Setelah Alka dan Jeremy resmi menikah, keduanya lalu pindah ke Jakarta. Mereka menyewa sebuah kontrakan yang lumayan kecil. Sebelum mereka berangkat ke Jakarta, Alka dan Jeremy terlebih dahulu bekerja ikut panen cabai selama satu minggu.
Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Jeremy dan Alka terlibat pertengkaran kecil terlebih dahulu. Sebabnya, Alka tidak mau diajak pindah ke Jakarta. Biaya hidup di Jakarta sangatlah mahal. Tidak seperti di Yogyakarta terutama tinggal di pedesaan.
Menurut data statistik pemerintah, biaya hidup di Yogyakarta adalah yang paling termurah sekitar 2,9 juta per bulan. Biaya sebesar itu, untuk mahasiswa dan pekerja yang menyewa tempat tinggal. Jika tinggal di desa, pengeluaran keuangan akan lebih murah lagi.
Keputusan untuk pindah ke Jakarta, bukanlah perkara yang mudah bagi Alka. Ia sendiri tidak tahu apakah bisa mengatur keuangan di Jakarta. Terlebih lagi Jeremy saat ini belum mendapatkan pekerjaan.
"Maaf ya, Sayang. Kita hanya bisa menyewa rumah sekecil ini. Tapi aku berjanji akan bekerja keras agar bisa membeli rumah yang lebih luas dari ini," kata Jeremy.
Alka tersenyum tulus. "Nggak apa-apa, Mas. Besar atau kecil sebuah rumah, yang terpenting kita tidak kehujanan dan kepanasan."
Jeremy tersenyum. "Terima kasih atas pengertiannya, Sayang." Alka mengangguk.
"Aku nggak tahu, bisa mengatur keuangan di sini atau tidak. Jakarta tidak sama dengan Yogyakarta. Kalau didesa, walaupun penghasilannya sedikit, kita pasti bisa menabung walau dalam waktu yang lama. Sedangkan disini, banyak orang yang masih mencari pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup karena gaji perbulannya tidak mencukupi," tutur Alka.
Jeremy menghela napas mendengar keluh kesah Alka. Pria itu sudah menebak, pasti istrinya akan berpikir demikian. Ia sedikit menyesal karena telah memaksa Alka pindah ke Jakarta. Tetapi Jeremy tetap harus melakukan itu karena ia memiliki sebuah rencana yang telah ia rancang untuk masa depannya bersama Alka.
"Aku minta maaf, Sayang. Seandainya aku memiliki pekerjaan tetap, kamu mungkin tidak akan bingung seperti ini," ujar Jeremy.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku bisa mengerti keadaan suamiku. Lagi pula jika bukan karena cita-citamu untuk masa depan kita, Mas juga tidak akan mungkin pindah ke sini kan?"
Jeremy mengangguk. "Iya, Sayang. Kamu benar."
Maksud dari Jeremy mengajak Alka pindah ke Jakarta, Jeremy ingin menemui sahabatnya yang bernama Kelvin. Ia ingin mengajak sang sahabat untuk membuka usaha bersama. Sebuah usaha yang membutuhkan modal besar, namun juga memberikan keuntungan yang besar pula.
Jeremy memiliki sebuah pemikiran yang cukup dalam. Jika suatu saat nanti ia dan Alka memiliki anak, kebutuhan akan pengeluaran semakin besar. Oleh karena itulah Jeremy berniat ingin segera keluar dari segala kesulitan yang ada saat ini.
"Oh iya, Mas." Alka memberikan sebuah buku tabungan miliknya kepada sang suami.
"Kenapa, Sayang?" Jeremy mengerutkan kening.
"Ini buku tabunganku. Mas gunakan ini untuk tambahan modal usaha," ujar Alka.
"Kenapa kamu berikan ke Mas? Maaf Mas nggak bisa pakai. Kamu simpan saja untuk keperluanmu sendiri," tolak Jeremy.
"Nggak apa-apa, Mas. Mas pakai aja ya."
Jeremy akhirnya terpaksa menerima buku tabungan milik Alka. Dalam hati ia berjanji, ketika nanti ia telah menghasilkan uang, Jeremy akan mengembalikan uang tabungan milik sang istri yang telah dikumpulkan cukup lama. Mulai saat ini, Jeremy harus memiliki tekad yang kuat untuk menjadi sukses.
"Mas mau ketemu sama sahabatnya Mas kapan?" tanya Alka penasaran.
"Sore ini, Sayang. Sama kamu, ya."
"Iya, Mas. Semangat, ya." Alka tersenyum hangat.
Jeremy membelai lembut pipi sang istri. "Terima kasih, Sayang. Maaf untuk beberapa bulan ke depan, kita akan sedikit berhemat. Ini tidak akan lama. Aku janji."
"Iya, Mas. Aku juga akan bantu Mas buat jualan kecil-kecilan di depan rumah. Lagi pula aku juga terbiasa hidup sederhana di desa."
Meskipun saat ini Jeremy tengah tidak memiliki cukup uang untuk biaya hidup beberapa bulan ke depan, Jeremy cukup bersyukur karena sang istri telah mengerti keadaannya. Ia tidak menyesal kehilangan semua fasilitas yang telah dicabut oleh ayahnya. Beruntung sebelum sang ayah menyita semua kartu yang ia miliki, Jeremy telah mengambil beberapa persen dari uang yang tersimpan di dalam kartu itu. Jeremy gunakan uang itu untuk membeli tiket pesawat terbang ke Yogyakarta dan sisanya ia gunakan untuk hidup bersama Alka.
Saat Jeremy mengajak Alka pindah ke Jakarta, Alka menolak dengan tegas dan meminta Jeremy agar mau menetap di Yogyakarta dan bekerja sebagai buruh serabutan. Alka tidak mempermasalahkan gaji kecil, yang penting halal dan berkah. Tetapi Jeremy tidak mau melakukan pekerjaan itu.
Bukan karena Jeremy gengsi. Membayangkan bahwa ia harus bekerja keras seperti itu, Jeremy tidak sanggup. Bagaimana nanti jika Jeremy bertemu kembali dengan orang tuanya dan menjadi bahan tertawaan. Kedua orang tua Jeremy akan bertepuk tangan melihat anak mereka menderita. Itu yang Jeremy tidak mau.
"Mungkin akan banyak rintangan dan cobaan yang kita jalani. Aku mohon doa dari kamu ya, Sayang. Aku ingin menunjukkan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku bersikukuh untuk jalan hidupku. Sekaligus, aku ingin menunjukkan, tanpa mereka aku bisa sukses."
Alka mengangguk. "Iya, Mas. Insya Allah aku akan selalu doakan yang terbaik untuk suamiku."
"Terima kasih, istriku Sayang."
***
Sore hari setelah Alka dan Jeremy selesai melakukan pindahan, Jeremy mengajak sang istri untuk bertemu dengan sahabatnya, Kelvin. Jeremy mengajak Kelvin bertemu dan Kelvin setuju. Kelvin mengirimkan lokasi tempat kerjanya dan meminta Jeremy untuk datang ke sebuah kafe.
"Apa ini tempatnya, Mas?" tanya Alka ketika sampai di sebuah kafe.
"Kayanya sih ini. Aku periksa titik lokasinya juga benar. Tapi mana Kelvin?" Jeremy mengedarkan pandangan mencari sosok sang sahabat.
"Hei, bro!" seru seorang pria dari kejauhan berjalan mendekati Jeremy.
Jeremy tersenyum menyambut Kelvin. Mereka berpelukan satu sama lain. Mereka sudah sangat lama tidak bertemu sehingga sangat antusias terhadap pertemuan sore ini. Jeremy lalu memperkenalkan Alka kepada sahabatnya.
"Perkenalkan. Ini istriku," kata Jeremy.
Kelvin terbelalak. "Hah?!"
Alka mengulurkan tangan untuk menyalami pria sahabat suaminya tersebut. "Alka."
"Kelvin."
Kelvin lalu melemparkan tatapan sinis kepada Jeremy. "Wah ... Gitu ya ... Nikah, tapi sahabat sendiri nggak diundang?"
Jeremy hanya tertawa menanggapi. Kelvin lalu mengajak Jeremy untuk pergi ke ruangannya mengobrol bersama. Jeremy mengajak Alka, namun Alka menolak. Ia memilih untuk membiarkan suaminya itu mengobrol berdua saja dengan Kelvin.
"Kamu ini! Aku ini masih kamu anggap sahabat apa nggak sih? Masa kamu nikah aku nggak diundang," protes Kelvin.
"Maaf," jawab Jeremy.
Saat ini, Kelvin dan Jeremy berada di ruang VVIP. Alka tidak ingin ikut masuk dan memilih duduk kursi kafe yang berada di luar, sambil menikmati hidangan kue dan jus jeruk yang dipesankan sang suami. Kelvin yang baru mengetahui Jeremy membawa seorang wanita yang ia sebut sebagai istrinya saat diperkenalkan oleh Jeremy tadi, terlihat kesal.
"Aku menikah di KUA. Tidak ada pesta."
"Masa sih? Kamu itu kan orang kaya. Masa iya menikah tanpa pesta meriah?"
Kelvin heran dan tidak percaya dengan ucapan Jeremy. Hampir seluruh orang di penjuru negeri tahu, bahwa keluarga Jeremy adalah keluarga kaya raya dan pebisnis. Karena tidak mungkin jika Jeremy menikah dengan sederhana.
Jeremy menghela napas. "Wanita yang sudah menjadi istriku sekarang, tidak diterima kehadirannya oleh kedua orang tuaku."
"Karena?" Kelvin mengerutkan kening.
Jeremy menceritakan secara gamblang dan jujur tanpa ada yang ditutupi satupun olehnya kepada sang sahabat. Apa yang membuatnya memilih untuk menikahi Alka. Apa yang membuatnya menolak jodoh yang telah diberikan oleh orang tua. Jeremy pun mengatakan bahwa ia kehilangan banyak aset karena disita oleh sang ayah.
"Jadi sekarang kamu tidak punya pekerjaan?" tanya Kelvin.
"Ya." Jeremy mengangguk.
"Kalau kamu tidak memiliki pekerjaan, bagaimana kamu mau menafkahi istrimu? Memangnya kamu kenyang makan cinta?"
"Aku juga sedang memikirkan pekerjaan agar bisa menafkahi istriku," jawab Jeremy.
"Minimal, kamu harus punya pekerjaan dulu jika kamu ingin menikahi gadis pujaanmu. Memangnya kamu kenyang makan cinta?"
Jeremy diam dan berusaha untuk tidak tersinggung dengan sindiran Kelvin.
"Kelvin! Maksud kedatangan aku ke sini, aku ingin meminta bantuanmu. Aku ingin membangun usaha. Aku bertekad menunjukkan kepada orang tuaku, bahwa aku bisa melangkah sukses tanpa dukungan dan bantuan dari mereka. Apa kamu bersedia?"
"Memangnya kamu punya modal?"
"Aku nggak punya modal. Tapi aku berencana mengajukan pinjaman ke bank."
Kelvin diam dan berpikir sejenak. Ia sedang memiliki rencana untuk mengembangkan usaha kafe miliknya. Tapi untuk menolak ajakan Jeremy, rasanya tidak enak hati karena dulu sahabatnya ini telah menolongnya dari kesulitan. Jeremy saat ini pasti butuh dukungan untuk bangkit
Kelvin mengetuk-ngetuk dagunya. "Memangnya kamu mau buka usaha apa?"
"Properti," jawab Jeremy.
"Properti ya. Oke. Kamu cari pinjaman ke bank, nanti kalau kurang aku jualkan tanah punyaku yang di Surabaya." Kelvin menyetujui.
"Nanti aku akan membantu kamu untuk melakukan riset pasar, dan aku bantu carikan tambahan modalnya. Kamu dulu pernah menyelamatkan kedua orang tuaku. Kamu bantu operasi orang tuaku. Hingga sampai sekarang, aku masih memiliki mereka. Tentu aku akan membantumu."
**
Seorang wanita menggunakan kacamata hitam dan berdiam diri di dalam mobil mengawasi Alka yang sedang menikmati jus jeruk di teras cafe. Terpancar sorot mata kebencian dan penuh dendam di balik kacamata hitam yang ia gunakan. Ada segumpal kemarahan yang besar di dalam dadanya.
"Jadi itu gadis yang dimaksud oleh Pak Hasan. Gadis miskin yatim piatu yang merebut Jeremy dariku."
"Ternyata tampangnya biasa-biasa saja selain miskin. Aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Jeremy memilih wanita itu daripada aku."
Melihat Alka sendirian tanpa ditemani oleh siapapun, wanita itu berniat untuk menemui gadis itu. Ia merasa kalah saing dengan Alka yang menurutnya tidak memiliki keistimewaan apapun namun bisa memiliki Jeremy. Sedangkan dia sendiri yang merasa bagai orang yang memiliki segalanya tidak bisa memiliki Jeremy. Setelah lama berpikir, ia akhirnya turun dari mobil, dan mendekati Alka
"Halo Alka!" sapa wanita itu seraya mendekat.
"Ya?" Alka mengerutkan kening melihat wanita yang menemuinya dengan tatapan aneh, "maaf? anda siapa?"
"Perkenalkan! Aku Diana. Calon istri dari pria yang sekarang menjadi suamimu, yang telah dipilih oleh kedua orang tua Jeremy," ucapnya penuh percaya diri.
"Apa?!" Alka terkejut.
"Jadi ini ... wanita pilihan kedua orang tua Jeremy. Mau apa dia mendatangiku? Apakah dia menemuiku atau permintaan dari mertuaku?" batin Alka.
"Lantas, jika kamu wanita pilihan kedua orang tua Jeremy, kenapa? Toh saat ini aku yang menjadi istri Jeremy." Alka berbicara santai namun menusuk hati Diana.Diana tersenyum getir dan menahan kesal. "Aku pikir kamu tidak bisa berbicara.""Kamu pikir aku patung tidak bisa bicara?""Percaya diri sekali kamu dengan statusmu sebagai istri seorang Jeremy," cibir Diana, "tanpa kamu sadari siapa dirimu.""Kenapa aku tidak boleh percaya diri? Aku menikah dengannya sah menurut hukum dan agama. Bukan menikah siri apalagi sebagai simpanan. Seperti kamu," ucap Alka dengan lantang.Alka tahu sedikit mengenai Diana Rosita, wanita pilihan kedua orang tua Jeremy yang akan dijodohkan kepada pria yang saat ini sudah menjadi suami Alka. Diana adalah anak seorang pengusaha dan pejabat, namun kerap menjadi simpanan pria beristri. Itulah sebabnya Jeremy tidak mau dijodohkan dengan Diana. Sindiran yang dilemparkan oleh Alka tadi, membuat Diana naik pitam."Berani kamu menghina aku seperti itu!" hardik Dian
Jeremy pulang ke rumah dengan wajah yang berbinar cerah. Ia tidak sabar segera memberikan kejutan untuk sang istri. Sebuah hadiah yang telah ia siapkan beberapa hari lalu, kini saatnya ia persembahkan kepada wanita belahan jiwanya."Sayang!" seru Jeremy."Iya, Mas. Sudah pulang?" Alka meletakkan selang dan mematikan kran air. Istri kesayangan Jeremy itu sedang menyiram tanaman bunga dan sayurannya."Aku punya hadiah untuk kamu," beritahu Jeremy sambil tersenyum lebar."Hadiah apa, Mas?" Alka penasaran."Coba tutup dulu matanya!" interupsi Jeremy.Alka mengerutkan kening. "Kenapa harus tutup mata segala, sih? Nggak usah aneh-aneh deh.""Bukan aneh-aneh kok, Sayang.""Benar?" tanya Alka tidak percaya.Jeremy mencubit gemas pipi Alka. "Iya. Coba tutup mata dulu. Kalau nggak tutup mata, nggak surprise dong."Akhirnya Alka menuruti Jeremy yang memintanya untuk menutupi mata. Alka merasa penasaran sekaligus cemas dengan kejutan yang akan diberikan oleh Jeremy. Disaat mata Alka tertutup, Jer
"Maaf! kondisi pasien bernama Jeremy sedang mengalami koma," terang Dokter Herman, dokter yang menangani Jeremy. Wilda, sang ibu yang mendengarkan merasa syok. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh sang suami. Airmata seketika berderai membasahi wajah wanita paruh baya yang masih cantik itu. "Kami menemukan cedera otak pada pasien akibat benturan keras yang terjadi. Sehingga menimbulkan pergeseran dan rotasi otak didalam tengkorak," jelas Dokter Herman. "Lalu, kapan anak saya akan bangun dokter?" tanya Hasan. Dokter Herman menggeleng pelan. "Kami tidak bisa memastikan kapan pasien akan bangun. Berdoa saja. Semoga diberikan keajaiban." Hasan mengangguk mendengarkan dokter Herman. Sedangkan Wilda, hanya menangis sambil mengelus dadanya yang terasa sakit dan sesak. Wilda sangat takut bila seandainya tidak ada keajaiban dan Jeremy tidak selamat. "Saya permisi terlebih dahulu. Ada pasien lain yang menunggu saya." "Terima kasih, Do
Seorang wanita berulangkali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Hal pertama yang ia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah langit-langit berwarna putih. Dibersamai dengan aroma obat yang menyerbak mengusik indra penciuman, ia tahu bahwa saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit. Sebuah perban melingkar di kepalanya. Merasakan punggung yang terasa ngilu, ia berpikir bahwa dirinya telah lama berbaring. Ia mencoba bangun dari berbaring, namun kepalanya terasa sakit. "Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Mbak. Mbaknya baru sadar," tegur Suster yang baru saja masuk ke ruangan rawat. Wanita itu mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit saat ini. Kemudian ia melebarkan matanya terkejut ketika mengingat ia mengalami kecelakaan tidak sendirian. "Di mana suami saya?" tanya wanita itu
Hujan deras dan suara petir menggelegar menandai berakhirnya musim kemarau. Di malam pertama turun hujan, aroma petrichor tercium menguap ke udara. Aroma antara tanah kering dan air hujan yang menyatu memang sangat menyenangkan. Sekaligus ucapan rasa syukur atas rahmat Tuhan karena diberikan keberkahan atas turunnya hujan setelah musim kemarau yang panjang. Di rumah Nena, tepatnya di Yogyakarta, wanita yang merupakan kakak sepupu Alka itu tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, tanaman bunga dan sayuran yang mulai akan mati, kini setidaknya ikut tersenyum bahagia karena diguyur hujan. "Alhamdulillah! Sudah turun hujan. Kamu akan tumbuh subur lagi," ucap Nena dengan penuh rasa syukur sambil melihat tanaman-tanamannya. Nena mencoba membuka tirai di jendela rumahnya untuk memandang hujan turun. Namun, bukannya melihat aliran air yang turun dari sudut genting, Nena malah terpaku dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Nena penasaran dengan sosok i
Jeremy berulangkali menggerakkan jari-jari tangannya secara perlahan. mata yang masih tertutup itu, bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Beberapa hari terakhir, setelah 2 bulan mengalami koma, hasil pemeriksaan dari dokter menunjukkan bahwa Jeremy semakin menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Hal itu disambut dengan lega oleh Wilda maupun Hasan. Tak lama kemudian, Jeremy membuka matanya, dan menatap sekeliling ruangan. Langit-langit putih yang pertama kali ia tatap, dan aroma obat-obatan yang menusuk indra penciuman, menyadarkan dirinya tengah berada di rumah sakit. Jeremy merasakan pusing di kepalanya. Jeremy mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Sontak, Jeremy melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. Raut wajah yang semula lemah, seketika berubah menjadi khawatir. "Di mana istriku? Apa dia baik-baik saja?" gumamnya.
Setelah kondisi Jeremy membaik dan dokter memperbolehkan Jeremy untuk pulang, pria itu memaksa kepada kedua orang tuanya untuk mengajak ia pergi ke makam Alka. Sejak dari beberapa hari lalu, Jeremy memaksa untuk mendatangi makam Alka. Namun Ayah dan ibunya mengatakan Jeremy harus dalam keadaan membaik dulu baru boleh mengunjungi makam istri tercinta. Di sore hari yang cerah, Jeremy berkunjung ke pusara yang bertuliskan nama sang istri dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Bunga mawar berwarna merah, adalah bunga kesukaan Alka. Jeremy membeku ketika menatap gundukan tanah merah yang ia ketahui sebagai tempat istirahat terakhir sang istri. Tentu saja makam itu adalah makam palsu, karena Hasan telah membayar seseorang untuk membuat makam tersebut, dan diberi nisan bertuliskan nama lengkap Alka. Hasan dan Wilda telah menyiapkan itu jauh sebelum Jeremy sadar, sebagai bukti kepada Jeremy bahwa istrinya telah meninggal. Pria paruh baya yang masih se
"Tuan Hasan! Nyonya Wilda!" panggil Mirna, ART keluarga Arthur dengan panik. "Apa, Bi?" sahut Hasan. pria paruh baya itu menatap heran pembantunya yang berlari tergesa-gesa menuruni tangga. Hasan dan Wilda baru saja duduk di ruang makan, untuk memulai sesi sarapan pagi. Sebelum mereka melakukan sarapan, Wilda meminta Mirna untuk memanggil Jeremy yang masih belum keluar dari kamarnya. "Ada apa, Bi? Kok mukanya panik begitu?" tanya Wilda heran. "Itu, Tuan, nyonya, Tuan Jeremy ..." Mirna menunjuk ke arah lantai atas. "Jeremy kenapa?" desak Hasan. "Tuan Jeremy bersimbah darah di kamar mandi," jawab Art dengan gugup. Wilda terperangah dan menjatuhkan rahangnya. "Apa?!" Hasan dan Wilda segera berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaa
"Jadi ... Diana mengatakan hal itu kepadamu tentang aku?" tanya Jeremy setelah mendengarkan semua penjelasan Alka. Alka menceritakan kedatangan Diana yang ingin menemui dirinya. Apa yang diucapkan oleh wanita itu, oleh Alka diungkapkan semuanya kepada Jeremy."Iya, Mas," jawab Alka."Lalu, apakah kamu percaya, dengan semua yang dikatakannya?"Jeremy menatap Alka yang berdiri di samping kaca jendela. Alka mengalihkan pandangan dari Jeremy dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Jeremy tersenyum sekilas melihat ekspresi wanita yang ia cintai. Iya berpikir, angka yang tengah dilanda kebimbangan akan melanjutkan hubungan mereka atau tidak, pasti terpengaruh oleh ucapan Diana.Jeremy bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati istrinya. Ia menarik pelan lengan Alka dan mengarahkannya untuk duduk di kursi kerjanya."Kamu duduk sini! Aku tunjukkan sesuatu," kata Jeremy.Alka tidak menolak permintaan pria itu. Sebaliknya, ia terlihat bingung dengan Jeremy. Apa yang hendak suaminya tunjukka
Jeremy mengepalkan kedua tangan dengan erat, ketika melihat adegan demi adegan pada rekaman CCTV yang ditunjukkan oleh Kelvin. Netranya memancarkan sorot amarah yang besar. Dadanya kembang kempis naik turun seolah emosi yang ada dalam jiwanya akan meledak sebentar lagi. Rahang Jeremy mengeras saat mengetahui ada sosok yang ingin membunuh anaknya secara diam-diam.Kelvin memperhatikan raut wajah Jeremy sambil bergidik ngeri. Khawatir ia akan menjadi bahan pelampiasan amarah pria itu. Jeremy sangat menakutkan jika sedang marah."Kurang ajar!" umpat Jeremy, "berani sekali dia membunuh anakku!"Kelvin meneguk salivanya. "Dia melakukan itu, pasti bukan tanpa rencana. Entah siapa yang menyuruhnya, yang pasti dia dijanjikan sejumlah uang yang sangat besar."Jeremy mengalihkan pandangannya kepada Kelvin. Kelvin dengan gugup menunduk takut, dan tak berani menatap Jeremy. Jeremy berpikir, yang diucapkan oleh Kelvin sama dengan apa yang sempat ia duga. Namun Jeremy tak menyangka bahwa dugaannya
Alka tercengang mendengar bahwa Diana marah kepada Jeremy hingga membakar rumah yang ia berada saat ini. Wanita berambut panjang sepinggang itu berpikir, bahwa ada masalah yang sangat kompleks di antara Jeremy dan Diana. Mereka berdua bertengkar hingga Diana murka."Setahu saya, dia itu melakukan keributan untuk mencari perhatian kepada Pak Jeremy. Diana dan pak Jeremy terus-menerus didesak oleh mertua Anda, agar mereka mau memiliki anak. Sedangkan Diana adalah wanita penganut child free, beritahu Mira. "Diana sebagai wanita karir yang sukses, menganggap bahwa anak hanya menyita kesibukannya dan membatasi ruang geraknya untuk berkarya. Wanita itu merasa lelah terus-terusan didesak oleh ibu Wilda," lanjut Mira."Hingga akhirnya, entah apa yang membuat Diana merasa kesal, ia ingin Pak Jeremy mau mencintai dirinya. Hingga ia tahu bahwa keberadaan rumah ini, dan dengan banyaknya kenangan-kenangan Anda yang disimpan oleh Pak Jeremy di sini. Membuat wanita itu murka. Maka dari itu ia memba
"Diana?"Diana tersenyum simpul menatap Alka. "Aku pikir kamu lupa dengan aku.""Apa kamu datang ke sini ingin menemui Mas Jeremy? Mas Jeremy baru saja pergi ke bandara. Dia hendak bertolak ke Makassar," beritahu Alka."Kedatanganku ke sini, bukan semata hanya karena ingin bertemu dengan Jeremy. Tapi aku juga perlu bertemu dengan kamu," sahut Diana memainkan kukunya yang berwarna pink.Alka mengerutkan keningnya heran. Apa yang hendak dibahas oleh Diana kepadanya hingga wanita itu perlu merasa berbicara berdua. Alka memutuskan untuk duduk di sofa samping Diana."Apakah kita memiliki urusan?" tanya Alka."Sebenarnya tidak." Diana menggeleng. "Tapi, karena aku mendengar kabar duka bahwa anakmu meninggal, tidak salah 'kan, kalau aku turut bersimpati untuk mengucapkan duka cita?""Terima kasih." Alka memperhatikan tubuh Diana. Wanita itu memakai pakaian longgar berwarna putih. Meskipun menggunakan dress longgar, Alka tahu bahwa wanita itu tengah mengandung. Terlihat sedikit menonjol di b
Alka tengah berdiam diri di dalam kamar yang menjadi tempat tidur putranya. Kamar yang disiapkan oleh Jeremy dirumah yang berada di jakarta. Sekaligus rumah yang menjadi saksi perjuangan Jeremy merintis usaha dan ditemani oleh Alka.Alka berdiam di sana, untuk mengenang putranya. Ia ingin merasakan keberadaan putranya dengan berada di sana walaupun hanya lewat halusinasi yang ia miliki. Alka membuka lemari pakaian, dan mengambil sehelai baju milik Naufal. Baju itu terdapat sobekan di bagian bahu."Ibu merindukan kamu, Sayang."Alka memeluk erat pakaian terakhir yang digunakan oleh putranya sebelum terjadinya peristiwa ambruknya Panti Asuhan itu. Sudah satu minggu berlalu, semenjak kepergian Naufal kepangkuan sang maha kuasa. Putranya yang kini telah berada di surga, dan tak bisa ia peluk lagi. Alka masih terus merasakan kekosongan yang dalam setelah kepergian Naufal. Ia sering kali terdiam dalam kesedihan, membiarkan air mata mengalir tanpa henti. Meskipun ia tahu bahwa Naufal kini
"Mengapa bukan ibu kamu yang merasakannya Jeremy?" tanya Hermin dengan nada yang dingin dan datar. Wilda menatap nyalang wanita yang merupakan mantan istri Hasan sebelum dirinya. Ia mengetatkan rahangnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Hermin. Wilda merasa bahwa, kalimat Hermin merendahkan dirinya.Jeremy tersenyum menanggapi pertanyaan bernada tak suka dari ibu tirinya itu. Ia cukup tahu bagaimana perasaan Hermin. Wanita itu pasti pernah mengharapkan agar ia mati. Supaya Wilda dapat merasakan hal yang sama dengan Hermin."Karmanya tidak berlaku untuk ibuku. Tetapi berlaku padaku," jawab Jeremy.Hermin tertawa miris sekaligus menatap sinis pada Wilda. "Tetapi menurutku, ini tidak adil. Karena ada seorang wanita berhati tulus yang tak bersalah harus menanggung ini semua.""Apa maksud ucapanmu?" sambar Wilda , "Berhenti bicara omong kosong! Tidak ada karma apapun yang harus ditanggung anakku. Sebaliknya, istri Jeremy lah yang tidak becus mengurus anaknya.""Kamu sebenci itu
Hari ini pemakaman Naufal digelar. Suasana duka menyelimuti areal pemakaman. Jeremy ikut turun ke liang lahat untuk menurunkan tubuh Sang putra ke bumi. Jeremy juga mengajani putranya. Sedangkan Alka tak henti-hentinya menangisi kepergian sang buah hati. Ia dirangkul oleh kedua sahabatnya bersama dengan kakak sepupunya, Nena. Nena baru saja tiba kemarin sore dari Yogyakarta setelah dikabari oleh Jeremy."Sudah ... jangan menangis. ikhlaskan dia. Kalau kamu seperti ini, dia tidak akan bisa tenang di sana.Wilda, ibu Jeremy, pun turut hadir di prosesi pemakaman cucunya. Ia sengaja datang dari Makassar setelah menelpon putranya. Jika seandainya Jeremy tidak ia tanya mengapa tidak pernah mengabarinya, mungkin ia tidak akan tahu bahwa cucunya meninggal. Wilda tahu bahwa Jeremy marah sikapnya beberapa waktu lalu saat mengancam Alka menggunakan Naufal.Wilda berdiri tak jauh dari Alka. Wanita paruh baya itu melirik sinis kepada Alka. Lirikan itu dapat ditangkap oleh Nena. Nena mendengus ke
"Keracunan makanan?" tanya Jeremy mengulang penuturan sang dokter."Benar. Di lambungnya terdapat sebuah racun sianida," jelas dokter.Jeremy merasakan kepalanya pening. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh Kelvin yang berdiri di belakangnya. Jeremy mencoba menguatkan hati dan dirinya. Karena jika ia terus seperti ini, tak akan ada yang menguatkan Alka."Memangnya Naufal makan apa?" tanya Kelvin."Semalam ia menyantap hidangan yang dibuat oleh dapur rumah sakit ini untuk makan malam. Ibunya yang menyuapi," jawab Jeremy dengan lesu. "Apakah makanan yang disantap anakmu masih ada sisa? Jika ada, bisa diperiksa itu mengandung racun atau tidak," usul Kelvin."Kami akan meminta tim kami untuk melakukan pemeriksaan pada sisa makanan yang terdapat di dapur rumah sakit. Jika ada sisa, kemungkinan itu masih ada di kotak sampah," sahut dokter."Segera lakukan dokter!" perintah Kelvin, "saya juga akan memeriksa CCTV rumah sakit ini. Siapa tahu kami bisa menemukan seseorang yang
"Naufal, Mas. Bagaimana ini, Mas?" tangis Alka seketika pecah setelah lama coba ia tahan. Jeremy berusaha untuk tenang dan menekan tombol di samping ranjang putranya untuk memanggil dokter. Alka tak henti-hentinya memanggil nama Naufal dan mengguncang tubuh putranya yang tak bergerak sedikitpun. Disaat yang tegang, Kelvin, datang untuk menjenguk Naufal, sekaligus mengantarkan berkas untuk Jeremy tandatangani. "Ada apa kalian berdua jadi panik begitu?" tanya Kelvin dengan raut wajah bingung. "Naufal tidak bernapas. Denyut nadinya pun tak ada," jawab Jeremy dengan wajah frustasi. Kelvin membelalakkan matanya. "Serius?" Suara pintu terbuka dan menampilkan kedatangan dokter untuk memeriksa Naufal. Alka yang melihat kedatangan dokter, langsung melangkah mendekati. "Dokter! Tolong periksa anak saya! Kenapa dia tidak bergerak? Dia juga tidak bernafas," ujar Alka sambil menangis. Dokter yang terkejut mendengar penuturan Alka, kemudian dengan cepat mengambil stetoskop yang ada di kanton