ia segera mengakhiri panggilan, menunggu pesan singkat yang menentukan nasib perusahaannya. Bayangan Anggi, dengan segala misterinya, semakin jelas dalam bena

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 89 Anggi Indrajaya?

    "Sean, daddy tahu apa yang terjadi. Tak perlu kau jelaskan," ujar Vin, suaranya tenang, penuh keyakinan. "Daddy datang untuk membantu. Daddy akan berbicara dengan mereka yang membatalkan kontrak perusahaanmu." Sean tercengang, matanya terpaku pada wajah sang ayah, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Tapi, Dadd ...." "Tenanglah, Sean. Semua akan baik-baik saja!" Vin menepuk bahu Sean dengan lembut, senyum hangat terukir di wajahnya. "Daddy akan memastikannya." Tatapan Sean perlahan melembut, sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. Seolah beban berat di pundaknya sedikit berkurang, digantikan oleh secercah harapan yang terpancar dari mata sang ayah. *** Waktu terus berlalu, setiap detiknya terasa mencekam. Vin, dengan kecepatan dan ketegasan yang luar biasa, membongkar satu per satu permasalahan pelik yang membelit perusahaan Sean. Bayangan kecurigaan mulai menggelayut, apakah ini sekadar rangkaian kesalahan, atau ada tangan jahat yang sengaja menghancurka

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 88 Terancam Bangkrut

    "Apakah sudah ada informasi mengenai penyebab pembatalan kontrak ini?" Suara Sean terdengar dingin, tertekan, di seberang telepon. Matanya menyipit, rahangnya mengeras, mencerminkan kegundahan yang mendalam."Belum ada informasi pasti, Tuan. Namun, kabar buruk datang lagi. Tim HC juga baru saja membatalkan kontraknya."Sean terdiam sejenak, seolah tertusuk duri tajam. Napasnya tersengal, "Apa? Lagi? Ini sudah keterlaluan! Kenapa semua ini terjadi? Saya tidak peduli bagaimana caranya, cari tahu apa yang sedang terjadi di balik semua ini!""Baik, Tuan. Kami akan segera menyelidiki."Panggilan terputus, meninggalkan Sean di tengah badai kekhawatiran. Pria yang dikenal lembut dan tenang itu kini tercabik-cabik oleh amarah dan kekecewaan. Bayangan perusahaan yang terpuruk, mimpi yang runtuh, dan masa depan yang tak menentu menghantuinya. Ia terjebak dalam pusaran pertanyaan tanpa jawaban, dihantui ketakutan akan kehancuran yang tak terhindarkan.Sean mengusap wajahnya kasar, jari-jarinya m

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 87 Ada Apa Dengan Perusahaan?

    Ada perubahan signifikan pada penampilan Anggi. Jika sebelumnya ia selalu tampil sederhana, kali ini ia terlihat sangat rapi dan elegan, layaknya seorang wanita karir sukses. Rambutnya tertata sempurna, pakaiannya mahal dan berkelas.Perubahan penampilannya itu semakin menambah aura misterius dan berbahaya yang terpancar darinya. Entah apa yang menyebabkan perubahan drastis ini, tetapi satu hal yang pasti, ia tampak lebih dingin dan penuh perhitungan.Setelah mengamati keluarga Sean cukup lama, Anggi meraih ponselnya. Jari-jarinya bergerak cepat, menghubungi seseorang. Suaranya terdengar dingin dan tanpa emosi, berbeda jauh dengan raut wajahnya yang penuh amarah.“Jangan menunggu waktu lama,” ucapnya dengan tatapan tajam, “Aku sangat muak melihat mereka. Secepatnya kalian hancurkan perusahaannya.” Nada perintahnya tegas dan lugas, tanpa ruang untuk penolakan.Ancaman tersirat dalam setiap kata-kata yang diucapkannya, menunjukkan niatnya untuk menghancurkan kebahagiaan keluarga Sean d

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 86 Kebersamaan Keluarga Sean

    Hania menanti kedatangan Sean dengan cemas. Bayangan Anggi, wanita yang telah mengusik ketenangan rumah tangganya, masih menghantuinya. Tatapannya mengikuti setiap langkah Sean begitu ia masuk kamar."Bagaimana, Mas? Kamu sudah bicara dengan Anggi?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar.Sean mengangguk mantap, tetapi raut wajahnya masih menunjukkan sisa-sisa ketegangan. "Sudah, Han. Dia sudah pergi," jawabnya, kata-kata itu diucapkan dengan nada yang lebih berat daripada yang diharapkan Hania. Ada sesuatu yang tersirat di balik kata-kata itu.Hania mendesah lega, rasa syukur memenuhi hatinya. Namun, lega itu tak sepenuhnya menghilangkan rasa was-was. "Alhamdulillah," ucapnya lirih, "akhirnya hubungan kita dijauhkan dari perempuan seperti Anggi, Mas."Sean duduk di samping Hania, tangannya meraih dan menggenggam erat tangan istrinya. Tatapannya intens, mencari kedalaman mata Hania, mencari kepastian dan ketenangan. "Kamu tenang ya," bisiknya, suaranya lembut, tetapi tegas. "Tidak akan a

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 85 Keputusan Akhir untuk Anggi

    Tangan Anggi tiba-tiba menggenggam lengan Sean dengan sangat erat, dan matanya yang penuh air mata itu menatap dengan intens. “Jangan ... kalau kamu melangkah lebih jauh ... semua akan berubah,” kata Anggi pelan, dengan suara yang tiba-tiba penuh ancaman."Apa maksudmu? Anggi, lepaskan saya!"***Hania duduk di sofa, memandang kosong ke arah jendela. Matanya yang semula cerah kini terlihat lelah, terjaga hanya karena gelisah yang tak kunjung hilang. Pikirannya berkecamuk. Tidak ada lagi kebahagiaan yang terasa murni sejak Anggi datang ke dalam kehidupan mereka. Setiap sudut rumah yang dulu penuh tawa kini dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan. Dan Hania merasa itu semua bermula sejak Anggi muncul.Dia bukan hanya menggoyahkan kedamaian rumah tangga mereka, tetapi juga merusak fondasi kepercayaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Anggi bukan lagi sekedar pembantu. Dia sudah menjadi ancaman yang nyata. Bukan hanya bagi Sean, tetapi juga bagi Hania sendiri, yang setiap hari me

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 84 Sean Membuktikan Kebenarannya

    Hari itu terasa lebih berat dari biasanya bagi Sean. Di luar jendela, cuaca tampak cerah, tetapi di dalam rumahnya, perasaan sesak itu masih tetap menggantung. Setiap langkah yang diambilnya menuju ruang tamu seolah membawa beban yang lebih berat. Hania, istrinya tercinta, semakin menjauh darinya, diselimuti oleh keraguan yang tak kunjung padam.Foto itu, meski telah dijelaskan dengan segala upaya, tetap menjadi bayangan gelap yang terus menghantui mereka. Sean tahu, jika dia tidak segera menemukan bukti untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah, semuanya bisa berakhir. Kepercayaan Hania padanya akan hancur, dan hubungan mereka bisa hancur begitu saja. Dia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Tidak setelah segala yang mereka bangun bersama, tidak setelah bayi mereka yang baru lahir, yang masih memerlukan perhatian penuh dari kedua orangtuanya."Sean, aku tahu kamu bisa mengatasinya," suara Arum tiba-tiba terdengar dari belakangnya, mengalihkan perhatian Sean dari pikirannya. Arum berd

  • Misteri Janin Di Rahim Istriku   Ch 83 Manipulasi Anggi

    "Apa maksudmu, Han?" Sean terkejut dengan pertanyaan sang istri yang seorang menyerang. Dengan mata memerah Hania menunjukan foto tersebut. Dadanya naik turun, ia merasa begitu sakit hati. Sean terbelalak, ia tak mengerti dengan apa yang ada di hadapannya. Sean menggeleng berulang kali, ekspresi wajahnya menampakan ketidakpercayaan. ***Pagi itu, Hania duduk terpaku di meja makan. Cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui jendela dapur seolah tak mampu menembus ketegangan yang melingkupi udara di rumah mereka. Ponsel Sean yang masih tergeletak di atas meja, dengan foto yang telah mengusik pikirannya, kini menjadi simbol dari segala kebingungannya.Hania menatap foto itu sekali lagi, mencoba mencari penjelasan yang masuk akal. Tapi setiap kali matanya beralih pada gambar itu, hatinya terasa semakin hancur. Sean, suaminya yang selama ini ia percayai, terlihat tertidur lelap di samping Anggi. Apa yang sebenarnya terjadi di malam itu? Bagaimana bisa foto seperti itu ada tanpa penjel

DMCA.com Protection Status