"Apa?! Hanya dihukum selama 7 tahun penjara?" murka Jeremy dengan wajah yang merah padam.Hari ini, pengadilan menjatuhkan vonis hukuman kepada Alda, suster gadungan yang membunuh Naufal. Hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun kepada Alda. Menurut pendapat hakim, Alda dinilai hanya melakukan kejahatan yang ringan. Jeremy dan Alka sebagai orang tua korban, tentunya tidak terima dengan pernyataan hakim tersebut. "Apa yang ada di pikiran kalian?" Jeremy berdiri dan menunjuk ke hakim. "Wanita itu telah merencanakan pembunuhan kepada anak saya.""Ya, Tuhan! kenapa jadi begini?" Alka menggumam pelan."Wanita itu bahkan menuduh Ibu saya bersekongkol dengannya. Padahal dia tidak memiliki bukti tersebut," tambah Jeremy."Apa-apa an ini?" Hasan menatap geram ke arah hakim yang tengah membereskan berkas.Ronie Darmawan yang disewa oleh Jeremy untuk menjadi pengacaranya, bahkan menggelengkan kepala. Jaksa penuntut umum memberikan tuntutan selama 25 tahun penjara atau seumur hidup. Namun, hakim dengan
"Bagus." Suara tepuk tangan dari seorang wanita berambut pendek, duduk di hadapan Alda. Wanita itu adalah seseorang yang telah menyuruh dan membayar Alda untuk mencelakai putra Jeremy dan Alka hingga meninggal."Saya senang dengan konsisten kamu hingga ketuk palu. Kamu tetap merahasiakan nama saya di depan semua orang. Sesuai dengan apa yang saya janjikan kepadamu sebelumnya, saya akan tanggung hidup keluargamu," ucapnya dengan senyuman yang mengembang."Saya berterima kasih karena Anda yang mau menanggung hidup keluarga saya," sahut Alda.Alda kemudian menghela napas. "Yang Anda janjikan kepada saya, akan bebas dari jeratan hukum. Kenapa saya di penjara 7 tahun?""7 tahun bukanlah waktu yang lama," jawabnya dengan cuek."Anda kira 7 tahun itu sama dengan satu minggu?" geram Alda.Alda tak habis pikir dengan pemikiran wanita yang ada di hadapannya. Seperti yang dikatakan barusan oleh wanita itu, 7 tahun bukanlah waktu yang lama. Mudah sekali berujar seperti itu.Wanita itu menatap Al
Alka membuka matanya secara perlahan. Aroma obat-obatan menusuk indra penciumannya. Ia mengerutkan kening ketika terbangun menatap langit-langit yang bukan kamarnya."Kenapa aku ada di rumah sakit?" gumamnya lirih. Alka mencoba mengingat kejadian apa yang membuat nya berada di sini. Tak lama, ingat bahwa beberapa saat lalu tak sadarkan diri di hadapan Jeremy. Apakah Jeremy yang membawanya kemari? Alka menggigit bibirnya. Ada sebuah keresahan dari dalam hatinya. Sesuatu yang ia rahasiakan dari Jeremy selama ini."Apa jangan-jangan, Mas Jeremy sudah tahu?" jantung Alka berdebar dan merasa takut. Ditengah pikiran yang berkelana, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Jeremy masuk, dan mendekati istrinya dengan wajah yang terlihat sendu. Alka yang merasa gugup melihat ekspresi suaminya. Jeremy sepertinya sudah mengetahui rahasia yang ia simpan."Mas!" Alka bangkit dari tidurnya."Kenapa aku dibawa ke rumah sakit?" lanjutnya bertanya. Jeremy duduk di kursi, dan menjawab, "kamu pingsan tadi."
"Jadi, korupsi mu bersama Iqbal soal pembangunan smelter, sudah tercium oleh jaksa yang merupakan teman Jeremy?" tanya Wilda kepada suaminya dengan dada yang bergejolak. Hasan menautkan kedua tangannya dan ia tumpukan pada meja. "Sekarang aku bingung harus melakukan apa."Wilda mendengus samar. "Biasanya, Papa selalu menghadapi masalah dengan santai dan tenang. Kenapa sekarang bingung? Apa karena akan melawan anakmu?" Beberapa hari terakhir ini, Hasan merasakan pikiran yang kalut. Korupsi pembangunan smelter, dan kasus robohnya panti asuhan, telah dilimpahkan semua berkasnya ke pihak kejaksaan. dan Hasan, turut menjadi tersangka dalam kedua kasus itu. Jeremy ikut andil dalam terseret nya nama Hasan Arthur. Padahal, Hasan sudah serapi mungkin menutupi jejak dirinya ikut terlibat. Dengan membayar seseorang untuk mau dijadikan kambing hitam. Hasan tak tahu bagaimana cara Jeremy bisa mengetahui dirinya mengkambing hitamkan seseorang. Entah karena Jeremy marah kepadanya, atau karena pr
"Mas! Apa sebaiknya kita tunda saja pertemuan dengan kedua orang tua Mas. Aku belum siap," ucap Alka ketika tengah berdiri tepat di depan rumah Jeremy."Tapi kita sudah terlanjur sampai di sini. Kemarin kamu bilang sanggup bertemu dengan kedua orang tua Mas. Kenapa sekarang berubah pikiran?" Jeremy bingung dengan sikap wanitanya. Jeremy sudah berada di Yogyakarta selama 3 hari sebelum mengajak Alka menemui kedua orang tuanya. Jeremy mengutarakan niatnya ingin mempersunting Alka setelah mereka menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Maka dari itu, Jeremy ingin mengajak Alka untuk terbang ke Makassar.Awalnya Alka menolak berulang kali karena takut bila orang tua Jeremy tidak merestui. Namun Jeremy tak mau menyerah membujuk wanitanya. Dan akhirnya, Alka menuruti ajakan Jeremy."Buang pikiran negatifmu jauh-jauh. Percayalah kepadaku. Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan."Alka mengangguk mendengar ucapan Jeremy. Dalam hati ia berharap, semoga apa yang ia duga tidak terjadi. Jeremy
Jeremy mengemasi barang-barang beserta pakaiannya ke dalam koper. Ia marah kepada kedua orang tuanya mengenai hubungan bersama Alka tidak direstui. Kemarin, Jeremy diberikan pilihan oleh sang ayah. Tetap memilih menikah dengan Alka tapi putus hubungan antara orang tua dan anak, atau merelakan Alka tapi mendapatkan kepercayaan mengelola perusahaan keluarga. Ia memilih untuk pergi dari rumah itu demi memperjuangkan cinta Alka."Mau ke mana kamu Jeremy?" tanya sang ibu saat memasuki kamar."Aku mau pergi, Ma," jawab Jeremy."Pergi ke mana?" tanya Wilda panik."Aku ingin menemui Alka. Walaupun Mama dan Papa tidak mau merestui kami, aku akan tetap memperjuangkanmu cintaku untuk Alka.""Nak! tolong jangan pergi ...," mohon Wilda."Apa jika aku tidak pergi, Mama dan Papa akan merestuiku dengan Alka? Aku rasa tidak."Wilda menangis melihat sang putra yang akan pergi meninggalkannya. Bagaimana tidak. Seorang anak semata wayang yang ia besarkan memilih pergi hanya untuk memperjuangkan cinta kep
Setelah Alka dan Jeremy resmi menikah, keduanya lalu pindah ke Jakarta. Mereka menyewa sebuah kontrakan yang lumayan kecil. Sebelum mereka berangkat ke Jakarta, Alka dan Jeremy terlebih dahulu bekerja ikut panen cabai selama satu minggu. Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Jeremy dan Alka terlibat pertengkaran kecil terlebih dahulu. Sebabnya, Alka tidak mau diajak pindah ke Jakarta. Biaya hidup di Jakarta sangatlah mahal. Tidak seperti di Yogyakarta terutama tinggal di pedesaan.Menurut data statistik pemerintah, biaya hidup di Yogyakarta adalah yang paling termurah sekitar 2,9 juta per bulan. Biaya sebesar itu, untuk mahasiswa dan pekerja yang menyewa tempat tinggal. Jika tinggal di desa, pengeluaran keuangan akan lebih murah lagi. Keputusan untuk pindah ke Jakarta, bukanlah perkara yang mudah bagi Alka. Ia sendiri tidak tahu apakah bisa mengatur keuangan di Jakarta. Terlebih lagi Jeremy saat ini belum mendapatkan pekerjaan."Maaf ya, Sayang. Kita hanya bisa menyewa rumah s
"Lantas, jika kamu wanita pilihan kedua orang tua Jeremy, kenapa? Toh saat ini aku yang menjadi istri Jeremy." Alka berbicara santai namun menusuk hati Diana.Diana tersenyum getir dan menahan kesal. "Aku pikir kamu tidak bisa berbicara.""Kamu pikir aku patung tidak bisa bicara?""Percaya diri sekali kamu dengan statusmu sebagai istri seorang Jeremy," cibir Diana, "tanpa kamu sadari siapa dirimu.""Kenapa aku tidak boleh percaya diri? Aku menikah dengannya sah menurut hukum dan agama. Bukan menikah siri apalagi sebagai simpanan. Seperti kamu," ucap Alka dengan lantang.Alka tahu sedikit mengenai Diana Rosita, wanita pilihan kedua orang tua Jeremy yang akan dijodohkan kepada pria yang saat ini sudah menjadi suami Alka. Diana adalah anak seorang pengusaha dan pejabat, namun kerap menjadi simpanan pria beristri. Itulah sebabnya Jeremy tidak mau dijodohkan dengan Diana. Sindiran yang dilemparkan oleh Alka tadi, membuat Diana naik pitam."Berani kamu menghina aku seperti itu!" hardik Dian
"Jadi, korupsi mu bersama Iqbal soal pembangunan smelter, sudah tercium oleh jaksa yang merupakan teman Jeremy?" tanya Wilda kepada suaminya dengan dada yang bergejolak. Hasan menautkan kedua tangannya dan ia tumpukan pada meja. "Sekarang aku bingung harus melakukan apa."Wilda mendengus samar. "Biasanya, Papa selalu menghadapi masalah dengan santai dan tenang. Kenapa sekarang bingung? Apa karena akan melawan anakmu?" Beberapa hari terakhir ini, Hasan merasakan pikiran yang kalut. Korupsi pembangunan smelter, dan kasus robohnya panti asuhan, telah dilimpahkan semua berkasnya ke pihak kejaksaan. dan Hasan, turut menjadi tersangka dalam kedua kasus itu. Jeremy ikut andil dalam terseret nya nama Hasan Arthur. Padahal, Hasan sudah serapi mungkin menutupi jejak dirinya ikut terlibat. Dengan membayar seseorang untuk mau dijadikan kambing hitam. Hasan tak tahu bagaimana cara Jeremy bisa mengetahui dirinya mengkambing hitamkan seseorang. Entah karena Jeremy marah kepadanya, atau karena pr
Alka membuka matanya secara perlahan. Aroma obat-obatan menusuk indra penciumannya. Ia mengerutkan kening ketika terbangun menatap langit-langit yang bukan kamarnya."Kenapa aku ada di rumah sakit?" gumamnya lirih. Alka mencoba mengingat kejadian apa yang membuat nya berada di sini. Tak lama, ingat bahwa beberapa saat lalu tak sadarkan diri di hadapan Jeremy. Apakah Jeremy yang membawanya kemari? Alka menggigit bibirnya. Ada sebuah keresahan dari dalam hatinya. Sesuatu yang ia rahasiakan dari Jeremy selama ini."Apa jangan-jangan, Mas Jeremy sudah tahu?" jantung Alka berdebar dan merasa takut. Ditengah pikiran yang berkelana, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Jeremy masuk, dan mendekati istrinya dengan wajah yang terlihat sendu. Alka yang merasa gugup melihat ekspresi suaminya. Jeremy sepertinya sudah mengetahui rahasia yang ia simpan."Mas!" Alka bangkit dari tidurnya."Kenapa aku dibawa ke rumah sakit?" lanjutnya bertanya. Jeremy duduk di kursi, dan menjawab, "kamu pingsan tadi."
"Bagus." Suara tepuk tangan dari seorang wanita berambut pendek, duduk di hadapan Alda. Wanita itu adalah seseorang yang telah menyuruh dan membayar Alda untuk mencelakai putra Jeremy dan Alka hingga meninggal."Saya senang dengan konsisten kamu hingga ketuk palu. Kamu tetap merahasiakan nama saya di depan semua orang. Sesuai dengan apa yang saya janjikan kepadamu sebelumnya, saya akan tanggung hidup keluargamu," ucapnya dengan senyuman yang mengembang."Saya berterima kasih karena Anda yang mau menanggung hidup keluarga saya," sahut Alda.Alda kemudian menghela napas. "Yang Anda janjikan kepada saya, akan bebas dari jeratan hukum. Kenapa saya di penjara 7 tahun?""7 tahun bukanlah waktu yang lama," jawabnya dengan cuek."Anda kira 7 tahun itu sama dengan satu minggu?" geram Alda.Alda tak habis pikir dengan pemikiran wanita yang ada di hadapannya. Seperti yang dikatakan barusan oleh wanita itu, 7 tahun bukanlah waktu yang lama. Mudah sekali berujar seperti itu.Wanita itu menatap Al
"Apa?! Hanya dihukum selama 7 tahun penjara?" murka Jeremy dengan wajah yang merah padam.Hari ini, pengadilan menjatuhkan vonis hukuman kepada Alda, suster gadungan yang membunuh Naufal. Hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun kepada Alda. Menurut pendapat hakim, Alda dinilai hanya melakukan kejahatan yang ringan. Jeremy dan Alka sebagai orang tua korban, tentunya tidak terima dengan pernyataan hakim tersebut. "Apa yang ada di pikiran kalian?" Jeremy berdiri dan menunjuk ke hakim. "Wanita itu telah merencanakan pembunuhan kepada anak saya.""Ya, Tuhan! kenapa jadi begini?" Alka menggumam pelan."Wanita itu bahkan menuduh Ibu saya bersekongkol dengannya. Padahal dia tidak memiliki bukti tersebut," tambah Jeremy."Apa-apa an ini?" Hasan menatap geram ke arah hakim yang tengah membereskan berkas.Ronie Darmawan yang disewa oleh Jeremy untuk menjadi pengacaranya, bahkan menggelengkan kepala. Jaksa penuntut umum memberikan tuntutan selama 25 tahun penjara atau seumur hidup. Namun, hakim dengan
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut. "Mas! Aku malu," cicit Alka. Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?" "Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk. Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya. Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibi
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya."Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut."Mas! Aku malu," cicit Alka.Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?""Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk.Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya.Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibir pria
"Dari mana kamu?" tanya Jeremy saat melihat sang istri pulang ke rumah. Alka yang tengah menutup pintu, terlonjak mendengarkan suara suaminya. Ia membalikan badan, dan melihat Jeremy yang menatapnya dengan tajam membuat Alka merinding. Jeremy berdiri sambil meletakkan kedua tangannya di dalam saku celana. Jas pria itu, sudah ditanggalkan, dan diletakkan di kursi ruang tamu."Mas Jeremy sudah pulang? Kok tumben jam segini pulang?" tanya Alka heran. Jeremy biasa pulang sekitar pukul 07.00 malam. Ini masih pukul 04.30 sore. Alka bertanya dalam hati, apakah yang membuat pria itu pulang begitu cepat?"Saya tanya kamu dari mana?" Jeremy mengulang pertanyaannya kepada sang istri. Ia merasa kesal karena Alka tidak menjawab pertanyaannya dan malah membahas soal lain. "Aku habis dari luar. Beli sabun muka," jawab Alka.Alka tidak berbohong kepada Jeremy. Memang tadi, ia keluar ke toko untuk membeli sabun muka. Dan itu ia lakukan sebelum pergi ke rumah sakit."Lalu kamu ketemu sama siapa di
"Jadi, berapa lama saya akan hidup?" tanya Alka kepada dokter Indri yang memegang kertas berisi laporan pemeriksaan kesehatannya.Dokter Indri menghela napas. "Kami tidak bisa menjamin. Karena kami bukan Tuhan.""Menurut prediksi Anda, bagaimana?""Kalau menurut pengamatan dari kami, usia anda tidak sampai 1 tahun lagi," sahutnya."Jika anda tidak menghentikan pengobatannya, dan rutin melakukan kemoterapi, dan tanpa berhenti dalam jeda waktu yang lama, mungkin tidak separah sekarang," lanjut dokter Indri menerangkan.Alka menundukan wajahnya mendengar penjelasan dari dokter. Tanpa memberitahu sang suami, Alka pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter spesialis tumor otak. Akhir-akhir ini Alka merasakan sakit kepala yang menyiksa. Bahkan rasa sakitnya, membuat pandangannya terasa kabur. Karena kesedihan yang ia alami setelah kehilangan putranya, Alka melupakan bahwa ia sedang sakit. Saat sedang di Polandia, ia rutin melakukan pengobatan. Namun setelah ia pulang ke Indonesia, merawat a
Jeremy menatap ayahnya yang sedikit tak suka dengan sikapnya, dengan ekspresi wajah yang datar. Keinginan ayahnya, Jeremy tidak ingin mengabulkan. Apalagi tentang istrinya."Tidak salah sebenarnya. Tapi aku melarang istriku. Meskipun, istriku menginginkannya," tegas Jeremy.Jeremy meraih tangan sang istri, dan menggenggamnya. Alka menggelengkan kepala memberikan isyarat melalui tatapan mata kepada sang suami. Jeremy tahu bahwa sang istri tidak setuju dengan sikapnya menolak secara terang-terangan ajakan Hasan."Kalau Papa mengajak bicara hal penting, bicara saja denganku. Tidak perlu mengajak istriku juga. Kalian membenci istriku, lalu untuk apa mengajaknya untuk makan malam bersama kalian? Apakah kalian berencana untuk menghinanya lagi?" sindir Jeremy."Aku melarang keras kepada kalian berdua untuk berbicara dengan istriku. Bukan istriku yang menginginkan ini. Aku yang melarangnya."Jeremy kemudian berlalu dari hadapan sang ayah, dan tak lupa menarik tangan sang istri. Alka hampir sa