"Lantas, jika kamu wanita pilihan kedua orang tua Jeremy, kenapa? Toh saat ini aku yang menjadi istri Jeremy." Alka berbicara santai namun menusuk hati Diana.
Diana tersenyum getir dan menahan kesal. "Aku pikir kamu tidak bisa berbicara."
"Kamu pikir aku patung tidak bisa bicara?"
"Percaya diri sekali kamu dengan statusmu sebagai istri seorang Jeremy," cibir Diana, "tanpa kamu sadari siapa dirimu."
"Kenapa aku tidak boleh percaya diri? Aku menikah dengannya sah menurut hukum dan agama. Bukan menikah siri apalagi sebagai simpanan. Seperti kamu," ucap Alka dengan lantang.
Alka tahu sedikit mengenai Diana Rosita, wanita pilihan kedua orang tua Jeremy yang akan dijodohkan kepada pria yang saat ini sudah menjadi suami Alka. Diana adalah anak seorang pengusaha dan pejabat, namun kerap menjadi simpanan pria beristri. Itulah sebabnya Jeremy tidak mau dijodohkan dengan Diana. Sindiran yang dilemparkan oleh Alka tadi, membuat Diana naik pitam.
"Berani kamu menghina aku seperti itu!" hardik Diana.
"Itu faktanya kan?" Alka masih bersikap tenang dengan melihat raut wajah Diana yang berubah muram.
Diana mengetatkan rahangnya dan menatap tajam Alka. Ia merasa harga dirinya dijatuhkan oleh gadis yang telah menjadi istri Jeremy. Matanya beralih ke sebuah gelas yang masih penuh berisi jus jeruk. Diana meraih gelas itu lalu menyiramkan ke wajah Alka.
BYUR!
Alka terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Diana hingga bangkit dari duduknya.
"Alka!" Jeremy yang baru saja keluar bersama Kelvin berlari ke arah istrinya.
Aksi yang dilakukan oleh Diana barusan menarik perhatian para pengunjung kafe. Jeremy terkejut dengan kedatangan Diana yang telah memperlakukan istrinya secara tidak adil. Dia menatap tajam wanita yang hampir menjadi istrinya itu.
"Apa yang baru saja kamu lakukan kepada istriku?!" geram Jeremy.
Diana tersenyum miring menatap Jeremy. "Istrimu? Gadis miskin dan kampungan ini sudah merebutmu dariku. Seharusnya yang menjadi istrimu sekarang aku. Bukan dia."
"Seharusnya kamu sadar diri kenapa aku tidak mau menjadikanmu istriku!"
Jeremy menarik beberapa lembar tisu dari kotak yang ada di meja. Ia menyeka perlahan wajah sang istri yang basah karena ulah Diana. Melihat adegan itu, hati Diana merasa terbakar.
"Jeremy!" panggil Diana.
"Apa?" bentak Jeremy.
Alka terkejut dengan suara Jeremy yang meninggi. Selama mengenal Jeremy hingga menikah, Alka tidak pernah mendengar sang suami berbicara dengan suara tinggi. Sehingga ia terkejut ketika melihat ekspresi suaminya yang marah. Melihat Alka yang terkejut dengan tindakannya, Jeremy menghela napas.
"Maaf buat kamu kaget," ucap Jeremy.
Sedangkan Kelvin menarik tangan Diana dengan kasar untuk pergi dari sana. Ia tidak ingin wanita itu meneruskan aksi konyolnya. Diana berontak ditarik dengan kasar oleh Kelvin.
"Ayo keluar ikut aku," kata Kelvin menarik tangan Diana.
"Lepaskan!" teriak Diana, "aku belum selesai berurusan dengan mereka. Kenapa kamu ikut campur?"
"Diam!" bentak Kelvin.
Kelvin mengajak Diana pergi menjauh dari kafenya. Ia tidak ingin wanita itu berbuat semakin nekat lagi jika dibiarkan terus berada di sana bersama Jeremy dan Alka. Kelvin sendiri sudah cukup tahu bagaimana sikap Diana jika sudah mulai mencari ribut dengan orang lain.
Diana menghempaskan tangan Kelvin yang membelenggunya. "Apakah menurutmu wajar aku marah karena milikku direbut oleh wanita miskin yatim piatu itu? Jeremy harusnya menjadi milikku."
Kelvin melipat tangan di dadanya. "Terimalah kenyataan bahwa kamu tidak bisa bersanding dengan Jeremy. Meskipun kamu kaya raya dan berasal dari keluarga terpandang, namun kamu tidak memiliki perilaku yang baik seperti istri Jeremy. Jadi Jangan memaksakan dirimu untuk mencapai semua keinginanmu."
Setelah itu, Kelvin pergi dari hadapan Diana kembali menuju kafe tempat ia bekerja. Diana menatap punggung Kelvin yang perlahan menjauh. Ia berteriak melepaskan rasa emosi di dadanya.
...
"Kamu tidak apa-apa, Sayang? Dia tidak melukai kamu, kan?" tanya Jeremy penuh dengan kekhawatiran.
Alka menggeleng dan tersenyum. "Aku nggak apa-apa, Kak."
"Benar tidak apa-apa?"
"Iya. Jangan khawatir."
***
Jeremy pulang kerja mengendarai sepeda motor berboncengan dengan Kelvin. Wajah kedua pria itu terlihat lesu dan tidak bercahaya. Yang paling jelas terlihat, raut wajah Kelvin seperti orang menahan kesal. Setelah kedua pria itu turun dari sepeda motor, Jeremy mengetuk pintu memanggil sang istri
"Sayang! Aku pulang," panggil Jeremy.
Alka yang sedang memasak, menghentikan aktivitasnya ketika melihat sang suami telah pulang dari bekerja. Gadis itu membukakan pintu untuk suaminya dan menampilkan senyuman manis. Jeremy balas memberikan senyum kepada sang istri meskipun raut wajahnya sedikit berbeda.
"Mas sudah pulang?" Alka meraih tangan Jeremy dan menciumnya.
"Tolong ambilkan air minum, Sayang," pinta Jeremy.
Alka mengangguk. "Iya, Mas. Aku ambilkan."
Alka melihat di belakang Jeremy ada Kelvin yang pulang bersama. Alka meminta Kelvin untuk masuk dan duduk bersama Jeremy diruang tamu. Kemudian Alka pergi ke dapur untuk mengambil air minum dan menyeduh kopi.
"Nggak usah repot-repot, Alka," kata Kelvin yang melihat kalau kamu membawa dua cangkir kopi dan dua gelas air putih.
"Nggak apa-apa kok. Cuma air putih dan kopi," jawab Alka.
"Duduk sini, Sayang!" Jeremy menepuk sofa di samping kepada sang istri.
Alka menurut dan mengambil posisi duduk disamping Jeremy. Jeremy merangkul pundak sang istri dan mengecup kening Alka. Sepertinya Jeremy sedang meluapkan rasa lelahnya.
Alka menatap dalam wajah sang suami. Ia dapat melihat dengan jelas rasa lelah dan putus asa di sana. Sudah selama enam bulan ini, Jeremy dan Kelvin membangun usaha bersama. Banyak masalah, tantangan dan kendala yang mereka hadapi.
"Bagaimana hasil yang diperoleh, Mas?" tanya Alka.
"Kami hampir berhasil." Jeremy berbicara dengan ekspresi datar.
"Benar begitu?" Alka mengerutkan kening.
Jeremy mengangguk. "Ya."
Entah yang dikatakan oleh Jeremy benar atau tidak, Alka tidak tahu. Alka mengetahui bahwa suaminya itu meminjam uang di bank dengan jumlah yang cukup besar untuk modal usaha. Bahkan bulan yang lalu, Jeremy ditipu oleh salah seorang kenalannya. Uang telah diberikan untuk membayar tanah, ternyata tanah itu sedang dalam sengketa.
Alka mengingatkan sang suami agar jangan terjerat hutang. Alka sangatlah menghindari berhutang apalagi kepada rentenir. Sebab orang tua Alka telah menanamkan prinsip kepada putrinya supaya jangan sampai berhutang jika tidak memiliki apapun. Lebih baik mengumpulkan uang terlebih dahulu sedikit demi sedikit.
Dan melihat suaminya yang mengambil pinjaman ke bank untuk modal usaha, membuat Alka merasa tidak nyaman. Tetapi jika tidak nekat, Jeremy tidak akan bisa membuka usaha. Jeremy menenangkan hati sang istri agar jangan khawatir dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Suamimu sedikit pusing dengan kehidupan di sini. Jika seandainya kalian tidak pindah, dan tetap di Yogyakarta, Jeremy mungkin tidak bingung," celetuk Kelvin.
Jeremy melirik sinis Kelvin. "Siapa bilang aku bingung?"
"Lah! ... Kemarin kamu bilang," balas Kelvin.
"Bukan soal kehidupan yang membuat aku bingung dan pusing. Tapi soal membangun usaha ternyata aku tahu serumit ini," desah Jeremy.
Alka mengusap lengan sang suami. "Aku beritahu Mas tentang peribahasa negara Uganda. 'Anda tidak dapat mendaki puncak gunung tanpa menginjak rumput liar dengan kaki anda'. Artinya, meraih kesuksesan dalam hal apapun, seringkali melintasi segala rintangan yang harus dihadapi. Sebelum Mas membuat keputusan membangun usaha, Mas bilang sama aku kalau Mas mencari modalnya dengan meminjam dari bank. Mas sudah mengambil tantangan itu dan berkorban untuk mencapai tujuan. Jadi Mas harus semangat."
Kelvin tersenyum. "Nah! Kamu dikasih semangat tuh sama istrimu. Jangan menyerah! Ayo terus melaju!"
"Iya, Sayang. Terima kasih," ucap Jeremy.
Ia sedikit lebih lega setelah mendengarkan penuturan panjang dari sang istri. Jeremy yang tadinya tidak memiliki semangat untuk meneruskan usaha, seketika semangatnya bangkit setelah mendengarkan dukungan dari sang istri. Jeremy sangat bersyukur dan ia berpikir tidak salah memilih istri. Itu dia harus putus hubungan dengan orang tuanya.
"Aku di rumah selalu mendoakan semoga Mas dan Kak Kelvin, diberikan kelancaran dalam membangun usaha."
"Amin." Semua menjawab serentak.
"Sayang! Nanti malam jangan lupa ya." Jeremy mengedipkan sebelah matanya.
Kelvin melemparkan bantal dan menatap kesal Jeremy. "Mentang-mentang kamu sudah punya istri, jangan pamer ke aku yang jomblo ya."
"Makanya cepat punya istri. Jangan kelamaan jomblo terus. Mau jadi perjaka tua?"
"Apa, Mas?" Alka menatap sang suami bingung.
"Kamu sudah selesai datang bulan, kan?"
"H-hah?!"
Jeremy pulang ke rumah dengan wajah yang berbinar cerah. Ia tidak sabar segera memberikan kejutan untuk sang istri. Sebuah hadiah yang telah ia siapkan beberapa hari lalu, kini saatnya ia persembahkan kepada wanita belahan jiwanya."Sayang!" seru Jeremy."Iya, Mas. Sudah pulang?" Alka meletakkan selang dan mematikan kran air. Istri kesayangan Jeremy itu sedang menyiram tanaman bunga dan sayurannya."Aku punya hadiah untuk kamu," beritahu Jeremy sambil tersenyum lebar."Hadiah apa, Mas?" Alka penasaran."Coba tutup dulu matanya!" interupsi Jeremy.Alka mengerutkan kening. "Kenapa harus tutup mata segala, sih? Nggak usah aneh-aneh deh.""Bukan aneh-aneh kok, Sayang.""Benar?" tanya Alka tidak percaya.Jeremy mencubit gemas pipi Alka. "Iya. Coba tutup mata dulu. Kalau nggak tutup mata, nggak surprise dong."Akhirnya Alka menuruti Jeremy yang memintanya untuk menutupi mata. Alka merasa penasaran sekaligus cemas dengan kejutan yang akan diberikan oleh Jeremy. Disaat mata Alka tertutup, Jer
"Maaf! kondisi pasien bernama Jeremy sedang mengalami koma," terang Dokter Herman, dokter yang menangani Jeremy. Wilda, sang ibu yang mendengarkan merasa syok. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh sang suami. Airmata seketika berderai membasahi wajah wanita paruh baya yang masih cantik itu. "Kami menemukan cedera otak pada pasien akibat benturan keras yang terjadi. Sehingga menimbulkan pergeseran dan rotasi otak didalam tengkorak," jelas Dokter Herman. "Lalu, kapan anak saya akan bangun dokter?" tanya Hasan. Dokter Herman menggeleng pelan. "Kami tidak bisa memastikan kapan pasien akan bangun. Berdoa saja. Semoga diberikan keajaiban." Hasan mengangguk mendengarkan dokter Herman. Sedangkan Wilda, hanya menangis sambil mengelus dadanya yang terasa sakit dan sesak. Wilda sangat takut bila seandainya tidak ada keajaiban dan Jeremy tidak selamat. "Saya permisi terlebih dahulu. Ada pasien lain yang menunggu saya." "Terima kasih, Do
Seorang wanita berulangkali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Hal pertama yang ia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah langit-langit berwarna putih. Dibersamai dengan aroma obat yang menyerbak mengusik indra penciuman, ia tahu bahwa saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit. Sebuah perban melingkar di kepalanya. Merasakan punggung yang terasa ngilu, ia berpikir bahwa dirinya telah lama berbaring. Ia mencoba bangun dari berbaring, namun kepalanya terasa sakit. "Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Mbak. Mbaknya baru sadar," tegur Suster yang baru saja masuk ke ruangan rawat. Wanita itu mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit saat ini. Kemudian ia melebarkan matanya terkejut ketika mengingat ia mengalami kecelakaan tidak sendirian. "Di mana suami saya?" tanya wanita itu
Hujan deras dan suara petir menggelegar menandai berakhirnya musim kemarau. Di malam pertama turun hujan, aroma petrichor tercium menguap ke udara. Aroma antara tanah kering dan air hujan yang menyatu memang sangat menyenangkan. Sekaligus ucapan rasa syukur atas rahmat Tuhan karena diberikan keberkahan atas turunnya hujan setelah musim kemarau yang panjang. Di rumah Nena, tepatnya di Yogyakarta, wanita yang merupakan kakak sepupu Alka itu tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, tanaman bunga dan sayuran yang mulai akan mati, kini setidaknya ikut tersenyum bahagia karena diguyur hujan. "Alhamdulillah! Sudah turun hujan. Kamu akan tumbuh subur lagi," ucap Nena dengan penuh rasa syukur sambil melihat tanaman-tanamannya. Nena mencoba membuka tirai di jendela rumahnya untuk memandang hujan turun. Namun, bukannya melihat aliran air yang turun dari sudut genting, Nena malah terpaku dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Nena penasaran dengan sosok i
Jeremy berulangkali menggerakkan jari-jari tangannya secara perlahan. mata yang masih tertutup itu, bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Beberapa hari terakhir, setelah 2 bulan mengalami koma, hasil pemeriksaan dari dokter menunjukkan bahwa Jeremy semakin menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Hal itu disambut dengan lega oleh Wilda maupun Hasan. Tak lama kemudian, Jeremy membuka matanya, dan menatap sekeliling ruangan. Langit-langit putih yang pertama kali ia tatap, dan aroma obat-obatan yang menusuk indra penciuman, menyadarkan dirinya tengah berada di rumah sakit. Jeremy merasakan pusing di kepalanya. Jeremy mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Sontak, Jeremy melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. Raut wajah yang semula lemah, seketika berubah menjadi khawatir. "Di mana istriku? Apa dia baik-baik saja?" gumamnya.
Setelah kondisi Jeremy membaik dan dokter memperbolehkan Jeremy untuk pulang, pria itu memaksa kepada kedua orang tuanya untuk mengajak ia pergi ke makam Alka. Sejak dari beberapa hari lalu, Jeremy memaksa untuk mendatangi makam Alka. Namun Ayah dan ibunya mengatakan Jeremy harus dalam keadaan membaik dulu baru boleh mengunjungi makam istri tercinta. Di sore hari yang cerah, Jeremy berkunjung ke pusara yang bertuliskan nama sang istri dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Bunga mawar berwarna merah, adalah bunga kesukaan Alka. Jeremy membeku ketika menatap gundukan tanah merah yang ia ketahui sebagai tempat istirahat terakhir sang istri. Tentu saja makam itu adalah makam palsu, karena Hasan telah membayar seseorang untuk membuat makam tersebut, dan diberi nisan bertuliskan nama lengkap Alka. Hasan dan Wilda telah menyiapkan itu jauh sebelum Jeremy sadar, sebagai bukti kepada Jeremy bahwa istrinya telah meninggal. Pria paruh baya yang masih se
"Tuan Hasan! Nyonya Wilda!" panggil Mirna, ART keluarga Arthur dengan panik. "Apa, Bi?" sahut Hasan. pria paruh baya itu menatap heran pembantunya yang berlari tergesa-gesa menuruni tangga. Hasan dan Wilda baru saja duduk di ruang makan, untuk memulai sesi sarapan pagi. Sebelum mereka melakukan sarapan, Wilda meminta Mirna untuk memanggil Jeremy yang masih belum keluar dari kamarnya. "Ada apa, Bi? Kok mukanya panik begitu?" tanya Wilda heran. "Itu, Tuan, nyonya, Tuan Jeremy ..." Mirna menunjuk ke arah lantai atas. "Jeremy kenapa?" desak Hasan. "Tuan Jeremy bersimbah darah di kamar mandi," jawab Art dengan gugup. Wilda terperangah dan menjatuhkan rahangnya. "Apa?!" Hasan dan Wilda segera berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaa
Hari ini, tepat pernikahan Jeremy dan Diana akan digelar. Para tamu undangan yang merupakan kolega bisnis dari Hasan dan ayah Diana, turut hadir menyaksikan gelaran acara yang sakral tersebut. Para wartawan pun turut hadir untuk meliput berita pernikahan putra konglomerat Makassar. Diana tampil cantik dengan balutan kebaya berwarna putih. Sahabat dan teman sesama sosialita Diana pun ikut hadir. Kedua orang tua yang mendampingi Diana tersenyum bahagia melihat putrinya akan menikah. "Kamu cantik sekali hari ini, Sayang," kata Nana, ibu Diana. "Tentu saja aku cantik. Karena Mamaku cantik." "Bukan itu maksud Mama. Aura cantikmu itu terpancar dari dalam." "Ini hari bersejarah untukku. Dan aku berbahagia. Mungkin itu yang membuat aura cantikku terpancar." "Mama bersyukur karena telah diberikan umur panjang dan sehat oleh tuhan. Sehingga Mama dapat menyaksikan putri cantik Mama menikah," ucap Nana terharu. "Mama harus s
"Jadi, korupsi mu bersama Iqbal soal pembangunan smelter, sudah tercium oleh jaksa yang merupakan teman Jeremy?" tanya Wilda kepada suaminya dengan dada yang bergejolak. Hasan menautkan kedua tangannya dan ia tumpukan pada meja. "Sekarang aku bingung harus melakukan apa."Wilda mendengus samar. "Biasanya, Papa selalu menghadapi masalah dengan santai dan tenang. Kenapa sekarang bingung? Apa karena akan melawan anakmu?" Beberapa hari terakhir ini, Hasan merasakan pikiran yang kalut. Korupsi pembangunan smelter, dan kasus robohnya panti asuhan, telah dilimpahkan semua berkasnya ke pihak kejaksaan. dan Hasan, turut menjadi tersangka dalam kedua kasus itu. Jeremy ikut andil dalam terseret nya nama Hasan Arthur. Padahal, Hasan sudah serapi mungkin menutupi jejak dirinya ikut terlibat. Dengan membayar seseorang untuk mau dijadikan kambing hitam. Hasan tak tahu bagaimana cara Jeremy bisa mengetahui dirinya mengkambing hitamkan seseorang. Entah karena Jeremy marah kepadanya, atau karena pr
Alka membuka matanya secara perlahan. Aroma obat-obatan menusuk indra penciumannya. Ia mengerutkan kening ketika terbangun menatap langit-langit yang bukan kamarnya."Kenapa aku ada di rumah sakit?" gumamnya lirih. Alka mencoba mengingat kejadian apa yang membuat nya berada di sini. Tak lama, ingat bahwa beberapa saat lalu tak sadarkan diri di hadapan Jeremy. Apakah Jeremy yang membawanya kemari? Alka menggigit bibirnya. Ada sebuah keresahan dari dalam hatinya. Sesuatu yang ia rahasiakan dari Jeremy selama ini."Apa jangan-jangan, Mas Jeremy sudah tahu?" jantung Alka berdebar dan merasa takut. Ditengah pikiran yang berkelana, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Jeremy masuk, dan mendekati istrinya dengan wajah yang terlihat sendu. Alka yang merasa gugup melihat ekspresi suaminya. Jeremy sepertinya sudah mengetahui rahasia yang ia simpan."Mas!" Alka bangkit dari tidurnya."Kenapa aku dibawa ke rumah sakit?" lanjutnya bertanya. Jeremy duduk di kursi, dan menjawab, "kamu pingsan tadi."
"Bagus." Suara tepuk tangan dari seorang wanita berambut pendek, duduk di hadapan Alda. Wanita itu adalah seseorang yang telah menyuruh dan membayar Alda untuk mencelakai putra Jeremy dan Alka hingga meninggal."Saya senang dengan konsisten kamu hingga ketuk palu. Kamu tetap merahasiakan nama saya di depan semua orang. Sesuai dengan apa yang saya janjikan kepadamu sebelumnya, saya akan tanggung hidup keluargamu," ucapnya dengan senyuman yang mengembang."Saya berterima kasih karena Anda yang mau menanggung hidup keluarga saya," sahut Alda.Alda kemudian menghela napas. "Yang Anda janjikan kepada saya, akan bebas dari jeratan hukum. Kenapa saya di penjara 7 tahun?""7 tahun bukanlah waktu yang lama," jawabnya dengan cuek."Anda kira 7 tahun itu sama dengan satu minggu?" geram Alda.Alda tak habis pikir dengan pemikiran wanita yang ada di hadapannya. Seperti yang dikatakan barusan oleh wanita itu, 7 tahun bukanlah waktu yang lama. Mudah sekali berujar seperti itu.Wanita itu menatap Al
"Apa?! Hanya dihukum selama 7 tahun penjara?" murka Jeremy dengan wajah yang merah padam.Hari ini, pengadilan menjatuhkan vonis hukuman kepada Alda, suster gadungan yang membunuh Naufal. Hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun kepada Alda. Menurut pendapat hakim, Alda dinilai hanya melakukan kejahatan yang ringan. Jeremy dan Alka sebagai orang tua korban, tentunya tidak terima dengan pernyataan hakim tersebut. "Apa yang ada di pikiran kalian?" Jeremy berdiri dan menunjuk ke hakim. "Wanita itu telah merencanakan pembunuhan kepada anak saya.""Ya, Tuhan! kenapa jadi begini?" Alka menggumam pelan."Wanita itu bahkan menuduh Ibu saya bersekongkol dengannya. Padahal dia tidak memiliki bukti tersebut," tambah Jeremy."Apa-apa an ini?" Hasan menatap geram ke arah hakim yang tengah membereskan berkas.Ronie Darmawan yang disewa oleh Jeremy untuk menjadi pengacaranya, bahkan menggelengkan kepala. Jaksa penuntut umum memberikan tuntutan selama 25 tahun penjara atau seumur hidup. Namun, hakim dengan
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut. "Mas! Aku malu," cicit Alka. Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?" "Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk. Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya. Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibi
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya."Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut."Mas! Aku malu," cicit Alka.Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?""Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk.Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya.Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibir pria
"Dari mana kamu?" tanya Jeremy saat melihat sang istri pulang ke rumah. Alka yang tengah menutup pintu, terlonjak mendengarkan suara suaminya. Ia membalikan badan, dan melihat Jeremy yang menatapnya dengan tajam membuat Alka merinding. Jeremy berdiri sambil meletakkan kedua tangannya di dalam saku celana. Jas pria itu, sudah ditanggalkan, dan diletakkan di kursi ruang tamu."Mas Jeremy sudah pulang? Kok tumben jam segini pulang?" tanya Alka heran. Jeremy biasa pulang sekitar pukul 07.00 malam. Ini masih pukul 04.30 sore. Alka bertanya dalam hati, apakah yang membuat pria itu pulang begitu cepat?"Saya tanya kamu dari mana?" Jeremy mengulang pertanyaannya kepada sang istri. Ia merasa kesal karena Alka tidak menjawab pertanyaannya dan malah membahas soal lain. "Aku habis dari luar. Beli sabun muka," jawab Alka.Alka tidak berbohong kepada Jeremy. Memang tadi, ia keluar ke toko untuk membeli sabun muka. Dan itu ia lakukan sebelum pergi ke rumah sakit."Lalu kamu ketemu sama siapa di
"Jadi, berapa lama saya akan hidup?" tanya Alka kepada dokter Indri yang memegang kertas berisi laporan pemeriksaan kesehatannya.Dokter Indri menghela napas. "Kami tidak bisa menjamin. Karena kami bukan Tuhan.""Menurut prediksi Anda, bagaimana?""Kalau menurut pengamatan dari kami, usia anda tidak sampai 1 tahun lagi," sahutnya."Jika anda tidak menghentikan pengobatannya, dan rutin melakukan kemoterapi, dan tanpa berhenti dalam jeda waktu yang lama, mungkin tidak separah sekarang," lanjut dokter Indri menerangkan.Alka menundukan wajahnya mendengar penjelasan dari dokter. Tanpa memberitahu sang suami, Alka pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter spesialis tumor otak. Akhir-akhir ini Alka merasakan sakit kepala yang menyiksa. Bahkan rasa sakitnya, membuat pandangannya terasa kabur. Karena kesedihan yang ia alami setelah kehilangan putranya, Alka melupakan bahwa ia sedang sakit. Saat sedang di Polandia, ia rutin melakukan pengobatan. Namun setelah ia pulang ke Indonesia, merawat a
Jeremy menatap ayahnya yang sedikit tak suka dengan sikapnya, dengan ekspresi wajah yang datar. Keinginan ayahnya, Jeremy tidak ingin mengabulkan. Apalagi tentang istrinya."Tidak salah sebenarnya. Tapi aku melarang istriku. Meskipun, istriku menginginkannya," tegas Jeremy.Jeremy meraih tangan sang istri, dan menggenggamnya. Alka menggelengkan kepala memberikan isyarat melalui tatapan mata kepada sang suami. Jeremy tahu bahwa sang istri tidak setuju dengan sikapnya menolak secara terang-terangan ajakan Hasan."Kalau Papa mengajak bicara hal penting, bicara saja denganku. Tidak perlu mengajak istriku juga. Kalian membenci istriku, lalu untuk apa mengajaknya untuk makan malam bersama kalian? Apakah kalian berencana untuk menghinanya lagi?" sindir Jeremy."Aku melarang keras kepada kalian berdua untuk berbicara dengan istriku. Bukan istriku yang menginginkan ini. Aku yang melarangnya."Jeremy kemudian berlalu dari hadapan sang ayah, dan tak lupa menarik tangan sang istri. Alka hampir sa