Jeremy mengemasi barang-barang beserta pakaiannya ke dalam koper. Ia marah kepada kedua orang tuanya mengenai hubungan bersama Alka tidak direstui. Kemarin, Jeremy diberikan pilihan oleh sang ayah. Tetap memilih menikah dengan Alka tapi putus hubungan antara orang tua dan anak, atau merelakan Alka tapi mendapatkan kepercayaan mengelola perusahaan keluarga. Ia memilih untuk pergi dari rumah itu demi memperjuangkan cinta Alka.
"Mau ke mana kamu Jeremy?" tanya sang ibu saat memasuki kamar.
"Aku mau pergi, Ma," jawab Jeremy.
"Pergi ke mana?" tanya Wilda panik.
"Aku ingin menemui Alka. Walaupun Mama dan Papa tidak mau merestui kami, aku akan tetap memperjuangkanmu cintaku untuk Alka."
"Nak! tolong jangan pergi ...," mohon Wilda.
"Apa jika aku tidak pergi, Mama dan Papa akan merestuiku dengan Alka? Aku rasa tidak."
Wilda menangis melihat sang putra yang akan pergi meninggalkannya. Bagaimana tidak. Seorang anak semata wayang yang ia besarkan memilih pergi hanya untuk memperjuangkan cinta kepada gadis pujaannya.
Jeremy kemudian mengangkat koper dan segera keluar dari kamarnya. Jeremy berjalan dengan cepat menuruni tangga. Di belakang Jeremy, terdapat sang ibu yang melangkah dengan cepat. Wilda berusaha mengejar putranya dan memohon agar jangan pergi meninggalkan rumah.
"Jeremy! Nak! Tolong jangan pergiii ... Mama dan Papa minta maaf karena tak merestuimu dengan gadis pujaan. Tapi Mama dan Papa ingin memberikan yang terbaik untuk kamu."
Jeremy tak menggubris ucapan sang Ibu. Di ruang tamu, terdapat Hasan sedang membaca koran dengan santai dan sama sekali tidak terganggu dengan interaksi Wilda dan Jeremy. Wilda melirik kesal kepada sang suami karena tidak peduli mengenai Jeremy yang akan pergi.
"Papa! Tolong lakukan sesuatu! Anak kita ingin pergi dari rumah karena kita tidak merestui hubungannya dengan Alka. Apa kamu ingin membiarkan anak kita pergi, Pa?" rengek Wilda.
"Untuk apa kita harus menghalanginya? Biarkan saja dia pergi. Anak tidak tahu diri."
Jeremy berhenti sejenak dan menurunkan kopernya. Ia menatap sejenak rumah yang akan ia tinggalkan. Sebelum pergi, Jeremy menatap orang tuanya secara bergantian.
"Tidak apa-apa Papa dan Mama membenci aku yang lebih memilih memperjuangkan Alka. Karena menurutku, mencintai seseorang itu tidak membutuhkan alasan apapun. Dan tidak perlu memandang latar belakangnya, asal dia bisa membawa kebahagiaan untuk kita."
Hasan melipat koran dan memandang dingin putranya. "Baiklah jika itu mau kamu. Silakan pergi dari rumah ini dan perjuangkan wanita itu. Tapi ada syaratnya sebelum kamu pergi dari rumah ini."
"Syarat apa, Pa?" tanya Jeremy.
"Semua kartu yang ada padamu, tolong tinggalkan! Karena itu adalah pemberian dari Papa. Papa tidak ingin kamu menggunakan uang itu untuk membelanjakan wanita itu."
Jeremy menghela napas. "Baiklah tidak masalah. Tanpa bergantung dengan Papa, aku bisa mencari uang sendiri."
Jeremy lalu membuka tasnya lalu mengambil dompet dan mengeluarkan semua kartu ATM serta black card pemberian sang Ayah. Tanpa ragu, ia menaruh semua kartu itu di atas meja.
"Aku pamit Pa, Ma."
Jeremy melangkah pergi dengan tenang sambil menyeret koper dan juga tasnya. Tujuannya ingin terbang ke Yogyakarta menemui gadis pujaan hatinya. Jeremy yakin, meskipun ia sekarang tidak memiliki apapun, Alka tidak mungkin mencampakkan. Alka bukanlah wanita yang materialistis dan gila uang.
Sedangkan Wilda sang Ibu, menangis melihat karena putra kesayangannya pergi dari rumah. Anak laki-laki itu dengan tanpa ragu dan tanpa takut mengenai ancaman sang ayah yang mengambil dan mencabut semua fasilitas yang diberikan. Wilda protes kepada sang suami yang membiarkan anak mereka pergi begitu saja.
"Kenapa kamu membiarkan anak kita pergi, Pa? Aku tidak ingin kehilangan dia. Mengapa kamu tidak melakukan sesuatu untuk menahan dia agar dia tidak pergi meninggalkan kita?"
"Kamu jangan selalu memanjakan anak itu. Sesekali dia harus diberikan pelajaran. Karena dia tidak bisa diperingatkan dan tidak bisa menuruti apa nasehat dan larangan kita sebagai orang tua, maka kita harus mengambil langkah tegas. Kita lihat apakah dia bisa hidup tanpa uang? Aku yakin bahwa Alka tidak akan mungkin menerima dia yang tidak memiliki apa-apa sekarang."
**
Alka berjalan pelan menuruni lereng gunung dengan hati-hati sambil menggendong karung besar berisi sayuran. Karung besar yang ia kaitkan dengan sehelai kain panjang yang biasa disebut jarik itu, berisi kubis yang akan dia jual kepada tengkulak. Hari ini Alka tidak kuliah karena libur. Pekerjaan Alka sebagai pegawai minimarket dikerjakan saat menjalani shift malam.
"Hati-hati kepleset Alka!" ucap wanita paruh baya yang sedang memanen daun bawang.
"Iya, Bu. Makasih."
Jalan setapak yang dilewati oleh Alka terasa licin setelah pagi hari diguyur hujan. Jika tidak berhati-hati berjalan menuruni jalan itu, maka Alka akan terpeleset dan terjungkal. Tak hanya itu, sayuran yang ia gendong juga akan berceceran jika seandainya tidak diikat dengan kuat ujung dari karung itu.
Alka menyeka keringat yang membanjiri pelipisnya. Ia mempercepat langkah karena sebentar lagi sampai di rumah tengkulak. Setelah pulang dari rumah tengkulak, uang hasil menjual kubis ia masukkan ke kantong celana. Harga kubis sangat murah. Namun Alka tetap bersyukur meskipun hasilnya sedikit bisa menambah uang sakunya.
Ketika Alka melangkahkan kaki beberapa meter lagi sampai rumah, ia terpaku dengan sosok pria yang berdiri di depan rumahnya. Pria itu memandang sendu rumah Alka.
"Kamu?!" Alka terkejut melihat kedatangan Jeremy dihadapannya.
"Alka!" Jeremy menoleh ke belakang. Ia melepaskan tasnya, mendekat, dan memeluk Alka. Alka terkejut dan hampir saja terhuyung ke belakang.
"Tolong jangan peluk aku. Aku bau keringat habis panen sayuran." Alka mendorong tubuh Jeremy agar tidak memeluknya. Namun pria itu tidak peduli.
Jeremy menggeleng. "Aku tidak peduli. Aku rindu kamu."
Alka akhirnya pasrah tubuhnya dipeluk erat oleh pria itu. Namun, tatapannya teralihkan dengan koper dan tas yang dibawa oleh Jeremy. Dalam hati, ia bertanya, apakah Jeremy diusir oleh kedua orang tuanya?
"Mas bawa koper dan tas, mau pergi ke mana?" tanya Alka penasaran.
Jeremy melepaskan pelukannya."Boleh aku masuk rumah? Aku lelah setelah merasakan perjalanan jauh."
"Ya sudah. Ayo masuk!" ajak Alka.
Didalam rumah, Alka menyiapkan segelas air minum dan ia berikan kepada Jeremy. Jeremy menerima gelas berisi air dan meminumnya hingga tandas. Alka kemudian menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Jeremy di ruang makan.
"Jadi Mas pergi meninggalkan orang tua untuk menemui aku. Mas yakin tetap ingin menikahi aku meskipun orang tua Mas tidak setuju?"
Jeremy mengangguk. "Iya, Sayang. Aku sungguh sangat mencintai kamu. Tidak ingin kehilangan kamu."
Alka menampilkan senyuman dengan perasaan yang campur aduk. Bohong jika dia tidak bahagia melihat Jeremy yang bertekad memperjuangkan dirinya. Namun disatu sisi, Alka merasa bersalah telah membuat orang tua dan anak saling menjauh.
"Kamu tahu seperti apa latar belakangku, Mas. Aku hanya anak petani dan anak orang miskin. Beda jauh dengan kamu."
"Aku tidak peduli. Aku rela kehilangan segalanya asal jangan kehilanganmu," tegas Jeremy.
Alka menghela napas. "Tolong pikirkan lagi ... Jangan keputusan Mas sekarang akan membuatmu menyesal kemudian hari."
"Apa kamu pikir, aku tidak memikirkan risiko sebelum mengambil keputusan?"
Jeremy menatap wajah Alka dengan lekat. Alka diam menunggu Jeremy yang masih ingin melanjutkan ucapannya.
"Tentu saja aku tahu keputusan apa yang harus aku pilih, dan apa risikonya. Apapun keputusan yang aku ambil, aku harus siap menerima hasilnya walaupun mengecewakanku. Aku tidak pernah menyesali apa yang terjadi. Karena itu semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa."
Alka diam dan tidak tahu harus berbicara apa. Jeremy yang menatap Alka dengan kediamannya, membuat pria itu mengerutkan kening. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh Alka?
"Kenapa kamu diam, Alka? Apakah kamu keberatan dengan keputusanku ini? Apa kamu tidak ingin menghargai pengorbananku demi kamu?"
Alka terkejut dengan pertanyaan Jeremy. "Bu-bukan begitu maksudku."
Alka terkejut dengan Jeremy yang berpikiran bahwa ia tidak menghargai pengorbanan pria itu. Alka berusaha mencari kata untuk menjelaskan agar Jeremy tidak salah paham.
"Aku ingin kita segera menikah. Nanti sore kita ke KUA untuk menikah secara sah menurut hukum dan negara." Jeremy mengambil keputusan yang mengejutkan Alka.
Alka melebarkan matanya. "Menikah? Secepat ini?!"
********
"Sah!" Suara para saksi dan wali hakim serempak menjawab penghulu yang memimpin ijab qobul.
Jeremy dan Alka melaksanakan pernikahan di KUA malam itu juga. Setelah Jeremy datang menemui Alka, ia langsung meminta surat pengantar dari kepala desa tempat tinggal Alka untuk menikah. Jeremy menghadiahkan sebuah mahar cincin berlian yang ia beli jauh sebelum ia mengajak Alka ke rumah orang tuanya.
Sebelumnya, Jeremy dan Alka sedikit berdebat untuk melaksanakan pernikahan ini. Alka mengatakan kepada Jeremy untuk tidak terburu-buru menikah. Tapi pria itu salah paham dan mengira Alka mempermainkan perasaan Jeremy. Akhirnya, Alka setuju dengan ajakan Jeremy untuk melakukan prosesi pernikahan di KUA.
Setelah prosesi ijab qobul selesai, dan doa bersama di lakukan, Jeremy dan Alka berdiri di taman belakang gedung KUA.
"Alhamdulillah akhirnya kita resmi menjadi suami istri. Aku berjanji akan melakukan apapun demi membahagiakan kamu," ucap Jeremy menatap dalam netra Alka.
"Aku tidak meminta yang muluk-muluk, Mas. Cukup Mas setia dan tidak pernah menghianati aku."
"Aku tidak akan pernah menodai sumpah janji pernikahan kita. Ingatlah dan tolong kamu pegang kata-kataku ini."
Alka mengangguk. "Aku percaya, Mas."
Diantara mereka berdua, saling mengucapkan janji saling setia dan tidak akan meninggalkan satu sama lain. Bulan purnama malam itu bersinar cukup terang. Bintang-bintang berhamburan menambah keindahan pemandangan alam diwaktu malam. Dan itu semua menjadi saksi bisu Alka dan Jeremy mengucapkan janji.
"Tapi ... Mas? ..." Alka menatap wajah pria yang kini telah resmi menjadi suaminya.
"Ya?" Jeremy tersenyum, "apa, Sayang?"
Alka terlihat ragu untuk berbicara. Takut ucapannya menyinggung Jeremy. Berusaha mengumpulkan keberanian, akhirnya ia bertanya ...
"Semua uang yang kamu miliki, telah diambil seluruhnya oleh orang tua kamu. Apa kamu punya uang untuk biaya hidup kita beberapa bulan ke depan ...?"
Setelah Alka dan Jeremy resmi menikah, keduanya lalu pindah ke Jakarta. Mereka menyewa sebuah kontrakan yang lumayan kecil. Sebelum mereka berangkat ke Jakarta, Alka dan Jeremy terlebih dahulu bekerja ikut panen cabai selama satu minggu. Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Jeremy dan Alka terlibat pertengkaran kecil terlebih dahulu. Sebabnya, Alka tidak mau diajak pindah ke Jakarta. Biaya hidup di Jakarta sangatlah mahal. Tidak seperti di Yogyakarta terutama tinggal di pedesaan.Menurut data statistik pemerintah, biaya hidup di Yogyakarta adalah yang paling termurah sekitar 2,9 juta per bulan. Biaya sebesar itu, untuk mahasiswa dan pekerja yang menyewa tempat tinggal. Jika tinggal di desa, pengeluaran keuangan akan lebih murah lagi. Keputusan untuk pindah ke Jakarta, bukanlah perkara yang mudah bagi Alka. Ia sendiri tidak tahu apakah bisa mengatur keuangan di Jakarta. Terlebih lagi Jeremy saat ini belum mendapatkan pekerjaan."Maaf ya, Sayang. Kita hanya bisa menyewa rumah s
"Lantas, jika kamu wanita pilihan kedua orang tua Jeremy, kenapa? Toh saat ini aku yang menjadi istri Jeremy." Alka berbicara santai namun menusuk hati Diana.Diana tersenyum getir dan menahan kesal. "Aku pikir kamu tidak bisa berbicara.""Kamu pikir aku patung tidak bisa bicara?""Percaya diri sekali kamu dengan statusmu sebagai istri seorang Jeremy," cibir Diana, "tanpa kamu sadari siapa dirimu.""Kenapa aku tidak boleh percaya diri? Aku menikah dengannya sah menurut hukum dan agama. Bukan menikah siri apalagi sebagai simpanan. Seperti kamu," ucap Alka dengan lantang.Alka tahu sedikit mengenai Diana Rosita, wanita pilihan kedua orang tua Jeremy yang akan dijodohkan kepada pria yang saat ini sudah menjadi suami Alka. Diana adalah anak seorang pengusaha dan pejabat, namun kerap menjadi simpanan pria beristri. Itulah sebabnya Jeremy tidak mau dijodohkan dengan Diana. Sindiran yang dilemparkan oleh Alka tadi, membuat Diana naik pitam."Berani kamu menghina aku seperti itu!" hardik Dian
Jeremy pulang ke rumah dengan wajah yang berbinar cerah. Ia tidak sabar segera memberikan kejutan untuk sang istri. Sebuah hadiah yang telah ia siapkan beberapa hari lalu, kini saatnya ia persembahkan kepada wanita belahan jiwanya."Sayang!" seru Jeremy."Iya, Mas. Sudah pulang?" Alka meletakkan selang dan mematikan kran air. Istri kesayangan Jeremy itu sedang menyiram tanaman bunga dan sayurannya."Aku punya hadiah untuk kamu," beritahu Jeremy sambil tersenyum lebar."Hadiah apa, Mas?" Alka penasaran."Coba tutup dulu matanya!" interupsi Jeremy.Alka mengerutkan kening. "Kenapa harus tutup mata segala, sih? Nggak usah aneh-aneh deh.""Bukan aneh-aneh kok, Sayang.""Benar?" tanya Alka tidak percaya.Jeremy mencubit gemas pipi Alka. "Iya. Coba tutup mata dulu. Kalau nggak tutup mata, nggak surprise dong."Akhirnya Alka menuruti Jeremy yang memintanya untuk menutupi mata. Alka merasa penasaran sekaligus cemas dengan kejutan yang akan diberikan oleh Jeremy. Disaat mata Alka tertutup, Jer
"Maaf! kondisi pasien bernama Jeremy sedang mengalami koma," terang Dokter Herman, dokter yang menangani Jeremy. Wilda, sang ibu yang mendengarkan merasa syok. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh sang suami. Airmata seketika berderai membasahi wajah wanita paruh baya yang masih cantik itu. "Kami menemukan cedera otak pada pasien akibat benturan keras yang terjadi. Sehingga menimbulkan pergeseran dan rotasi otak didalam tengkorak," jelas Dokter Herman. "Lalu, kapan anak saya akan bangun dokter?" tanya Hasan. Dokter Herman menggeleng pelan. "Kami tidak bisa memastikan kapan pasien akan bangun. Berdoa saja. Semoga diberikan keajaiban." Hasan mengangguk mendengarkan dokter Herman. Sedangkan Wilda, hanya menangis sambil mengelus dadanya yang terasa sakit dan sesak. Wilda sangat takut bila seandainya tidak ada keajaiban dan Jeremy tidak selamat. "Saya permisi terlebih dahulu. Ada pasien lain yang menunggu saya." "Terima kasih, Do
Seorang wanita berulangkali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Hal pertama yang ia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah langit-langit berwarna putih. Dibersamai dengan aroma obat yang menyerbak mengusik indra penciuman, ia tahu bahwa saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit. Sebuah perban melingkar di kepalanya. Merasakan punggung yang terasa ngilu, ia berpikir bahwa dirinya telah lama berbaring. Ia mencoba bangun dari berbaring, namun kepalanya terasa sakit. "Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Mbak. Mbaknya baru sadar," tegur Suster yang baru saja masuk ke ruangan rawat. Wanita itu mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit saat ini. Kemudian ia melebarkan matanya terkejut ketika mengingat ia mengalami kecelakaan tidak sendirian. "Di mana suami saya?" tanya wanita itu
Hujan deras dan suara petir menggelegar menandai berakhirnya musim kemarau. Di malam pertama turun hujan, aroma petrichor tercium menguap ke udara. Aroma antara tanah kering dan air hujan yang menyatu memang sangat menyenangkan. Sekaligus ucapan rasa syukur atas rahmat Tuhan karena diberikan keberkahan atas turunnya hujan setelah musim kemarau yang panjang. Di rumah Nena, tepatnya di Yogyakarta, wanita yang merupakan kakak sepupu Alka itu tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, tanaman bunga dan sayuran yang mulai akan mati, kini setidaknya ikut tersenyum bahagia karena diguyur hujan. "Alhamdulillah! Sudah turun hujan. Kamu akan tumbuh subur lagi," ucap Nena dengan penuh rasa syukur sambil melihat tanaman-tanamannya. Nena mencoba membuka tirai di jendela rumahnya untuk memandang hujan turun. Namun, bukannya melihat aliran air yang turun dari sudut genting, Nena malah terpaku dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Nena penasaran dengan sosok i
Jeremy berulangkali menggerakkan jari-jari tangannya secara perlahan. mata yang masih tertutup itu, bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Beberapa hari terakhir, setelah 2 bulan mengalami koma, hasil pemeriksaan dari dokter menunjukkan bahwa Jeremy semakin menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Hal itu disambut dengan lega oleh Wilda maupun Hasan. Tak lama kemudian, Jeremy membuka matanya, dan menatap sekeliling ruangan. Langit-langit putih yang pertama kali ia tatap, dan aroma obat-obatan yang menusuk indra penciuman, menyadarkan dirinya tengah berada di rumah sakit. Jeremy merasakan pusing di kepalanya. Jeremy mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Sontak, Jeremy melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. Raut wajah yang semula lemah, seketika berubah menjadi khawatir. "Di mana istriku? Apa dia baik-baik saja?" gumamnya.
"Mas! Apa sebaiknya kita tunda saja pertemuan dengan kedua orang tua Mas. Aku belum siap," ucap Alka ketika tengah berdiri tepat di depan rumah Jeremy."Tapi kita sudah terlanjur sampai di sini. Kemarin kamu bilang sanggup bertemu dengan kedua orang tua Mas. Kenapa sekarang berubah pikiran?" Jeremy bingung dengan sikap wanitanya. Jeremy sudah berada di Yogyakarta selama 3 hari sebelum mengajak Alka menemui kedua orang tuanya. Jeremy mengutarakan niatnya ingin mempersunting Alka setelah mereka menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Maka dari itu, Jeremy ingin mengajak Alka untuk terbang ke Makassar.Awalnya Alka menolak berulang kali karena takut bila orang tua Jeremy tidak merestui. Namun Jeremy tak mau menyerah membujuk wanitanya. Dan akhirnya, Alka menuruti ajakan Jeremy."Buang pikiran negatifmu jauh-jauh. Percayalah kepadaku. Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan."Alka mengangguk mendengar ucapan Jeremy. Dalam hati ia berharap, semoga apa yang ia duga tidak terjadi. Jeremy
Jeremy berulangkali menggerakkan jari-jari tangannya secara perlahan. mata yang masih tertutup itu, bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Beberapa hari terakhir, setelah 2 bulan mengalami koma, hasil pemeriksaan dari dokter menunjukkan bahwa Jeremy semakin menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Hal itu disambut dengan lega oleh Wilda maupun Hasan. Tak lama kemudian, Jeremy membuka matanya, dan menatap sekeliling ruangan. Langit-langit putih yang pertama kali ia tatap, dan aroma obat-obatan yang menusuk indra penciuman, menyadarkan dirinya tengah berada di rumah sakit. Jeremy merasakan pusing di kepalanya. Jeremy mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Sontak, Jeremy melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. Raut wajah yang semula lemah, seketika berubah menjadi khawatir. "Di mana istriku? Apa dia baik-baik saja?" gumamnya.
Hujan deras dan suara petir menggelegar menandai berakhirnya musim kemarau. Di malam pertama turun hujan, aroma petrichor tercium menguap ke udara. Aroma antara tanah kering dan air hujan yang menyatu memang sangat menyenangkan. Sekaligus ucapan rasa syukur atas rahmat Tuhan karena diberikan keberkahan atas turunnya hujan setelah musim kemarau yang panjang. Di rumah Nena, tepatnya di Yogyakarta, wanita yang merupakan kakak sepupu Alka itu tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, tanaman bunga dan sayuran yang mulai akan mati, kini setidaknya ikut tersenyum bahagia karena diguyur hujan. "Alhamdulillah! Sudah turun hujan. Kamu akan tumbuh subur lagi," ucap Nena dengan penuh rasa syukur sambil melihat tanaman-tanamannya. Nena mencoba membuka tirai di jendela rumahnya untuk memandang hujan turun. Namun, bukannya melihat aliran air yang turun dari sudut genting, Nena malah terpaku dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Nena penasaran dengan sosok i
Seorang wanita berulangkali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Hal pertama yang ia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah langit-langit berwarna putih. Dibersamai dengan aroma obat yang menyerbak mengusik indra penciuman, ia tahu bahwa saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit. Sebuah perban melingkar di kepalanya. Merasakan punggung yang terasa ngilu, ia berpikir bahwa dirinya telah lama berbaring. Ia mencoba bangun dari berbaring, namun kepalanya terasa sakit. "Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Mbak. Mbaknya baru sadar," tegur Suster yang baru saja masuk ke ruangan rawat. Wanita itu mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit saat ini. Kemudian ia melebarkan matanya terkejut ketika mengingat ia mengalami kecelakaan tidak sendirian. "Di mana suami saya?" tanya wanita itu
"Maaf! kondisi pasien bernama Jeremy sedang mengalami koma," terang Dokter Herman, dokter yang menangani Jeremy. Wilda, sang ibu yang mendengarkan merasa syok. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh sang suami. Airmata seketika berderai membasahi wajah wanita paruh baya yang masih cantik itu. "Kami menemukan cedera otak pada pasien akibat benturan keras yang terjadi. Sehingga menimbulkan pergeseran dan rotasi otak didalam tengkorak," jelas Dokter Herman. "Lalu, kapan anak saya akan bangun dokter?" tanya Hasan. Dokter Herman menggeleng pelan. "Kami tidak bisa memastikan kapan pasien akan bangun. Berdoa saja. Semoga diberikan keajaiban." Hasan mengangguk mendengarkan dokter Herman. Sedangkan Wilda, hanya menangis sambil mengelus dadanya yang terasa sakit dan sesak. Wilda sangat takut bila seandainya tidak ada keajaiban dan Jeremy tidak selamat. "Saya permisi terlebih dahulu. Ada pasien lain yang menunggu saya." "Terima kasih, Do
Jeremy pulang ke rumah dengan wajah yang berbinar cerah. Ia tidak sabar segera memberikan kejutan untuk sang istri. Sebuah hadiah yang telah ia siapkan beberapa hari lalu, kini saatnya ia persembahkan kepada wanita belahan jiwanya."Sayang!" seru Jeremy."Iya, Mas. Sudah pulang?" Alka meletakkan selang dan mematikan kran air. Istri kesayangan Jeremy itu sedang menyiram tanaman bunga dan sayurannya."Aku punya hadiah untuk kamu," beritahu Jeremy sambil tersenyum lebar."Hadiah apa, Mas?" Alka penasaran."Coba tutup dulu matanya!" interupsi Jeremy.Alka mengerutkan kening. "Kenapa harus tutup mata segala, sih? Nggak usah aneh-aneh deh.""Bukan aneh-aneh kok, Sayang.""Benar?" tanya Alka tidak percaya.Jeremy mencubit gemas pipi Alka. "Iya. Coba tutup mata dulu. Kalau nggak tutup mata, nggak surprise dong."Akhirnya Alka menuruti Jeremy yang memintanya untuk menutupi mata. Alka merasa penasaran sekaligus cemas dengan kejutan yang akan diberikan oleh Jeremy. Disaat mata Alka tertutup, Jer
"Lantas, jika kamu wanita pilihan kedua orang tua Jeremy, kenapa? Toh saat ini aku yang menjadi istri Jeremy." Alka berbicara santai namun menusuk hati Diana.Diana tersenyum getir dan menahan kesal. "Aku pikir kamu tidak bisa berbicara.""Kamu pikir aku patung tidak bisa bicara?""Percaya diri sekali kamu dengan statusmu sebagai istri seorang Jeremy," cibir Diana, "tanpa kamu sadari siapa dirimu.""Kenapa aku tidak boleh percaya diri? Aku menikah dengannya sah menurut hukum dan agama. Bukan menikah siri apalagi sebagai simpanan. Seperti kamu," ucap Alka dengan lantang.Alka tahu sedikit mengenai Diana Rosita, wanita pilihan kedua orang tua Jeremy yang akan dijodohkan kepada pria yang saat ini sudah menjadi suami Alka. Diana adalah anak seorang pengusaha dan pejabat, namun kerap menjadi simpanan pria beristri. Itulah sebabnya Jeremy tidak mau dijodohkan dengan Diana. Sindiran yang dilemparkan oleh Alka tadi, membuat Diana naik pitam."Berani kamu menghina aku seperti itu!" hardik Dian
Setelah Alka dan Jeremy resmi menikah, keduanya lalu pindah ke Jakarta. Mereka menyewa sebuah kontrakan yang lumayan kecil. Sebelum mereka berangkat ke Jakarta, Alka dan Jeremy terlebih dahulu bekerja ikut panen cabai selama satu minggu. Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Jeremy dan Alka terlibat pertengkaran kecil terlebih dahulu. Sebabnya, Alka tidak mau diajak pindah ke Jakarta. Biaya hidup di Jakarta sangatlah mahal. Tidak seperti di Yogyakarta terutama tinggal di pedesaan.Menurut data statistik pemerintah, biaya hidup di Yogyakarta adalah yang paling termurah sekitar 2,9 juta per bulan. Biaya sebesar itu, untuk mahasiswa dan pekerja yang menyewa tempat tinggal. Jika tinggal di desa, pengeluaran keuangan akan lebih murah lagi. Keputusan untuk pindah ke Jakarta, bukanlah perkara yang mudah bagi Alka. Ia sendiri tidak tahu apakah bisa mengatur keuangan di Jakarta. Terlebih lagi Jeremy saat ini belum mendapatkan pekerjaan."Maaf ya, Sayang. Kita hanya bisa menyewa rumah s
Jeremy mengemasi barang-barang beserta pakaiannya ke dalam koper. Ia marah kepada kedua orang tuanya mengenai hubungan bersama Alka tidak direstui. Kemarin, Jeremy diberikan pilihan oleh sang ayah. Tetap memilih menikah dengan Alka tapi putus hubungan antara orang tua dan anak, atau merelakan Alka tapi mendapatkan kepercayaan mengelola perusahaan keluarga. Ia memilih untuk pergi dari rumah itu demi memperjuangkan cinta Alka."Mau ke mana kamu Jeremy?" tanya sang ibu saat memasuki kamar."Aku mau pergi, Ma," jawab Jeremy."Pergi ke mana?" tanya Wilda panik."Aku ingin menemui Alka. Walaupun Mama dan Papa tidak mau merestui kami, aku akan tetap memperjuangkanmu cintaku untuk Alka.""Nak! tolong jangan pergi ...," mohon Wilda."Apa jika aku tidak pergi, Mama dan Papa akan merestuiku dengan Alka? Aku rasa tidak."Wilda menangis melihat sang putra yang akan pergi meninggalkannya. Bagaimana tidak. Seorang anak semata wayang yang ia besarkan memilih pergi hanya untuk memperjuangkan cinta kep
"Mas! Apa sebaiknya kita tunda saja pertemuan dengan kedua orang tua Mas. Aku belum siap," ucap Alka ketika tengah berdiri tepat di depan rumah Jeremy."Tapi kita sudah terlanjur sampai di sini. Kemarin kamu bilang sanggup bertemu dengan kedua orang tua Mas. Kenapa sekarang berubah pikiran?" Jeremy bingung dengan sikap wanitanya. Jeremy sudah berada di Yogyakarta selama 3 hari sebelum mengajak Alka menemui kedua orang tuanya. Jeremy mengutarakan niatnya ingin mempersunting Alka setelah mereka menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Maka dari itu, Jeremy ingin mengajak Alka untuk terbang ke Makassar.Awalnya Alka menolak berulang kali karena takut bila orang tua Jeremy tidak merestui. Namun Jeremy tak mau menyerah membujuk wanitanya. Dan akhirnya, Alka menuruti ajakan Jeremy."Buang pikiran negatifmu jauh-jauh. Percayalah kepadaku. Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan."Alka mengangguk mendengar ucapan Jeremy. Dalam hati ia berharap, semoga apa yang ia duga tidak terjadi. Jeremy